PENDAHULUAN
1
Sedangkan Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa klit putih berkisar antara 3%-6%
dari jumlah pen- duduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat
cepat dalam 10 tahun terakhir.3 Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat
dari 6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di ta- hun 2010.4 Di
Indonesia, kekerapan dia- betes berkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali di beberapa
tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.
Hingga saat ini Diabetes Melitus masih menjadi tantangan bagi
masyarakat dunia dan praktisi kesehatan khususnya untuk mencari jalan keluar
dan usahan terapi terbaik untuk mengembalikan fungsi fisiologis tubuh penderita
Diabetes Melitus.
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 54 tahun
c. Tanggal Lahir : 23 Juni 1964
d. Jenis Kelamin : Perempuan
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
g. Alamat : Tegal Rejo, Muara Enim
h. No. Med Rec/ Reg : 118282
i. Tanggal masuk RS : 12 September 2018
II. ANAMNESIS
(dilakukan autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan anak pasien pada 17
September 2018, pukul 10.00 WIB)
KeluhanUtama
Jempol kaki yang menghitam sejak 1 minggu SMRS.
3
hangat setiap hari. Pasien juga mengeluh kadar gula darah tetap tinggi, + 300 mg/dL. Pasien
belum berobat.
+ 1 minggu SMRS jempol kaki menghitam, bengkak (+), nyeri (+), darah (+), sekret
(-), keram (-). Punggung kaki juga membengkak dan terdapat kemerahan. Demam (-),
pandangan kabur (-). Pasien dibawa ke IGD RSUD HM Rabain, Muara Enim dengan jempol
kaki bengkak (+), nyeri (+), darah (+), sekret (+).
Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat amlodipine dan metformin namun tidak teratur
Riwayat penggunaan kontrasepsi disangkal
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok disangkal
4
8. Tinggi badan : 156cm
9. IMT : 23,8
10. Status gizi : Risiko obesitas
b. Keadaan Spesifik
1. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, alopesia tidak
ada.
2. Mata
Edema palpebra tidak ada, konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, Refleks Cahaya (+/+).
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi lapang, sekret (-),
epistaksis (-).
4. Mulut
Bibir kering, sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah berselaput (-), atrofi
papil (-), Tonsil normal, faring hiperemis (-)
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri tekan
mastoid (-)
6. Leher
JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
7. Thoraks
Inspeksi : Simetris, venektasi (-), retraksi (-), scar (-)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis, simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : vesikuler (+) Normal, ronkhi (-), wheezing (-)
5
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : Batas jantung atas ICS II sinistra
Batas jantung kiri linea aksilaris anterior ICS V sinistra
Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra ICS VI
Auskultasi : HR = 76 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : cembung, ascites (-), venektasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-) di seluruh region abdomen, hepar,
lien tidak teraba.
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
9. Genitalia : Tidak diperiksa
10. Ekstremitas : Akral hangat (+), palmar pucat (-)
Status lokalis: Pada digiti I pedis dextra tampak jaringan nekrotik,
ukuran 3x3 cm, bau (+), pus (+), edema (+), eritema (+), nyeri (+),
teraba hangat (+)
6
A B
Gambar 1. Regio digiti 1 tampak jaringan nekrotik, ukuran 3x3 cm, pus (+), edema (+), eritema (+)
7
Trombosit 505.000 mm3 150.000-400.000
Bleeding Time 3 menit 1-7
Clothing Time 7 menit 5-15
Hematokrit 35 % L 40-50, P 37-42
BSS 569 mg/dL 76-115
Ureum 16 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,8 mg/dL L 0,9-1,3, P 0,6-1,1
HbsAg Non-reaktif negatif
b. EKG
8
c. X-ray
9
V. Diagnosis
Ulkus diabetikum wagner III pada pedis dextra + DM tipe 2 + osteomielitis
IX. Tatalaksana
Non Farmakologis
– Perawatan kaki diabetik
– Edukasi
– Kebutuhan energi 1260 kkal (189 kkal protein, 315 kkal lemak, 756 kkal
karbohidrat)
– Dianjurkan mengkonsumsi serat sebanyak 25gram/hari
Farmakologis
Kurva BSS
IVFD RL gtt xx/m
Inj. Cefoperazone 2x1gr
Inj Dexketoprofen 1x1 amp
Insulin basal 1x18iu Insulin regular 3x16iu
Amikasin 1x250mg
Miniaspi 1x80mg
Metformin 3x500mg
10
X. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
XI. Follow Up
Tanggal 15 September 2018
S Nyeri pada kaki kanan (+)
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 78 x/menit irama reguler, isi cukup, dan
tegangan cukup.
Pernapasan 20 x/ menit
Temperatur 36,5 oC
Keadaan spesifik
BSS 310mg/dL
Kepala Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak
mudah dicabut, alopesia tidak ada.
11
Abdomen Inspeksi: cembung, ascites (-), venektasi (-)
Palpasi: nyeri tekan (-), hepar, lien, ginjal tidak
dapat dinilai.
Perkusi: timpani di seluruh region abdomen
Auskultasi: Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral hangat (+), palmar pucat (-)
Status lokalis: Pada digiti I pedis dextra tampak
jaringan nekrotik, ukuran 3x3 cm, bau (+), pus
(+), edema (+), eritema (+), nyeri (+), teraba
hangat (+)
12
Keadaan spesifik
BSS 383 mg/dL
Kepala Normosefali, simetris, warna rambut hitam, tidak
mudah dicabut, alopesia tidak ada.
Ekstremitas
Akral hangat (+), palmar pucat (-)
Status lokalis: Pada digiti I pedis dextra tampak
jaringan nekrotik, ukuran 3x3 cm, bau (+), pus
(+), edema (+), eritema (+), nyeri (+), teraba
hangat (+)
A Ulkus diabetikum wagner III pedis dextra + DM
tipe 2 + osteomielitis
P Non Farmakologis
Perawatan kaki diabetik dengan luka
13
Edukasi
Kebutuhan energi 1260 kkal (189 kkal
protein, 315 kkal lemak, 756 kkal
karbohidrat)
Dianjurkan mengkonsumsi serat sebanyak
25gram/hari
Farmakologis
Kurva BSS
IVFD RL gtt xx/m
Inj. Cefoperazone 2x1gr
Inj Dexketoprofen 1x1 amp
Insulin basal 1x22iu Insulin regular
3x20iu
Amikasin 1x250mg
Miniaspi 1x80mg
Metformin 3x500mg
Konsul bedah untuk debridemen dan
amputasi
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan suatu kondisi hiperinsulinemia tubuh
akan tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena
terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor
insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah)
akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin
lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya
glukosa.Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya
asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan
sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis
setelah terjadi komplikasi (American Diabetes Association 2010).
10
15
11
3.3 Epidemiologi
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa klit putih berkisar antara 3%-6% dari
jumlah penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat cepat
dalam 10 tahun terakhir. Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat dari
6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun 2010. Di
Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali di beberapa
tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%. Pada tahun 2006,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
bekerja sama dengan bidang penelitian dan badan pengembangan kesehatan
melakukan survei di Jakarta melibatkan 1591 subyek. Hasil dari survei tersebut
melaporkan prevalensi DM di lima wilayah DKI Jakarta sebesar 12,1%. Sebesar
3% yang sudah terdeteksi dan 11,2% yang belum terdeteksi hal ini membuktikan
kejadian DM yang belum terdiagnosis hampir 3x lipat.
11
12
3.4 Diagnosis
Diagnosis DM bergantung pada pemeriksaan glukosa darah. PERKENI
membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya
gejala khas DM dan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, pruritus vulva, dan disfungsi ereksi pada
pria. Pemeriksaan glukosa darah dapat dilakukan dua kali jika terdapat gejala
tidak khas dari DM.
12
13
TTGO
DM Normal TGT
3.5 Komplikasi
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi
vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika
Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD),
nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness.
Sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama
setelah ditemukannya insulin, angka kematian penderita diabetes akibat
komplikasi akut bisa menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes
lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis yang
dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah:
13
14
14
15
15
16
3.5.5 Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2)
berkisar 1.0% s/d 11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5%
dalam penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi
stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar
4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2.
3.5.6 Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan
keluhanyang dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan
ginjal. Namun, harus diingat hipertensi dapat memicu terjadinya
serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Risiko
serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila
penderita diabetes juga terkena hipertensi.
16
17
17
18
3.5.10 Infeksi
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan
tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga
penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah
mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru- paru, kulit, kaki,
kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi
juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan
penderita terhadap adanya infeksi.
3.6 Penatalaksanaan
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi
pada DM tipe-2, dan sebagian besar mengenai organ vital yang
dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi agresif
untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko
kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan
DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu:
edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi
farmakologis.
A. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan
18
19
C. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-
masing selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan
yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda
dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas
19
20
insulin.
D. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang
saat ini ada antara lain:
1. OBAT HIPOGLIKEMIK
ORAL (OHO)
a. Biguanid
• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.
• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya
terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin,
dan menurunkan produksi glukosa hati.
• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes
20
21
b. Tiazolidindion
Penghambat
glukoneogenesis
: Biguanid
(Metformin).
• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga
mengurangi produksi glukosa hati.
• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal
dengan kreatinin serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta
pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada sepsis
• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti
golongan sulfonylurea.
• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual)
namun bisa diatasi dengan pemberian sesudah makan.
Penghambat
glukosidase
alfa : Acarbose
• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
seperti golongan sulfonilurea.
• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu
21
22
II. OBA
T
SUNTI
KAN
Insulin
a. Insulin kerja cepat
b. Insulin kerja pendek
c. Insulin kerja menengah
d. Insulin kerja panjang
e. Insulin campuran tetap
22
23
23
24
Kriteria pengendalian DM
Untuk mencegah komplikasi kronik, diperlukan
pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran terapi.
Diabetes dinyatakan terkendali baik bila kadar glukosa darah, A1c
dan lipid mencapai target sasaran.
24
25
25
26
26
27
C. Klasifikasi Liverpool
27
28
Infection
1 : No symptoms or signs of infection
2 : Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 : Erythema > 2 cm or infection involving
subcutaneous structure, no systemic sign of inflammatory
response
4 : Infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis,
shift to the left metabolic instability, hypotension, azotemia
Impaired sensation
1 = Absent
2 = Present
28
29
3.3 Diagnosis
Diagnosis kaki diabetes meliputi :
1. Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka / ulkus pada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi / rasa
berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis
menurun atau hilang.
2 Pemeriksaan Penunjang :
X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan
menentukan kuman penyebabnya
29
30
30
31
31
32
BAB IV
ANALISIS KASUS
32
33
33
34
Pasien juga diberi terapi berupa cefoperazone dengan dosis 2x1 gr.
Cefoperazone diberikan karena pasien memiliki kecenderungan terjadinya infeksi,
dimana cefoperazone bekerja dengan cara mengahmbat sintesis dinding sel bakteri
dengan cara berikatan pada satu atau lebih Penicillin Binding Protein (PBP) yang
kemudian menghambat tahap terakhir transpeptidase dari sintesis peptidoglikan,
sehingga dinding sel bakteri akan lisis karena aktivitas autolysis enzim dinding sel
dan penghentian pembentukan dinsing sel.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada kaki, sehingga diberikan terapi
deksketoprofen dengan dosis 1x1 amp (50mg/2ml). Deksketoprofen berhubungan
dengan pengurangan sintesis prostaglandin dengan menghambat aktivitas cox1
dan cox2.
Pasien juga mengalami infeksi yang mengenai jaringan tulang. Hal
tersebut merupakan infeksi serius yang merupakan indikasi untuk pemberian
amikasin dengan dosis 1x250mg. Dimana amikasin bekerja dengan menghambat
sintesis bakteri dengan mengikat 30 strain subunit ribosom.
Selain itu, pasien juga memiliki riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol,
sehingga perlu diberikan anti platelet untuk mencegah terjadinya pembentukan
thrombus pada arteri. Oleh karena itu pasien diberikan miniaspi dengan dosis
1x80 mg.
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang dapat kembali berulang,
namun dengan edukasi yang baik dan pengobatan yang adekuat dapat membuat
kondisi tersebut menjadi terkontrol, sehingga prognosis quo ad vitam dan
sanationam pada pasien ini dubia ad bonam. Namun, pada pasien ini sudah terjadi
komplikasi ulkus diabetikum wagner III dan osteomyelitis maka diperlukan
tindakan amputasi, sehingga prognosis quo ad functionam pada pasien ini dubia
ad malam.
34
35
DAFTAR PUSTAKA
35
36
Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi ke IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. Jakarta. 2006: 610-14.
36