Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH IDENTIFIKASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini membawa kesejahteraan bagi
umat manusia di segala bidang kehidupan tetapi juga menimbulkan akibat yang tidak
diharapkan. Salah satu akibat yang tidak diharapkan tersebut adalah meningkatnya kuantitas
maupun kualitas mengenai cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana, khusunya yang berkaitan dengan
upaya pelaku tindak pidana dalam usaha meniadakan sarana bukti, sehingga tidak jarang dijumpai
kesulitan bagi para petugas hukum untuk mengetahui identitas korban.
Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, mengetahui identitas korban
merupakan hal yang sangat penting. Dengan mengetahui identitas korban merupakan sebagai
langkah awal penyidikan sehingga dapat dilakukan langkah-langkah selanjutnya. Apabila
identitas korban tidak dapat diketahui, maka sebenarnya penyidikan menjadi tidak mungkin
dilakukan. Selanjutnya apabila penyidikan tidak sampai menemukan identitasnya identitas
korban, maka dapat dihindari adanya kekeliruan dalam proses peradilan yang dapat berakibat
fatal. Selain itu mengetaui identitas korban untuk berbagai kehidupan sosial misalnya
asuransi, pembagian dan penentuan ahli waris, akte kelahiran, pernikahan dansebagainya
keterangan identitas mempunyai arti penting pula, yaitu untuk mengetahui bahwa keterangan
itu benar-benar keterangan yang dimaksud untuk memperoleh yang menjadi haknya maupun
untuk memenuhi kewajibannya.
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan tidak terencana
atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan
normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan darurat dan menyelamatkan
korban yaitu manusia beserta lingkungannya. Bencana yang terjadi secara akut atau
mendadak dapat berupa rusaknya rumah serta bangunan, rusaknya saluran air, terputusnya
aliran listrik, jalan raya, bencana akibat tindakan manusia, dan lain sebagainya. Sedangkan
bencana yang terjadi secara perlahan-lahan atau slow onset disaster , misalnya perubahan
kehidupan masyarakat akibat menurunnya kemampuan memperoleh kebutuhan pokok, atau akibat dari
kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan dengan akibat asap atau haze yang
menimbulkan masalah kesehatan.
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang merupakan
bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Identifikasi adalah suatu usaha untuk
mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah cirri yang ada pada orang tak dikenal,
sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang yang
hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Disitulah semua,
identifikasi mempunyai arti penting baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensic
maupun non-forensik.
Makalah ini bertujuan membahas berbagai hal mengenai identifikasi forensik ataupun
identifkasi secara umum meliputi: pengertian, arti penting, macam-macam pemeriksaan dan
cara atau metode serta sistem identifikasi. Hal-hal demikian diperlukan untuk memperoleh
pemahaman pemahaman dalam penanganan dan pemeriksaan identifikasi yang komprehensif.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dalam penulisan makalah t ini
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah pengertian dari identifikasi forensik?
2. Apa saja dasar - dasar dari pemeriksaan pada identifikasi forensik?
3. .Metode apa yang dipakai dalam identifikasi forensik?
4. Ada berapa jenis pemeriksaan identifikasi foresik?
5. Menyadari betapa pentingnya peran dokter dalam proses identifikasi forensik?
BAB II
PEMBAHASAN

A.Definisi Identifikasi
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun
mati, berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi juga diartikan
sebagai suatu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada
pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama
dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.
Identifikasiforensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan
untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam,
huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti
penculikan anak, bayitertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang
dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.

Dengan diketahuinya jati diri korban, penyidik akan lebih mudah membuat satu daftar
dari orang-orang yang patut dicurigai. Daftar tersebut akan lebih diperkecil lagi bila diketahui
saat kematian korban serta alat yang dipakai oleh tersangka pelaku kejahatan

B. metode identifikasi
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaandapat digunakan
sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka
sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan:
1.Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang biasanya
sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik antara lain:
Metode visual, dengan memperhatikan dengan cermat atas korban, terutama wajahnya oleh
pihak keluarga atau rekan dekatnya, maka jati diri korban dapat diketahui. Walaupun metoda
ini sederhana, untuk mendapat hasil yang diharapkan perlu diketahui bahwa metode ini baru
dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama wajah korban masih dalam keadaan baik
dan belum terjadi pembusukan yang lanjut. Selain itu perlu diperhatikan factor psikologis,
emosi serta latar belakang pendidikan; oleh karena faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Juga perlu diingat bahwa manusia itu mudah terpengaruh
oleh sugesti, khususnya dari pihak penyidik.
Perhiasan, anting-antign, kalung, gelang serta cincin yang ada pada tubuh korban, khususnya
bila pada perhisan itu terdapat inisial nama seseorang yang biasanya terdapat pada bagian
dalam dari gelang atau cincin; akan membantu dokter atau pihak penyidik didalam
menentukan identitas korban. Mengingat kepentingan tersebut maka penyimpanan dari
perhisan haruslah dilakukan dengan baik.
Dokumen, kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor, kartugolongan darah, tanda
pembayaran dan lain sebagainya yang ditemukan dalam dompet atau tas korban dapat menunjukkan
jati diri korban. Khusus pada kecelakaan masal, perlu diingat akan kebiasaan seseorang di
dalam menaruh dompet atau tasnya. Pada pria dompet biasanya terdapat dalam saku baju atau
celana, sedangkan pada wanita tas biasanya dipegang; sehingga pada kecelakaan masal tas
seseorang dapat terlempar dan sampai pada orang lain yang bukan pemiliknya, jika hal ini
tidak diperhatikan kekeliruan identitas dapat terjadi, khususnya bila kondisi korban sudah
busuk atau rusak.

Identifikasi Forensik: Menyusun Puzzle dari Serangkaian Data

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang, yang mana hal ini lazimnya dilakukan oleh dokter
spesialis forensik maupun dokter gigi yang mendalami bidang forensik. Identifikasi personal
sering menjadi suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Oleh sebab itu, penentuan
identitas personal seseorang dengan tepat menjadi suatu hal yang sangat penting dalam proses
penyidikan, karena adanya kekeliruan sekecil apapun dapat berakibat fatal dalam proses
peradilan.

Tanggung jawab penentuan identitas seorang korban mati pada umumnya berada di tangan
pihak kepolisian, hal ini mengingat kaitannya dengan hukum dan medikolegal serta
kemampuan instansionalnya. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya pihak kepolisian
akan meminta bantuan tenaga kesehatan. Di negara-negara dengan sistim hukum Anglo-
Saxon, kewenangan ini dimiliki oleh seorang coroner, dibantu oleh medical examinernya.

Penentuan identitas korban dengan baik dan kemudian mengembalikan jasad korban kepada
keluarganya yang berhak adalah tindakan masyarakat yang beradab dan menghormati hak-
hak individu sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama terlihat jelas pada penanganan
kasus-kasus di mana jenazah yang diterima tersebut tidak dikenal, jenazah yang sudah
membusuk, rusak, hangus terbakar, kecelakaan/bencana alam massal, huru-hara yang
mengakibatkan banyak korban mati, serta kasus-kasus di mana yang ditemukan hanyalah
berupa potongan tubuh manusia/kasus mutilasi maupun berupa kerangka. Di samping itu,
identifikasi forensik juga berperan dalam kasus-kasus, seperti penculikan anak, bayi yang
tertukar, atau yang diragukan orang tuanya.

KEGUNAAN IDENTIFIKASI FORENSIK

1. Kebutuhan etis dan kemanusiaan terhadap keluarganya


2. Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis
3. Pencatatan identitas untuk keperluan administratif (akte kematian) dan pemakaman
4. Untuk pengurusan klaim di bidang hukum publik dan perdata (harta warisan, menikah lagi,
dll)
5. Untuk pembuktian klaim asuransi, pensiun, deposito, dll
6. Sebagai upaya awal dari suatu penyelidikan kriminal, bila ada

METODE IDENTIFIKASI FORENSIK

Identifikasi forensik pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) metode utama, yaitu:

1. Identifikasi komparatif, yaitu apabila tersedia data post-mortem (pemeriksaan jenazah) dan
ante-mortem (data sebelum meninggal, mengenai ciri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus
berupa tahi lalat, bekas luka/operasi, dll), dalam suatu komunitas yang terbatas.
2. Identifikasi rekonstruktif, yaitu apabila tidak tersedia data ante-mortem dan dalam
komunitas yang tidak terbatas/plural.

Identitas seseorang dapat dipastikan apabila paling sedikit 2 (dua) metode yang digunakan
memberikan hasil yang positif (tidak meragukan), dari 9 (sembilan) metode yang akan
dijelaskan satu per satu berikut ini.

1. Metode Identifikasi Visual

Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk sehingga masih memungkinkan untuk dikenali wajahnya dan bentuk tubuhnya
oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor
emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah
tersebut.
2. Metode Identifikasi Dokumen

Dokumen seperti kartu identitas/KITAS, baik berupa SIM, KTP, paspor, dsb. yang kebetulan
dijumpai dalam saku pakaian yang dikenakan jenazah akan sangat membantu mengenali
jenazah tersebut. Namun demikian, perlu diingat bahwa pada kasus-kasus kecelakaan massal
– gempa Padang 2009 contohnya – dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang
berada di dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan. Oleh sebab itu,
tim SAR ataupun tim pencari jenazah lainnya hendaknya berhati-hati dalam mengeluarkan
pernyataan, karena di lapangan umumnya masyarakat langsung bertanya perihal identitas
jenazah yang ditemukan. Dalam kasus-kasus bencana massal, kita hendaknya mengikuti
prosedur DVI (Disaster Victim Identification) yang berlaku secara internasional, yang mana
hal ini diterapkan pada kasus Bom Bali I dan II.

3. Metode Identifikasi Properti

Properti berupa pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah mungkin dapat diketahui
merk atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, ataupun hal lainnya, yang
dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.
Khusus anggota TNI, masalah identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang
tertera pada kalung logam yang dipakainya. Data mengenai properti ini juga hendaknya digali
dari pihak keluarga yang merasa kehilangan anggota keluarganya yang lain pada kasus-kasus
bencana massal, sehingga nantinya proses identifikasi komparatif dapat dilaksanakan.

4. Metode Identifikasi Medik

Metode ini menggunakan parameter berupa tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna
mata, cacat/kelainan khusus, tato/rajah, dll. Secara singkat, bisa dikatakan bahwa ciri-ciri
fisik korban yang diperhatikan. Metode ini mempunyai nilai yang tinggi, karena selain
dilakukan oleh tenaga ahli dengan menggunakan berbagai cara atau modifikasi (termasuk
pemeriksaan dengan sinar X, USG, CT-scan, laparoskopi, dll. bila diperlukan), sehingga
ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada kasus penemuan tengkorak/kerangka pun masih
dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini, dapat diperoleh data tentang
jenis kelamin, ras, perkiraan umur, tinggi badan, kelainan pada tulang, dan data-data lainnya
dari korban yang ditemukan.

5. Metode Identifikasi Serologik

Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan


golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa
rambut, kuku, dan tulang.
6. Metode Identifikasi Gigi

Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan secara manual, sinar X, dan pencetakan gigi serta rahang.
Odontogram tersebut memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa (gigi
palsu), dan lain sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki
susunan gigi yang khas. Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi komparatif dengan
cara membandingkan data temuan post-mortem dengan data ante-mortem korban. Akan
tetapi, di Indonesia, hal ini belum sepenuhnya dapat diterapkan, karena data gigi ante-mortem
hanya bisa diperoleh dari dokter gigi yang pernah menangani korban semasa hidup saja,
belum ada sistim pencatatan wajib secara nasional bagi setiap warga negaranya pada periode
tertentu.

7. Metode Identifikasi Sidik Jari

Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante-mortem
orang tersebut. Pemeriksaan sidik jari merupakan salah satu dari 3 (tiga) metode primer
identifikasi forensik, di samping metode identifikasi DNA dan gigi. Oleh sebab itu,
penanganan terhadap jari-jari tangan jenazah harus dilakukan sebaik dan sehati-hati mungkin,
misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.
Sistim sidik jari yang sekarang dipakai dikenal dengan sistim Henry. Menurut Henry, pada
tiap jari terdapat suatu gambar sentral yang terbagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu busur
(arc), tented arc, gelung (loop), ikal (whorl), serta bisa pula merupakan campuran/majemuk
(composite). Selanjutnya, garis-garis tersebut dapat membentuk berbagai maxam konfigurasi
(ciri), seperti delta, tripod, kait, anastomose, dll. Identifikasi sidik jari dinyatakan positif bila
terdapat minimal 16 (enam belas) ciri yang sama, di mana secara matematis untuk
memperoleh sidik jari yang persis sama (dengan 16 ciri yang sama tersebut) kemungkinannya
adalah 1:64.000.000.000 (satu berbanding enam puluh empat milyar).

8. Metode Identifikasi DNA

Metode ini merupakan salah satu dari 3 metode primer identifikasi forensik. Metode ini
menjadi semakin luas dikenal dan semakin banyak digunakan akhir-akhir ini, khususnya pada
beberapa kasus bencana alam dan kasus-kasus terorisme di Indonesia, misalnya kasus Bom
Bali I dan II, Bom JW Marriott, Bom Kuningan, kasus tenggelamnya KMP Levina, dll.
Kasus bom bunuh diri di GBIS Solo pun menggunakan metode ini. Pemeriksaan sidik DNA
diperkenalkan pertama kali oleh Jeffreys pada tahun 1985. Metode ini umumnya
membutuhkan sampel darah dari korban yang hendak diperiksa, namun demikian dalam
keadaan tertentu di mana sampel darah tidak dapat diambil, maka dapat pula diambil dari
tulang, kuku, dan rambut meskipun jumlah DNA-nya tidak sebanyak jumlah DNA dari
sampel darah. DNA dapat ditemukan pada inti sel tubuh (DNA inti) ataupun pada
mitokondria (organ dalam sel yang berperan untuk pernafasan sel-sel tubuh) yang biasa
disebut DNA mitokondria. Untuk penentuan identitas seseorang berdasarkan DNA inti,
dibutuhkan sampel dari keluarga terdekatnya. Misalnya, pada kasus Bom GBIS Solo baru-
baru ini, sampel DNA yang didapat dari korban tersangka pelaku bom bunuh diri akan
dicocokkan dengan sampel DNA yang didapat dari istri dan anaknya. DNA inti anak pasti
berasal setengah dari ayah dan setengah dari ibunya. Namun demikian, pada kasus-kasus
tertentu, bila tidak dijumpai anak-istri korban, maka dicari sampel dari orang tua korban. Bila
tidak ada juga, dicari saudara kandung seibu, dan diperiksakan DNA mitokondrialnya karena
DNA mitokondrial diturunkan secara maternalistik (garis ibu).
9. Metode Eksklusi

Metode ini digunakan pada kasus kecelakaan massal yang melibatkan sejumlah orang yang
dapat diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut, kereta api, dll.
Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode-
metode tersebut di atas, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan, maka sisa
korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.

Jari, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang sama,
walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur. Atas dasar ini, sidik jari merupakan sarana
yang terpenting khususnya bagi kepolisian didalam mengetahui jati diri seseorang, oleh
karena selain kekhususannya, juga mudah dilakukan secara masal dan murah pembiayaanya.
Walaupun pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan dokter, dokter masih mempunyai
kewajiban, yaitu untuk mengambilkan (mencetak) sidik jari, khususnya sidik jari pada korban
yang tewas dan keadaan mayatnya telah membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada
jari telah mengelupas dan memasangnya pada jari yang sesuai pada jari pemeriksa, baru
kemudian dilakukan pengambilan sidik jari, merupakan prosedur yang harus dikatahui
dokter.
Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak
dapat menggunakan sarana identidikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil
identifikasi yang meyakinkan, antara lain:
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secaramedis melalui
pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa cirri yang spesifik, misalnya cacat
bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpig
mentasi daerah kulit tertentu, tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi
tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa contoh cirinon-
spesifik antara lain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna kulit, warna serta bentuk
rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis, antroposkopi dan
antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel, Duffy, HLA dan
sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.
Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara komparatif
(membandingkan) dan secara rekonstruksi. Yang dimaksud dengan identifikasi
membandingkan data adalah identifikasi yang dilakukan dengan cara membandingkan antara
data ciri hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal dengan data ciri orang yang hilang yang
diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya. Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban
jenasah tidak dikenal, maka kedua data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post
mortem dan data antemortem. Data ante mortem yang baik adalah berupa medical record dan
dental record.
Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang menentukan identitas
sampai pada tingkat individual, yaitu dapat menunjukan siapa jenazah yang tidak dikenal
tersebut. Hal ini karena pada identifikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya
ada dua alternatif: identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila kedua
data yang dibandingkan adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenazah yang tidak dikenali itu
adalah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif yaitu apabila
data yang dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum dapat ditentukan siapa
jenasah tak dienal tersebut. Untuk itu masih harus dicarikan data pembanding antemortem
dari orang hilang lain yang diperkirakan lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan
cara membandingkan data, diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data
ante mortem berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta up-to-date,
memenuhi kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data post mortemnya. Apabila tidak
dapat dipenuhi syarat tersebut, maka identifikasi dengan cara membandingkan tidak dapat
diterapkan.
Apabila identifikasi dengan cara membandingkan data tidak dapat diterapkan, bukan
berarti kita tidak dapat mengidentifikasi. Apabila demikian halnya, kita masih dapat mencoba
mengidentifikasi dengan cara merekonstruksi data hasil pemeriksaan post-mortem ke dalam
perkiraan-perkiraan mengenai jenis kelamin, umur, ras, tinggi dan bentuk serta ciri-ciri
spesifik badan.
Sebagaicontoh:
a. Dengan mengamati lebar-sempitnya tulang panggul terhadap kriteria dan ukuran laki-laki
dan perempuan, dapat diperkirakan jenis kelaminnya.
b. Dengan mengamai interdigitasi dutura-sutura tengkorak dan pola waktu erupsi gigi, dapat
diperkirakan umurnya. Pada kasus infantisid dengan mengukur tinggi badan ( kepala-tumit
atau kepala-tulang ekor) dapat diperkirakan umur bayi dalam bulan.
c. Dengan formula matematis, dapat diperhitungkan perkiraan tinggi badan individu dari
ukuran barang bukti tulang-tulang panjangnya.
d. Dengan perhitungan indeks-indeks dan modulus kefalometri atau kraniometri, dapat
diperhitungkan perkiraan ras dan bentuk muka individu.
e. Dengan ciri-ciri yang spesifik, dapat menuntun kepada siapa individu yang
memilikinya.Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan dapat
menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun demikian perkiraan-perkiraan
identitas yang dihasilkan dapat mempersempit dan memberikan arah penyidikan.
Terhadap pola permasalahan kasusnya, dikenal ada tiga macam sistem identifikasi,
yaitu :
1. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka kepada siapapun
dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan kasusnya biasanya :
kriminal, korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem, identifikasinya biasanya
dilakukan dengan cara rekonstruksi, contoh: identifikasi korban pembunuhan tidak dikenal.
2. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah dan daftar korban
tak dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus biasanya: non-kriminal, korban
massal, dimungkinkan diperoleh data antemortem, identifikasi dapat dilakukan dengan cara
membandingkan data, contoh: identifikasi korban kecelakaan pesawat terbang menabrak
gunung.
3. Identifikasi sistem semi terbuka atau semi tertutup adalah identifikasi pada suatu kasus
yang sebagian korban tidak dikenalnya sudah diketahui dan sebagian lainnya belum diketahui
sama sekali atau belum diektahui tetapi sudah tertentu, contoh : identifikasi korban
kecelakaan pesawat terbang di Malioboro (semi terbuka) atau di suatu perumahan (semi
tertutup).
C.Dasar-Dasar Identifikasi Forensik
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengaturidentifikasi jenazah
adalah :
A.Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHAP pasal
133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menanganiseorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang di duga karenaperistiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokterdan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

B. Undang-Undang Kesehatan Pasal 791.


Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepadapejabat pegawai
negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam UU No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk
melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
3. Meminta keteragan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
4. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
5. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
6. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan dengan tindak pidana di
bidang kesehatan.
D.Jenis-Jenis Pemeriksaan Identifikasi Forensik
Menentukan identitas atau jati diri atas seorang korban tindak pidana yang berakibat
fatal,relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan penentuan jati diri tersangka pelaku
kejahatan. Hal tersebut oleh karena pada penentuan jati diritersangka pelaku kejahatan
semata-mata didasarkan pada penentuan secara visuil, yang sudah tentu banyak faktor-faktor
yang mempengaruhinya sehingga hasil yang dicapai tidak memenuhi harapan.

Dari sembilan metoda identifikasi yang dikenal, hanya metoda penentuan jati diri
dengan sidik jari (daktiloskopi) yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter, melainkan dilakukan
oleh pihak kepolisian. Delapan metoda yang lain, yaitu: metode visual, pakaian, perhiasan,
dokumen, medis, gigi, serologi danmetode eksklusi. Dengan diketahuinya jati diri korban,
pihak penyidik dapat melakukan penyidikan untuk mengungkap kasus menjadi lebih terarah;
oleh karena secara kriminologis pada umumnya ada hubungan antara pelaku dengan korbannya. Daftar
tersebut akan lebih diperkecil lagi bila diketahui saat kematiankorban serta alat yang dipakai
oleh tersangka pelaku kejahatan.

E.Objek Identifikasi
Seperti yang sudah disebutkan di muka bahwa objek identifikasi dapat berupa orang
yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia. Identifikasi terhadap orang tak dikenal yang masih
hidup meliputi:
Penampilan umum (general appearance), yaitu tinggi badan, berat badan, jenis
kelamin, umur, warna kulit, rambut dan mata. Melalui metode ini diperoleh data tentang
jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
1. Perbedaan Umur Jenis Kelamin Pria Dan Wanita
2.Pakaian
3.Sidik jari
4.Jaringan parut
5.Tato
6.Kondisi mental
7.Antropometri
Tugas melakukan identifikasi pada orang hidup tersebut menjadi tugas pihak
kepolisian. Dalam hal-hal tertentu dapat dimintakan bantuan dokter, misalnya pada kasus
pemalsuan identitas di bidang keimigrasian atau kasus penyamaran oleh pelaku kejahatan.
Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat dilakukan
terhadap:
1.Jenazah yang masih baru dan utuh
2.Jenazah yang sudah membusuk dan utuh
3.Bagian-bagian dari tubuh jenazah
Cara melakukan identifikasi pada jenazah yang masih baru dan utuholeh pihak
kepolisian seperti yang dilakukan terhadap orang hidup. Adapun hal-hal yang ditemukan di
dalam otopsi oleh dokter (misalnya penyakit, cacat tubuh, bekas operasi atau bekas trauma)
dapat digabungkan dengan hasil pemeriksaan pihak kepolisian.
Pada jenazah utuh yang sudah membusuk mungkin dapat diketahui jenis kelamin, tinggi badan dan
umurnya. Tetapi jika tingkat pembusukannya sudah sangat lanjut mungkin sisa pakaian,
perhiasan, jaringan parut, tatto atau kecacatan fisik akan bermanfaat bagi kepentingan
identifikasi. Sedangkan identifikasi yang lebih akurat dapat dilakukan dengan memanfaatkan
gigi geliginya. Sebagaimana diketahui bahwa gigi merupakan bagian tubuh manusia yang
paling tahan terhadap pembusukan, kebakaran dan reaksi kimia.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memilikikeunggulan sebagai
berikut :
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh lingkungan
yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi
menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (
dental record ) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang mempunyai
letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan
mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia
kemungkinan sama satu banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan
direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh.
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari identifikasi dari mayatyang tidak dikenal melalui
gigi, rahang dan kraniofasial.
1. Penentuan umur dari gigi.
2. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark ).
3. Penentuan ras dari gigi.
4. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
5. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
6. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.

Jika yang ditemukan bukan jenazah yang utuh, melainkan sisa-sisa tubuh manusia maka
pertama-tama yang perlu dilakukan adalah menentukan apakah sisa-sisa itu benar-benar
berasal dari tubuh manusia. Jika benar makat indakan selanjutnya adalah menentukan jenis
kelamin, umur, tinggi badan dan sebagainya. Sering kali bagian-bagian dari tubuh manusia
ditemukan di berbagai tempat yang terpisah sehingga timbul pertanyaan apakah bagian-
bagian itu berasal dari individu yang sama. Guna memastikannya diperlukan pemeriksaan
DNA atau precipitin test.
F.Bantuan Dokter Pada Proses Identifikasi

Bantuan yang dapat diberikan oleh dokter pada proses identifikasi meliputi:
1. Menentukan manusia atau bukan
Jika ditemukan tulang-tulang maka kadang-kadang tulang dari beberapa binatang tertentu
mirip tulang manusia. Cakar dari beruang misalnya, hamper mirip bentuknya dengan tangan
manusia. Dengan pemeriksaan yang teliti akan dapat dibedakan apakah tulang yang ditemukan
berasal dari manusia atau binatang.
Yang agak sulit adalah jka ditemukan itu berupa tulang yang tak khas (undentifiable
bones) atau jaringan lunak. Dalam hal ini pemeriksaan yang diperlukan untuk dapat
menentukan manusia atau binatang adalah pemeriksaan imunologik (precipitin test).
2. Menentukan jenis kelamin
Pada korban atau pada mayat yang sudah membusuk dimana penentuan jenis kelamin tidak
mungkin dilakukan dengan pemeriksaan luar maka penentuan jenis kelamin dapat dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan pada:
a.Jaringan lunak tertentu:
Uterus dan prostat merupakan jaringan lunak yang lebih tahan terhadap pembusukan
dan dapat digunaan untuk menentukan jenis kelamin. Dari jaringan lunak juga dapat
dilakukan pemeriksaan sex chromatin untuk menetukan jenis kelamin, terutama jaringan kulit
dan tulang rawan. Metode ini juga berguna bagi penentuan jenis kelamin pada mayat yang
terpotong-potong.
b.Tulang-tulang tertentu
Pada orang dewasa, beberapa tulang tertentu bentuknya berbeda antara laki-laki dan
wanita. Tulang-tulang itu antara lain tengkorak, pelvis, tulang panjang,rahang dan gigi. Tulang
panjang pada laki-laki lebih masive (terutama disekitar sendi) dan rigi perlekatan otot lebih
nyata. Bentuk rahang dan gigi antara laki-laki dan wanita juga berbeda sehingga dapat
dimanfaatan untuk kepentingan identifikasi jenis kelamin. Rahang pada laki-laki umumnya
seperti huruf V sedangkan pada wanita seperti huruf U. Gigi dan akar gigi permanen pada
laki-laki lebih besar dari pada wanita.
3.Menentukan umur
Tulang manusia dan gigi juga dapat memberikan informasi penting bagi perkiraan
umur manusia. Namun signifikan dari pemeriksaan tulang bergantung pada besarnya
penyebaran kelompok umur sehingga perlu dikelompokan secara terpisah menjadi kelompok
fetus, neonatus, anak-anak, adolescen dan dewasa.
Pada fetus dan neonatus, perkiran didasarkan pada inti penulangan yang dapat dilihat
melalui pemeriksaan ronsenologik atau otopsi. Oleh para ahli telah disusun tabel pembentuan
inti penulangan dari berbagai tulang, mulai dari kehidupan intrauterin sampai pada kehidupan
di luar kandungan. Pada anak-anak dan adolesen sampai umur 20 tahun, yang paling berguna
bagi penentuan umuradalah penutupan epifise. Seperti diketahui bahwa penutupan epifise
juga mengikuti uruta kronologi. Memang tingkat ketelitiannya rendah sehingga perlu
dikombinasi dengan pemeriksaan lain.
Pada kelompok dewasa (yaitu sesudah berumur 20 tahun), perkiraan umur dengan
menggunakan tulang menjadi lebih sulit. Beberapa petunjuk yang dapatdipakai antara lain,
penutupan sutura, perubahan sudut rahang dan adanya prosespenyakit.
Penentuan umur dengan menganalisis jaringan yang akan tumbuh menjadi gigi pada bayi di
dalam kandungan mempunyai derajat kecermatan yang tinggi.Sesudah dilahirkan penentuan
umur dapat dilakukan dengan mendasarkan padmineralisasi, pembentukan mahkota gigi,
erupsi gigi dan resobsi apicalis. Dengancmenggunakan formula matematik, Gustafson telah menyusun
rumus yang dapat digunakan untuk membantu menentukan umur melalui pemeriksaan gigi.

4.Menentukan tinggi badan


Salah satu informasi penting yang dapat digunakan untuk melacak identitas seseorang
adalah informasi tentang tinggi badan. Oleh sebab itu pada pemeriksaan jenazah yang tak
diketahui identitasnya perlu diperiksa tinggi badannya. Memang tidak mudah mendapatkan
tinggi badan yang tepat dari pemeriksaan yang dilakukan sesudah mati, meskipun yang
diperiksa itu jenazah yang utuh. Perlu diketahui bahwa ukuran orang yang sudah mati
biasanya sedikit lebih panjang (sekitar 2,5 cm) dari pada tinggi badan waktu hidup.
Jika yang diperiksa jenazah yang tidak utuh maka penentuan tinggi badandapat
dilakukan dengan menggunakan tulng-tulang panjang. Hanya dengan sepotong tulang panjang yang
utuh umur pemiliknya dapat diperkirakan, tetapi hasil yang lebih akurat dapat diperoleh jika
tersedia beberapa jenis dari tulang panjang. Untuk kepentingan perhitungan tersebut ada
banyak rumus yang dapat dipakai dan salah satunya adalah rumus Karl Pearson.
G.Identitas Personal
Jika identifikasi terhadap jenazah tak dikenal dilakukan dengan menggunakan data
pembanding maka identitas personalnya akan dapat dikenali.Data pembanding tersebut ialah
contoh sidik jari, medical record gigi geligi sertacontoh DNA. Kehandalan sidik jari
(fingerprint) sebagai sarana identifikasi personal disebabkan karena hampir tak pernah
ditemukan dua orang dengan sidik jari yang sama, bahkan pada orang kembar sekalipun.
Secara teoritis, kemungkinan terjadinya dua orang dengan sidik jari sama adalah sebesar
sepersepuluh ribu Trilyun. Selain itu sidik jari tak mengalami perubahan karena umur. Oleh
sebab itu sidik jari yang diambil beberapa tahun sebelumnya masih dapat dipakai sebagai
pembanding.
Jika kulit jari sudah keriput maka pengambilan sidik jari dapat dilkukan sesudah
jaringan dibwah kulit disuntik lebih dahulu dengan cairan parafin, formalin atau air. Sedang
pada mayat yang epidermisnya sudah mengelupas, pengambilan sidik jari dapat dilakukan
dengan hati-hati danberulang-ulang mengingat gambaran sidik jari pada dermis tidak sejelas
gambaransidik jari pada epidermis.
Dalam hal sidik jari tidak mungkin lagi diambil maka pemeriksaan gigi-geligi
menjadi penting. Pada peristiwa kecelakaan pesawat terbang misalnya dimana daftar manifes
penumpang diketahui, identifikasi positif akan mudah dilakukan dengan membandingkan
hasil pemeriksaan itu dengan file dari semua penumpang.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Identifikasi adalah penentuan atau pemastian identitas orang yanghidup maupun mati,
berdasarkan ciri khas yang terdapat pada orang tersebut.Identifikasi juga diartikan sebagai
suatu usaha untuk mengetahui identitasseseorang melalui sejumlah ciri yang ada pada orang
tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama dengan orang
yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu. Identifikasi
forensik merupakan usaha untuk mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk
kepentingan forensik, yaitu kepentingan proses peradilan. Dikenal ada tiga macam sistem
identifikasi

Saran
Identifikasi system terbuka, identifikasi sistem tertutup dan identifikasi sistem semi terbuka
atau semi tertutup. Dari sembilan metoda identifikasi yang dikenal, hanya metoda
penentuan jati diri dengan sidik jari (dakti loskopi) yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter,
melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian. Delapan metoda yang lain, yaitu: metode visual,
pakaian, perhiasan, dokumen, medis, gigi, serologi dan metode eksklusi
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Identifikasi dalam Mind’s Forensic 1th Edition. Bagian Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin 2012
Gani, M.Husni, dr. DSF. Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas, Padang, Indonesia 2002
Idries, Abdul Mun’im. Identifikasi dalam Ilmu Kedokteran Forensik.Binarupa Aksara,
Jakarta. 1997.
Kusuma, Soekry Erfan, Identifikasi Medikolegal dalam Buku Ajar Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga,Surabaya 2007
Launtz, LL. Handbook For Dental Identification. JB Lippincott Company, Philadelphia and
Toronto 1973.
Reichs, KJ. Forensic Osteology Advances In The Identification of Human Remain Charles C
Thomas Publisher, Springfield Illinois USA 1986.
Krogman WM and Iscan MY. The Human Skeleton In Forensic Medicine.Charles C Thomas
Publisher, Springfield Illinois, USA 1985.
Dahlan, Sofwan, Identifikasi dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang 2000
Depkes.2010.Peraturan bersama menteri dalam negeri dan menteri kesehatan nomor 15 tahun
2010 N 2009, nomor 162/MENKES/PB/I/2010 tentang pelaporan kematian dan penyebab
kematian.
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan Karunia – Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kriminalistik.
Ungkapan terima kasih selanjutnya tidak lupa penulis ucapkan kepada dosen serta semua
teman yang telah memberikan bantuan serta dorongan baik secara langsung maupun tidak
langsung bagi terselesaikannya pembuatan makalah ini .
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh karena
itu kritik, saran, dan masukan, penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . I
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .II
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .1
1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .....1
2. Permasalahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .....2
BAB II PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1. Definisi Identifikasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .4
2. Metode Identifikasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
3. Dasar-Dasar Identifikasi Forensik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . 6
4. Obyek Identifikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 7
5.Identitas Personal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
BAB III PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . 10
1 . Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2 . Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
NAMA : TERSISIA RUMYAAN

NPM : 12114201130268

KLS : ALIH –JENJANG

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

FAKULTAS KESEHATAN

AMBON 2O15

Anda mungkin juga menyukai