Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Disiplin Kerja

1. Pengertian

Kedisiplinan adalah fungsi operatif yang terpenting dari manajemen

sumber daya manusia. Karena, semakin baik disiplin kayawan, semakin

tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin yang baik, sulit

bagi organisasi mencapai hasil yang optimal Meidian, (2012). Disiplin yang

baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-

tugas yang diberikan kepadanya Sagala, (2010). Hasibuan (2011) juga

berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang

menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Disiplin kerja menurut Sagala (2010) adalah suatu alat yang

digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar

mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya

untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua

peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sehingga

seorang karyawan dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang

bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas

yang diamanahkan kepadanya.

Sastrohadiwiryo (2012) mengemukakan bahwa disiplin kerja dapat

didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat

terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak

8
tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima

sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan

kepadanya.

2. Tujuan pembinaan disiplin kerja

Menurut Sutrisno (2011), tujuan utama disiplin adalah untuk

meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah

pemborosan waktu dan energi. Selain itu, disiplin mencoba untuk mencegah

kerusakan atau kehilangan harta dan benda, mesin, peralatan dan

perlengkapan kerja yang disebabkan oleh ketidakhati-hatian, sendau gurau

atau pencurian. Disiplin mencoba mengatasi kesalahan dan keteledoran

yang disebabkan karena kurang perhatian, ketidakmampuan, dan

keterlambatan. Disiplin berusaha mencegah permulaan kerja yang lambat

atau terlalu awalnya mengakhiri kerja yang disebabkan karena

keterlambatan atau kemalasan. Disiplin juga berusaha untuk mengatasi

perbedaan pendapat antar karyawan dan mencegah ketidaktaatan yang

disebabkan oleh salah pengertiandan salah penafsiran.

3. Jenis-jenis disiplin kerja

Menurut Kusumawarni (2007) disiplin kerja dapat timbul dari diri

sendiri dan dari perintah, yang terdiri dari a). Self Inposed Dicipline yaitu

disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan, kesadaran dan

bukan timbul atas dasar paksaan. Disiplin ini timbul karena seseorang

merasa terpenuhi kebutuhannya dan merasa telah menjadi bagian dari

organisasi sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar dan secara

sukarela memenuhi segala peraturan yang berlaku. b). Command Dicipline

9
yaitu disiplin yang timbul karena paksaan, perintah dan hukuman serta

kekuasaan. Jadi disiplin ini bukan timbul karena perasaan ikhlas dan

kesadaran akan tetapi timbul karena adanya paksaan/ancaman dari orang

lain.

Dalam setiap organisasi/perusahaan yang diinginkan adalah jenis

disiplin yang timbul dari diri sendiri atas dasar kerelaan dan kesadaran.

Akan tetapi dalam kenyataan selalu menyatakan bahwa disiplin itu lebih

banyak disebabkan adanya paksaan dari luar. Untuk itu perlu melaksanakan

kegiatan pendisiplinan yang mencakup disiplin preventif dan disiplin

korektif. a. Disiplin Preventif, adalah tindakan yang mendorong para

karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi

standar dan aturan yang telah ditetapkan sehingga dapat dicegah berbagai

penyelewengan /pelanggaran, atau mencegah tanpa ada yang memaksakan

yang pada akhirnya akan menciptakan disiplin diri. Keberhasilan penerapan

pendisiplinan karyawan (disiplin preventif) terletak pada disiplin pribadi

para anggota organisasi. b. Disiplin Korektif, meskipun aturan dan standar

sudah diketahui, tidak tertutup kemungkinan adanya pelanggaran. Oleh

karena itu, perlu dilakukan tindakan dalam bentuk disiplin korektif, yaitu

adalah upaya penerapan disiplin kepada karyawan yang terbukti telah

melakukan pelanggaran atas ketentuanketentuan yang berlaku atau gagal

memenuhi standar yang telah ditetapkan dan kepadanya dikenakan sanksi

secara bertahap. Tujuan dari disiplin korektif diantaranya yaitu:

Memperbaiki perilaku yang melanggar aturan, Mencegah orang lain

10
melakukan tindakan serupa, Mempertahankan standar kelompok secara

konsisten dan efektif.

Tindakan sanksi korektif dilakukan secara bertahap, mulai dari yang

paling ringan hingga yang paling berat. Empat tahap pemberian sanksi

korektif, yaitu: peringatan lisan (oral warning), peringatan tulisan (written

warning), disiplin pemberhentian sementara (discipline layoff), pemecatan

(discharge).

4. Pengukuran disiplin kerja

Menurut Unaradjan (2008), umumnya mengukur displin kerja

karyawan yang baik dilihat dari: a. Ketentuan jam kerja: karyawan yang

datang dan pulang kerja tepat pada waktunya. b. Ketentuan tentang

kehadiran: memberi kabar jika absen, tidak mangkir dari pekerjaan, mengisi

daftar hadir/melakukan scan finger segera setelah tiba dan ketika akan

pulang. c. Ketentuan tentang tata tertib kerja: tidak melakukan hal yang

tidak berhubungan dengan pekerjaan selama jam kerja, minta izin kepada

atasan jika akan meninggalkan pekerjaan, menjauhkan diri dari perbuatan

yang tidak pantas selama berada di tempat kerja

Menurut Rivai (2010), kedisiplinan diartikan jika karyawan selalu

datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya

dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma

sosial yang berlaku. Kedisiplinan suatu perusahaan dapat dikatakan baik,

apabila sebagain besar karyawannya menaati peraturan yang ada.

Menurut Kusumawarni (2007), untuk dapat mengetahui seseorang

disiplin dalam bekerja/tidak dapat dilihat dari: Kepatuhan karyawan

11
terhadap tata tertib yang berlaku termasuk tepat waktu dan tanggung jawab

pada pekerjaan, bekerja sesuai prosedur yang ada, dan memelihara

perlengkapan kerja dengan baik.

Berdasarkan penjabaran teori yang telah dikemukakan bahwa terdapat

banyak hal untuk mengukur disiplin kerja di RSUD dr. magretti. Sehingga

dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan terdapat 9 hal untuk mengukur

disiplin kerja di RSUD dr. Magretti, yaitu: ketepatan waktu masuk kerja,

ketepatan waktu pulang kerja, mengisi daftar absensi, memberi kabar jika

tidak masuk kerja, mematuhi peraturan yang berlaku, meminta izin jika

meninggalkan tempat kerja, mengenakan atribut dinas lengkap,

menyelesaikan tugas yang diberikan tepat waktu, melaksanakan tugas sesuai

dengan SOP yang berlaku.

5. Mengatur dan mengelola disiplin kerja

Rivai (2010), menyatakan bahwa setiap manajer harus dapat

memastikan bahwa karyawan tertib dalam tugas. Dalam konteks disiplin,

makna keadilan harus dirawat dengan konsisten. Jika karyawan menghadapi

tantangan tindakan disipliner, pemberi kerja harus dapat membuktikan

bahwa karyawan yang terlibat dalam kelakuan yang tidak patut, mendapat

hukuman.

Disini para penyedia perlu berlatih bagaimana cara mengelola disiplin

dengan baik. Untuk mengelola disiplin diperlukan adanya standar disiplin

yang digunakan untuk menentukan bahwa karyawan telah dilakukan secara

wajar. a. Standar disiplin, beberapa standar dasar disiplin berlaku bagi

semua pelanggaran aturan, apakah besar atau kecil. Semua tindakan

12
disipliner perlu mengikuti prosedur minimum, aturan komunikasi dan

ukuran capaian. Tiap karyawan dan penyedia perlu memahami kebijakan

perusahaan serta mengikuti prosedur secara penuh.

Karyawan yang melanggar aturan diberi kesempatan untuk

memperbaiki perilaku mereka. Para manajer perlu mengumpulkan sejumlah

bukti untuk membenarkan disiplin. Bukti ini harus secara hatihati

didokumentasikan sehingga tidak bisa untuk diperdebatkan. Sebagai suatu

model bagaimana tindakan disipliner harus diatur adalah: a). Apabila

seorang karyawan melakukan suatu kesalahan, maka karyawan harus

konsekuen terhadap aturan pelanggaran. b). Apabila tidak dilakukan secara

konsekuen berarti karyawan tersebut melecehkan peraturan yang telah

ditetapkan. c). Kedua hal diatas akan berakibat pemutusan hubungan kerja

dan karyawan harus menerima hukuman tersebut. b. Penegakan standar

disiplin Jika pencatatan tidak adil/sah menurut undang-undang atau

pengecualian ketenagakerjaan sesuka hati. Untuk itu pengadilan

memerlukan bukti dari pemberi kerja untuk dibuktikan sebelum karyawan

bertindak. Stamdar kerja tersebut dituliskan dalam kontrak kerja.

6. Tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja

Sastrohadiwiryo (2012), menyatakan bahwa tujuan utama pengadaan

sanksi disiplin kerja bagi para tenaga kerja yang melanggar norma-norma

perusahaan adalah memperbaiki dan mendidik para tenaga kerja yang

melakukan pelanggaran disiplin. Sanksi atas pelanggaran disiplin yang

dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan

sehingga secara adil dapat diterima. Pada umumnya, sebagai pegangan

13
manajer meskipun tidak mutlak, tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja terdiri

atas sanksi disiplin berat, sanksi disiplin sedang, dan sanksi disiplin ringan.

1. Sanksi Disiplin Berat misalnya : a. Demosi jabatan yang setingkat lebih

rendah dari jabatan / pekerjaan yang diberikan sebelumnya. b. Pembebasan

dari jabatan / pekerjaan untuk dijadikan sebagai tenaga kerja biasa bagi yang

memegang jabatan. c. Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas

permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan. d. Pemutusan hubungan

kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja di perusahaan.

2. Sanksi disiplin sedang misalnya : a. Penundaan pemberian kompensasi

yang sebelumnya telah dirancangkan sebagaimana tenaga kerja lainnya. b.

Penurunan upah sebesar satu kali upah yang biasanya diberikan, harian,

mingguan, atau bulanan. c. Penundaan program promosi bagi tenaga kerja

yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi.

3. Sanksi disiplin ringan. Sanksi pelanggaran disiplin ringan dapat berupa

beberapa tindakan, antara lain sebagai berikut : a. Teguran lisan kepada

tenaga kerja yang bersangkutan. b. Teguran tertulis. c. Pernyataan tidak

puas secara tertulis.

7. Pedoman dalam kedisiplinan

Menurut Melianti (2011), menunjukkan bahwa kedisiplinan perlu

dijalankan dengan beberapa pedoman, yaitu: a. Dilakukan secara pribadi,

jangan memberikan teguran kepada bawahan di hadapan orang banyak

karena dapat menimbulkan rasa dendam. b. Bersifat membangun, selain

memberikan teguran hendaknya disertai dengan saran agar hal yang buruk

tidak terulangi lagi. c. Dilakukan oleh atasan dengan segera, pendisiplinan

14
diberikan pada waktu kesalahan itu dibuat, jangan ditunda sampai kesalahan

itu terlupakan. d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan, setiap

kesalahan yang diperbuat harus diberi hukuman sesuai dengan yang telah

ditetapkan dan tidak boleh bersifat pilih kasih. e. Pimpinan tidak seharusnya

memberikan pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen,

pendisiplinan sebaiknya diberikan secara langsung kepada orang yang

bersangkutan. f. Setelah pendisiplinan, sikap dari pimpinan harus wajar

kembali. Tidak dibenarkan apabila pimpinan setelah melakukan

pendisiplinan kepada bawahan tetap merasa dendam, karena hal ini dapat

memicu pada perlakuan yang tidak adil.

8. Langkah-langkah untuk peningkatan disiplin kerja

Menurut Saydam (2010), penegakan disiplin kerja tidak bisa

diserahkan kepada pegawai secara langsung. Perusahaan mempunyai

langkah-langkah dalam meningkatkan kerja para pegawainya diantaranya :

a. Menciptakan peraturan peraturan dan tata tertib yang harus dilaksanakan

oleh para pegawai. b. Menciptakan dan memberi sanksi-sanksi bagi para

pelanggar disiplin. c. Melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan-

pelatihan kedisiplinan terus menerus.

Penerapan disiplin kerja sangat diperlukan dalam suatu instansi karena

dengan adanya disiplin kerja maka instansi akan dapat melaksanakan

kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan.

9. Faktor yang mempengaruhi disiplin kerja

Menurut Primeilani (2012), faktor-faktor yang berhubungan dengan

tingkat kedisiplinan pegawai adalah faktor individu, faktor kerja dan faktor

15
psikologi. Faktor psikologi yang meliputi: persepsi, sikap, kepribadian,

motivasi dan belajar (Primeilani, 2012). Pendapat lain dikemukakan oleh

Hasibuan (2011), yang menyatakan bahwa indikator yang mempengaruhi

tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya: tujuan dan

kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat (pengawasan

melekat), sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.

Menurut Yoesana (2013) beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin

kerja antara lain adanya motivasi dan karakteristik individu. Dengan kata

lain, pegawai yang memiliki motivasi tinggi tentunya akan memiliki disiplin

yang tinggi pula. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori tersebut

dikarenakan motivasi kerja dan karakteristik individu berhubungan dengan

disiplin kerja. Motivasi kerja sangat penting dalam upaya untuk

menegakkan dan meningkatkan disiplin kerja para pegawai guna mencapai

hasil kerja yang maksimal. Upaya untuk mendorong para pegawai untuk

mematuhi peraturan-peraturan memerlukan strategi yang tepat yakni dengan

meningkatkan motivasi terhadap para pegawainya. Mematuhi peraturan

sendiri merupakan salah satu alat ukur dan pencerminan dari disiplin kerja.

Menurut Sayuti (2010) menyebutkan bahwa pengukuran motivasi

kerja dapat dilakukan dengan melihat beberapa aspek salah satunya adalah

mematuhi jam kerja. Disiplin sendiri merupakan sikap taat dan patuh pada

peraturan. Menurut Hasibuan (2011) tujuan motivasi diantaranya adalah

untuk kestabilan dan menurunkan tingkat absensi dan mempertinggi rasa

tanggungjawab pegawai terhadap tugas-tugasnya.

16
Teori yang disebutkan menegaskan bahwa motivasi sangat

berhubungan dengan disiplin kerja, dimana motivasi dapat meningkatkan

disiplin kerja sehingga dapat tercapainya tujuan organisasi dan

memaksimalkan hasil kerja. Faktor motivasi dalam meningkatkan disiplin

kerja merupakan sesuatu yang sangat penting mengingat hasil kerja yang

maksimal dari pegawai membawa dampak pada tercapainya tujuan

organisasi Yoesana,( 2013).

B. Fakor- Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Aditama (2010) beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja

karyawan antara lain :

1. Motivasi

a. Pengertian

Menurut Hasibuan (2011) motivasi adalah keinginan yang terdapat

pada diri seorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-

tindakan atau suatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.

Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dari dalam

diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Tentunya

banyak variabel yang mempengaruhi motivasi seseorang. Menurut Mc

Shane (2008), salah satu faktor yang menentukan semangat kerja adalah

imbalan yang menarik. Faktor penentu lain yang menyebabkan orang tetap

bertahan untuk bekerja dalam sebuah organisasi antara lain: pengembangan

diri, lingkungan kerja yang mendukung dan penilaian yang objektif terhadap

hasil kerja.

17
Sedangkan menurut Nugroho (2012) dari beberapa penelitian

menunjukkan bahwa motif yang paling besar menentukan perilaku manusia

adalah uang, jika dibandingkan dengan keamanan, makanan, istirahat, dan

dicintai. Motivasi merupakan faktor yang penting dalam meningkatkan

kinerja pegawai. Motivasi menjadi pendorong seseorang melaksanakan

suatu kegiatan guna mendapatkan hasil yang terbaik. Oleh karena itulah

tidak heran jika pegawai mempunyai motivasi kerja yang tinggi biasanya

mempunyai kinerja yang tinggi pula.

Menurut saidam (2010) pentingnya motivasi karena motivasi adalah

hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia,

supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal.

Sedangkan menurut Prasojo (2012) motivasi penting karena dengan

motivasi diharapkan setiap individu bersedia bekerja keras, disiplin dalam

mentaati berbagai kebijakan dan peraturan dan antusias untuk mencapai

produktivitas tinggi. Tujuan pemberian motivasi menurut Sondang (2011)

diantaranya yaitu: mendorong gairah dan semangat kerja karyawan,

meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatkan

produktivitas karyawan, mempertahankan loyalitas dan kestabilan

karyawan, meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi

karyawan, mengefektifkan pengadaan karyawan, menciptakan suasana dan

hubungan kerja yang baik, meningkatkan kreatifitas dan partisipasi

karyawan, meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan, mempertinggi

tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

18
b. Model teori motivasi

1) Model teori hubungan antar manusia

Teori ini berkaitan tentang pentingnya hubungan antar pemimpin

dan bawahan status sesamanya. Pemimpin diharapkan menjaga

kebutuhan yang baik dengan bawahannya secara pribadi, tenggang

rasa dan menumbuhkan rasa dihargai dalam memotivasi.

2) Model toeri motivasi dua faktor (two factor motivasion teory)

Hasibuan (2011) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan

pekerjaannya pegawai dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :

a) Faktor interna (Faktor dari dalam) meliputi :

(1) Achievement (keberhasilan)

Setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap

kegiatan atau tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau

keberhasilan dalam melakukan suatu pekerjaan akan

menggerakan yang bersangkutan untuk tugas-tugas berikutnya.

Dengan demikian prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan

menimbulkan sikap positif, yang selalu ingin melakukan

pekerjaan dengan penuh tantangan. Menurut Hasibuan (2011)

yang mengutip dari Maslow, mengemukakan teori motivasi yang

dinamakan Maslow’s Need Hierarchy Theory / Theory of Human

Motivation. Teori tersebut mengemukakan tentang kebutuhan

manusia yang tersusun dalam 5 jenjang, salah satunya adalah

aktualisasi diri. Kebutuhan ini adalah kebutuhan akan aktualisasi

diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi

19
optimal untuk mencapai keberhasilan atau prestasi kerja.

Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu

kebutuhan dapat mendorong untuk mencapai sasaran. Menurut

Davis Mc Cleland bahwa tingkat “need of achievement” yang

telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan

seseorang. Kebutuhan berprestasi biasanya dikaitkan dengan

sikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan

untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.

(2) Recognition (pengakuan)

Penghargaan atau pengakuan sangat perlu diberikan kepada

pegawai yang berprestasi, karena hal tersebut dapat memacu

pegawai agar lebih berprestasi lagi. Penghargaan/pengakuan juga

berpengaruh pada disiplin kerja pegawai. Menurut Chairil (2010),

ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan

minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya, dapat

mendorong terwujudnya disiplin kerja. Pegawai yang memiliki

motivasi tinggi terhadap pengakuan akan mengerahkan semua

kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi

kerja yang maksimal, salah satunya dengan berdisiplin kerja

tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya. Kehormatan dan

pengakuan terhadap karyawan dapat diberikan dengan

penghargaan atas jasa dan pengabdian karyawan. Kehormatan

dapat berupa bonus atau cinderamata bagi karyawan yang

20
berprestasi. Sedangkan pengakuan dapat diberkan dengan

melakukan promosi jabatan.

(3) Work it self (pekerjaan itu sendiri)

Pekerjaan itu sendiri menurut Herzberg merupakan faktor

motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau

tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas

itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi

pegawai, merupakan faktor motivasi karena keberadaannya sangat

menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi. Suatu pekerjaan

akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan

kemampuannya, sehingga dia merasa bangga untuk

melakukannya. Pekerjaan yang tidak disenangi atau kurang

menantang biasanya tidak mampu menjadi daya dorong, bahkan

pekerjaan tersebut cenderung menjadi rutinitas yang

membosankan (Saidam, 2010).

(4) Possibility of growth (kemungkinan untuk mengembangkan

diri).

Possibility of growth (kemungkinan untuk mengembangkan

diri) merupakan salah satu dari Motivators Factor. Lanjutnya

menurut Hasibuan (2011), jika ada kesempatan bagi setiap

pegawai dipromosikan berdasarkan asas keadilan dan objektivitas,

pegawai akan terdorong bekerja giat, bersemangat, berdisiplin,

dan berprestasi kerja sehingga sasaran perusahaan secara optimal

dapat dicapai.

21
b) Faktor ekternal (factor dari luar) meliputi :

(1) Wages or salaries (Gaji atau upah)

Upah atau gaji merupakan imbalan yang diberikan kepada

seseorang setelah melakukan suatu pekerjaan. Upah umumnya

berupa uang atau materi lainnya. Karyawan yang diberi upah atau

gaji sesuai dengan kerja yang dilakukan atau sesuai harapan,

membuat karyawan bekerja secara baik dan bersungguh-sungguh.

Menurut Apriliatin, dkk (2010) yang besarnya imbalan atau

kompensasi yang diterima seorang mencerminkan ukuran, nilai

karya pegawai diantara para pegawai itu sendiri, keluarga dan

masyarakat dan menunjukkan status dan martabat sosial. Apabila

para pegawai memandang kompensasi yang diterimanya tidak

memadai maka prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerjanya

dapat turun secara drastis. Sedangkan bagi perusahaan,

kompensasi sangat penting untuk diperhatikan karena hal tersebut

mencerminkan upaya perusahaan untuk mempertahankan sumber

daya manusia atau dengan kata lain agar pegawai memiliki

loyalitas dan komitmen yang tinggi pada perusahaan.

(2) Working condition (kondisi kerja)

Lingkungan kerja merupakan suatu variabel yang sangat

mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Hasil analisis deskriptif

kualitatif memeperlihatkan bahwa seorang karyawan akan

memiliki motivasi kerja yang tinggi bila didukung oleh

lingkungan kerja yang baik dan nyaman (Habibi, 2013). Disain

22
kantor harus dibuat agar dapat menunjang arus kerja yang ada dan

juga menyangkut kebersihan, keindahan, ketenangan,

kelengkapan sarana dan prasarana pelaksanaan pekerjaan, dan

sebagainya.

(3) Interpersonal relation (hubungan antar pribadi)

Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan

hubungan dengan orang lain, baik itu ditempat kerja maupun

diluar lingkungan kerja. Menurut Primeilani (2012) bahwa

manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan dan

mereka tidak akan bahagia bila ditinggalkan sendirian, untuk itu

mereka akan melakukan hubungan dengan teman-temannya.

Menurut Hasibuan (2011), hubungan harmonis antara

pimpinan dan karyawan atau hubungan vertical membuat suasana

kerja baik. Selain itu hubungan harmonis diharapkan juga tercipta

antar sesama karyawan (hubungan horizontal). Kedua hubungan

baik tersebut menciptakan kondisi kerja harmonis antara

pimpinan dengan karyawan dan antara sesama karyawan,

sehingga suasana kerja tidak membosankan. Hubungan yang

terbina baik tersebut dapat membuat para pegawainya merasa

menjadi bagian yang penting dalam tercapainya tujuan

perusahaan. Hal tersebut memotivasi kedisiplinan yang baik pada

perusahaan.

23
(4) Supervision technical (teknik pengawasan)

Menurut Hasibuan (2011), wakat (pengawasan melekat) adalah

tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan

pegawai perusahaan. Hal tersebut serupa dengan yang dikemukakan

dalam jurnal Apriliatin, dkk (2010), yaitu disebutkan bahwa

pengawasan terhadap para pegawai menjadi salah satu faktor

pendukung dalam pelaksanaan disiplin kerja, dengan adanya

pengawasan yang diatur sebagaimana mestinya, maka para pegawai

akan terdorong untuk melaksanakan disiplin kerja.

Supervisi yang efektif akan membantu peningkatan

produktivitas pekerja melalui penyelenggaraan kerja yang baik,

pemberian petunjuk-petunjuk yang nyata sesuai standar kerja dan

perlengkapan pembekalan yang memadai serta dukungandukungan

lainnya Primeilani,( 2012).

C. Disiplin Kerja dalam Manajemen Keperawatan

Manajemen keperawatan adalah proses pelaksanaan keperawatan melalui

upaya staf keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan secara

profesional. Disini manajer keperawatan di tuntut untuk merencanakan,

mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang

tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan

seefisien mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat Nursalam, (2011).

Manajemen asuhan keperawatan dalam manajemen keperawatan adalah

terlaksananya asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien. Tenaga

keperawatan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan

24
keperawatan yang berkualitas adalah perawat pelaksana. Sebagai kunci

keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien adalah

komunikasi, koordinasi, konsultasi, pengawasan, dan pendelegasian Anjaryani,

(2009).

Menurut Rhona (2012) perawat merupakan sumber daya manusia

terpenting di rumah sakit karena selain jumlahnya yang dominan (55 - 65%)

juga merupakan profesi yang memberikan pelayanan yang konstan dan terus

menerus selama 24 jam kepada pasien setiap hari. Oleh karena itu pelayanan

keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai

kontribusi yang sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit.

Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit

harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

Para Perawat dituntut untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan

kepadanya lebih profesional, yang berarti perawat yang mempunyai pandangan

untuk selalu berfikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur,

loyalitas tinggi dan penuh dedikasi. Untuk itu, diperlukan adanya pembinaan

dan ditumbuhkan kesadaran juga kemampuan kerja yang tinggi. Dalam

menjalankan aktifitas sebagai seorang perawat bertanggung jawab untuk

menjalankan kegiatannya sesuai standar keperawatan. Suatu tindakan perawat

yang tidak disiplin akan menimbulkan kelalaian atau malpraktik, dan dapat

dituntut di pengadilan.

25
D. Kerangka konsep

Adapun kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah

ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Disiplin

Motivasi
Kinerja Perawat
Upah/imbalan

Kondisi kerja

Ket:

= variabel dependen

= variabel independen

Gambar 2.1. Kerangka konseptual

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu asumsi tentang hubungan dua atau lebih variabel

yang diharapkan bisa memberikan jawaban sementara atas suatu pertanyaan

dalam suatu penelitian Notoatmodjo, (2012). Berdasarkan kerangka konsep

penelitian diatas maka hipotesisnya adalah :

1. Ada hubungan antara disiplin dengan kinerja perawat di RSUD dr. P. P.

Magretti Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

2. Ada hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat di RSUD dr. P. P.

Magretti Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

26
3. Ada hubungan antara upah/imbalan dengan kinerja perawat di RSUD dr. P.

P. Magretti Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

4. Ada hubungan antara kondisi kerja dengan kinerja perawat di RSUD dr. P.

P. Magretti Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

27

Anda mungkin juga menyukai