Anda di halaman 1dari 91

VERIFIKASI METODE PENETAPAN KADAR SIANIDA

DALAM AIR LIMBAH


SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK
DI PT EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK

ANDREAN NUGRAHA PRATAMA

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
POLITEKNIK AKA BOGOR
BOGOR
2017
ANDREAN NUGRAHA PRATAMA. Verifikasi Metode Penetapan Kadar
Sianida dalam Air Limbah secara Spektrofotometri Sinar Tampak di PT East
Jakarta Industrial Park. Dibimbing oleh UDIN ASRORUDIN dan HENDDY
IMAM SANTOSO.

RINGKASAN

Kegiatan industri pertambangan logam emas, industri serat sintetik, industri


pupuk dan industri besi baja menghasilkan limbah sianida dalam jumlah yang
cukup besar. Sianida merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk
menentukan kualitas air, karena sianida dengan kadar tinggi dapat mengakibatkan
menurunnya kualitas perairan. Kadar sianida dalam air dapat ditentukan melalui
metode kolorimetri dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak dengan
rentang kerja 0 mg/L – 0,2 mg/L yang digunakan di Laboratorium Pengujian PT
East Jakarta Industrial Park (PT EJIP) sebagai analisis rutin. Metode tersebut
merupakan metode yang diambil langsung tanpa mengalami perubahan atau
modifikasi dari metode Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.77:2011.
Kelayakan metode yang digunakan untuk pengujian sianida sudah terverifikasi
oleh perusahaan, tetapi kondisi laboratorium dan analis yang berbeda merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi kelayakan dari metode tersebut. Konfirmasi
ulang terhadap metode tersebut perlu dilakukan untuk menjaga metode yang telah
ditetapkan.

Percobaan ini bertujuan mengonfirmasi unjuk kerja metode penetapan kadar


sianida dalam air limbah secara spektrofotometri sinar tampak. Hasil yang
didapatkan dibandingkan dengan syarat keberterimaan yang telah ditetapkan
Laboratorium Pengujian PT EJIP yang mengacu pada SNI 6989.77:2011.

Metode percobaan yang dilakukan terdiri atas 3 tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pengujian dan tahap pengolahan data. Tahap persiapan meliputi pembuatan
larutan baku sianida, larutan kerja sianida, dan larutan pereaksi yang digunakan
untuk analisis sianida. Tahap pengujian meliputi analisis sianida dengan
parameter linieritas, limit deteksi instrumen, limit kuantitasi, presisi (ripitabilitas)
dan akurasi yang dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak
pada panjang gelombang 578 nm. Tahap pengolahan data dilakukan secara
statistika.

Berdasarkan percobaan didapatkan linieritas dengan koefisien korelasi (r)


dengan nilai 0,9995 yang lebih besar dari nilai yang dipersyaratkan yaitu 0,9950.
Pada pengujian limit deteksi instrumen didapatkan nilai sebesar 0,0032 mg/L,
limit kuantitasi sebesar 0,0046 mg/L, presisi (ripitabilitas) dengan nilai %SBR
sebesar 0,90%, batas yang dipersyaratkan kurang dari 5% dan akurasi dengan
rata-rata %Recovery sebesar 100,24% yang memiliki rentang hasil pengukuran
sebesar (99,45-101,43)% dengan %Recovery yang dipersyaratkan sebesar 90% -
110%. Hasil pengujian verifikasi metode tersebut telah memenuhi syarat
keberterimaan yang berlaku di Laboratorium Pengujian PT EJIP yang mengacu
pada SNI 6989.77:2011 sehingga metode tersebut dapat disimpulkan memiliki
unjuk kerja yang handal dan layak digunakan dalam analisis rutin di Laboratorium
Pengujian PT EJIP.
ANDREAN NUGRAHA PRATAMA. Verifikasi Metode Penetapan Kadar
Sianida dalam Air Limbah secara Spektrofotometri Sinar Tampak di PT East
Jakarta Industrial Park. Dibimbing oleh UDIN ASRORUDIN dan HENDDY
IMAM SANTOSO.

RINGKASAN

Kegiatan industri pertambangan logam emas, industri serat sintetik, industri


pupuk dan industri besi baja menghasilkan limbah sianida dalam jumlah yang
cukup besar. Sianida merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk
menentukan kualitas air, karena sianida dengan kadar tinggi dapat mengakibatkan
menurunnya kualitas perairan. Kadar sianida dalam air dapat ditentukan melalui
metode kolorimetri dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak dengan
rentang kerja 0 mg/L – 0,2 mg/L yang digunakan di Laboratorium Pengujian PT
East Jakarta Industrial Park (PT EJIP) sebagai analisis rutin. Metode tersebut
merupakan metode yang diambil langsung tanpa mengalami perubahan atau
modifikasi dari metode Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.77:2011.
Kelayakan metode yang digunakan untuk pengujian sianida sudah terverifikasi oleh
perusahaan, tetapi kondisi laboratorium dan analis yang berbeda merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi kelayakan dari metode tersebut. Konfirmasi ulang
terhadap metode tersebut perlu dilakukan untuk menjaga metode yang telah
ditetapkan.

Percobaan ini bertujuan mengonfirmasi unjuk kerja metode penetapan kadar


sianida dalam air limbah secara spektrofotometri sinar tampak. Hasil yang
didapatkan dibandingkan dengan syarat keberterimaan yang telah ditetapkan
Laboratorium Pengujian PT EJIP yang mengacu pada SNI 6989.77:2011.

Metode percobaan yang dilakukan terdiri atas 3 tahap, yaitu tahap persiapan,
tahap pengujian dan tahap pengolahan data. Tahap persiapan meliputi pembuatan
larutan baku sianida, larutan kerja sianida, dan larutan pereaksi yang digunakan
untuk analisis sianida. Tahap pengujian meliputi analisis sianida dengan parameter
linieritas, limit deteksi instrumen, limit kuantitasi, presisi (ripitabilitas)
dan akurasi yang dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak
pada panjang gelombang 578 nm. Tahap pengolahan data dilakukan secara
statistika.

Berdasarkan percobaan didapatkan linieritas dengan koefisien korelasi (r)


dengan nilai 0,9995 yang lebih besar dari nilai yang dipersyaratkan yaitu 0,9950.
Pada pengujian limit deteksi instrumen didapatkan nilai sebesar 0,0032 mg/L, limit
kuantitasi sebesar 0,0046 mg/L, presisi (ripitabilitas) dengan nilai %SBR sebesar
0,90%, batas yang dipersyaratkan kurang dari 5% dan akurasi dengan rata-rata
%Recovery sebesar 100,24% yang memiliki rentang hasil pengukuran sebesar
(99,45-101,43)% dengan %Recovery yang dipersyaratkan sebesar 90% - 110%.
Hasil pengujian verifikasi metode tersebut telah memenuhi syarat keberterimaan
yang berlaku di Laboratorium Pengujian PT EJIP yang mengacu pada SNI
6989.77:2011 sehingga metode tersebut dapat disimpulkan memiliki unjuk kerja
yang handal dan layak digunakan dalam analisis rutin di Laboratorium Pengujian
PT EJIP.
VERIFIKASI METODE PENETAPAN SIANIDA
DALAM AIR LIMBAH
SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK
DI PT EAST JAKARTA INDUSTRIAL PARK

Laporan Magang dan Praktik Kerja Lapang


Diajukan Guna Melengkapi Syarat Pendidikan Diploma Tiga

Oleh:

ANDREAN NUGRAHA PRATAMA


NIM : 146933

Pembimbing I Pembimbing II

UDIN ASRORUDIN, S.Si HENDDY IMAM SANTOSO

Mengetahui,
Direktur Politeknik AKA Bogor

Ir. MAMAN SUKIMAN, M.Si.

POLITEKNIK AKA BOGOR


BOGOR
2017
iv

PRAKATA

Puji syukur senantiasa diucapkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Magang dan Praktik Kerja
Lapang ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Udin Asrorudin, S.Si, sebagai Pembimbing I yang telah memberikan
arahan, bimbingan, nasihat serta telah menyediakan waktu luang selama
pembuatan laporan ini.
2. Bapak Henddy Imam Santoso, sebagai Pembimbing II atas bantuan,
bimbingan serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
3. Bapak Ir. Maman Sukiman, M.Si, sebagai Direktur Politeknik AKA Bogor,
beserta seluruh civitas akademik Politeknik AKA Bogor atas segala ilmu yang
telah diberikan.
4. Bapak Mulyo Rahardjo S.H, M.M, sebagai Dosen Wali atas arahan serta
bimbingannya selama menjalani perkuliahan di Politeknik AKA Bogor.
5. Seluruh karyawan PT East Jakarta Industrial Park WATEC Department
khusunya E-Lab PT EJIP (Pak Gunawan, Pak Saepulloh, Kak Sudi, Kak
Luthfi, Kak Ditta, Kak Luciana, Kak Luqyana, Kak Raisha, Kak Gustami, Pak
Nurhazin, Kak Sugeng, Kak Roy, dan tim sampling EJIP) yang telah banyak
membantu selama proses magang dan PKL.
6. Ayah, Mama, Adik, dan seluruh keluarga, atas motivasi, dukungan,
perhatian, kasih sayang, dan doa yang senantiasa dicurahkan.
7. Keluarga Besar Sanggar Seni Kimia Analisis terutama SASEKA 14, Kelas
Expresso, Kost Sakura, The Solvent AKA 55, dan semua pihak yang tak
bisa disebut satu-persatu, atas persahabatan, dukungan, kerja sama, dan doa
yang dicurahkan selama berada di Politeknik AKA Bogor ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini belum sempurna. Semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Agustus 2017

Andrean Nugraha Pratama


v

DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA .............................................................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ix
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
Air Limbah ............................................................................................................... 3
Pengertian Air ....................................................................................................... 3
Pengertian Limbah ................................................................................................ 5
Pengertian Air Limbah .......................................................................................... 6
Dampak Buruk Pencemaran Air Limbah ................................................................. 6
Sianida...................................................................................................................... 8
Pengertian Sianida .............................................................................................. 8
Dampak Sianida bagi Lingkungan ...................................................................... 9
Metode Pengujian Sianida ................................................................................ 10
Spektrofotometri .................................................................................................... 12
Pengertian Spektrofotometri ............................................................................. 12
Prinsip Spektrofotometri ................................................................................... 12
Tipe Instrumen Spektrofotometri ...................................................................... 14
Spektrofotometri Sinar UV-Tampak................................................................. 15
Bagian-bagian Spektrofotometer Sinar UV-Tampak........................................ 17
Verifikasi Metode .................................................................................................. 19
Pengertian Verifikasi ........................................................................................ 19
Linieritas ........................................................................................................... 20
Limit Deteksi .................................................................................................... 21
vi

Presisi ................................................................................................................ 22
Akurasi .............................................................................................................. 24
PERCOBAAN ..................................................................................................... 26
Waktu dan Tempat ................................................................................................. 26
Bahan dan Alat ....................................................................................................... 26
Bahan ................................................................................................................ 26
Alat .................................................................................................................... 26
Metode Percobaan .................................................................................................. 27
Cara Kerja .............................................................................................................. 27
Tahap Persiapan ..................................................................................................... 27
Tahap Pengujian ..................................................................................................... 28
Tahap Pengolahan Data ......................................................................................... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 35
Linieritas ................................................................................................................ 36
Limit Deteksi (Limit Deteksi Instrumen & Limit Kuantitasi) ............................... 37
Presisi (Ripitabilitas) .............................................................................................. 38
Akurasi ................................................................................................................... 39
SIMPULAN ......................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42
LAMPIRAN ........................................................................................................ 44
vii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sifat-Sifat Penting Air…........………………………………....….. 4


2. Hubungan Warna dengan Panjang Gelombang Sinar
Tampak……………….........……………………………….……. 16
3. Hasil Percobaan Parameter Verifikasi dan Syarat
Keberterimaan………….……..………………………………….. 35
4. Hasil Uji Limit Deteksi…………………………………….…….. 37
5. Hasil Uji Presisi (Ripitabilitas)…................................................... 38
6. Hasil Uji Akurasi dengan Spike 0,04 mg/L ……...…………........ 40
7. Baku Mutu Air berdasarkan Kelas PP No 82 Tahun 2001…......... 70
viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pembentukan Molekul Air ................................……………...……….......3


2. Komponen Spektrofotometer Sinar UV dan Tampak ……....…………...17
3. Kurva Linieritas Sianida…...…………………………………………….36
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Ringkasan Magang – Praktik Kerja Lapang di Industri ..............44

2. Baku Mutu Air berdasarkan Kelas PP No 82 Tahun 2001 .........70

3. Pembuatan Larutan Pereaksi …...................................................72

4. Data dan Perhitungan Linieritas ………………………......…...73

5. Data dan Perhitungan Hasil Uji Limit Deteksi …….….….……76

6. Data dan Perhitungan Hasil Uji Presisi………………..……..…77

7. Data dan Perhitungan Hasil Uji Akurasi dengan

Spike 0,04 mg/L ...……......................................….....………....78


1

PENDAHULUAN

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia
dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain (WINARNO,
2004). Pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi terutama di
bidang industri dapat menyebabkan pencemaran lingkungan terhadap air semakin
meningkat. Pencemaran lingkungan terhadap air yang terjadi dapat berupa limbah
buangan industri. Limbah merupakan buangan atau sisa yang dihasilkan dari
suatu proses atau kegiatan dari industri maupun domestik (rumah tangga).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014, limbah adalah sisa suatu
usaha dan atau kegiatan. Salah satu jenis limbah tersebut yaitu limbah sianida
(CN‾). Sianida mempunyai berat molekul 27,06 gram/mol, bila terhirup dapat
menyebabkan pingsan bahkan kematian (POLII & SONYA, 2002). Sianida larut
dalam air, mudah menguap pada suhu kamar, dan berbahaya bagi manusia karena
sangat beracun. Adanya berbagai proses yang menggunakan dan menghasilkan
sianida, memungkinkan sianida tersebut masuk ke lingkungan perairan atau tanah
dengan kadar yang melebihi nilai ambang batas sehingga akan mengakibatkan
pencemaran.

Sianida yang terdapat di perairan terutama yang berasal dari limbah


industri, misalnya industri pelapisan logam, industri besi baja, dan pertambangan
emas. Sianida yang berasal dari industri masuk ke perairan berwujud sebagai
hidrogen sianida (HCN) terdisosiasi menjadi ion sianida bebas (CN-) dan
kompleks sianida anionik dengan berbagai kation logam. Kandungan sianida
dalam air limbah sangat berpengaruh bagi kehidupan hewan dan tumbuhan di
perairan. Sianida dalam kadar yang tinggi di dalam air dapat membahayakan bagi
kehidupan perairan dan sekitarnya. Efek toksik sianida dalam lingkungan
perairan ditentukan dari konsentrasi asam sianida dan ion sianidanya. Metode
pengujian diperlukan untuk menganalisis kandungan sianida dalam air limbah
sehingga air limbah dapat diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan.

Laboratorium Pengujian PT EJIP (E-Lab) merupakan laboratorium yang


bergerak dibidang konsultan lingkungan dan jasa pengujian kimia khususnya
2

pengolahan air bersih dan air limbah. Laboratorium Pengujian PT EJIP


melakukan pemantauan kandungan sianida dalam air limbah dengan kadar
maksimum yang masih diperkenankan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air yaitu sebesar 0,02 mg/L. Kadar sianida dapat
ditentukan dengan metode kolorimetri dengan spektrofotometer sinar tampak
yang digunakan di Laboratorium Pengujian PT EJIP sebagai analisis rutin.
Metode tersebut merupakan metode yang diambil langsung dari metode SNI
6989.77:2011 tanpa mengalami perubahan atau modifikasi. Verifikasi terhadap
suatu metode yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun sekali. Verifikasi
dilakukan untuk menjaga metode yang telah ditetapkan karena kondisi
laboratorium dan analis yang berbeda merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kelayakan dari metode tersebut sehingga metode tersebut harus
diverifikasi secara berkala.

Verifikasi dilakukan pada metode standar dengan tujuan mengonfirmasi


ulang bahwa metode yang digunakan memenuhi persyaratan untuk tujuan
penggunaannya. Verifikasi juga dilakukan untuk membuktikan bahwa
laboratorium yang bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode
tersebut dengan hasil yang valid dan memiliki data kinerja yang baik sesuai
dengan ISO 17025 mengenai jaminan mutu hasil pengujian dan kalibrasi.

Percobaan ini bertujuan mengonfirmasi unjuk kerja metode penetapan


kadar sianida dalam air limbah secara spektrofotometri sinar tampak. Hasil yang
didapatkan dibandingkan dengan syarat keberterimaan yang telah ditetapkan
Laboratorium Pengujian PT EJIP yang mengacu pada SNI 6989.77:2011.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Air Limbah

Pengertian Air

Air merupakan salah satu senyawa yang melimpah di alam dibutuhkaan


untuk proses kehidupan. Pada proses analisis banyak melibatkan reaksi dalam air.
Air secara kimia dikenal dengan H2O yang terdirir dari dua atom H (hidrogen)
dan satu atom O (oksigen). Secara fisik, air tidak berbau, tidak berwarna dan
tanpa rasa. Air merupakan pelarut yang baik. Air sulit berikatan dengan
senyawa-senyawa anorganik termasuk molekul air itu sendiri (WINARNO,
2002).

Molekul air terdiri dari dua buah atom hidrogen berikatan dengan sebuah
atom oksigen melalui dua ikatan kovalen. Ikatan kovalen tersebut merupakan
dasar bagi sifat air yang penting, misalnya kebolehan air sebagai pelarut. Apabila
dua atom hidrogen bersenyawa dengan sebuah atom oksigen, maka molekul
tersebut menghasilkan molekul yang berat sebelah, dengan kedua atom hidrogen
melekat di satu atom oksigen dengan sudut 104,5o antara keduanya. Perbedaan
elektronegativitas antara hidrogen dan oksigen mengakibatkan sisi hidrogen
molekul air bermuatan positif sedang pada sisi oksigen bermuatan negatif
(WINARNO, 2004).

Gambar 1. Pembentukan Molekul Air


4

Air adalah senyawa kimia yang dapat dijumpai dalam tiga fasa, yaitu gas,
padat, dan cair. Air dalam bentuk gas terdapat di udara yang sumbernya dari
penguapan air yang ada di darat dan di laut. Air dalam bentuk cair terdapat di
permukaan bumi dengan jumlah besar. Air dalam bentuk padat terdapat sebagai
salju atau es. Pada ketiga fasa tersebut secara kimiawi air tidak berubah dan
mempunyai rumus kimia yang tetap, yaitu H2O (ALAERTS, 1984).

Menurut BILONDATU (2013), molekul air yang satu dengan molekul-


molekul air lainnya bergabung dengan satu ikatan hidrogen antara atom H dan
atom O dari molekul lainnya. Ikatan ini yang menyebabkan air memiliki sifat-
sifat yang khas seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat-sifat Penting Air

Sifat Efek dan Kegunaan


Pelarut yang sangat baik Transportasi zat-zat makanan dan bahan
buangan yang dihasilkan proses biologi
Konstanta dielektrik paling tinggi Kelarutan dan ionisasi dari senyawa ini
diantara cairan murni lainnya tinggi dalam larutannya
Tegangan permukaan lebih tinggi Faktor pengendali dalam fisiologi.
daripada cairan lainnya Membentuk fenomena tetes dan permukaan
Transparan terhadap cahaya tampak dan Tidak berwarna, mengakibatkan cahaya yang
sinar yang mempunyai panjang dibutuhkan untuk fotosintesis mencapai
gelombang lebih panjang dari sinar kedalaman tertentu
ultraviolet
Bobot jenis tertinggi dalam bentuk cairan Air beku (es) mengapung, sirkulasi vertikal
(fase cair) pada oC menghambat stratifikasi badan air
Panas penguapan lebih tinggi dari Menentukan transfer panas dan molekul air
material lainnya antara atmosfer dan badan air
Kapasitas kalor lebih tinggi Stabilisasi dari temperatur organisme dan
dibandingkan dengan cairan lain kecuali
wilayah geografis.
Amonia
Panas laten dan peleburan lebih tinggi Temperatur stabil pada titik beku
daripada cairan lain kecuali Amonia
5

Pengertian Limbah

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan
berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan yang
dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan
sumber daya (KRISTANTO, 2004).

Berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah yang


memiliki nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah
yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah yang tidak memiliki nilai
ekonomis adalah suatu limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara
apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah
pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan
kerusakan lingkungan (KRISTANTO, 2004).

Salah satu golongan limbah adalah limbah cair. Limbah cair adalah
gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh
air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber
domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), sumber industri dan pada
saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan, atau air hujan
(SOEPARMIN, 2002).

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan


air dalam proses produksinya. Air dari pabrik membawa sejumlah padatan dan
partikel, baik yang larut maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan
ada yang halus. Kerap sekali buangan pabrik berwarna keruh dan bersuhu tinggi.
Air limbah yang telah tercemar mempunyai ciri yang dapat diidentifikasi secara
visual dari kekeruhan, warna, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya.
Sedangkan identifikasi secara labiratorium ditandai dengan perubahan sifat kimia
air (KRISTANTO, 2004).
6

Pengertian Air Limbah

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2010 pasal 1


ayat 5 tentang baku mutu air limbah bagi kawasan industri, air limbah adalah sisa
dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Sifat, konsentrasi
dan jumlahnya baik secara langsung dan tidak langsung dapat merusak
lingkungan, selain itu membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic), maupun industri
(industry) (MULIA, 2005).

Air limbah (wastewater) adalah kotoran dari manusia dan rumah tangga
serta berasal dari industri, atau air permukaan serta buangan lainnya. Dengan
demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum. Batasan
lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah yang
berasal dari daerah permukiman, perdagangan dan industri, bersama-sama dengan
air tanah, air permukaan, dan air hujan yang mungkin ada (SUGIHARTO, 2008).

Menurut MULIA (2005), air limbah industri umunya terjadi sebagai


akibat adanya pemakaian air dalam proses produksi. Di industri, air umumnya
memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses
industri.

2. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku.

3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler, pada pabrik minuman.

4. Untuk mencuci dan membilas produk dan/atau gedung serta instalasi.

Dampak Buruk Pencemaran Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak

buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Menurut MULIA (2005),

beberapa dampak buruk tersebut adalah sebagai berikut :


7

a. Gangguan Kesehatan

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan


penyakit bawaan air (waterborne disease). Selain itu di dalam air limbah
mungkin juga terdapat zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan bagi makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Adakalanya
air limbah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vektor
penyakit (misalnya : nyamuk, lalat, kecoa , dan lain-lain).

b. Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai


dan danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut.
Adakalanya air limbah juga merembes ke dalam tanah, sehingga menyebabkan
pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar, maka kualitasnya akan menurun
sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai peruntukannya.

c. Gangguan Terhadap Keindahan

Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu


kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Kadang-kadang air
limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila terurai menghasilkan gas-
gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini mencemari badan air, maka dapat
menimbulkan gangguan keindahan pada badan air tersebut.

d. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh


bakteri anaerobic menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat
mempercepat proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa
saluran air limbah) dan buangan air kotoran lainnya. Dengan cepat rusaknya air
tersebut maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti akan
menimbulkan kerugian material.
8

Sianida

Pengertian Sianida

Sianida merupakan kelompok senyawa anorganik dan organik dengan


siano (-C≡N) sebagai struktur utamanya. Pada perairan sianida dapat berwujud
sebagai hidrogen sianida (HCN) yang terdisosiasi menjadi ion sianida bebas (CN-)
dan kompleks sianida anionik dengan berbagai macam kation logam (APHA,
1998).

Menurut PITOI (2014), sianida di alam dapat diklasifikasikan sebagai


sianida bebas, sianida sederhana, kompleks sianida dan senyawa turunan sianida.
Sianida bebas adalah penentu ketoksikan senyawa sianida yang dapat
didefinisikan sebagai molekul (HCN) dan ion (CN-) dari sianida yang dibebaskan
melalui proses pelarutan dan disosiasi senyawa sianida. Sianida sederhana dapat
juga di definisikan sebagai garam dari HCN yang terlarut dalam larutan
menghasilkan kation alkali bebas dan anion sianida. Sianida sederhana dapat larut
dalam air dan terionisasi secara cepat dan sempurna menghasilkan sianida bebas
dan ion logam. Kompleks sianida termasuk kompleks dengan logam kadmium,
tembaga, nikel, perak, dan seng. Kestabilan kompleks sianida bervariasi dan
bergantung pada logam pusat. Kompleks lemah seperti kompleks dengan sianida
dengan seng dan kadmium mudah terurai menjadi sianida bebas. Kompleks
sedang lebih sulit terurai dibanding kompleks lemah dan meliputi kompleks
sianida dengan tembaga, nikel, dan perak. Kompleks kuat seperti kompleks
sianida dengan emas, besi, dan kobalt cenderung sukar terurai menghasilkan
sianida bebas. Senyawa turunan sianida adalah SCN- (tiosianat), CNO-, dan NH3
(amonia) yang biasanya dihasilkan dari sianidasi, degradasi alami dan pengolahan
limbah mengandung sianida.

Reaksi antara ion sianida dan air ditunjukkan oleh reaksi berikut ini :

CN- + HOH → HCN + OH-

Reaksi sianida sederhana ditunjukan reksi berikut ini :

NaCN ↔ Na+ + CN-


9

Menurut POLII & SONYA (2002) sianida mempunya berat molekul


27,06 gram/mol, bila terhirup dapat menyebabkan pingsan bahkan kematian.
Sianida terbentuk dari reaksi antara nitrogen (N) dan karbon (C) pada temperatur
tinggi. Jika N direaksikan pada campuran barium oksida dan karbon maka akan
dihasilkan barium sianida dengan reaksi :

BaO + 3C +N2 -> Ba(CN)2 + CO

Sianida banyak digunakan dalam industri baja, industri kimia, dan dalam
pertambangan. Sianida (CN) dalam pertambangan digunakan untuk ekstraksi biji
emas dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama cyanide heap leaching.
Pelaku-pelaku pertambangan kerap mempromosikan CN sebagai bahan kimia
yang aman, sehingga warga sekitar tambang tidak perlu khawatir terhadap bahan
kimia ini. Padahal CN seukuran biji beras saja bisa berakibat fatal bagi manusia,
sepersejuta gramnya dalam seliter air dapat berakibat fatal bagi ikan. Banyak
pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada perusahaan yang berhasil menghindari
kebocoran air dan limbah yang mengandung CN ke ekosistem (SIMANGE,
2010).

Dampak Sianida bagi Lingkungan

Sianida yang terdapat di perairan terutama yang berasal dari limbah


industri, misalnya industri pelapisan logam, industri besi baja, dan pertambangan
emas. Kadar sianida yang digunakan dalam pertambangan emas dan perak dapat
mencapai 250 mg/L. Beberapa sianida dalam air akan berubah menjadi senyawa
yang sangat beracun jika sianida tersebut terakumulasi dalam tubuh tumbuhan
maupun zooplankton. Waktu paruh sianida dalam perairan belum diketahui
secara pasti. Sifatnya yang toksik juga dapat menghambat pertukaran oksigen
pada makhluk hidup dan biota laut, seperti ikan. Kadar sianida 0,2 mg/L sudah
bisa mengakibatkan toksisitas akut pada ikan (SIMANGE, 2010).

Tingkat racun dari sianida di dalam air tergantung dari konsentrasi sianida.
Semakin tinggi konsentrasinya semakin besar pula tingkat racunnya. Bahan
berbahaya dan beracun dalam konsentrasi tertentu bila termakan manusia dapat
10

membahayakan kesehatan bahkan mengancam kehidupan. Sianida yang sangat


berbahaya keberadaanya terutama di perairan perlu ditetapkan baku mutunya.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, baku mutu sianida
yang terkandung di dalam perairan adalah sekitar 0,02 mg /L. Baku mutu air
limbah merupakan ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur
pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang
atau dilepaskan ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan. Hal
tersebut dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan fungsi air sebagai salah satu
sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya.

Metode Pengujian Sianida

Menurut PITOI (2014), ada berbagai metode yang dikenal dalam analisis
sianida yang spesifik menganalisis kelompok sianida tertentu. US EPA (United
States of Enviromental Protection Agency) dan ASTM (American Standard and
Testing Materials) telah menetapkan metode-metode standar dalam analisis
sianida, yaitu :

a. Metode pengukuran CN total dengan destilasi. Sampel mengandung sianida


ditambahkan asam kuat (pH<2) dan didestilasi refluks selama 1 jam
sehingga sianida lepas sebagai HCN yang tertampung kemudian diukur
dengan titrimetri, kolorimetri, atau elektroda ion selektif.

b. Metode pengukuran Amenable CN. Metode ini umum digunakan disaat


metode analisis CN WAD belum dikenal. Metode ini melibatkan
pengukuran CN total sebelum dan sesudah klorinasi.

c. Metode pengukuran CN WAD dengan destilasi. Metode ini melibatkan


destilasi refluks selama satu jam untuk menguapkan sianida dari sampel
yang telah diatur pH-nya menjadi pH 3 dengan larutan penyangga. Hasil
HCN yang teruapkan diukur dengan titrimetri, kolorimetri atau dengan
elektroda ion spesifik.
11

d. Metode penentuan CN WAD dengan asam pikrat. Metode ini melibatkan


pembentukan senyawa berwarna dengan asam pikrat dengan kehadiran nikel
yang diikuti dengan pemanasan menggunakan water bath selama 20 menit
sebelum kemudian diukur spektrofotometer sinar tampak.

e. Metode penentuan CN free dengan perak nitrat. Metode ini melibatkan


titrasi sampel dengan larutan perak nitrat standar dengan menggunakan
indikator dimetilaminobenzal-rodamine.

f. Metode penentuan CN free dengan elektroda ion selektif. Metode ini


melibatkan pengukuran langsung sampel menggunakan voltameter yang
kemudian dibandingkan dengan elektroda referensi.

g. Metode ion kromatografi.

h. Metode penentuan ion sianida reaktif dengan USEPA test. Metode ini
melibatkan penempatan sampel dalam massa yang sedikit kedalam asam
sulfat dan melewatkan nitrogen secara terus-menerus kedalam sampel
selama 30 menit. HCN kemudian dikumpulkan dari gas nitrogen di dalam
wadah berisi NaOH dan kemudian diukur.

Selain metode yang dijelaskan diatas, ada juga beberapa metode yang
digunakan untuk menganalisis sianida yang melibatkan penggunaan instrumen.
Contohnya analisis sianida dengan spektrofotometer berdasakrkan pembentukan
warna dengan menggunakan pereaksi asam barbiturat-piridin. Menurut Standar
Nasional Indonesia No 6989.77:2011 tentang air dan air limbah, cara uji ini
digunakan menentukan kandungan sianida dalam air dan air limbah secara
kolorimetri dengan menggunakan spektrofotometer dengan rentang kerja 0,02
mg/L – 0,2 mg/L.
12

Spektrofotometri

Pengertian Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan


spektrofotometer. Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang
terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Spektofotometer
adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (KHOPKAR, 1990).

Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang


gelombang dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat
pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar
dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari
berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang
gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang
gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang
yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya
seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan contoh atau blanko
dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara contoh dan blanko
ataupun pembanding (KHOPKAR,1990).

Prinsip Spektrofotometri

Prinsip analisis dengan spektrofotometer sinar UV-Tampak adalah


berdasarkan pada serapan sinar UV atau sinar tampak terhadap molekul-molekul
zat yang dianalisis pada panjang gelombang tertentu. Pemilihan panjang
gelombang didasarkan pada spektrum absorbsi dari zat yang diukur yaitu panjang
13

gelombang yang menghasilkan nilai absorbansi terbesar dan memberikan


sensitifitas yang tinggi (DAY & UNDERWOOD, 1984).

Prinsip kerja spektrofotometer didasarkan atas masuknya cahaya dari


sumber cahaya ke dalam monokromator. Didalam monokromator, cahaya
polikromatis akan mengalami penguraian atau dispersi cahaya menjadi cahaya
yang monokromatis. Setelah melewati celah, cahaya akan diabsorbsi oleh analit
pada contoh dalam kuvet yang sesuai dengan panjang gelombangnya. Cahaya
yang ditransmisikan akan diteruskan ke detektor kemudian dikonversikan jadi
signal listrik dan terlihat atau tercatat sebagai absorbansi (A) atau persen transmisi
(%T) (DAY & UNDERWOOD, 1984).

Menurut MULJA & SUHARMAN (1995), analisis dengan


spektrofotometri sinar UV-Tampak selalu melibatkan pembacaan absorban radiasi
elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.
Keduanya dikenal sebgai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan
persen (%T).

Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu larutan


dengan intensitas radiasi semula (Io), maka sebagian radiasi tersebut akan
diteruskan (It), dipantulkan (Ir), dan diabsorbsi (Ia), sehingga :

Io = It + Ir + Ia

Harga Ir (±4%) dengan demikian dapat diabaikan karena pengerjaan


dengan metode spektrofotometri sinar UV-Tampak dipakai larutan pembanding
sehingga :

Io = It + Ia

Bouguer, Lambert, dan Beer membuat formula secara matematik


hubungan antara transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau
konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorbsi sebagai :

T = Io/It = 10-ɛ c.b

A = log 1/T = 10ɛ.c.b


14

Dimana T = persen transmitan


Io = intensitas radiasi yang datang
It = intensitas radiasi yang diteruskan
ɛ = asorbansi molar (L.mol-1cm-1)
c = konsentrasi (mol.L-1)
b = tebal larutan (cm)
A = absorban

Tipe Instrumen Spektrofotometer

Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer, yaitu single-


beam dan double-beam. Menurut SKOOG (1996), berikut perbedaan single-
beam instrument dan double-beam instrument:

1. Single-beam instrument
Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan
mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument
mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan
mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa
instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra
violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai
210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm.

2. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750
nm. Double-beaminstrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh
potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama
melewati larutan blanko dan sinar kedua secara serentak melewati contoh,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang
ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca.
15

Spektrofotometri Sinar UV – Tampak

Spektrofotometri sinar UV-Tampak adalah anggota teknik analisis


spektroskopik yang menggunakan sumber REM (radiasi elektromagnetik)
ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai
instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri sinar UV-Tampak melibatkan
energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometri sinar UV-Tampak lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Energi elektronik berasal dari serapan cahaya (UV atau
Tampak) yang mengakibatkan perpindahan elektron dari orbital keadaan dasar
yang berenergi rendah tereksitasi menuju orbital keadaan yang energinya lebih
tinggi, namun kondisinya tidak stabil sehingga elektron turun kembali ke keadaan
semula (SKOOG, 1996).

Spektrofotometer sinar UV-Tampak adalah alat yang digunakan untuk


mengukur transmitansi, reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Sehingga spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi cahaya secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum sinar tampak
yang sinambung dan monokromatis. Sel pengabsorbsi untuk mengukur perbedaan
absorbsi antara cuplikan dengan blanko ataupun pembanding (SKOOG, 1996).

Spektrofotometer sinar UV-Tampak merupakan spektrofotometer yang


digunakan untuk pengukuran didaerah ultra violet dan didaerah tampak. Semua
metode spektrofotometri berdasarkan pada serapan sinar oleh senyawa yang
ditentukan, sinar yang digunakan adalah sinar yang semonokromatis mungkin
(SKOOG, 1996).

Spektrofotometer sinar UV-Tampak adalah salah satu dari sekian banyak


instrumen yang biasa digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.
Spektrofotometer umumnya digunakan karena kemampuan dalam menganalisa
16

begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi contoh
apabila dibandingkan dengan beberapa metode analisa (SKOOG, 1996).

Spektrofotometer sinar UV-Tampak dapat menghitung absorbansi atau


transmitan suatu molekul dikarenakan adanya transisi elektronik dan spektra
absorbsi elektronik yang dihasilkan oleh interaksi antar molekul yang mempunyai
gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik pada daerah UV-Vis pada
panjang gelombang (λ) 200-800 nm (DAY & UNDERWOOD, 1984).

Tabel 2. Hubungan Warna dengan Panjang Gelombang Sinar Tampak

Panjang gelombang Warna yang diserap Warna yang diamati / Warna


Komplementer
(nm)

400-435 Ungu (lembayung) Hijau Kekuningan

450-480 Biru Kuning

480-490 Biru Kehijauan Jingga

490-500 Hijau Kebiruan Merah

500-560 Hijau Merah Anggur

560-580 Hijau Kekuningan Ungu (lembayung)

580-595 Kuning Biru

595-610 Jingga Biru Kekuningan

610-750 Merah Hijau Kebiruan


17

Bagian – Bagian Spektrofotometer Sinar UV – Tampak

Gambar 2. Komponen Spektrofotometer Sinar UV dan Tampak

Suatu spektrofotometer sinar UV-Tampak terdiri dari beberapa bagian


komponen penyusun. Komponen penyusun spektrofotometer sinar UV-Tampak
antara lain yaitu :

a. Sumber sinar

Sumber sinar yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah


lampu wolfram. Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu, i = K Vn , i = arus
cahaya, V = tegangan, n = eksponen (3-4 pada lampu wolfram), variasi tegangan
masih dapat diterima 0,2 % pada sumber DC, misalkan : baterai. Lampu hidrogen
atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV. Kebaikan lampu
wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai
panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan
transformator. Jika potensial tidak stabil, kita akan mendapatkan energi yang
bervariasi. Untuk mengkompensasi hal ini maka dilakukan pengukuran
transmitan larutan sampel selalu disertai larutan pembanding (KHOPKAR,
1990).
18

b. Monokromator

Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang


monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun gratting. Untuk
mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat
digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratting nya yang
dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan. Ada dua
tipe prisma yaitu susunan Cornu dan susunan Littrow. Tipe Cornu secara umum
menggunakan sudut 60o sedangkan tipe Littrow menggunakan prisma dimana
pada sisinya tegak lurus dengan arah sinar yang berlapis alumunium serta
mempunyai sudut optik 30o (KHOPKAR, 1990).

c. Sel Absorpsi (kuvet)

Pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat
digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel
kuarsa karena gelas tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah
10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel
yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetaapi bentuk silinder juga dapat
digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik.
Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya
(KHOPKAR, 1990).

d. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya


pada berbagai panang gelombang. Pada spektrofotometer, tabung pengganda
elektron yang digunakan prinsip kerjanya telah diuraikan (KHOPKAR, 1990).

e. Amplifier

Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal yang berasal dari detektor


menjadi suatu potensial yang cukup besar untuk dapat direkam. Suatu alat
19

penguat sinyal merangkap isyarat masuk (input) dari rangkaian detektor dan
melalui proses pengolahan sinyal menghasilkan isyarat keluaran (output) dan
secara langsung dicatat sebagai absorbansi atau transmitansi (DAY &
UNDERWOOD, 2002).

f. Recorder atau Pencatat

Alat ini merupakan rangkaian terakhir dari instrumen ini yang berfungsi
sebagai pencatat atau mengeluarkan hasil analisis, hasilnya dapat dikeluarkan
secara digital maupun yang sudah terekam dalam kertas printer (DAY &
UNDERWOOD, 2002).

Verifikasi Metode

Pengertian Verifikasi

Verifikasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap


parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya
(HARMITA, 2004).

Verifikasi metode uji adalah konfirmasi ulang dengan cara menguji suatu
metode dengan melengkapi bukti-bukti yang objektif, apakah metode tersebut
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan. Verifikasi
sebuah metode uji bermaksud untuk membuktikan bahwa laboratorium yang
bersangkutan mampu melakukan pengujian dengan metode tersebut dengan hasil
yang valid. Verifikasi bertujuan untuk membuktikan laboratorium memiliki data
kinerja (RIYANTO, 2014).

Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang


dilakukan tidak selengkap validasi. Verifikasi metode uji dilakukan dengan
beberapa parameter. Parameter verifikasi yang digunakan pada umumnya
diantaranya yaitu :
20

Linieritas

Linieritas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon


yang secara langsung atau dengan bantuan statistika yang baik, proporsional
terhadap konsentrasi analit dalam contoh. Rentang metode adalah pernyataan
batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan
dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima
(HARMITA, 2004).

Linieritas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis


regresi yang dihitung berdasarkan statistika, data yang diperoleh dari hasil uji
analit dalam contoh dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan data dalam
pengujian linieritas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat
terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit (HARMITA, 2004).

Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara


hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui
transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya (RIYANTO,
2014).

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r


pada analisis regresi linier y = a + bx. Hubungan linier yang r = +1 atau -1
bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukan kepekaan analisis
terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah
simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat
lunak komputer, semua perhitungan matematik dasar tersebut dapat diukur
(RIYANTO, 2014).

Uji linieritas dilakukan dengan suatu seri larutan standar yang terdiri dari
minimal empat konsentrasi yang berbeda dengan rentang 50-150 % dari kadar
analit dalam sampel. Parameter hubungan kelinieran yang digunakan yaitu
koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (r2) pada analisis regresi linier y =
bx + a (b adalah slope, a adalah intercept, x adalah konsentrasi analit dan y adalah
respon instrumen) (RIYANTO, 2014).
21

Limit Deteksi

Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam contoh yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko.
Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan
parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam
contoh yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (HARMITA,
2004).

Menurut HARMITA (2004), penentuan batas deteksi suatu metode


berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau
tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan
dengan mendeteksi analit dalam contoh pada pengenceran bertingkat. Batas
deteksi analisis instrumen dapat dihitung dengan mengukur respon blanko
beberapa kali kemudian dihitung Simpangan Baku (SB) respon blanko, formula di
bawah ini dapat digunakan sebagai perhitungan :

Q = k x SB

Keterangan :
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi)
k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi

Penentuan parameter LOD dan LOQ bisa dilakukan dengan berbagai


macam cara. Menurut RIYANTO (2014), cara menentukan LOD dan LOQ ada
tiga cara yaitu :

1. Signal-to-noise

Dengan menggunakan metode signal-to-noise, puncak ke puncak


kebisingan di sekitar waktu retensi analit diukur, dan kemudian, konsentrasi analit
yang akan menghasilkan sinyal sama dengan nilai tertentu dan kebisingan untuk
sinyal rasio diperkirakan. Kebisingan besarnya dapat diukur secara manual pada
printout kromatogram atau dengan auto-integrator dari instrumen. Sebuah
signal-to-noise dari sepuluh digunakan untuk LOQ. Metode ini biasanya
diterapkan untuk metode analisis yang menunjukan suara dasar.
22

2. Penentuan blanko

Penentuan blanko diterapkan ketika analisis blanko memberikan hasil


standar deviasi tidak nol. LOD dinyatakan sebagai konsentrasi analit yang sesuai
dengan nilai blanko sampel ditambah tiga standar deviasi dan LOQ adalah
konsentrasi analit yang sesuai dengan nilai sepuluh standar deviasi seperti yang
ditunjukan dalam persamaan berikut :

LOD = x + 3Sb

LOQ = x + 10Sb

Dimana x adalah konsentrasi rata-rata blanko dan Sb adalah standar


deviasi dari blanko.

3. Kurva kalibrasi

Untuk kurva kalibrasi linier, diasumsikan bahwa respon instrumen y


berhubungan linier dengan konsentrasi x standar untuk rentang yang terbatas
konsentrasi. Hal ini dapat dinyatakan dalam model seperti y = bx + a. Model ini
digunakan untuk menghitung sensitivitas b dan LOD dan LOQ. Oleh karena itu
LOD dan LOQ daoat dinyatakan sebagai :

LOD = 3Sa/b

LOQ = 10Sa/b

Sa adalah simpangan baku dan b slope.

Presisi

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat


kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada contoh yang diambil
dari campuran yang homogen. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau
23

simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan


sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility)
(HARMITA, 2004).

Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali


oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek.
Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap
contoh identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran
keseksamaan pada kondisi yang normal (HARMITA, 2004).

Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang


berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang
berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula.
Analisis dilakukan terhadap contoh yang diduga identik yang dicuplik dari batch
yang sama. Ketertiruan dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama
dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda. (HARMITA,
2004).

Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan Simpangan Baku


Relatif (SBR) atau koefisien variasi (CV) 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini
sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah contoh,
dan kondisi laboratorium. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa simpangan
baku relatif meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis
(RIYANTO, 2014).

Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit enam replika


sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen.
Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa
campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk melihat
pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Demikian juga harus
disiapkan sampel untuk menganalisis pengaruh pengotor dan hasil degradasi
terhadap keseksamaan ini (RIYANTO, 2014).
24

Menurut RIYANTO (2014), untuk menetapkan presisi dalam pengukuran


suatu metode, formula berikut dapat digunakan untuk menentukan metode
ketertiruan yang tepat.

%SBR = SB/x x 100%

keterangan :

SB = Simpangan Baku
x = Nilai rata-rata
n = Ulangan
SBR = Simpangan Baku Relatif

Akurasi

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat


kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (Recovery) analit yang
ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat
sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai
kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat
sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi,
menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan
pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (HARMITA, 2004).

Penentuan akurasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut


RIYANTO (2014), akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode
simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standar
addition method).

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan


kedalam plasebo (semua campuran reagent yang digunakan minus analit), lalu
campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standar
yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recovery dapat ditentukan dengan
cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian dianalisis
25

dengan metode yang akan di validasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat
sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau
karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder
pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi (RIYANTO, 2014).

Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah


tertentu analit yang diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel,
dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang
sebenarnya (hasil yang diharapkan) (RIYANTO, 2014).

Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi.


Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu
pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan
pereaksi, mengubah pH atau kapasitas dapar (RIYANTO, 2014).

Dalam kedua metode tersebut, recovery dinyatakan sebagai rasio antara


hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Biasanya persyaratan untuk
recovery adalah tidak boleh lebih dari 5% (RIYANTO, 2014).

%Perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :

𝐶 −𝐶
% Perolehan kembali (recovery) = x 100%
𝐶

Keterangan :

C1 = konsentrasi dari analit dalam campuran contoh + sejumlah tertentu analit

C2= konsentrasi dari analit dalam contoh

C3= konsentrasi dari analit yang ditambahkan ke dalam contoh


26

PERCOBAAN

Percobaan ini bertujuan mengonfirmasi unjuk kerja metode penetapan


kadar sianida dalam air limbah secara spektrofotometri sinar tampak. Hasil yang
didapatkan dibandingkan dengan syarat keberterimaan yang telah ditetapkan
Laboratorium Pengujian PT EJIP yang mengacu pada SNI 6989.77:2011.

Waktu dan Tempat

Percobaan ini merupakan bagian dari kegiatan magang – Praktik Kerja


Lapang (PKL) yang dilakukan pada bulan Januari hingga Juli 2017. Kegiatan
magang - PKL dilakukan di Laboratorium PT EJIP (E – LAB) yang beralamat di
Jalan Citanduy 7 Plot WATEC, Kawasan Industri East Jakarta Industrial Park
(EJIP), Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi. Ringkasan magang – PKL di
industri dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini terdiri atas bahan uji dan bahan
kimia. Bahan uji yang digunakan adalah contoh standar baku sianida 1000 mg/L.
Bahan kimia yang digunakan adalah aquadest, natrium hidroksida (NaOH)
0,16%, asam barbiturat-piridin (asam barbiturat + piridin + HCl pekat), kloramin
T, dan buffer asetat (natrium asetat trihidrat + asam asetat glasial).

Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu spektrofotometer Hitachi U-2900,
kuvet, neraca analitik Denver Instrument, labu takar (1000; 250; 100; 50 mL),
gelas piala (250; 100; 50 mL), gelas ukur 100 mL, pipet mohr (10; 5 mL), pipet
tetes, pipet volumetri 10 mL, batang pengaduk, bulb, corong, spatula, stirrer
magnetic.
27

Metode Percobaan

Metode uji yang diverifikasi adalah metode uji yang digunakan untuk
penetapan kadar sianida dengan menggunakan alat spektrofotometer sinar tampak
berdasarkan pada metode yang dikeluarkan oleh Standar Nasional Indonesia
nomor 6989.77-2011. Tahapan yang dilakukan dalam percobaan ini adalah tahap
persiapan, tahap pengujian dan tahap pengolahan data. Tahap persiapan contoh
meliputi pembuatan deret larutan standar dari pengenceran larutan standar induk
sianida 1000 mg/L, serta pembuatan pereaksi yaitu asam barbiturat-piridin, buffer
sulfat, kloramin T, dan NaOH 0,16% (cara pembuatan pereaksi ada di Lampiran
3). Pada tahap pengujian dilakukan terhadap parameter uji yaitu linieritas, limit
deteksi instrumen, limit kuantitasi, presisi, dan akurasi. Tahap pengelolahan data
dilakukan secara statistika dengan menghitung koefisien korelasi (r), slope (b),
intercept (a), rata-rata (x), simpangan baku (SB), simpangan baku relatif (% SBR)
dan persen perolehan kembali (% Recovery). Nilai hasil perhitungan kemudian
dibandingkan dengan syarat keberterimaan yang telah ditetapkan oleh PT EJIP.
Syarat keberterimaan mengacu pada Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia
No. 82 Tahun 2001 (dapat dilihat pada Lampiran 2).

Cara Kerja

Tahap Persiapan

Pembuatan Larutan Baku Sianida 100 mg/L

Larutan induk sianida 1000 mg/L dipipet sebanyak 10 mL menggunakan


pipet volumetri kemudian dimasukkan ke labu takar 100 mL. Larutan pengencer
NaOH 0,16% ditambahkan sampai tanda tera lalu dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Baku Sianida 10 mg/L


28

Larutan baku sianida 100 mg/L dipipet sebanyak 10 mL menggunakan


pipet volumetri kemudian dimasukkan ke labu takar 100 mL. Larutan pengencer
NaOH 0,16% ditambahkan sampai tanda tera lalu dihomogenkan.

Pembuatan Larutan Kerja Sianida 1 mg/L

Larutan baku sianida 10 mg/L dipipet sebanyak 10 mL menggunakan pipet


volumetri kemudian dimasukkan ke labu takar 100 mL. Larutan pengencer
NaOH 0,16% ditambahkan sampai tanda tera lalu dihomogenkan.

Pembuatan Deret Standar Sianida

Larutan kerja sianida 1 mg/L dipipet sebanyak 0 mL; 2 mL; 4 mL; 6 mL;
8 mL; 10 mL kemudian masing-masing dimasukkan ke labu takar 50 mL.
Larutan pengencer NaOH 0,16% ditambahkan ke labu takar sampai 40 mL lalu
pereaksi buffer asetat ditambahkan sebanyak 1 mL. Pereaksi kloramin T
ditambahkan sebanyak 2 mL kemudian dihomogen dan ditunggu selama 2 menit.
Pereaksi asam barbiturat–piridin ditambahkan 5 mL dan aquadest ditambahkan
sampai tanda tera lalu dihomogenkan, kemudian ditunggu selama 8 menit sampai
larutan berwarna merah kebiruan (ungu) dan reaksi stabil. Deret standar sianida
diperoleh dengan konsentrasi sebesar 0,00 mg/L; 0,04 mg/L; 0,08 mg/L; 0,12
mg/L; 0,16 mg/L; 0,20 mg/L.

Tahap Pengujian

Pada tahap pengujian dilakukan penetapan kadar sianida dalam air dengan
beberapa parameter yaitu linieritas, limit deteksi instrumen, limit kuantitasi,
presisi, dan akurasi. Pengujian ini dilakukan dengan mengukur contoh
menggunakan alat spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 578
nm. Pengujian dilakukan dengan pengukuran blanko terlebih dahulu (standar
sianida 0 mg/L). Pengukuran contoh dengan autozero dilakukan setelah
pengukuran blanko.
29

Linieritas

Pengujian linieritas dilakukan dengan membuat deret standar sianida


dengan konsentrasi 0; 0,04; 0,08; 0,12; 0,16; 0,20 mg/L. Pembuatan dilakukan
dengan cara larutan kerja sianida 1 mg/L dipipet sebanyak 0 mL; 2 mL; 4 mL; 6
mL; 8 mL; 10 mL kemudian masing-masing dimasukkan ke labu takar 50 mL.
Larutan pengencer NaOH 0,16% ditambahkan ke labu takar sampai 40 mL lalu
pereaksi buffer asetat ditambahkan sebanyak 1 mL. Pereaksi kloramin T
ditambahkan sebanyak 2 mL kemudian dihomogen dan ditunggu selama 2 menit.
Pereaksi asam barbiturat–piridin ditambahkan 5 mL dan aquadest ditambahkan
sampai tanda tera lalu dihomogenkan, kemudian ditunggu selama 8 menit sampai
larutan berwarna merah kebiruan (ungu) dan reaksi stabil. Larutan dimasukan
kedalam kuvet dan dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang 578 nm. Berdasarkan data yang didapat maka akan diperoleh
hubungan antara konsentrasi dan absorbansi dalam bentuk kurva linier sehingga
dapat ditentukan koefisien korelasi (r), slope (b) dan intercept (a) dengan teknik
pengolahan statistika.

Limit Deteksi (Limit Deteksi Instrumen dan Limit Kuantitasi)

Pengujian limit deteksi dilakukan dengan pengukuran terhadap larutan


blanko 0 mg/L yang dibuat dengan cara larutan pengencer NaOH 0,16%
ditambahkan ke labu takar sampai 40 mL lalu pereaksi buffer asetat ditambahkan
sebanyak 1 mL. Pereaksi kloramin T ditambahkan sebanyak 2 mL kemudian
dihomogenkan dan ditunggu selama 2 menit. Pereaksi asam barbiturat–piridin
ditambahkan 5 mL dan aquadest ditambahkan sampai tanda tera lalu
dihomogenkan, kemudian ditunggu selama 8 menit sampai larutan berwarna
merah kebiruan (ungu) dan reaksi stabil. Larutan blanko ini kemudian
dimasukkan ke dalam kuvet dan dibaca oleh spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 578 nm. Pengukuran ini dilakukan dengan pengulangan
sebanyak sepuluh kali. Data yang diperoleh dihitung dengan teknik statistika
sehingga dapat dihitung dan diketahui limit deteksi dan limit kuantitasinya.
30

Presisi (Ripitabilitas)

Pengujian presisi dilakukan dengan menganalisis konsentrasi sianida


dalam contoh yang sama yaitu pada contoh dengan konsentrasi 0,12 mg/L.
Contoh dibuat dengan cara larutan kerja sianida 1 mg/L dipipet sebanyak 6 mL ke
labu takar 50 mL. Larutan pengencer NaOH 0,16% ditambahkan ke labu takar
sampai 40 mL lalu pereaksi buffer asetat ditambahkan sebanyak 1 mL. Pereaksi
kloramin T ditambahkan sebanyak 2 mL kemudian dihomogenkan dan ditunggu
selama 2 menit. Pereaksi asam barbiturat–piridin ditambahkan 5 mL dan aquadest
ditambahkan sampai tanda tera lalu dihomogenkan, kemudian ditunggu selama 8
menit sampai larutan berwarna merah kebiruan (ungu) dan reaksi stabil. Larutan
dimasukan kedalam kuvet dan dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada
panjang gelombang 578 nm. Pengukuran ini dilakukan dengan pengulangan
sebanyak sepuluh kali. Data yang diperoleh dihitung dengan teknik statistika
sehingga dapat dihitung nilai rata-rata, simpangan baku (SB), simpangan baku
relatif (%SBR). Nilai %SBR yang di dapat dibandingkan dengan syarat
keberterimaan perusahaan yaitu kurang dari 5% yang dipertegas dengan
%CVHorwitz.

Akurasi

Pengujian akurasi dilakukan dengan teknik spike dan tanpa spike.


Pengujian spike dilakukan dengan cara larutan kerja sianida 1 mg/L dipipet
sebanyak 2 mL ke labu takar 50 mL. Contoh sianida 0,06 mg/L ditambahkan ke
labu takar sampai 40 mL lalu pereaksi buffer asetat ditambahkan sebanyak 1 mL.
Pereaksi kloramin T ditambahkan sebanyak 2 mL kemudian dihomogenkan dan
ditunggu selama 2 menit. Pereaksi asam barbiturat–piridin ditambahkan 5 mL dan
aquadest ditambahkan sampai tanda tera lalu dihomogenkan, kemudian ditunggu
selama 8 menit sampai larutan berwarna merah kebiruan (ungu) dan reaksi stabil.
Pengujian tanpa spike larutan kerja sianida 1 mg/L dipipet sebanyak 0 mL ke labu
takar 50 mL. Pengujian tanpa spike dibuat seperti pengujian spike yaitu
mengukur contoh sianida 0,06 mg/L dengan penambahan pereaksi yang sama
31

dalam labu takar 50 mL namun tidak ditambahkan larutan kerja sianida 1 mg/L
sebanyak 2 mL. Pengukuran ini dilakukan dengan pengulangan sebanyak sepuluh
kali. Data yang diperoleh dihitung dengan teknik statistika sehingga dapat
dihitung nilai perolehan kembalinya (%Recovery) dan dibandingkan dengan
syarat keberterimaan %Recovery.

Tahap pengolahan data

Linieritas

Pengujian linieritas dilakukan terhadap larutan standar sianida pada


konsentrasi yang telah ditentukan sehingga didapatkan kurva linieritas hubungan
antara konsentrasi contoh sianida dengan nilai absorbansi. Berdasarkan data yang
ditentukan nilai koefisien korelasi (r), slope (b), dan intercept (a) sehingga dapat
sebuah persamaan dengan rumus sebagai berikut:

persamaan Regresi : y = bx + a

n n
(∑i i ) ∑i i
∑n
i i. i − n
Koefisien korelasi (r) = n 2 n 2
√ ∑n 2 ∑i i √ ∑n 2 ∑i i
i i− n
n i i − n

n n
(∑i i ) ∑i i
∑n
i i. i − n
Slope (b) = n 2
∑n 2 − ∑i i
i i n

∑n n
i i −b ∑i i.
Intercept (a) =

Keterangan :

Xi = Konsentrasi ulangan ke-i (mg/L)


32

Yi = Absorbansi ulangan ke-i (abs)

n = Banyaknya data

Limit Deteksi (Limit Deteksi Instrumen dan Limit Kuantitasi)

Pengujian limit deteksi dilakukan dengan pengukuran terhadap larutan


blanko 0 mg/L dan dilakukan pengukuran sebanyak sepuluh kali pengulangan.
Data yang diperoleh dari hasil pengujian ditentukan nilai simpangan baku
sehingga diperoleh limit deteksi instrumen dan limit kuantitasi. Perhitungan limit
deteksi instrumen dan limit kuantitasi menggunakan rumus :

Rerata konsentrasi

∑𝑛𝑖 xi.
x̅ =
n

Simpangan Baku

∑𝑛𝑖 xi − x̅
SB = √
n−

Limit Deteksi Instrumen = Rata-rata + (3 x SB) (mg/L)

Limit Kuantitasi = Rata-rata + (10 x SB) (mg/L)

Keterangan : Xi = Konsentrasi blanko ke – i (mg/L)


x̅ = Rata – rata konsentrasi blanko (mg/L)
n = Banyaknya ulangan

Presisi

Pengujian presisi (ripitabilitas) ditentukan dengan pengujian contoh


standar sianida 0,12 mg/L yang dilakukan pengukuran sebanyak sepuluh kali
33

pengulangan. Data yang diperoleh dari percobaan dapat ditentukan nilai rata-rata
konsentrasi, simpangan baku dan persen simpangan baku relatif sehingga dapat
ditentukan nilai presisi dari perbandingan nilai %SBR dengan syarat
keberterimaan perusahaan yaitu <5% yang dipertegas dengan %CVHorwitz.

Perhitungan ripitabilitas menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑖 xi
∑𝑛
x̅ =

∑𝑛 x −x
̅
SB =√ 𝑖 i
n−

𝑆𝐵
%SBR = 𝑥 %
𝑥̅
− ,5 l g C
% CVHorwitz =

Keterangan :
𝑥̅ = Rata-rata konsentrasi sianida
SB = Simpangan Baku
%SBR = Persen Simpangan Baku Relatif
Xi = Konsentrasi sianida dalam contoh ulangan ke- i (mg/L)
𝑥̅ = rata-rata konsentrasi (mg/L)
n = banyaknya ulangan

Akurasi

Pengujian akurasi diperoleh dengan menghitung pengaruh spike pada


pengujian standar dengan pengukuran sebanyak sepuluh kali pengulangan. Nilai
akurasi ditentukan menggunakan uji perolehan kembali (%Recovery) yang
dilakukan dari setiap pengujian. Perhitungan uji perolehan kembali (% Recovery)
didapatkan dengan rumus sebagai berikut :

C − C
%Recovery = 𝑥 %
C
34

Keterangan :

C1 = Konsentrasi sampel yang dispike (sampel + spike / standar sianida) (mg/L)

C2 = Konsentrasi sampel (mg/L)

C3 = Konsentrasi spike / standar sianida (mg/L)


35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil percobaan dan pengolahan data, diperoleh hasil


verifikasi metode penetapan sianida dalam air limbah secara spektrofotometri
sinar tampak terhadap parameter linieritas, limit deteksi instrumen, limit
kuantitasi, presisi (ripitabilitas), dan akurasi telah memenuhi syarat keberterimaan
yang ditetapkan oleh PT EJIP. Data hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Percobaan Parameter Verifikasi dan Syarat Keberterimaan

Syarat
Parameter Uji Verifikasi Nilai Hasil Uji
Keberterimaan

Koefisien
Linieritas 0,9995 r > 0,995
Korelasi (r)

LDI (mg/L) 0,0032 (mg/L)


Limit deteksi -
LK (mg/L) 0,0046 (mg/L)

Presisi
%SBR 0,901% ≤5%
(Ripitabilitas)

(%Recovery)

Akurasi Rerata 100,24% 90% - 110 %

Rentang Hasil (99,45 – 101,43) %

Berdasarkan Tabel 3, parameter uji yang dilakukan telah memenuhi syarat


keberterimaan. Data yang didapatkan dari setiap parameter uji verifikasi metode
penetapan kadar sianida dalam air limbah secara spektrofotometri sinar tampak
akan diuraikan dalam pembahasan :
36

Linieritas

Linieritas merupakan salah satu parameter dalam melakukan verifikasi.


Hubungan perbandingan absorbansi (sumbu y) dengan konsentrasi contoh (sumbu
x) pada penetapan kadar sianida dalam air limbah dengan spektrofotometer dapat
dilihat pada Gambar 4, sedangkan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 3. Kurva Linieritas Sianida

Berdasarkan percobaan yang dilakukan didapatkan nilai koefisien korelasi


(r) sebesar 0,9995; koefisien determinasi (r2) sebesar 0,9990; nilai intercept

sebesar 0,0011 abs; dan nilai slope sebesar 3,7957 sehingga memiliki

persamaan yaitu y = 3,7957x + 0,0011. Nilai tersebut menunjukan bahwa


kelinieran hubungan konsentrasi dengan absorbansi secara keseluruhan
memberikan hasil yang baik pada rentang pengukuran 0 – 0,2 mg/L. Sebagai
parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis
regresi linier y = a + bx. Menurut HARMITA (2004), hubungan linier yang ideal
dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 bergantung pada arah garis. Nilai
intercept sebesar 0,0011 abs menunjukan nilai kepekaan analisis teurtama
instrumen yang digunakan. Syarat penerimaan metode yang telah ditetapkan oleh
laboratorium bahwa koefisien korelasi tidak boleh kurang dari 0,995. Hal ini
menunjukkan bahwa koefisien korelasi yang dihasilkan dari percobaan yang telah
dilakukan yaitu sebesar 0,9995 telah memenuhi persyaratan.
37

Limit Deteksi (Limit Deteksi Instrumen dan Limit Kuantitasi)

Hasil pengujian Limit Deteksi Instrumen (LDI) dan Limit Kuantitasi (LK)
dengan pengerjaan sebanyak sepuluh kali pengulangan diperoleh data yang dapat
dilihat pada Tabel 4, sedangkan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 4. Hasil Uji Limit Deteksi

Ulangan Absorbansi Konsentrasi Blanko (mg/L)


1 0,011 0,003
2 0,010 0,002
3 0,010 0,002
4 0,012 0,003
5 0,011 0,003
6 0,010 0,002
7 0,011 0,003
8 0,012 0,003
9 0,010 0,002
10 0,011 0,003
Rata-rata 0,003
SD 0,0002
Limit Deteksi Instrumen 0,0032
Limit Kuantitasi 0,0046

Berdasarkan data pada Tabel 4 hasil pengujian LDI memberikan respon


dengan nilai LDI sebesar 0,0032 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi
terendah analit yang masih terbaca oleh alat spektrofotometer yaitu sebesar
0,0032 mg/L. Nilai absorbansi pada pengujian contoh sianida jika hasil
konsentrasinya lebih dari 0,0032 mg/L maka dipercaya sebagai sinyal alat
terhadap analit, sedangkan nilai absorbansi pada pengujian contoh sianida jika
hasil konsentrasinya kurang dari 0,0032 mg/L hal tersebut bukan nilai absorbansi
dari analit melainkan dari sinyal noise. Noise dapat terjadi akibat gangguan pada
38

alat instrumen yang menyebabkan ketidakstabilan. Nilai LK yang didapatkan


sebesar 0,0046 mg/L menunjukan nilai kuantitas terkecil analit dalam contoh yang
masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama, sehingga dapat dijadikan
batas konsentrasi terkecil yang dapat dipercaya ditinjau dari nilai presisi dan
akurasinya.

Presisi (Ripitabilitas)

Pengujian presisi dilakukan untuk melihat kedekatan antara hasil uji


yang dilakukan secara berulang pada contoh. Hasil pengujian presisi
(ripitabilitas) pada contoh dengan pengerjaan sebanyak sepuluh kali pengulangan
diperoleh data yang dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan perhitungan dapat
dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 5. Hasil Uji Presisi (ripitabilitas)


Ulangan Absorbansi Konsentrasi Terukur (mg/L)
1 0,460 0,121
2 0,457 0,120
3 0,454 0,119
4 0,456 0,120
5 0,457 0,120
6 0,454 0,119
7 0,459 0,121
8 0,463 0,122
9 0,450 0,118
10 0,463 0,122
Rata-rata 0,120
SB 0,001
%SBR 0,901%
%CVHorwitz 22,01%
2/3 %CVHorwitz 14,68%
39

Berdasarkan data pada Tabel 5 hasil pengujian presisi (ripitabilitas)


yang dilakukan didapatkan nilai persen standar baku relatif sebesar 0,901 %.
Hasil dari data Tabel 5 tersebut menggambarkan bahwa metode ini telah
memenuhi persyaratan laboratorium, analis, alat, dan bahan yang digunakan.
Nilai %SBR yang diperoleh menggambarkan tingkat ketelitian metode uji ini
termasuk memiliki tingkat ketelitian yang sangat teliti yang ditunjukan dari hasil
%SBR yang didapatkan yaitu < 1%. Menurut SUMARDI (2005), tingkat
ketelitian %SBR terdiri dari %SBR ≤ 1% = sangat teliti, 1% < SBR ≤ 2% = teliti,
2% < SBR < 5%= ketelitian sedang, SBR > 5% = ketelitian rendah. Nilai %SBR
yang diperoleh berbanding lurus dengan besarnya kesalahan acak. Kesalahan
acak yang kecil akan memberikan hasil uji yang sangat teliti. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan ada beberapa kemungkinan kesalahan yang dilakukan
sehingga hasilnya tidak tepat pada konsentrasi 0,12 mg/L yaitu adanya
kontaminasi pada pereaksi yang digunakan, waktu tunggu larutan sampel yang
dibuat tidak semuanya sama, serta alat yang memiliki sensitivitas tinggi sehingga
konsentrasi yang dihasilkan tidak tepat 0,12 mg/L. Syarat penerimaan metode
yang telah ditetapkan laboratorium yaitu bahwa %SBR kurang dari 5%. Hal ini
menunjukkan bahwa %SBR yang dihasilkan dari percobaan yang telah dilakukan
yaitu sebesar 0,901% telah memenuhi persyaratan. Hal tersebut juga ditegaskan
dengan hasil %SBR < dari 2/3 %CVHorwitz.

Akurasi

Akurasi pada percobaan ini dilakukan berdasarkan uji spike dan tanpa
spike sehingga didapatkan data hasil pengujian. Hasil pengujian akurasi pada
contoh dengan pengerjaan sebanyak sepuluh kali pengulangan diperoleh data
yang dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran 7.
40

Tabel 6. Hasil Uji Akurasi dengan Spike 0,04 mg/L

Ulangan Konsentrasi Contoh (mg/L) Recovery (%)

1 0,057 101,43

2 0,059 99,45

3 0,062 99,45

4 0,059 100,11

5 0,056 99,45

6 0,060 100,11

7 0,061 100,77

8 0,057 101,43

9 0,059 100,11

10 0,059 100,11

Rata-rata 100,24

Berdasarkan data pada Tabel 6 hasil pengujian akurasi yang dilakukan


didapatkan hasil %Recovery yaitu sebesar 100,24% dengan rentang hasil
pengujian berkisar (99,45-101,43)%. Menurut HARMITA (2004) rentang
kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matrik sampel > 0,1
mg/L rata-rata %Recovery yang diperoleh sekitar 95% - 105%. Nilai %Recovery
juga menggambarkan bahwa pengujian sangat bervariasi dan nilai idealnya adalah
apabila tepat 100%. Berdasarkan hasil yang didapatkan menunjukkan adanya
kesalahan acak dalam pengukuran, sehingga dalam percobaan ini kesalahan acak
memberikan penyimpangan yang menyebabkan konsentrasi sianida jadi
berkurang atau bertambah. Hal ini disebabkan oleh suhu dan kelembaban yang
tidak stabil dan waktu tunggu sampel yang tidak semua sama mempengaruhi hasil
yang didapatkan. Nilai % Recovery yang telah dipersyaratkan laboratorium
berada pada rentang antara 90% - 110% dari hasil pengujian menunjukkan bahwa
%Recovery dihasilkan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
41

SIMPULAN

Berdasarkan hasil verifikasi metode penetapan kadar sianida dalam air


limbah secara spektrofotometri terhadap parameter linieritas, limit deteksi
instrumen, limit kuantitasi, presisi (ripitabilitas) dan akurasi telah memenuhi
syarat keberterimaan yang berlaku di perusahaan. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa metode penetapan tersebut dapat digunakan
dalam analisis rutin di PT East Jakarta Industrial Park (PT EJIP).
42

DAFTAR PUSTAKA

ALAERTS, G. & S.S SANTIKA. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha


Nasional. Jakarta
[APHA] AMERICA PUBLIC HEALTH ASSOCIATION. 1998. Standar
Methods for the Examination of Water and Wastewater. Ed. ke-20.
United Book Press. Maryland.
BADAN STANDAR NASIONAL. 2011. Standar Nasional Indonesia 06-
6989.77-2011. Cara Uji Sianida (CN-) secara Spektrofotometri. BSN.
Jakarta.
BILONDATU, M. H. 2013. Penggunaan Fly Ash Terhadap Perubahan
Parameter Fisik dan Parameter Kimia Air Tanah. Jurnal Penelitian No. 2,
April 2013, halaman 6-7. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
DAY, R.A., Jr. & A.L UNDERWOOD. 1984. Analisis Kimia Kuantitatif. Ed.
ke-5. Terjemahan A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
DAY, R.A., Jr. & A.L UNDERWOOD. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Ed.
ke-6. Terjemahan R. Soendoro. Erlangga. Jakarta.
HARMITA. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi dan Cara Perhitungannya.
Jurnal Farmasi UI Volume 1, No.3, Desember 2004, 117-135.
Departemen Farmasi FMIPA-UI. Depok.
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. 2010. Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No 03 Tahun 2010 Tentang Baku
Mutu Air Limbah bagi Kawasan Industri. Kementerian Negara
Lingkungan Hidup. Jakarta.
KHOPKAR, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan
A.Saptorahardjo. UI Press. Jakarta
KRISTANTO, P. 2004. Ekologi Industri. Ed. ke-2. Andi Publishing.
Yogyakarta.
MULIA, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Ed, ke-1. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
MULJA, M. & SUHARMAN. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama.
Airlangga University Press. Surabaya.
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA. 2001. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air. Pemerintah Republik Indonesia.
Jakarta.
43

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA. 2014. Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia No 181 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah
Berbahaya dan Beracun. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta.
PITOI, M. M. 2014. Sianida : Klasifikasi, Toksisitas, Degradasi, Analisis (Studi
Pustaka). Jurnal Kimia UNSRAT Volume 4, No.1, Desember 2014, 1-4.
Departemen FMIPA-UNSRAT. Manado.
POLII. B.J. & D.N. SONYA. 2002. Pendugaan Kandungan Merkuri dan
Sianida di Daerah Aliran Sungai (DAS) Buyat Minahasa. Jurnal
EKOTON Volume 2, No. 1, April 2002, 31-37. Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam (PPLH-SDA) Lembaga
Penelitian Universitas Sam Ratulangi. Manado.
RIYANTO, Ph.D. 2014. Validasi & Verifikasi Metode Uji. Ed, ke-1.
Daepublish. Yogyakarta.
SIMANGE, S.M. 2010. Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida (CN)
pada Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao,
Halmahera Utara. Tesis. Jurusan Teknologi Kelautan FPIK IPB, Bogor.
SKOOG, D.A. & D.M. WEST. 1996. Principles of Instrumental Analysis.
Holt, Rinehart and Winston, Inc. New York.
SOEPARMIN, S. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair : Suatu
Pengantar. EGC Press. Jakarta.
SUGIHARTO. 2008. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Ed. ke-2. UI-
Press. Jakarta.
SUMARDI. 2005. Uji Kinerja (Validasi) Metode Analisis Petunjuk Umum.
Chem Learning Centre. Bandung.
WINARNO, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Kesepuluh.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
WINARNO, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan Kesebelas.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
44

Lampiran 1. Ringkasan Magang – Praktik Kerja Lapang di Industri


45

Lampiran 1. (Lanjutan)
46

Lampiran 1. (Lanjutan)
47

Lampiran 1. (Lanjutan)
48

Lampiran 1. (Lanjutan)
49

Lampiran 1. (Lanjutan)
50

Lampiran 1. (Lanjutan)
51

Lampiran 1. (Lanjutan)
52

Lampiran 1. (Lanjutan)
53

Lampiran 1. (Lanjutan)
54

Lampiran 1. (Lanjutan)
55

Lampiran 1. (Lanjutan)
56

Lampiran 1. (Lanjutan)
57

Lampiran 1. (Lanjutan)
58

Lampiran 1. (Lanjutan)
59

Lampiran 1. (Lanjutan)
60

Lampiran 1. (Lanjutan)
61

Lampiran 1. (Lanjutan)
62

Lampiran 1. (Lanjutan)
63

Lampiran 1. (Lanjutan)
64

Lampiran 1. (Lanjutan)
65

Lampiran 1. (Lanjutan)
66

Lampiran 1. (Lanjutan)
67

Lampiran 1. (Lanjutan)
68

Lampiran 1. (Lanjutan)
69

Lampiran 1. (Lanjutan)
70

Lampiran 2. Baku Mutu Air berdasarkan Kelas PP No 82 Tahun 2001

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

FISIKA

0
Temperatur C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi temperatur dari alamiahnya

Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu


Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400
tersuspensi < 5000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka


Ph 6–9 6–9 6–9 5–9
ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20

Bagi Perikanan,kandungan amonia bebas untuk ikan yang


NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-)
peka < 0,02 mg/L sebagai NH3

Arsen mg/L 0,05 1 1 1

Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2

Barium mg/L 1 (-) (-) (-)

Boron mg/L 1 1 1 1

Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05

Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01

Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 1

Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Cu < 1


Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2
mg/L

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe < 5


Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-)
mg/L

Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Pb < 0,1


Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1
mg/L

Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)

Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Zn < 5


Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2
mg/L
71

Lampiran 2. (Lanjutan)

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)

Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)

Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)

Bagi pengolahan air minum secara konvensional,NO2-N <


Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-)
1 mg/L

Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)

Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan

Bagi pengolahan air minum secara konvensional,S sebagai


Belerang sebagai H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-)
H2S <

MIKROBIOLOGI

- Fecal coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal
coliform < 2000 jml/100 mL dan Total coliform < 10000
- Total coliform Jml/100 ml 1000 5000 10000 10000 jml/100 mL

RADIOAKTIVITAS

- Gross-A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1

- Gross-B Bq/L 1 1 1 1

KIMIA ORGANIK

Minyak dan lemak ug/L 1000 1000 1000 (-)

Detergen sebagai MBAS ug/L 200 200 200 (-)

Senyawa Fenol sebagai fenol ug/L 1 1 1 (-)

BHC ug/L 210 210

Aldrin/Dieldrin ug/L 17 (-) 210 (-)

Chlordane ug/L 3 3 (-) (-)

DDT ug/L 2 2 2 2

- Gross-B Bq/L 1 1 1 1

Heptachlor dan heptachlor epoxide mg/L ug/L 18 (-) (-)

Lindane ug/L 56 (-) (-) (-)

Methoxychlor ug/L 35 (-) (-) (-)

Endrin ug/L 1 4 4 (-)

Toxaphan ug/L 5 (-) (-) (-)


72

Lampiran 3. Pembuatan Larutan Pereaksi

Pembuatan Larutan Pereaksi dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pembuatan Larutan Pengencer Natrium Hidroksida (NaOH) 0,16%

Kristal natrium hidroksida ditimbang sebanyak 1,6 g kemudian


dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL. Aquadest ditambahkan sampai tanda
tera lalu dihomogenkan.

b. Pembuatan Larutan Buffer Asetat

Kristal natrium asetat trihidrat ditimbang sebanyak 102,5 g kemudian


ditambahkan aquadest sampai 100 mL. Asam Asetat glasial ditambahkan sampai
larutan pH 4,5.

c. Pembuatan Larutan Kloramin T

Kristal kloramin T ditimbang sebanyak 1,0 g kemudian dimasukkan ke


dalam labu takar 100 mL. Aquadest ditambahkan sampai tanda tera lalu
dihomogenkan.

d. Pembuatan Asam Barbiturat - Piridin

Kristal asam barbiturat ditimbang sebanyak 15 g kemudian dilarutkan


dengan sedikit aquadest dalam labu takar 250 mL. Piridin ditambahkan sebanyak
75 mL dengan gelas ukur, dan HCl pekat ditambahkan sebanyak 15 mL. Larutan
dikocok kemudian aquadest ditambahkan sampai tanda tera lalu dihomogenkan..

Sumber : SNI-06.6989.77-2011
73

Lampiran 4. Data dan Perhitungan Hasil Uji Linieritas

Konsentrasi Absorbansi
(mg/L) (abs) x2 y2 x.y
(x) (y)
0,000 0,000 0,0000 0,0000 0,000
0,040 0,155 0,0016 0,0240 0,006
0,080 0,299 0,0064 0,0894 0,024
0,120 0,470 0,0144 0,2209 0,056
0,160 0,596 0,0256 0,3552 0,095
0,200 0,764 0,0400 0,5837 0,153

Rata-rata ̅ =0,100 ̅ =0,381 0,0147 0,2122 0,0558

Jumlah (∑) 0,60 2,284 0,0880 1,2732 0,3347

Keterangan
x = konsentrasi standar sianida (mg/L)
y = absorbansi (abs)
̅ = rata – rata konsentrasi standar sianida (mg/L)
̅ = rata –rata absorbansi (abs)

Konsentrasi Standar Induk Sianida = 1000 mg/L


Perhitungan :
1. Perhitungan Standar Baku Sianida 100 mg/L yang dipipet dari Standar Induk Sianida
1000 mg/L dalam Labu Takar 100 mL
g
L
L
= 100 mg/L
L

2. Perhitungan Standar Baku Sianida 10 mg/L yang dipipet dari Standar Baku Sianida
100 mg/L dalam Labu Takar 100 mL
g
L
L
= 10 mg/L
L
74

Lampiran 4. (lanjutan)

3. Perhitungan Standar Kerja Sianida 1 mg/L yang dipipet dari Standar Baku Sianida 10
mg/L dalam Labu Takar 100 mL
g
abs/mg/L L
L
= 1 mg/L
L

4. Perhitungan Deret Standar Sianida yang dibuat dalam Labu Takar 50 mL


mg/L 0,04 0,08 0,12 0,16 0,20
mL 2 4 6 8 10
Deret standar konsentrasi 0,08 mg/L
g
L
L
= 0,08 mg/L
L

5. Perhitungan Linieritas berdasarkan rumus adalah sebagai berikut :


y̅ = a + bx̅
Keterangan :
a = intercept (abs)

b = slope ( 𝑔 )
⁄𝐿

̅ = rata – rata konsentrasi standar sianida (mg/L)


̅ = rata –rata absorbansi (abs)

Koefisien Korelasi

∑i x i ∑i y i
n ∑i xi. yi −
r= n
∑i x i ∑i y i
√n ∑i xi − √n ∑i yi −
n n

, ,
, −
r=
, ,
√ , − √ x , –

r = 0,9995
75

Lampiran 4. (lanjutan)

Perhitungan slope (b) :

(∑ ) ∑
∑i i. i− i i i i
b= ∑
∑i i − i i

, ,
, −
b= ,
, −

b = 3,7959 ( 𝑔 )
⁄𝐿

Perhitungan intercept ( a ) :

∑i − ∑i
a=

𝑠 𝑔⁄
[ , s− , (𝑚𝑔 ) 𝑥 , 𝐿 ]
⁄𝐿
a=

a = 0,0011 abs

Persamaan Regresi :

y = a + bx

𝑚𝑔
y = 0,0011 abs + 3,7959x ( 𝑔 x ⁄𝐿
⁄𝐿
76

Lampiran 5. Data dan Perhitungan Hasil Uji Limit Deteksi

Ulangan Absorbansi Konsentrasi Blanko (mg/L)


1 0,011 0,003
2 0,010 0,002
3 0,010 0,002
4 0,012 0,003
5 0,011 0,003
6 0,010 0,002
7 0,011 0,003
8 0,012 0,003
9 0,010 0,002
10 0,011 0,003
Rata-rata 0,003
SB 0,0002
Limit Deteksi Instrumen 0,0032
Limit Kuantitasi 0,0046

Konsentrasi ulangan ke-8 : y = a + bx


𝑚𝑔
0,012 abs = 0,0011 abs + 3,7959x ( 𝑔 x ⁄𝐿 )
⁄𝐿

x = 0.002872 mg/L = 0,003 mg/L

∑ i , 𝑔/𝐿
Rata-rata : ̅= = = 0,003 mg/L

∑ i−𝑥̅ , 𝑔/𝐿
Simpangan Baku : SB =√ =√ −
= 0,0002 mg/L

Limit Deteksi Instrumen : LDI = ̅ + (3 x SB)


= 0,003 mg/L + (3 x 0,0002 mg/L)
= 0,0032 mg/L

Limit Kuantitasi : LK = ̅ + (10 x SB)


= 0,0120 mg/L + (10 x 0,0013 mg/L)
= 0,0046 mg/L
77

Lampiran 6. Data dan Perhitungan Hasil Uji Presisi

Ulangan Absorbansi Konsentrasi


Terukur
(mg/L)
1 0,460 0,121
2 0,457 0,120
3 0,454 0,119
4 0,456 0,120
5 0,457 0,120
6 0,454 0,119
7 0,459 0,121
8 0,463 0,122
9 0,450 0,118
10 0,463 0,122
Rata-rata 0,120
SB 0,001
%SBR 0,901%
%CVHorwitz 22,01%
2/3 %CVHorwitz 14,68%

∑𝑖 𝑥𝑖 , 𝑔/𝐿
Rata-rata : == = 0,120 mg/L

∑ 𝑥𝑖− 𝑥̅ , 𝑔/𝐿
Simpangan Baku : SB = √ −
=√ −
= 0,001 mg/L
𝑆𝐵
SBR (%) :%SBR = − 𝑒 𝑖 ℎ
x 100%
, 𝑔/𝐿
= , 𝑔/𝐿
x 100%

= 0,901 %
CVHorwitz = 2 (1-0,5 log C)
= 2 (1-0,5 log 0,00000012)
= 22, 01%
2/3 CVHorwitz = 2/3 x 22,01 %
= 14, 68 %
78

Lampiran 7. Data dan Perhitungan Hasil Uji Akurasi dengan Spike 0,04 mg/L

Konsentrasi
{( Konsentrasi Contoh +
Contoh
Konsentrasi Spike) – Konsentrasi
Konsentrasi
Contoh )} / Konsentrasi
Ulangan + Recovery (%)
Spike Spike
Contoh (mg/L)
(mg/L)
Spike
(mg/L)
(mg/L)

1 0,097 0,057 0,040 1,014 101,43

2 0,099 0,059 0,040 0,995 99,45

3 0,102 0,062 0,040 0,995 99,45

4 0,099 0,059 0,040 1,001 100,11

5 0,096 0,056 0,040 0,995 99,45

6 0,100 0,060 0,040 1,001 100,11

7 0,101 0,061 0,040 1,008 100,77

8 0,098 0,057 0,040 1,014 101,43

9 0,099 0,059 0,040 1,001 100,11

10 0,099 0,059 0,040 1,001 100,11

Rata-rata 100,24

Perhitungan %Recovery :

𝑒 + 𝑖 𝑒− 𝑒
%Recovery = 𝑖 𝑒
x 100%

%Recovery pada ulangan ke-10 :

𝑔 𝑔
, − ,
𝐿 𝐿
%Recovery = 𝑔 x 100% = 100,11%
,
𝐿

Anda mungkin juga menyukai