1. Sabrina usia 20 bulan dibawa ke puskesmas karena belum bisa duduk. Sabrina
baru bisa tengkurap pada usia 12 bulan. Saat ini bisa merayap, kepala bisa berdiri
tegak selama beberapa detik, dan belum bisa duduk. Sabrina belum bisa bicara,
baru mengoceh ya-ya dan ma-ma, sering tidak menoleh jika dipanggil. Sabrina
belum bisa memegang benda, belum bisa memasukkan makanan ke mulut dan
bertepuk tangan.
a. Apa hubungan usia dan jenis kelamin terhadap kasus?
Jawab:
Tanda-tanda cerebral palsy tampak pada usia <3 tahun dan penderita laki-laki
lebih banyak dari perempuan.
b. Bagaimana milestone perkembangan yang normal? (usia pada kasus)
Jawab:
Developmental Milestone
1. Perkembangan Fisik
Selama enam bulan pertama, pertumbuhan terus terjadi dengan pesat,
kemudian mulai menurun, dan dalam tahun kedua tingkat pertumbuhan
cepat menurun.
Selama tahun pertama, peningkatan berat tubuh lebih besar daripada
peningkatan tinggi, sedangkan pada tahun kedua terjadi sebaliknya.
Proporsi tubuh: Pertumbuhan kepala berkurang sedangkan pertumbuhan
badan dan tungkai meningkat, sehingga bayi berangsur-angsur menjadi
kurang berat di atas, dan pada masa akhir bayi tampak lebih ramping dan
tidak gempal.
2. Perkembangan Motorik
Gerak refleks tersenyum muncul pada minggu pertama, sedangkan senyum
sosial (reaksi terhadap senyum orang lain) dimulai antara bulan ketiga dan
keempat.
Dalam posisi tengkurap, bayi dapat menahan kepala secara tegak dalam usia
1 bulan, dalam posisi telentang pada usia 5 bulan, dan dalam posisi duduk
pada usia 4 atau 6 bulan.
Pada usia 2 bulan bayi dapat berguling dari samping ke belakang, pada 4
bulan dari tengkurap ke samping, dan pada usia 6 bulan dapat berguling
sepenuhnya.
Pada usia 4 bulan, bayi dapat ditarik ke posisi duduk, usia 5 bulan dapat
duduk dengan dibantu, tujuh bulan dapat duduk tanpa dibantu sebentar, dan
duduk tanpa bantuan selama sepuluh menit atau lebih pada usia 9 bulan.
Gerakan ibu jari menjauhi jari-jari lain dalam usaha menggenggam muncul
pada usia 3 atau 4 bulan, dan dalam usaha mengambil benda antara 8-10
bulan.
Pada akhir minggu kedua, bayi dapat memindahkan tubuh dengan cara
menendang. Pada usia 6 bulan, dapat bergerak dalam posisi duduk. Bayi
bisa merangkak pada usia sekitar 8-10 bulan, menarik diri sendiri ke posisi
berdiri pada usia 10 bulan, berdiri dengan bantuan pada 11 bulan, berdiri
tanpa bantuan pada usia 1 tahun, dan berjalan tanpa bantuan pada usia 13
atau 14 bulan.
3. Perkembangan Bahasa
Komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk bahas: tertulis, lisan,
isyarat tangan, ungkapan musik, dan sebagainya. Dalam komunikasi, orang
harus mampu mengerti apa yang disampaikan orang lain (fungsi reseptif) dan
mampu mengutarakan pikiran serta perasaannya kepada orang lain (fungsi
ekspresif).
Kemampuan mengerti apa yang disampaikan orang lain sudah mulai
berkembang pada tahun pertama masa bayi, sedangkan kemampuan
mengutarakan pikiran/perasaan baru berkembang kemudian.
Ekspresi muka pembicara, nada suara, dan isyarat-isyarat tangan membantu
bayi untuk mengerti apa yang dikatakan padanya. Pada usia 3 bulan, bayi
sudah mengerti ungkapan rasa marah, takut, dan senang.
Pada usia 6 bulan, sebagian besar bayi bisa mengucapkan ?ma-ma, da-da,
na-na, ta-ta?.
Pada usia 12-18 bulan, bayi sudah mengerti kata-kata misalnya ibu-bapak,
makanan- mainan, dan bagian badan dari binatang.
Pada usia 18 bulan, bayi memasuki tahapan dua kata, yaitu sudah mulai
mampu mengucapkan dua kata, tetapi masih terpotong, misalnya: mama
pergi mama … gi.
4. Perkembangan Sosial
Biasanya, pengalaman pertama sosialisasi bayi adalah dengan ibunya. Usia
2 bulan (social period), bayi responsif terhadap manusia dan bukan manusia.
Usia 7 bulan terjadi generalisasi pada semua orang (indiscriminate
attachment). Pada usia 7-12 bulan terbentuk specific attachment, di mana
bayi mulai takut terhadap orang asing dan memiliki kelekatan yang terarah
kepada ibu (atau orang yang paling dekat hubungannya).
Sekitar usia 6 bulan, mulai muncul senyum sosial, yaitu senyum yang
ditujukan pada seseorang (termasuk kepada bayi lain), bukan senyum
refleks karena reaksi tubuh terhadap rangsang.
Pada usia 9-13 bulan, bayi mencoba menyentuh pakaian, wajah, rambut bayi
lain, dan meniru perilaku dan suara mereka.
Pada usia 16-18 bulan, bayi mulai menunjukkan negativisme, barupa keras
kepala tidak mau mengikuti perintah/permintaan orang dewasa.
Usia 18-24 bulan, bayi berminat bermain dengan bayi lain dan
menggunakan bahan-bahan permainan untuk membentuk hubungan sosial
dengannya.
Usia 22-24 bulan, bayi mau bekerjasama dalam sejumlah kegiatan rutin
seperti mandi, makan, dan berpakaian.
c. Apa makna klinis dari perkembangan sabrina?
Jawab:
Pada kasus, Sabrina mengalami:
a. Gangguan perkembangan motorik kasar yang ditandai dengan belum bisa
duduk
b. Gangguan perkembangan bahasa yang ditandai dengan baru mengoceh ya-
ya dan ma-ma, belum bisa bicara, sering tidak menoleh ketika dipanggil
c. Gangguan perkembangan motorik halus yang ditandai dengan belum bisa
memegang benda, belum bisa memasukkan makanan ke mulut dan bertepuk
tangan
Tabel. Interpretasi Hasil Temuan Perkembangan Sabrina
Belum bisa memasukkan Sudah bisa pada usia 6 Tidak normal, terdapat
makanan ke mulut bulan keterlambatan
perkembangan sosial dan
kemandirian
2. Sabrina anak kedua dari ibu usia 28 tahun. Selama hamil ibu sehat, periksa ke
bidan 3 kali. Lahir spontan pada usia kehamilan 36 minggu, ditolong bidan, pecah
ketuban beberapa saat sebelum dilahirkan. Setelah lahir tidak langsung menangis,
menangis lebih kurang 10 menit. Berat badan lahir 2100 gram, panjang badan tidak
diukur. Dirujuk diruang perinatal RSMH karena susah bernafas dan dirawat
selama seminggu. Saat dirawat anak mengalami kuning dan diterapi sinar, tidak
pernah kejang.
a. Apa hubungan riwayat kelahiran pada kasus?
Jawab:
Pada trimester III terjadi proses maturisasi (kaitannya dengan maturisasi saraf
dan otak). Selama akhir trimester III dari kehamilan, otak janin membentuk
gyrus sekunder dan tersier, dan menunjukkan diferensiasi neuronal, arborisasi
dendrit, elongasi aksonal, pembentukkan sinaps dan kolateralisasi, dan
mielinisasi. Pembentukkan sinaps selama periode ini memiliki tingkat
kecepatan cukup tinggi tepatnya 40.000 sinaps per menit. Peningkatan linear
dari volume grey matter 1,4% per minggu terlihat pada minggu gestasi 29 –
41 minggu. Tepatnya 50% peningkatan volume kortikal terjadi antara 34 – 40
minggu gestasi. Korteks temporal juga terlihat sebagai hasil pematangan
terakhir dari bagian otak, dimana sinaptogenesis kemudian girusifikasi mulai
dan berlanjut cepat selama trimester III. Jika terjadi gangguan pada
perkembangan temporal akan mengakibatkan gangguan proses kognitif kritis
mencakup persepsi auditori dan memproses, komprehensi dan bahasa verbal.
Ukuran volume otak juga berhubungan dengan tingkat tinggi dari fungsi
kognitif.
Sumber : Davis, Elysia Poggi, Claudia Buss, L. Tugan Muftuler, Kevin
Head, Anton Hasso, Deborah A. Wing, Calvin Hobel, dan Curt A.
Sandman. ”Children’s Brain Development Benefits from Longer
Gestation”. Front Psychol. 2011; 2:1. Diunduh :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3111445/. 20 Maret 2017.
Cerebral Palsy (CP)
Pada bayi late term memiliki peringatan (growing alarm) yaitu memiliki
kerentanan terhadap injuri otak dan gejala sisa (squelae) neurologis jangka
panjang. Lebih lanjut, bayi late term memiliki resiko 3 kali lipat terhadap
berkembangnya cerebral palsy.
Sumber : Loftin, Ryan W, Mounira Habli, Candice C. Synder, Clint M.
Cormier, David F. Lewis, and Emily A DeFranco. “Late Preterm Birth”.
Rev Obstet Gynecol. 2010; 3(1): 10 – 19. Diunduh:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2876317/. 20 Maret 2017.
Lama rawat bayi BBLR adalah dari 3 hari-1 bulan. Pada BBLR biasanya
mempunyai status gizi sedang sampai kurang sehingga mempunyai resiko tinggi
untuk kematian, kecenderungan menderita ISPA, diare, respon imunitas yang
rendah dan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan maka diperlukan
waktu perawatan yang lama untuk meningkatkan berat badannya.
c. Bagaimana hubungan lahir tidak langsung menangis dengan keluhan
sabrina?
Jawab:
3. Riwayat imunisasi sudah mendapat imunisasi BCG, Polio 4x, DPT, Hepatitis B dan
HiB 4x, dan campak 1x pada usia 10 bulan.
a. Apa saja imunisasi (usia dan jenis imunisasi) yang diperlukan pada anak
menurut IDAI?
Jawab :
Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B idealnya diberikan sedini mungkin (<12 jam) setelah lahir,
lalu dianjurkan pada jarak 4 minggu dari imunisasi pertama. Jarak imunisasi ke-3
dengan ke-2 minimal 2 bulan dan terbaik setelah 5 bulan. Apabila anak belum
pernah mendapat imunisasi hepatitis B pada masa bayi, ia bisa mendapat serial
imunisasi kapan saja saat berkunjung. Hal ini dapat dilakukan tanpa harus
memeriksa kadar anti hepatitis B.
BCG
Imunisasi lain adalah imunisasi BCG. Imunisasi BCG terbaik diberikan pada usia
2-3 bulan karena pada bayi usia <2 bulan sistem imun anak belum matang.
Pemberian imunisasi penyokong (booster) tidak dianjurkan.
DPT
Imunisasi DPT juga termasuk komitmen global dalam rangka eliminasi tetanus.
Imunisasi DPT diberikan 3 kali sebagai imunisasi dasar, dilanjutkan dengan
imunisasi ulangan 1 kali (interval 1 tahun setelah DPT3). Pada usia 5 tahun,
diberikan ulangan lagi (sebelum masuk sekolah) dan pada usia 12 tahun berupa
imunisasi Td. Pada wanita, imunisasi TT perlu diberikan 1 kali sebelum menikah
dan 1 kali pada ibu hamil, yang bertujuan untuk mencegah tetanus neonatorum
(tetanus pada bayi baru lahir).
Apabila imunisasi DPT terlambat diberikan, berapa pun interval
keterlambatannya, jangan mengulang dari awal, tetapi lanjutkan imunisasi sesuai
jadwal. Bila anak belum pernah diimunisasi dasar pada usia <12 bulan, lakukan
imunisasi sesuai imunisasi dasar baik jumlah maupun intervalnya. Bila pemberian
DPT ke-4 sebelum ulang tahun ke-4, pemberian ke-5 paling cepat diberikan 6
bulan sesudahnya. Bila pemberian ke-4 setelah umur 4 tahun, pemberian ke-5
tidak diperlukan lagi.
Polio
Vaksin polio oral (OPV) diberikan saat lahir, usia 2, 4, 6, 18 bulan (atau usia 2, 3,
4 bulan sesuai program pemerintah), sedangkan untuk vaksin polio suntik (IPV)
diberikan pada usia 2, 4, 6-18 bulan dan 6-8 tahun. Apabila imunisasi polio
terlambat diberikan, jangan mengulang pemberiannya dari awal, tetapi lanjutkan
dan lengkapi sesuai jadwal, tidak peduli berapa pun interval keterlambatan dari
pemberian sebelumnya.
Campak
Imunisasi campak diberikan pada usia 9 bulan dan dosis ulangan (second
opportunity pada crash program campak) pada usia 6-59 bulan serta saat SD kelas
1-6. Terkadang, terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional) campak yang
bertujuan sebagai penguatan (strengthening). Program ini bertujuan untuk
mencakup sekitar 5 persen individu yang diperkirakan tidak memberikan respon
imunitas yang baik saat diimunisasi dahulu. Bagi anak yang terlambat/belum
mendapat imunisasi campak: bila saat itu anak berusia 9-12 bulan, berikan kapan
pun saat bertemu. Bila anak berusia >1 tahun, berikan MMR.
b. Bagaimana status imuniasasi pada sabrina? (cek kelengkapan)
Jawab :
4. Sabrina masih mendapat ASI, diberi susu formula sejak usia 2 bulan selang seling
dengan ASI. Sekarang makan nasi tim, belum bisa makan nasi biasa.
a. Bagaimana peran dari orang tua terhadap tumbuh kembang anak? (sesuai
kasus)
Jawab:
Usia Nutrisi
1. ASI eksklusif jauh lebih baik karena terdapat kandungan yang tidak ad di susu
formula. Kandungan protein di ASI juga lebih rendah dari susu formula.
2. Secara tidak langsung akan mengurangi sekresi dan produksi ASI. Salah satu
rangsangan dari sekresi dan produksi ASI adalah isapan bayi. Jika bayi sudah
kenyang karena susu formula, maka hisapannya juga tidak akan kuat.
Alasan pemberian asupan prelakteal (asupan prelakteal yang banyak diberikan
adalah berupa susu formula) pada bayi semata-mata dikarenakan ASI yang belum
keluar sedangkan bayi menangis dan diidentikan dengan kondisi lapar.
Menurut Permenkes No 39 Tahun 2013, lebih lanjut dijelaskan kondisi bayi yang
diperbolehkan diberikan asupan prelakteal haruslah memiliki kriteria antara lain :
a. bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram
atau bayi lahir dengan berat badan sangat rendah
b. bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan yang
sangat prematur; dan/atau
c. bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi
metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa seperti pada bayi
prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress
iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi yang sakit dan bayi
yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula darahnya gagal merespon
pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hasil temuan penelitian ini dimana semua informan memberikan asupan
prelakteal pada bayi mereka tanpa indikasi medis juga seiring dengan penelitian
yang dilakukan oleh Vishnu Kanal di Nepal (2011), memperlihatkan data bahwa
sebanyak 556 responden dari 841 responden yang memberikan asupan prelakteal
pada bayi mereka berupa susu formula tanpa alasan dan indikasi medis yang
jelas.
Hal ini tentu akan mengganggu proses menyusui secara alamiah yang akan
dialami oleh bayi. Pemberian susu formula tanpa indikasi medis sebagai asupan
prelakteal membawa dampak negatif yang tidak sedikit. Selain menghilangkan
kemampuan alami bayi untuk menghisap ASI dari payudara ibu secara langsung
dan kehilangan minat akan rasa alami ASI (bayi akan lebih menyukasi rasa susu
formula) karena diberikan sebelum mengecap rasa ASI, beberapa dampak negatif
lainnya diantaranya bayi akan mengalami:
a. gangguan saluran pencernaan (muntah, diare)
b. infeksi saluran pernafasan
c. meningkatkan resiko serangan asma
d. meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)
e. meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah dan
f. meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang
tercemar.
Meskipun dampak ini tidak langsung dapat terlihat dalam jangka pendek, namun
tetap memiliki peluang kejadian dalam jangka panjang.
d. Bagaimana perkembangan oromotor normal pada usia 20 bulan?
Jawab:
Usia dua belas sampai delapan belas bulan : koordinasi pola menyusu,
menelan dan mengisap lebih teratur dan berurutan, mulai makan makanan
degan irisan halus, menggigit makan kering seperti cookies dan crackers,
menggerakkan makanan di dalam mulut dari satu sisi ke sisi lain seperti
mengunyah.
Usia delapan belas sampai dua puluh empat bulan : makan menggunakan
sendok tetapi masih memerlukan bantuan.
Usia dua puluh empat sampai tiga puluh enam bulan : mengkonsumsi
berbagai makanan padat dan cair dengan sedotan atau cangkir, menggunakan
sendok saat makan, tanpa tergantung melakukan seluruh ketrampilan makan.
Usia tiga puluh enam bulan sampai lima tahun : perkembangan lebih jauh
mengunyah, menelan berbagai tekstur makanan seperti daging, gorengan, dan
berbagai buah-buahan dengan supervisi saja, mulai menggunakan garpu
untuk makan, minum dengan cangkir tanpa bantuan.
5. Pada pemeriksaan ditemukan BB 7,7 kg, PB 78 cm, LK 42 cm,. Tidak ada
gambaran dismorfik, anak sadar, kontak mata ada, tapi tidak mau tersenyum
kepada periksa. Anak tidak bisa bicara, bisa mengucapkan ya-ya ma-ma, dan
menoleh ketika dipanggil dengan suara keras. Anak bisa tengkurap dan menahan
kepala beberapa detik. Belum bisa mengambil dan memegang kubus.
a. Bagaimana status pertumbuhan menurut growth chart WHO? (BB, PB, LK)
Jawab:
anak tidak bisa bicara, Berbicara 2-4 kata dicapai Gangguan Bahasa atau
bisa mengucapkan ya-ya pada usia 1 tahun gangguan pendengaran
dan ma-ma
Menengok ke arah suara
menoleh ketika dipanggil dicapai pada usia 4 bulan
dengan suara keras
Seharusnya sudah bisa
mengucapkan 10-20 kata dan
menyembutkan 4 anggota
tubuh.
anak bisa tengkurap dan Kepala bisa berdiri tegak Gangguan motorik kasar
menahan kepala beberapa selama beberapa detik
detik (dicapai di usia 2 bulan),
Belum bisa mengambil Belum bisa memegang benda Gangguan morik halus
dan memegang kubus (dicapai di usia 6 bulan),
Seharusnya sudah bisa
menyusun 4 balok vertical
dan menendang bola.
Tabel Penyebab dari GDD (diadopsi dari Forsyth and Newton 2007)
Kategori Komentar
Neonatus Meningitis
Etiologi penyebab kelainan pada kasus yang paling mungkin adalah : Penyebab
dari prenatal atau perinatal yaitu intrapartum asfiksia dan prematuritas. Fakor
memperberat adalah nutrisi yang buruk.
Cerebral Palsi (CP) – Penyebab masih belum diketahui tetapi, berikut penyebab
yang kemungkinan adalah :
1. Infeksi selama kehamilan yang dapat merusak perkembangan sistem saraf
fetus. Ini mencakup Rubella, CMV, dan Toxo.
2. Jaundice berat pada bayi. Kuning disebabkan bilirubin yang terlalu tinggi
pada darah. Normalnya, bilirubin difiltrasi keluar oleh hati. Tetapi selalu,
hepar pada bayi memerlukan waktu beberapa hari untuk memulai pekerjaan
ini secara efektif. Jaundice yang berat dapat menimbulkan kerusakkan sel
otak.
3. Inkompabilitas Rh antara ibu dan anak.
4. Trauma metabolik dan fisik selama kelahiran. Ini dapat mempresipitasi
kerusakan otak pada fetus yang kesehatannya telah terancam selama
perkembangan.
5. Kekurangan oksigen berat ke otak atau trauma signifikan pada kepala
selama kelahiran dan persalinan.
Beberapa faktor resiko antara lain :
1. Kelahiran sungsang
2. Masalah vaskular atau pernafasan pada bayi selama kelahiran.
3. Lahir dengan defek fisik
4. APGAR score yang rendah 10 – 20 menit setelah kelahiran.
5. BBLR dan Prematuritas
6. Bayi kembar atau bayi multipel
7. Malformasi kongenital sistem saraf pusat, seperti mikrosefali
8. Kejang tepat setelah lahir.
Sumber lain, penyebab kerusakkan otak yang menyebabkan CP merupakan hasil
dari antara lain:
1. Gangguan migrasi sel otak prenatal – faktor genetik dan lingkungan
mengganggu migrasi sel otak selagi pergerakkan sel ke lokasi yang semestinya
mereka selama perkembangan otak.
2. Buruknya mielinisasi prenatal (insulasi) dari perkembangan sel serabut
saraf – fungsi otak terhambat ketika buruknya mielin yang menyediakan
proteksi inadekuat untuk melindungi sel saraf yang bertujuan dalam transmisi.
3. Kematian sel otak prenatal – kejadiaan pada proses persalinan yang merusak
/ ruptur pembuluh darah atau kekurangan oksigen pada otak.
4. Nonfungsional atau tidak sesuainya koneksi (sinaps) anatara sel otak saat
postnatal – trauma, infeksi, asfiksia dapat merusak koneksi perkembangan
pada otak.
6. Keempat anggota gerak kaku dan susah ditekuk, gerak kurang, dengan kekuatan 3.
tonus meningkat, refleks fisiologis meningkat, refleks babinsky (+), tidak ada reflkes
moro dan refleks menggenggam. Tidak ada gerakan yang tidak terkontrol. Tidak
ada kelainan antomi pada anggota gerak. Hasil pemeriksaan KPSP usia 18 bulan
didapatkan tidak ada yang bia dilakukan sabrina
a. Bagaimana status neurologis pada sabrina?
Jawab:
No Langkah
1. Pemeriksa memperkenalkan diri kepada pasien dan orang tuanya
2 Cuci tangan 5 moment dan 6 langkah
3 Pemeriksa berdiri di posisi kanan pasien
4 Pada semua pemeriksaan:
- Lakukan pada sisi kanan dan sisi kiri
- Perhatikan apakah respon positif atau negatif, bandingkan dengan usia pasien.
- Perhatikan perbedaan intensitas pada kedua sisi
- Nilai tonus otot saat melakukan pemeriksaan
Palmar grasp
9. Refleks Moro
- Pasien berbaring terlentang
- Tangan pemeriksa diletakkan pada punggung dan leher pasien dan pelan- pelan
penderita diangkat. Pastikan lengan penderita bebas.
- Jatuhkan tangan pemeriksa secara mendadak sebagian.
- Refleks positif apabila terjadi abduksi dan diikuti fleksi ekstremitas atas, menghasilkan
gerakan seperti memeluk.
- Refleks ini menghilang usia enam bulan
10 Refleks Babinski
- Pasien berbaring terlentang
- Gores sisi lateral telapak kaki dari tumit hingga metatarsal jari lima
- Reaksi positif apabila terjadi dorsofleksi jari I diikuti gerakan saling manjauh (fanning)
jari lainnya.
7. Aspek Klinis
a. DD
Jawab:
Mental subnormal
Sukar membedakan CP yang disertai retardasi mental dengan anak yang hanya
menderita retardasi mental. Kedua keadaan ini pada umumnya saling
menyertai. Oleh karena itu kalau ditemukan anak dengan retardasi mental,
maka harus dicari tanda–tanda CP, demikian pula sebaliknya. (Soetjiningsih,
1995)
Retardasi motorik terbatas
Sukar untuk membedakan CP tipe diplegia yang ringan, dengan kelainan
motorik terbatas pada tungkai bawah. (Soetjiningsih, 1995)
Tahanan volunter terhadap gerakan pasif
Anak mungkin didiagnosis sebagai tipe spastik, padahal sebenarnya hanya
menunjukkan adanya tahanan terhadap gerakan pasif, biasanya pada abduksi
paha. (Soetjiningsih, 1995)
Penyakit–penyakit degeratif pada susunan saraf
Penyakit–penyakit seperti lipoidosis, leukoensefalopati, penyakit Schilder
(ensefalitis periaksialis) dan multiple sklerosis sering dikelirukan dengan CP
dengan penyebab pranatal. Toksoplasmosis dapat meyebabkan kejang–kejang
atau spastisitas, sehingga sering mengaburkan penyebab utamanya. Phenyl
ketonuria, walaupun jarang juga dapat menyebabkan spastisitas. (Soetjiningsih,
1995)
Kelainan pada medula spinalis
Kelainan disini adalah diastematomieli, siringomieli dan disrafisme spinal.
Diastematomieli adalah kelainan kongenital pada medula spinalis yang
menyebabkan paresis progresif pada tungkai bawah. Siringomieli terjadi pada
anak yang agak besar, yang ditandi dengan adanya atrofi otot, arthropati,
kelemahan atau spastisitas dan terdapat gangguan pada rasa sakit.
b. Algoritma penegakan diagnosis
Jawab:
1. Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara
seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak
tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki
daerah perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi,
resiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan
akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas
terdiagnosis saat infant.
Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global
menurut First Lewis dan Judith, 199410
Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah seringkali
beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau
meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung
memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk
didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak
sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga
bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering
menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki
hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering
pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan
perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun
pertama sering dihubungkan dengan HIV.10,11
2. Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.
Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit
dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara
terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya
lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test
dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada infant. Saat umur
memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan
peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa
menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari
infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi
secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan
kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit
ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan
dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu moro
reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.10,11
3. Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan
pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun
beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik
rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan
sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya
bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang
mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-
anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas
kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak
dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin
phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit
muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya
riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih
sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas
yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila
terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan
pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat
dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital
perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum
dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG
tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus
lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara
klinis sebelumnya.
c. DK
Jawab:
Cerebral Palsy (CP) disertai gizi kurang dan mikrosefali.
d. Etiologi
Jawab:
Palsi serebral adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab. Hal-hal yang
diperkirakan sebagai penyebab palsi serebral adalah sebagai berikut:
1. Prenatal
Penyebab utama palsi serebral pada periode ini adalah malformasi otak
kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah: infeksi intrauterin (infeksi
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes virus dan sifilis), trauma,
asfiksiaintrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan
umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain- lain), toksemia
gravidarum, maternal seizure disorder, dan sangat jarang yaitu faktor genetik,
kelainan kromosom.
2. Perinatal
Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: anoksia / hipoksia yang
dialami bayi selama proses kelahiran, trauma (disproporsi sefalopelvik, sectio
caesaria), prematuritas, dan hiperbilirubinemia.
3. Postnatal
Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain trauma kepala, infeksi
(meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan), anoksia, dan
luka parut pada otak setelah operasi.
e. Epidemiologi
Jawab:
Cerebral Palsy
Cerebral palsy adalah masalah umum yang terjadi di seluruh dunia, insidennya 2-
2,5 dari tiap 1000 kehidupan neonatus. Kemajuan manajemen neonatus dan
perawatan obstetric belum menunjukkan penurunan kejadian cerebral palsy.
Sebaliknya, dengan penurunan angka kematian bayi sebenarnya telah terjadi
peningkatan insiden dan keparahan dari cerebral palsy. Insiden pada bayi
premature lebih tinggi di banding bayi cukup bulan. Cerebral palsy di tandai
dengan adanya gangguan motorik dan dapat menunjukkan adanya disfungsi
mental. Pada tahun 2001, United Cerebral Palsy Foundation memperkirakan
bahwa 764.000 anak dan dewasa di United States di diagnosis carrier cerebral
palsy, dengan kata lain di perkirakan 8000 bayi dan neonatus di tambah 1200
hingga 1500 anak pra-sekolah didiagnosis dengan cerebral palsy tiap tahun di
USA. Seperti di ketahui bahwa insiden cerebral palsy di seluruh dunia adalah
sekitar 2-2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Dimana hal ini sangat terkait dengan usia
kehamilan, terjadi pada 1 dari 20 bayi premature yang masih hidup.
Global Developmental Delayed
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika
Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5
tahun.3 Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Keluhan utama terbanyak adalah
“belum bisa berjalan dan berbicara”, dengan rerata umur (21,8 ± 13,1) bulan.
Kebanyakan anak laki-laki, rasio laki-laki dan perempuan 1,25:1. Pada riwayat
kelahiran didapatkan 21,9% kasus lahir kurang bulan, 29,8% BBLR, 79,2% lahir
pervaginam, dan 30% tidak segera menangis. Gangguan perkembangan dalam
keluarga ditemukan pada 13,2% kasus. Karakteristik klinis terbanyak 53,6%
mikrosefali, 44,4% gizi kurang dan gizi buruk. Etiologi terbanyak adalah
disgenesis cerebral, palsi cerebral, infeksi TORCH, sindrom genetik, dan kelainan
metabolik kongenital.
f. Faktor risiko
Jawab:
g. Patofisiologi
Jawab:
h. Patogenesis
Jawab:
Pada cerebral palsy terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan
terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks serebri terjadi
kontraksi otot yang terus menerus dimana disebabkan oleh karena tidak
terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung refleks.
Lesi neuro anatomi yang paling sering terjadi di temukan adalah kerusakan pada
zona matriks germinal di daerah periventricular pada fetus prematur, biasanya
terjadi sekitar usia kehamilan 24 sampai 34 minggu. Cedera ini biasanya
disebabkan oleh ischemi akibat hipoperfusi. Struktur periventrikuler rentan
terhadap kerusakan tipe ini karena merupakan watershed zone yang hanya
menerima suplai darah secara marginal. Lesi tersebut cenderung agak simetris
sehingga menyebabkan gejala bilateral. Lebih lanjut, hal ini terjadi pada kapsula
interna di tempat yang dilewati oleh traktus-traktus yang mengatur motor neuron
dari tungkai dan trunkus. Sehingga, lesi tersebut mengakibatkan spastik.
Pada umumnya, cerebral palsy dapat terlihat pada usia kurang dari 3 tahun
dan dapat dicurigai pada kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi
yang mengalami cerebral palsy akan terlihat keterlambatan perkembangan
misalnya tengkurap, duduk, dan sebagainya. Ada sebagian mengalami
abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus, bayi akan terlihat lemas dan kaku. Ada
juga bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutya berkembang
menjadi hipertonia setelah 2-3 bulan prtama sehingga kemungkinan anak cerebral
palsy menunjukkan postur abnormal pada satu sisi tubuh.
j. Pemeriksaan penunjang
Jawab:
Elektroensefalogram (EEG)
EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa. Merupakan salah satu
pemeriksaan penting pada pasien dengan kelainan susunan saraf pusat. Alat ini
bekerja dengan prinsip mencatat aktivitas elektrik di dalam otak, terutama pada
bagian korteks (lapisan luar otak yang tebal). Dengan pemeriksaan ini, aktifitas
sel-sel saraf otak di korteks yang fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti
tidur, istirahat dan lain-lain, dapat direkam.
Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)
Alat ini sangat berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakan pada otot
atau syaraf. NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG, dan digunakan untuk
mengukur kecepatan saat dimana saraf–saraf mentransmisikan sinyal. Selama
pemeriksaan NCV, elektroda ditempelkan pada kulit yang dilalui syaraf yang
spesifik untuk suatu otot atau sekelompok otot. Prinsip kerja NCV adalah
memberikan stimulus elektrik yang dihantarkan melalui elektrode, kemudian
respon dari otot dideteksi, diolah dan ditampilkan. Kekuatan dari sinyal yang
diberikan juga dihitung. Kondisi neurologis dapat menyebabkan NCV melambat
atau menjadi lebih lambat pada salah satu sisi tubuh. EMG mengukur impulse
dari saraf dalamotot. Elektrode kecil diletakkan dalam otot pada lengan dan kaki
dan respon elektronik diamati dengan menggunakan suatu alat yang menampilkan
gerakan suatu arus listrik (oscilloscope). Alat ini mendeteksi bagaimana otot
bekerja.
Magnetic Resonance Imaging
MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menciptakan
gambar dari struktur internal otak. Studi ini dilakukan pada anak–anak yang lebih
tua. MRI dapat mendefinisikan abnormalitas dari white matter dan korteks
motorik lebih jelas daripada metode–metode lainnya.
CT scan
Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan teknologi komputer, menghasilkan
suatu gambar yang memperlihatkan setiap bagian tubuh secara terinci termasuk
tulang, otot, lemak dan organ-organ tubuh. Suatu computed tomography
scandapat menunjukkan malformasi bawaan, hemorrhage dan PVL pada bayi.
k. Tatalaksana dan follow up
Jawab:
Perlu ditekankan pada orang tua penderita CP, bahwa tujuan dari pengobatan bukan
membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan sisa
kemampuan yang ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak
dapat melakukan aktifitas sehari–hari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit
bantuan saja Sehingga dalam menangani anak dengan CP, harus memahami berbagai
aspek dan diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak, saraf, mata, THT,
bedah orthopedi, bedah syaraf, psikologi, rehabilitasi medis, ahli wicara, pekerja sosial,
guru sekolah luar biasa. Disamping itu juga harus disertakan peranan orangtua dan
masyarakat
Secara garis besar, penatalaksanaan penderita CP adalah sebagai berikut:
A. Aspek Medis
a. Aspek Medis Umum
Gizi
Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita CP. Karena sering
terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan keinginan
untuk makan. Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu
dilaksanakan. Hal–hal yang sewajarnya perlu dilaksanakan seperti imunisasi,
perawatan kesehatan dan lain–lain. Konstipasi sering terjadi pada penderita CP.
Dekubitus terjadi pada anak–anak yang sering tidak berpindah–pindah posisi.
Terapi dengan obat–obatan
Dapat diberikan obat–obatan sesuai dengan kebutuhan anak, seperti obat–obatan
untuk relaksasi otot, anti kejang, untuk athetosis, ataksia dan lain–lain.
Terapi melalui pembedahan ortopedi
Banyak hal yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi, misalnya tendon
yang memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit yang terlalu
mengganggu dan lain–lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil. Tujuan
dari tindakan bedah ini adalah untuk stabilitas, melemahkan otot yang
terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.
Fisioterapi
Latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan dan peningkatan daya
tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan pindah, latihan jalan. Contohnya
adalah teknik dari Deaver.
Terapi Wicara
Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakan berkisar antara
30 % - 70 %. Gangguan bicara disini dapat berupa disfonia, disritmia, disartria,
disfasia dan bentuk campuran. Terapi wicara dilakukan oleh terapis wicara.
B. Aspek Non Medis
Pendidikan
Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan mental, maka
pada umumnya pendidikannya memerlukan pendidikan khusus (Sekolah Luar Biasa).
Cara makan: oral terlibih dahulu, untuk merangsang oromotorik dengan memakan
makanan berbentuk semi solid. Berikan diazepam 0,12-0,80mg/kgperhari diberi oral
dibagi dalam 6-8 jam dan tidak melebihi 10mg/kgperhari bila terjadi kejang
Terapi Medikamentosa
Untuk penderita CP yang disertai kejang, dokter dapat memberi obat anti kejang yang
terbukti efektif untuk mencegah terjadinya kejang ulangan. obat yang diberikan secara
individual dipilih berdasarkan tipe kejang, karena tidak ada satu obat yang dapat
mengontrol semua tipe kejang. Bagaimanapun juga, orang yang berbeda walaupun dengan
tipe kejang yang sama dapat membaik dengan obat yang berbeda, dan banyak orang
mungkin membutuhkan terapi kombinasi dari dua atau lebih macam obat untuk mencapai
efektivitas pengontrolan kejang.
Tiga macam obat yang sering digunakan untuk mengatasi spastisitas pada penderita CP
adalah:
1. Diazepam
Obat ini bekerja sebagai relaksan umum otak dan tubuh. Pada anak usia 6 bulan
diberikan dengan dosis 0,12 – 0,8 mg/KgBB/hari per oral dibagi dalam 6 – 8 jam, dan
tidak melebihi 10 mg/dosis
2. Baclofen
Obat ini bekerja dengan menutup penerimaan signal dari medula spinalis yang akan
menyebabkan kontraksi otot. Dosis obat yang dianjurkan pada penderita CP adalah
sebagai berikut:
2 – 7 tahun: Dosis 10 – 40 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 – 4 dosis. Dosis dimulai
2,5 – 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 – 15 mg/hari,
maksimal 40 mg/hari
8 – 11 tahun: Dosis 10 – 60 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai
2,5 – 5 mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 5 – 15 mg/hari,
maksimal 60 mg/hari
>12 tahun: Dosis 20 – 80 mg/hari per oral, dibagi dalam 3 -4 dosis. Dosis dimulai 5
mg per oral 3 kali per hari, kemudian dosis dinaikkan 15 mg/hari, maksimal 80
mg/hari
3. Dantrolene
Obat ini bekerja dengan mengintervensi proses kontraksi otot sehingga kontraksi otot
tidak bekerja. Dosis yang dianjurkan dimulai dari 25 mg/hari, maksimal 40 mg/hari
Obat-obatan tersebut diatas akan menurunkan spastisitas untuk periode singkat, tetapi
untuk penggunaan jangka waktu panjang belum sepenuhnya dapat dijelaskan.
Obatobatan tersebut dapat menimbulkan efek samping, misalnya mengantuk, dan efek
jangka
l. Pencegahan dan edukasi
Jawab:
Pengobatan kasual pada cerebral palsy tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan
ini diperlukan teamwork dengan rencana pendekatan kepada masalah individu
anak. Anak, orang tua, dokter anak, dokter saraf, ahli terapi fisik, psikiater dan
pihak sekolah harus turut serta . secara garis besar , penatalaksanaan penderita
cerebral palsy adalah sebagai berikut:
1. Aspek medis
a. Aspek medis umum :
- Gizi : masalah gangguan pola makan yang beratpada anak dengan cerebral palsy
tampak pada beberapa kelompok anak yang tidak menjaga status gizi normal dan
menandakan kegagalan pertumbuhan. Masalah pola makan mereka biasanya di
awali dari saat lahir dan mereka bisa di identifikasi dini dari lama waktu
mengunyah dan menelan jumlah standar makanan dan dibandingkan dengan
control berat badan mereka. (Gisel & Patrick 1988) . nutrisi yang adequate pada
anak tersebut tidak dapat dicapai dengan tambahan makanan dari nasogastric tube
bahkan dengan gastrostomy walaupun metode tersebut mungkin bermanfaat.
Pencatatan rutin perkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan.
- Aspek medis lain : Disfungsi traktus urinarius bawah pada anak dengan cerebral
palsy dengan inkontinensia urinarius sebagai gejala paling umum. Pengobatan
berdasarkan temuan urodynamic dan adanya infeksi saluran kemih adalah
antibiotic propilaxis dan kateterisasi intermittent. Masalah gangguan tidur biasa
terjadi pada pasien cerebral palsy ,pengobatan pada gangguan tidur berat pada
anak cerebral palsy dengan memberikan melatonin oral dosis 2-10 mg tiap waktu
tidur. Osteopenia adalah masalah yang lebih umum pada cerebral palsy biasa nya
di terapi dengan biophosphonates selama 12-18 bulan dan menunjukkan
peningkatan densitas tulang sekitar 20-40%. b. Terapi obat-obatan : obat pada
gangguan motorik cerebral palsy dibatasi, namun tetap harus di berikan utamanya
pada bentuk spastic. Diazepam jarang digunakan karena kurang membantu dan
dapat menyebabkan kantuk dan kadang menimbulkan hipotonia namun pada
syndrome dyskinetic kadang dapat mengurangi gerakan involunter . Lioresal
(baclofen) telah terbukti sangat efektif pada beberapa kasus hemiplegia dan
diplegia dalam mengurangi spatisitas dan memudahkan fisioterapi namun
kontraindikasi pada anak dengan riwayat seizures.
c. Terapi aspek orthopedic : kontribusi orthopedic penting, perencanaan yang hati-
hati dari prosedur orthopedic berpengaruh terhadap pengobatan, dan hal tersebut
membantu ahli bedah mengedintifikasi pasien lebih dini sehingga mereka dapat
merencanakan kemungkinan intervensi yang akan di lakukan bersama, dengan
pendekatan kolaborasi dengan spesialis anak, fisioterapis dan orang tua. Splint
dan calipers di batasi pada pasien cerebral palsy meski dalam beberapa kasus hal
terssebut berguna. Splint soft polyurethane foam telah terbukti sangat efektif
dalam mengurangi flexi berat pada lutut . Pemberian boots dan sepatu
membutuhkan pertimbangan pelan-pelan dan ahli bedah orthopedic berkontribusi
banyak dalam hal ini. Bentuk spastic dari cerebral palsy paling sering di lakukan
pembedahan. Elongasi tendon Achilles pada satu atau kedua sisi dan prosedur
untuk mengurangi adduksi hip dan flexi lutut adalah prosedur yang relative simple
dan sangat membantu fungsinya. Waktu pembedahan sangat penting dan harus
selalu di kombinasi dengan fisioterapy. d. Fisioterapi : tindakan ini harus segera di
lakukan secara intensif . orang tua turut membantu program latihan di rumah.
Untuh mencegah kontraktur perlu di perhatikan posisi penderita pada waktu
istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat di anjurkan untuk sementara tinggal
di suatu pusat latihan . fisioterapi dilakukan sepanjang penderita hidup.
2. Aspek non medis :
Pendidikan dan pekerjaan : penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan tingkat
inteligensinya . di sekolah luar biasa dan bila mungkin di sekolah biasa
bersamasama dengan anak yang normal . mereka sebaiknya diperlakukan sama
seperti anak yang normal yaitu pulang kerumah dengan kendaraan bersama-sama
sehingga mereka merasa tidak di asingkan , hidup dalam suasana normal . orang
tua janganlah melindungi anak secara berlebihan . Untuk mendapatkan pekerjaan
di populasi biasa sangat sulit dengan kecacatan yang di alami sang anak, prospek
untuk pekerjaan saat anak sudah melewati bangku sekolah harus di fikirkan dan di
rencanakan matang-matang.
m. Komplikasi
Jawab:
Gangguan Mental.
Sepertiga anak CP memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan
gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gangguan mental
sering dijumpai pada anak dengan klinis spastik quadriplegia.
Kejang atau Epilepsi.
Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang. Selama kejang, aktivitas elektrik
dengan pola normal dan teratur diotak mengalami gangguan karena letupan listrik
yang tidak terkontrol. Pada penderita CP dan epilepsi, gangguan tersebut akan
tersebar keseluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh tubuh, seperti
kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otak dan menyebabkan
gejala kejang parsial.
Gangguan Pertumbuhan.
Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada CP derajat sedang hingga berat,
terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara umum adalah istilah untuk
mendeskripsikan anak-anak yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya
walaupun cukup mendapat asupan makanan. Pada bayi-bayi, terhambatnya laju
pertumbuhan terlihat dari kenaikan berat badan yang sangat kecil; pada anak
kecil, dapat tampak terlalu pendek; pada remaja, tampak sebagai kombinasi antara
terlalu pendek dan tidak tampak tanda maturasi seksual. Gagal tumbuh dapat
disebabkan beberapa sebab, termasuk nutrisi yang buruk dan kerusakan otak yang
berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai tambahan,
otot tungkai yang mengalami spastisitas mempunyai kecenderungan lebih kecil
dibanding normal. Hal tersebut tampak nyata pada sebagian besar penderita
dengan spastik hemiplegia, karena tungkai pada sisi yang sakit tidak dapat
tumbuh secepat sisi yang normal. Kondisi tersebut juga mengenai tangan dan kaki
karena gangguan penggunaan otot tungkai (disuse atrophy).
Gangguan Penglihatan dan Pendengaran.
Banyak anak CP menderita strabismus, dimana mata tidak tampak segaris karena
ada perbedaan pada otot mata kanan dan kiri. Pada perkembangannya, hal ini
akan menimbulkan gejala pengelihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksi akan
menimbulkan gangguan pengelihatan berat pada satu mata dan sebenarnya dapat
diintervensi dengan kemampuan visus tertentu, misalnya membatasi jarak
pandang. Pada beberapa kasus, terapi bedah direkomendasikan untuk koreksi
strabismus. Anak dengan hemiparesis dapat mengalami hemianopia, dimana
terjadi kecacatan visus atau kebutaan yang mengenai lapangan pandang normal
pada satu sisi. Sebagai contoh, jika hemianopia mengenai mata kanan, dengan
melihat lurus ke depan akan mempunyai visus terbaik kecuali untuk melihat
kanan jarak jauh. Pada hemianopia homonymous, kelainan akan mengenai sisi
yang sama dari lapang pandang dari kedua mata. Gangguan pendengaran juga
sering dijumpai diantara penderita CP dibanding pada populasi umum.
n. Prognosis
Jawab:
Jika gangguan motorik ringan prognosis baik. Semakin berat gangguan motorik
semakin buruk prognosis.
Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia
Quo ad sanationam: dubia
o. SKDI
Jawab:
Cerebral Palsy
SKDI : 2
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.