Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dewasa ini tidak terlepas dari peran
ilmu. Bahkan perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring
dengan sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Tahap-tahap itu kita menyebut dalam konteks
ini sebagai priodesasi sejarah perkembangan ilmu; sejak dari zaman klasik, zaman pertengahan,
zaman modern dan zaman kontemporer.
Kemajuan ilmu dan teknologi dari masa ke masa ibarat mata rantai yang tidak terputus
satu sama lain. Hal-hal baru yang ditemukan suatu masa menjadi unsur penting bagi penemuan-
penemuan lainnya di masa berikutnya. Satu hal yang tak sulit untuk disepakati, bahwa hampir
semua sisi kehidupan manusia modern telah disentuh oleh berbagai efek perkembangan ilmu dan
teknologi, sektor ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, sosial dan budaya, komunikasi dan
transportasi, pendidikan, seni, kesehatan, dan lain-lain, semuanya membututuhkan dan mendapat
sentuhan teknologi.
Semua kemajuan tersebut adalah buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang tak
pernah surut dari pengkajian manusia. Pengetahuan berawal dari rasa ingin tahu kemudian
seterusnya berkembang menjadi tahu. Manusia mampu mengembangkan pengetehuan
disebabkan oleh dua hal utama; yakni, pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut.
Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat
adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu.
Oleh karena itu, permasalahan tersebut perlu diuraikan lebih lanjut melalui tema : “Landasan
Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Dalam Filsafat Ilmu”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan landasan ontologi?


2. Apa yang dimaksud dengan landasan epistemologi?
3. Apa yang dimaksud dengan landasan aksiologi?
4. Bagaimana hubungan antara ketiga landasan tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

LANDASAN ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI


DALAM FILSAFAT ILMU

A. Landasan Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada.
Dari aliran ini muncul empat macam aliran filsafat, yaitu : (1) aliran Materialisme; (2) aliran
Idealisme; (3) aliran Dualisme; (4) aliran Agnoticisme.
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang
ontologi. Dalam persolan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan
hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam
kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang
berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang
mungkin adalah realitas; realita adalah ke-real-an, riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi
hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang
menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang
menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi
benda. Kata ontologis berasal dari perkataan Yunani; On = being, dan logos = logic. Jadi
ontologi adalah the theory of being qua being ( teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).
Sedangkan pengertian ontologis menurut istilah , sebagaimana dikemukakan oleh S.
Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi membahas apa yang
ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian
mengenai teori tentang “ada”. Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan
logika mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi) dapat dikatakana ada; dalam kerangka
tradisional ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada,
sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai
apayangada.
Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. Untuk
menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya
Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan
metafisika khusus. Metrafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang
metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta.
Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia.
Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran
sebagai berikut :
1. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa
materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri
sendiri. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini
kemudian terebagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme.
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran
ini sering juga disebut dengan naturalisme. Mernurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan
dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah
merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses
gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu. Alasan mengapa aliran ini
berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat adalah:

 Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan
kebenaran terakhir.
 Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
 Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.

Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol
dalam peristiwa ini.
Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan
Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan haklekat
adalah benda.
b. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba cita sedang
spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir
dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua
berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau sebangsanya
adalah:

 Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan
manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah
badannya bayangan atau penjelmaan.
 Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.
 Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi
itu saja.
 Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori
idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal
dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan
saja dari alam ide itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud
sesuatu.

2. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh
sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul
bukan karena materi. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah
dalam menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi dapat
kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan sehat kelihatannya.
Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh dengan duka dan kesedihan biasanya badanpun
ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang tersebut.
Aliran dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Sama-sama
hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan
abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas
tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah
Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua
hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).

3.Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.


Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya
nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and Religion dikataka sebagai paham yang
menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua
entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang
menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api,
dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). Kelahiran New York
dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of
Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat
tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.

3. Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sdebuah doktrin
yang tidak mengakui validitas alternatif positif. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Fredrich
Nietzsche (1844-1900 M). Dilahirkan di Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam
pandangannya bahwa “Allah sudah mati”, Allah Kristiani dengan segala perintah dan
larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia. Dan pada kenyataannya moral di Eropa sebagian besar masih bersandar
pada nilai-nilai kristiani. Tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap.
Dengan demikian ia sendiri harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan nilai-nilai baru,
dengan transvaluasi semua nilai.

5. Agnotisisme

adalah paham yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat
sesuatu dibalik kenyataannya. Manusia tidak mungkinmengetahui hakikat batu, air, api dan
sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manuisa sangat terbatas dan tidak mungkin
tahu apa hakikat tentang sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui hakikat benda. Baik
hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri
dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak
yang bersifat trancedent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-
tokohnya seperti, Sren Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-
1855) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme menyatakan,
manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama
sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.

Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan


manusia mengetahui hakikat benda materi maupun rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme
yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan
menyerah sama sekali.

B. Landasan Epistemologi
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of knowledge). Secara etomologi,
istilah etomologi berasal dari kata Yunani episteme = pengetahuan dan logos = teori.
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam metafisika, pertanyaan
pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah
“apa yang dapat saya ketahui?”
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:

(1) Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?

(2) Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?

(3) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?

(4) Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman) dengan

pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).

Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tatacara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal
(Verstand), akal budi (Vernunft), pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman,
intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologik, sehingga dikenal dengan
adanya model-model epiostemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau
rasinalisme kritis, positivisme, fenomonologis dengan berbagai variasinya. Pengetahuan yang
diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam
teori pengetahuan, di antaranya adalah:

1. Metode Induktif

Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan hasil observasi


disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-
pernyataan tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.

Dalam induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain,
seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak dari teori
ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di
atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut sintetik.

2. Metode Deduktif

Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif
ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan
bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah,
ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan menerapkan
secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.

3. Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa
yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan segala uraian/persoalan
di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, iamenolak metafisika. Apa yang diketahui secara
positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.

4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan
sutu kemampuanakal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini
bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.

5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini
dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan,
juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.

C. Landasan Aksiologi
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos
yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan
suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-
manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari
tingkah laku manusia baik buruk. Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.

Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang
muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala
hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan
apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan
berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil
nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Nilai
objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme. Objektivisme ini
beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar
secara realitas benar-benar ada.

Nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorang ilmuwan harus bebas dalam menentukan topik
penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Kebebasan inilah yang nantinya akan
dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju
pada kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya
menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-nilai subjektif, seperti; agama, adat
istiadat.

Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa berdampak positif dan
negatif. Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan pendapat. Golongan pertama berpendapat
mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada
orang lain untuk menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya haruslah
berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai ukuran kepatutannya.
D. Hubungan Antara Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam
Filsafat Ilmu

Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang memberikan gambaran
yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi bila pengertian ini dikaitkan dengan
berbagai aspek dalam suatu kegiatan keilmuan, misalnya matematika, logika, penelitian dan
sebagainya. Apakah bedanya ilmu pengetahuan [science] dengan pengetahuan [knowledge] ?
Apakah karakter ilmu ? apakah keguanaan ilmu ? Apakah perbedaan ilmu alam dengan ilmu
sosial ? apakah peranan logika ? Dimanakah letak pentingnya penelitian ? apakah yang disebut
metode penelitian? Apakah fungsi bahasa ? Apakah hubungan etika dengan ilmu.

Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah yang menyebabkan
manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir untuk dapat menjawab dan
mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling sumir/ringan hingga masalah yang sangat
"Sophisticated"/sangat muskil.

Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak pemikiran


tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan [knowledge].
Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek.
Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika". Meskipun nampak
banyaknya serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia
untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga landasan pokok yakni : Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi.

a. Landasan Ontologi
Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin diketahui oleh
ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?
Suatu pertanyaan:

- Obyek apa yang ditelaah ilmu ?

- Bagaiman wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?

- Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia [seperti berpikir, merasa
dan mengindera] yang membuahkan pengetahuan.
[inilah yang mendasari Ontologi].

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan


yang paling kuno. Awal mula alam pikiran orang Barat sudah menunjukkan munculnya
perenungan di bidang ontologi. Pada dasarnya tidak ada pilihan bagi setiap orang pemilihan
antara “kenampakan”[appearance] dan “kenyataan”[reality]. Ontologi menggambarkan istilah-
istilah seperti: “yang ada”[being], ”kenyataan” [reality], “eksistensi”[existence], ”perubahan”
[change], “tunggal”[one]dan“jamak”[many].
Ontologi merupakan ilmu hakikat, dan yang dimasalahkan oleh ontologi adalah: ”
Apakah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ”rahasia alam” di balik realita itu?
Ontologi membahas bidang kajian ilmu atau obyek ilmu. Penentuan obyek ilmu diawali dari
subyeknya. Yang dimaksud dengan subyek adalah pelaku ilmu. Subyek dari ilmu adalah
manusia; bagian manusia paling berperan adalah daya pikirnya.
Adapun yang menjadi dasar ontologi adalah “Apakah yang ingin diketahui ilmu atau apakah
yang menjadi bidang telaah ilmu?”. Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat
empiris, mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia atau
yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan pancainderanya. Ruang
lingkup kemampuan pancaindera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu
pancaindera tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia empiris.

Dengan demikian obyek ilmu adalah dunia pengalaman indrawi. Ilmu membatasi diri
hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini
pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu sebab
kejadian alam sesungguhnya sangat kompleks. Ilmu tidak bermaksud "memotret" atau
"mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan mengabstaraksikannya kedalam bahasa keilmuan.
Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri pada hal-hal yang
asasi. Atau dengan perkataan lain, proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris
tertentu, menjangkau lebih jauh dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya yaitu
kemungkinan-kemungkinan yang dapat diperkirakan melalui kenyataan-kenyataan iru. Disinilah
manusia melakukan transendensi terhadap realitas.
Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian [asumsi] mengenai
obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumstif inilah yang memberi arah dan
landasan bagi kegiatan penelaahan kita.

Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :

- Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan
satu sama lain misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan
pendekatan keilmuan pertama terhadap obyek.

- Asumsi kedua : Asumsi ini menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam
jangka waktu tertentu (tidak absolut tapi relatif ). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari
tingkah laku suatu obyek dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang
relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu.
Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap obyek
yang sedang diselidiki.

- Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang
bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan
urutan/sekuensial kejadian yang sama. Misalnya langit ,mendung maka turunlah hujan.
Hubungan sebab akibat dalam ilmu tidak bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa "X"
mempunyai kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya "Y". Determinisme
dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang [probabilistik]. Statistika
adalah teori peluang.

b. Landasan Epistemologi

Epistemologi mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai pengetahuan[very


possibility of knowledge]. Dalam perkembangannya epistemology menampakkan jarak yang
asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun sebenarnya terdapat kecenderungan
beriringan. Landasanepistemology tercermin secara operasional dalam metode ilmiah . Pada
dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan
dengan berdasarkan :
1. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan
pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;

2. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan melakukan
verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara factual.
Suatu Pertanyaan :

- Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?


- Bagaimana prosedurnya ?

- Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?

- Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?

- Apakah kriterianya ?

- Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang

berupa ilmu ?

Inilah kajian epistemology

DASAR EPISTEMOLOGI ILMU

Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang
terlibat dalam usaha kita memperoleh pengetahuan.

Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan
metode keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam
mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan
pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut
keilmuan.

Hakikat keilmuan tidak berhubungan dengan "titel" atau "gelar akademik", profesi atau
kedudukan, hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut persyaratan
keilmuan.

b. Landasan Aksiologi
Permasalahan aksiologi meliputi sifat nilai, tipe nilai, kriteria nilai, status metafisika nilai.
Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat
dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya
dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dan dipergunakan
secara komunal dan universal.

Suatu pertanyaan :

- Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?

- Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?


- Bagaimana kaitan atau hubungan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?.

Pertanyaan-pertanyaan di atas, merupakan bagian dari makna pengkajian aksiologi


terhadap hasil akhir pencapaian suatu telaah ilmu pengetahuan, dengan tujuan untuk memberikan
hasil yang terbaik bagi manfaat yang dapat memberikan kemaslahatan bagi umat manusia.
BAB III
KESIMPULAN

Pengkajian terhadap suatu bidang pengetahuan harus dibangun dari fondasi filsafat yang
kuat, jelas, terarah, sistematis, berdasarkan norma-norma keilmuan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Filsafat ilmu merupakan kajian yang dilakukan secara mendalam
mengenai dasar-dasar ilmu. Pendekatan yang digunakan dalam menguak landasan-landasan atau
dasar-dasar ilmu adalah melalui tiga hal.
Pertama, pendekatan ontologi, yaitu ilmu yang mengkaji tentang hakikat. Teori hakikat
pertama kali dikemukakan oleh filsuf Thales yang mengatakan bahwa hakikat segala sesuatu itu
adalah air. Kemudian dalam perkembangannya, bermuncullah paham-paham tentang ontologi
meliputi monoisme, dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnotisisme.
Kedua, pendekatan epistemologi, yaitu cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam menemukan sumber
pengetahuan itu terdapat beberapa metode yaitu induktif, deduktif, positivisme, kontemplatif,
dan dialektis.
Ketiga, pendekatan aksiologi, yaitu teori tentang nilai (etika dan estetika). Pada
adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan
sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dan kesejahteraannya dengan menitik
beratkan pada kodrat dan martabat manusia itu sendiri, maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh
disusun dan dipergunakan secara komunal dan universal.
Ketiga pendekatan ini harus bisa menjawab hal-hal berikut :
Bagaimana hakikat dari sesuatu yang ditelaah?
Bagaimana cara-cara memahami pengetahuan, langkah-langkahnya, sumbernya dan
metodologinya?
Bagaimana urgensi, nilai dan kegunaan dari sesuatu itu?
Ke tiga landasan di atas merupakan dasar pijakan yang sangat penting untuk dipahami dalam
mendalami dasar-dasar segala ilmu pengetahuan. Karena ke tiganya saling berkaitan erat satu
sama lain sebagai titik tolak dalam pencapaian kajian hakekat kebenaran ilmu.
DAFTAR PUSTAKA

Juhaya S. Praja, Prof. Dr. Aliran-aliran dalam Filsafat dan Etika. (2005). Jakarta : Prenada
Media.
Tafsir, A. (2002). Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
S. Suriasumatri, J. (2003). Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Kebung, K. (2008). Filsafat dan Perwujudan Diri; Belajar Filsafat dan Berfilsafat.
Sonny Keraf, A & Dua, M. (2001). Ilmu Pengetahuan, Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta:
Kanisius.
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

MAKALAH FILSAFAT DAN KONSEP TEKNOLOGI

“Antologi,epistimologi,aksiologi ilmu (sains)”

OLEH

REZA ZULFAKAR

F1B214040

KENDARI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kesehatan dan
kekuatan serta rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Filsafat Sains dan Konsep Teknologi ini, dengan inti materi “Ontologi,
Epistemologi Dan Aksiologi Ilmu (sains)”

Penyusunan makalah ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai


pihak, terutama kepada dosen yang penulis hormati Dr. Ida Usman., M.Si selaku
dosen pembimbing, Selain itu, bantuan dari teman-teman yang telah membantu, baik

moril maupun material. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-

banyaknya.

Harapan penulis semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk

maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Dalam pembuatan

makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang

penulisi miliki sangat terbatas. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada para

pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini dan akhirya penulis ucapkan

se.

Kendari, Juni 2017

Penulis

Anda mungkin juga menyukai