Anda di halaman 1dari 26

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALUOLEO
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN JURNALISTIK
MAKALAH
TUGAS UAS BAHASA INDONESIA

OLEH :
MUHAMAD ERFIN
C1d316091

KENDARI
2016

KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat dan hidayah serta atas kehadirat Allah SWT atas
limpahan karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah
ini, dan tak lupa saya panjatkan Doa bagi junjungan kita Nabi besar
Muhammad Saw., dan para sahabatnya serta para ulama zuama semoga
diberkahi. Amin
Makalah ini berjudul Tentang batuan karbonat yang memuat tentang
Serangkaian konsep membuat metode penambangan batu gamping
dalam pemanfaatan batu gamping dan membuat teknologi pemanfaatan
batu gamping itu sendiri dan lain-lain.
Sesungguhnya Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu
saya memperkenankan teman-teman dan para pembaca memberikan kritik
dan

saran

yang

sifatnya

membangun

guna

melengkapi

dan

menyempurnakan pembuatan makalah saya berikutnya. Sekian dan


terima kasih.
Kendari , 2
desember 2016

Penyusun

DAFTAR ISI

halaman
KATA
PENGANTAR ...............................................................................................
i
DAFTAR
ISI ............................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................
1.1 .
Latar
Belakang ..........................................................................................
1.2 .
Rumusan
Masalah ...................................................................................

1
2

1.3 .
Tujuan
Masalah .......................................................................................
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA ................................................................................
2.1 . Pengertian batu gamping
........................

2.2 .
4

Industri kaca .....................................................................

2.3 .
6

Industri semen. ..

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Metode pen ambangan batu
gamping.. 7

3.2

Teknologi dalam pemanfaatan batu gamping dalam industry kaca

dan industi
semen.

3.2.1
industri
kaca 9
3.2.2
Industri
semen 10
BAB IV

KESIMPULAN

DAFTAR
PUSTAKA ..............................................................................................

iii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Batugamping merupakan salah satu bahan galian industri yang potensi batuannya
banyak terdapat di Indonesia. Pegunungan kapur di Indonesia menyebar dari barat ke timur
mulai dari pegunungan di Jawa Tengah hingga ke Jawa Timur, Madura, Sumatra, dan Irian
Jaya. Tingginya potensi batugamping dan penambangan yang dilakukan secara besar-besaran
kurang diikuti dengan perhatian yang lebih terhadap dampak lingkungan sekitar dan juga
rendahnya nilai jual batugamping yang ditambang tidak meningkatkan taraf hidup
masyarakat sekitar.
Secara umum segala benda yang ada di rumah, di kantor (segala produk pabrik)
membutuhkan batugamping dengan fase tertentu baik langsung maupun tidak langsung, baik
sebagai proses primer maupun sebagai bahan tambahan. Begitu banyaknya hasil olahan
pabrik yang membutuhkan batugamping menunjukkan bahwasanya peran batugamping
dalam proses industri sangatlah penting. Mulai dari bahan campuran semen, kaca, dan lain
sebagainya.
Ketersediaan batugamping yang melimpah dapat dikatakan 3,5 - 4% elemen di bumi
adalah kalsium, dan 2% terdiri dari magnesium. Dari keseluruhan, ketersediaan kalsium
menempati urutan kelima setelah oksigen, silikon, alumunium, dan besi. Ketersediaan
batugamping yang melimpah ini merupakan potensi yang besar terhadap pengembangan
industri lebih lanjut.
Bahan galian industri yang konsumsi sangat dibutuhkan adalah batugamping.
Batugamping atau batukapur merupakan salah satu bahan galian industri yang banyak
digunakan sebagai bahan baku industri. Penggunaan dan pemanfaatan batugamping sebagai
bahan baku industri terutama sangat ditentukan oleh sifat fisik dan kimianya. Dalam

pemanfaatannya batugamping digunakan sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan
baku tambahan pada proses produksi dalam industri.
Di sektor industri laju pertumbuhan setiap tahunnya berkisar 10,45 persen, industri
semen merupakan industri pemakai utama batugamping, tercatat sekitar 86,84 persen jumlah
konsumsi batugamping diserap oleh industri semen. Diperkirakan pada tahun-tahun
mendatang penggunaan batugamping akan semakin meningkat dengan kuantitas yang cukup
besar, baik di sektor industri, konstruksi/jalan maupun di sektor pertania

1.2

Rumusan Masalah
Kebutuhan manusia dan industry terhadap batu gamping sangat banyak ,Baik bahan

baku utama juga sebagai bahan campuran terhadap industry,


1. Bagaimana metode penambangan pemanfaatan batu gamping ?
2. teknologi apa dalam pemanfaatan batu gamping ?
1.3
Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui mengetahui metode penambangan pemanfaatan batu gamping sebagai
kebutuhan industri, diantaranya yaitu : industri Kaca , semen .dan lai-lain.
2. Untuk mengetahui teknologi yang di gunakan dalam pemanfaatan batugamping industry
kaca dan industri semen terhadap kebutuhan industri tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Batu gamping

Batugamping pada umumnya adalah bukan terbentuk dari batuan sediment


seperti yang kita kira, tidak juga terbentuk dari clay dan sand, tetapi terbentuk dari batu-

batuan bahkan juga terbentuk dari kerangka calcite yang berasal dari organisme microscopic
di laut dangkal. Pulau Bahama adalah sebagai contoh dari daerah dimana proses ini masih
terus berlangsung hingga sekarang. Sebagian perlapisan batugamping hampir murni terdiri
dari kalsit, dan pada perlapisan yang lain terdapat sejumlah kandungan silt atau clay yang
membantu ketahanan dari batugamping tersebut terhadap cuaca. Lapisan gelap pada bagian
atas mengandung sejumlah besar fraksi dari silikat yang terbentuk dari kerangka mikrofosil,
di mana lapisan pada bagian ini lebih tahan terhadap cuaca.Batugamping dapat terlarutkan
oleh air hujan lebih mudah dibandingkan dengan batuan yang lainnya. Air hujan mengandung
sejumlah kecil dari karbon dioksida selama perjalanannya di udara, dan hal tersebut
mengubah air hujan menjadi bersifat asam. Kalsit adalah sangat reaktif terhadap asam. Hal
tersebut menjelaskan mengapa goa-goa bawah tanah cenderung untuk terbentuk pada daerah
yang banyak mengandung batugamping, dan juga menjelaskan mengapa bangunan bangunan
yang terbuat dari bahan batugamping rentan terhadap air hujan yang mengandung asam. Pada
daerah tropis, batugamping terbentuk menjadi batuan yang kuat membentuk sejumlah
pegunungan-pegunungan batugamping yang indah. Diikuti pengaruh pressure yang tinggi,
batugamping termatomorfosakan menjadi batuan metamorf marble. Pada kondisi tertentu,
kalsit yang terdapat di dalam batugamping teral terasi menjadi dolomitatau berubah menjadi
batuan dolomit. Batugamping adalah batuan fosfat yang sebagian besar tersusun oleh mineral
kalsium karbonat (CaCO3). Bahan tambang ini biasa digunakan untuk bahan baku terutama
dalam pembuatan semen abu/Portland (biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester),
industri keramik, obat-obatan, dan lain-lain.
Batugamping (limestone) merupakan batuan sedimen organik klastik. Secara umum
batugamping dikelompokkan berdasarkan mineral utama pembentuk batugamping yaitu kalsit
(calcite (CaCO3) atau dolomite (MgCa(CO3)2. Batugamping secara geologi erat sekali
hubungannya dengan dolomit. Batugamping mungkin berubah menjadi dolomitan (MgO

2,2% s/d 10,9%) atau dolomit (MgO 19,9%) karena pengaruh pelindian (leaching) atau
peresapan unsur magnesium dari air laut ke dalam batugamping tersebut. Di samping itu
dolomit juga diendapkan secara tersendiri atau bersamaan dengan batugamping. Adanya
hubungan yang erat antara batugamping dan dolomit ini, Pettijohn (1949) mengemukakan
tatanama yang dapat dilihat pada (Tabel 3.1)
Batugamping terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik atau secara
kimia. Di alam yang pertamalah yang paling banyak jenis ini bersal dari pengendapan
cangkang kerang dan siput, foraminifera atau ganggang. Selain itu batugamping dapat terdiri
dari kerangka binatang koral, setelah binatang penghuninya mati. Jenis kedua sama
bahannya, hanya berbeda karena terjadi oleh perombakan dari yang pertama yang kemudian
diendapkan tidak jauh dari tempatnya semula. Jenis ketiga terjadi dalam kondisi iklim dan
suasana lingkungan tertentu, dalam air laut maupun air tawar.Selain itu mata air mineral
dapat pula mengendapkan batugamping, yang disebut sebagai endapan sinter kapur.

Tabel. 3.1. Tatanama batugamping sesuai dengan kadar magnesiumnya menurut


Pettijohn (Pettijohn 1949).
N

Kadar MgO

Nama Batuan

Kadar Dolomit (%)

Batugamping

05

0,1 1,1

Batugamping bermagnesium

5 10

1,1 2,2

(%)

Batugamping dolomitan

10 50

2,2 10,9

Dolomit berkalsium

50 90

10,9 19,7

Dolomite

90 100

19,7 21,8

3.

(Sumber : T. Madiadipura, Amir dan Zulfahmi, 1977)


2.1

Industri kaca

Keberadaan Kaca sebagai bahan bangunan telah dikenal dan digunakan sejak
dibutuhkannya bidang transparan yang mampu menyatukan ruang luar dengan ruang dalam,
serta memasukan unsur pencahayaan alami namun tetap menjaga kondisi ruang dalam dari
pengaruh ruang luar. PT. Asahimas Flat Glass Tbk. sebagai perintis industri kaca di Indonesia
sejak tahun 1973, telah ikut serta aktif dalam memenuhi kebutuhan diatas sesuai dengan
lajunya pembangunan di Indonesia.
Pembuatan kaca sendiri berawal dari daerah sekitar Mesopotamia7 ribuan tahun yang lalu.
Benda-benda terbuat dari kaca banyak ditemukan bersamaan dengan perhiasan mewah yang
terbuat dari logam mulia dan batu berharga. Sedangkan kaca sebagai bahan bangunan mulai
digunakan setelah kaca lembaran dapat dibuat secara massal di Roma, yaitu sekitar tahun 30
sebelum masehi sampai dengan tahun 345 masehi dengan teknik yang disebut sebagai teknik
tiup. Meskipun kaca lembaran yang dihasilkan berukuran kecil dan dengan mutu yang kurang
baik, namun teknik tiup ini tetap dipakai hingga abad XVII. Baru pada awal abad XX, teknik
ini mengalami mekanisasi sehingga dapat menghasilkan kaca lembaran yang berukuruan
lebih besar. Metode berikutnya yang dikembangkan adalah suatu proses dimana cairan kaca
yang masih membara ditarik terus menerus dari tungku peleburan melalui sejumlah rol. Kaca

lembaran yang dihasilkan dengan metode ini (Slit Method) memiliki permukaan yang
kurang rata dan menyebabkan distorsi terhadap arah pandangan.
Mutu ini cukup memadai untuk kaca-kaca jendela tapi untuk menghasilkan mutu yang lebih
tinggi, maka kedua permukaan kaca ini perlu dipoles hingga rata, halus dan mengkilap. Hal
ini biasa dilakukan untuk kaca cermin dan berharga sangat mahal. Baru pada tahun 1959,
Pilkington berhasil menciptakan suatu proses baru yang disebut Float Process yang dapat
menghasilkan kaca bermutu prima, kedua permukaannya rata sempurna dan bebas distorsi.
Proses selanjutnya dikembangkan oleh beberapa negara, salah satunya Jepang oleh Asahi
Glass Co., Ltd hingga menjadi suatu teknologi pembuatan kaca lembaran yang sempurna dan
canggih. Dari Asahi Glass Co., Ltd inilah Indonesia mengenal teknologi pembuatan kaca
lembaran dan melalui kerjasama dengan Rodamas Co. Ltd membentuk PT. Asahimas Flat
Glass Tbk. Sebagai perintis indutri kaca pertama di Indonesia.
Perkembangan pembangunan yang semakin pesat dewasa ini. Oleh sebab itu peranan
pabrik kaca di Indonesia makin penting dalammenunjang pembangunan di era
globalisasi. PT. Tossa Shakti Unit Figured Glass telah ikut aktif mengambil peranan
dengan mendirikan pabrik kaca bermotif pertama di Indonesia. PT. Tossa Shakti and
Group di dirikan pada bulan Agustus pada tahun 2000.

2.2 Industri semen


Perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar
cerita tentang kemampuan nenek moyang melekatkan batu-batu raksasa hanya dengan
mengandalkan zat putih telur, ketan atau bahan lainnya. Alhasil berdirilah bangunan
fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun Jembatan di
China yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat, ataupun menggunakan

aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan
kuno yang dijumpai di Pulau Buton. Benar atau tidak, cerita legenda tadi menunjukan
dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang ini,
perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu
vulkanis.
Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli
Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Meski sempat populer di zamannya, nenek
moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul runtuhnya Kerajaan
Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat
menghilang dari peredaran. Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar
tahun 1700-an M), John Smeaton insinyur asal Inggris, menemukan kembali ramuan kuno
berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur
dan tanah liat saat membangun menara SuarEddystone di lepas pantai Cornwall Inggris.
Ironisnya bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen
ini, tapi Joseph Aspdin yang juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak
paten ramuan yang kemudian dia sebut cement portland. Dinamai begitu karena warna hasil
akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland di Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang
sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan. Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh
dengan Smeaton.Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium
karbonat) dan tanah lempung yang banyak mengandung silikat (sejenis mineral berbentuk
pasir), aluminium oksida (alumina), serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan
dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Metode penambangan batu gamping

Quarry adalah system tambang terbuka yang diterapkan untuk


menambang endapan-endapan bahan galian industri atau mineral industri, antara lain:
penambangan batu gamping, marmer, granit, andesit dan sebagainya. Quarry dapat
menghasilkan material atau hasil tambang dalam bentuk loose/broken materials ataupun
dalam bentuk dimensional stones.
Dimensi batuan yang diproduksi pada sistem penambangan quarry, pada umumnya adalah
mineral yang berbentuk prismatik pendek atau balok-balok yang memiliki ukuran dan bentuk
yang kasar. Quarry pada dasarnya sama dengan open pits, namun yang membedakannya
adalah material yang ditambang. Open pit pada dasarnya merupakan tambang terbuka yang
menambang

mineral

logam.Sedangkan

quarry

pada

dasarnya

merupakan

sistem

penambangan terbuka yang menambang mineral non logam atau batuan, contoh material
yang biasanya ditambang pada quarry yaitu : marmer, batu granit, dan masih banyak lagi
yanglainnya.Produk yang dihasilkan pada system quarry pada umumnya merupakan dimensi
batuan nonlogam (Barton, 1968).
Pada umumnya, dimensi batuan granit, marmer, batu gamping, batu pasir, batu ubin besar,
dan slate yang diperkirakan semakin lama semakin turun atau semakin susah untuk dipotong.
Karena kesulitan atau kendala dan biaya yang berasosiasi dengan proses pemotongan batuan,
quarry pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan metode lain di tambang terbuka,
dengan square set stoping, merupakan biaya terbesar dalam penambangan. Quarry juga
memiliki selektifitas yang tinggi, metode dalam skala keci dengan produktifitas yang rendah.

Ada dua istilah yang dipakai pada cara penambangan secara kuari ini, berdasarkan bentuk
yang di hasilkan,yaitu :
Dimension stone, biasa pada penambangan batu mamer, dimana dipergunakan gergaji atau
dengan peledakan khusus, sehingga dihasilkan bongkah-bongkah yang baik dan teratur.
Produksinya sangat selektif dengan jumlah yang terbatas. Pada metode penambangan ini
muka dari jenjang (bench face) adalah hampir vertical.
Broken stone adalah cara penambangan guna menghasilkan batu pecah dan pada umunya
dilakukan dengan cara peledakan. Pada metoda penambangan ini, muka dari jenjang (face
bench) tidak pasti harus vertical, tetap diusahakan.
3.2

Teknologi dalam pemanfaatan batu gamping dalam industri kaca dan industri
semen
3.2.1

Proses Pembuatan Kaca dan teknologinya


Prosedur pembuatan kaca dapat dibagi menjadi enam tahap utama yaitu :

1. Pencampuran bahan baku ( batch plant )


Proses dalam unit batch plant dimulai dari pengambilan bahan baku, yaitu: pasir silica (silica
sand), dolomite, soda ash, feldspar, saltcake, limestone, dan cullet yang diambil dari gudang
diangkut menggunakan dump/truk ke unit batch plant. Sedangkan untuk penambahan coal,
karena jumlah yang digunakan pada satu kali batch hanya sedikit maka penambahan coal
dilakukan secara manual, yaitu dengan memasukkan coal secara langsung ke dalam mixer
pada saat akan terjadi proses mixing. Proses pencampuran bahan baku dimulai dari cullet
pada hopper 1, silica sand pada hopper 2, dolomite pada hopper 3, dan soda ash pada hopper
4. Hopper ini berfungsi untuk menampung sementara bahan baku yang akan diproses. Bahan
baku dimasukkan ke dalam hopper dengan menggunakan dump. Kapasitas dari dump adalah
4 ton dalam satu kali batch dibutuhkan 565 Kg pasir silika. Pada mulut luar bagian bawah

hopper dilengkapi dengan gate (plat) yang berfungsi sebagai pengatur banyaknya silica sand
yang akan dikeluarkan melalui bucket elevator 1. Bucket elevator ini berfungsi untuk
mengangkut silica sand untuk dimasukkan dalam silo 1 yang bekerja secara vertikal. Bucket
elevator yang digunakan ada 4 (empat). Bucket elevator 1 untuk mengangkut cullet dari
hopper ke silo, dimana hopper bagian bawah dilengkapi dengan vibrator saja yang berfungsi
untuk menggetarkan alat sehingga bahan baku dapat turun dan masuk ke bucket elevator.
Untuk bucket elevator 2, 3, dan 4 digunakan untuk mengangkut pasir silika, dolomite, dan
soda ash dari hopper ke silo, yang dilengkapi dengan vibrator dan feeder. Feeder berfungsi
untuk mengatur kecepatan bahan baku yang akan masuk ke bucket elevator.
Untuk bahan baku yang lain seperti saltcake, feldspar, dan limestone dimasukkan ke dalam
hopper setelah terlebih dahulu diangkut menggunakan hoise. Hopper yang digunakan disini
memiliki ukuran yang lebih kecil karena kapasitas bahan baku yang dibutuhkan lebih sedikit
dibandingkan dengan pasir silica, dolomite, soda ash, dan cullet. Kemudian semua bahan
baku akan masuk ke dalam silo masing-masing. Dimana fungsi dari silo adalah sebagai
tempat penampung bahan baku dari hopper sebelum masuk ke buffer hopper.
Di sini menggunakan 6 (enam) silo, silo 1 diisi dengan silica sand, silo 2 diisi dengan
dolomite, silo 3 diisi dengan soda ash, silo 4 diisidengan feldspar, silo 5 diisi dengan
saltcake, dan silo 6 diisi dengan limestone. Untuk Silica sand masuk ke dalam silo 1, pada
silo ini dipasang vibrator yang berfungsi sebagai penggetar silica sand yang terdapat pada
silo 1 agar mudah turun. Di bagian bawah silo terdapat gate yangberfungsi sebagai pengatur
banyaknya pasir silika yang masuk kedalam feeder feeling. Jumlah bahan baku yang masuk
ke dalam feeder feeling jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan feeder discharge. Ini
dimaksudkan agar pada saat penimbangan masih adapasir silika yang tersisa pada feeder
feeling, karena jika tidak terdapatsisa pada feeder feeling maka komputer tidak dapat bekerja.
Kemudianpasir silika masuk ke dalam weight hopper 1 yang dilengkapi dengan Toledo yang

berfungsi untuk menimbang bahan baku sesuai denganjumlah yang diinginkan. Lalu
dikeluarkan melalui feeder discharge. Disini bahan baku sudah sesuai dengan jumlah yang
diinginkan untuk diproses lebih lanjut. Setelah itu pasir silika ditampung dalam buffer hopper
sebelum diproses dalam mixer.
Setelah semua bahan baku sudah tertampung dalam buffer hopper, lalu bahan baku dicampur
dalam mixer 5 menit. Mixing ini bertujuan untuk membuat campuran bahan yang homogen.
Setelah proses mixing selesai, material yang sudah homogen tersebut menuju ke belt
conveyor 1 dan dilanjutkan menuju ke belt conveyor 2. Sedangkan untuk material cullet tidak
dicampur bahan yang lain untuk di mixing, karena komposisi cullet sudah merupakan
campuran dari bahan baku sehingga tidak memerlukan proses mixing lagi. Setelah ditimbang
secara otomatis melalui weighing system, cullet akan dicampur dengan material lain pada saat
seluruh material dikirim ke batch bin dengan belt conveyor 2, Batch bin adalah tempat
penampunangan material yang siap masuk tungku untuk dileburkan. Spesifikasi alat pada
unitbatch plant terdiri dari :
a.

Buffer Hopper, berfungsi sebagai tempat penampungan bahan baku sementara sebelum

masuki ke mixer.
b. Mixer, tipe : QH 500 L, Kapasitas : 500 L, Daya : 15 KW
c. Belt Conveyor 1, tipe : TD 75B650, Panjang : 8,2 m
d. Belt Conveyor 2, tipe : TD 75B650

2.

Proses peleburan (melting process)

Melting adalah bagian yang berfungsi sebagai tempat meleburkan semua


material/bahan baku menjadi molten glass. Unitmelting dimulai dari campuran batch dan
cullet yang diisikan ke batch bin, yang selanjutnya akan menuju ke furnace setelah
ditampung terlebih dahulu dalam dog house yang terdapat pada bibir melter. Penggunaan
cullet dalam proses peleburan ini dimaksudkan untuk menurunkan titik lebur bahan sehingga
dapat menghemat pemakaian bahan bakar. Sebab kalor lebur cullet lebih kecil daripada kalor
lebur batch.Dalam furnace campuran dileburkan dalam temperatur 15300C .Furnace terdiri
dari tiga bagian, yaitu preheating, melting, dan refining. Dalam furnace akan dapat dilihat
jilatan api yang sangat besar, berasal dari burner yang terdapat pada sisi barat dan timur
dinding furnace di PT. Tossa Shakti Unit Figured Galss.
Menggunakan system end port dengan 6 buah burner yang terdiri dari 3 burner di masingmasing sisi. Sistem pembakaran berjalan otomatis, namun tidak kontinyu karena sistem
pengapiannya bergantian antara sisi timur dan sisi barat setiap 20 menit, dengan waktu jeda
(waktu pergantian) sekitar 1 menit.Raw material yang pertama meleleh adalah soda ash, yang
melelehpada suhu 8500C dan selanjutnya diikuti oleh saltcake yang meleleh pada suhu 8940C.
Untuk cairan sodium karbonat selanjutnya bereaksi dengan silika menghasilkan sodium
silikat dan dianggap penambah silika ke dalam cairan kaca akan membebaskan karbon
dioksida, limestone dan dolomite pecah menjadi oksidanya pada temperatur sama dengan
suhu lelehnya soda ash. Karbon ditambahkan pada bacth untuk mereduksi saltcake menjadi
sodium sulfit, reaksi ini membebaskan sulfur oksida (gas). Pembebasan gas yang berlebihan
selama dekomposisi dari bacth mempercepat pencampuran sehingga homogenitas lebih
bagus, yang mana memberi jalan bagi proses pergantian api pembakaran.
Untuk mendapatkan molten glass sehingga kaca yang berproduksi baik, PT. Tossa Shakti
Unit Figured Glass menggunakan bubbler yang cara kerjanya dengan menyemprotkan udara
kering dari dasar furnace di bagian melting yang merupakan bagian bertemperatur tinggi

sehingga terjadi turbulensi yang berfungsi untuk mengaduk serta membebaskan molten glass
dari gelembung udara (bubble) sehingga meningkatkan homogenitas. Setelah itu molten glass
menuju ke area refining, dimana pada area ini molten glass dibebaskan dari bubble dan
temperaturnya diturunkan sampai temperatur pembentukan berkisar 13500C.Area refining
disini, disebut dengan throat.
Regenerator merupakan alat penyimpanan panas hasil pembakaran dari furnace yang mana
tujuannya adalah untuk pre-heater udara yang digunakan pembakaran pada unit
melting.Regenerator diletakkan sebelum melting(end port system). Proses pre-heater terjadi
udara masuk lewati batu-batu magnesium yang disebut dengan checkers yang berfungsi
sebagai penyimpanan panas dari udara yang dihembuskan oleh blower combustion melalui
BK demper. Jadi udara yang akan masuk furnace dipanaskan daluhu oleh regenerator.
Pada saat sisi timur mengadakan pembakaran maka bahan bakar dan udara masuk pada port
neck, dan gas buang sisa pembakaran (fluegas) dikeluarkan melalui cerobong asap (chimney).
Pada saat kisi-kisi regenerator dilewati gas buang, panas yang dibawa olehnya akan disimpan
di checkers yang ada di dalam regenerator sehingga temperatur flue gas akan turun dari
13000C menjadi 3300C,sementara temperatur pada regenerator naik hingga 12000C .
Reaksi yang terjadi dalam pembuatan kaca secara ringkas adalah sebagai berikut:
Na2CO3+aSiO2 Na2O.aSiO2+CO2
CaCO3+bSiO2 CaO.bSiO2+CO2
Na2SO4 + cSiO2 + C Na2O.cSiO2 + SO2 + SO2 + CO

3.

Proses pembentukan (forming process)


Forming adalah proses pembentukan kaca sesuai dengan motif dan ukuran, serta

ketebalan yang diinginkan. Pembentukan pada perubahan fase dari molten glass yang viscous
menjadi bahan padat tanpa mengalami kristalisasi. Untuk kaca jenis float pembentukan kaca
dilakukan dengan mengalirkan cairan kaca di atas permukaan timah. Karena perbedaan

density yang besar membuat kaca terapung dan mengalir di atas timah sembari diberikan
gaya terhadap cairan kaca untuk membentuk ketebalan dan lebar kaca yang dikehendaki.
Pada proses pembentukan kaca jenis figured digunakan mesin forming. Mesin forming
adalah alat yang digunakan untuk mencetak kaca, dimana terdiri dari 2 buah roll pembentuk
kaca, bagian atas roll polos dan bagian bawah roll bermotif dengan diameter 10-21 cm, dan 3
roll kecil / roll transisi dan semua roll ini terbuat dari baja. Jenis motif kaca yang dihasilkan
tergantung dari jenis roll motif yang dipasang pada mesin forming. Adapun ketebalan kaca
(3-8 mm) ditentukan pada setting mesin forming dan kecepatan motor penarik kaca.
4. Proses pendinginan (annealing process)
Kaca yang sudah terbentuk di mesin forming akan dialirkan ke annealing yaitu daerah
yang berfungsi untuk mendinginkan kaca secara perlahan dan bertahap sehingga mencapai
suhu kamar dan kaca sampai benar-benar keras. Tujuan dari pendinginan perlahan ini adalah
untuk mencapai kestabilan molekul-molekul kaca dan menjaga agar kaca tidak getas atau
mudah pecah.
5. Proses pemotongan (cutting process)
Setelah melalui proses annealing, maka kaca siap untuk dipotong atau melalui
processcutting. Kaca akan dipotong dengan variasi ukuran 60, 72, dan 84, serta ketebalan
3 mm dan 5 mm. Pada proses pemotongan digunakan 2 jenis cutter, yaitu:
a.

LCM (Longitudinal Cutting Machine)

Cutter LCM ini merupakan cutting machine yang digunakan untuk memotong kaca bagian
samping.
b. CCB (Cross Cutting Bridge)
Cutter CCB merupakan cutting machine yang digunakan untuk memotong kaca secara
melintang.
6. Pengepakan (packing process)

Unit packing online ini bergegas untuk pengepakan hasil produksi yang sesuai dengan
standar dari Quality Control dan pemesanan.Tugas utamanya adalah memindahkan kaca yang
sudah dipotong dari bagian cutting untuk ditata dengan baik dan dimasukkan ke dalam
peti/pallet sesuai dengan pesanan. Sistem pengepakan di dalam packing online ini akan
dibedakan menjadi dua macam menurut sistem pengepakannya.
a. Packing Local
Sistem pengepakan lokal menggunakan pallet. Pengepakan dengan menggunakan pallet
digunakan untuk pengiriman barang antar kota dalam pulau, antara lain: Jakarta, Bandung,
Jogja, Semarang, Cirebon, dan kota-kota lainnya. Pallet yang digunakan ukurannya
bermacam-macam disesuaikan dengan ukuran kaca. Pallet ini nantinya akan dikembalikan
lagi ke pabrik setelah barang diterima oleh pemesan.
b. Packing Export
Sistem pengepakan export menggunakan peti. Pengepakan dengan menggunakan peti ini
untuk pengiriman barang ke luar negeri dan pengiriman barang ke luar Pulau Jawa. Peti yang
digunakan untuk pengepakan ini tidak akan dikermbalikan lagi ke pabrik. Jenis peti yang
digunakan berbeda-bada ukurannya tergantung ukuran kaca yang akan di packing.
3.2.2

Proses pembuatan industri semen dan teknologi nya


Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :

1. Proses Basah
Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan
diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude
oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM.

2. Proses Kering
Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending kemudian dibakar
dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu :

a.

Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.
b.

Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang

homogen.
c. Proses pembakaran (raw meal)untuk menghasilkan terak (klinker: bahan setengah jadi
yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
d. Proses pendinginan terak.
e. Proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement mill.
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena pembakaran
dengan suhu mencapai 900 0C sehingga menghasilkan : residu (sisa) yang tak larut, sulfur
trioksida, silikat yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium,
alkali, fosfor, dan kapur bebas.

Langkah utama proses produksi semen adalah:

1.

Penggalian : Terdapat dua jenis material yang penting bagi produksi semen yaitu yang

pertama adalah yang kaya akan kapur atau material yang mengandung kapur (calcareous
materials) seperti batugamping, kapur, dan lain-lain, dan yang kedua adalah yang kaya akan
silikat atau material mengandung tanah liat (argillaceous materials) seperti tanah liat.
Batugamping dan tanah liat dikeruk atau diledakkan dari penggalian dan kemudian diangkut
ke alat penghancur.

2.

Penghancuran

Penghancur bertanggung jawab terhadap pengecilan ukuran primer bagi material yang digali.
3.

Pencampuran Awal
Material yang dihancurkan melewati alat analisis on-line untuk menentukan komposisi

tumpukan bahan.

Penghalusan dan Pencampuran bahan baku:


Sebuah belt conveyor mengangkut tumpukan yang sudah dicampur pada tahap awal

ke penampung, dimana perbandingan berat umpan disesuaikan dengan jenis klinker yang
diproduksi. Material kemudian digiling sampai kehalusan yang di inginkan.

Pembakaran dan Pendinginan Klinker


Campuran bahan baku yang sudah tercampur rata diumpankan ke pre-heater, yang

merupakan alat penukar panas yang terdiri dari serangkaian siklon dimana terjadi
perpindahan panas antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas dari kiln yang
berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada preheater ini dan berlanjut dalam kiln,
dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengan sifat seperti semen. Pada kiln yang
bersuhu 1350-1400 C, bahan berubah menjadi bongkahan padat berukuran kecil yang
dikenal dengan sebutan klinker mempunyai kandungan senyawa dilihat pada (Tabel 3.3),
kemudian dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan menurunkan suhu
klinker hingga mencapai 100 C.

Penghalusan Akhir
Dari silo klinker, kemudian klinker dipindahkan ke penampung klinker dengan

dilewatkan timbangan pengumpan, yang akan mengatur perbandingan aliran bahan terhadap
bahan bahan aditif. Pada tahap ini, ditambahkan gipsum ke klinker dan diumpankan ke
mesin penggiling akhir.Campuran klinker dan gipsum untuk semen jenis 1 dan campuran
klinker, gipsum dan posolan untuk semen jenis P dihancurkan dalam sistim tertutup dalam
penggiling akhir untuk mendapatkan kehalusan yang dikehendaki. Semen kemudian dialirkan
dengan pipa menuju silo semen.

Reaksi-reaksi yang terjadi yaitu Reaksi alite dengan air :


2Ca3OSiO4 + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
Reaksi ini relatif cepat, menyebabkan penetapan dan perkembangan penguatan pada
beberapa minggu pertama.
Reaksi dari belite :
2Ca2SiO4 + 4H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
Reaksi ini relatif lambat, dan berperan untuk meningkatkan penguatan setelah satu
minggu.Hidrasi trikalsium aluminat dikontrol oleh penambahan kalsium sulfat, yang dengan
seketika menjadi cairan pada saat penambahan air.Pertama-tama, etringit dibentuk dengan
cepat, menyebabkan hidrasi yang lambat.
Ca3(AlO3)2 + 3CaSO4 + 32H2O Ca6(AlO3)2(SO4)3 .32H2O
Sesudah itu etringit bereaksi secara lambat dengan trikalsium aluminat lebih lanjut untuk
membentuk monosulfat.
Ca6(AlO3)2(SO4)3 .32H2O + Ca3(AlO3)2 + 4H2O 3Ca4(AlO3)2(SO4). 12H2O
Reaksi ini akan sempurna setelah 1-2 hari. Kalsium aluminoferit bereaksi secara
lambat karena adanya hidrasi besi oksida.
2Ca2AlFeO5 + CaSO4 + 16H2O Ca4(AlO3)2 (SO4) .12H2O + Ca(OH)2 + 2Fe(OH)3

Tabel 3.3.Klinker pada Semen


Typical constituents of Portland clinker and Portland cement. Cement
industry style notation in italics:
Klinker

Mass%

Semen

Mass
%

Tricalcium silicate (CaO)3.SiO2, 45-75%

Calcium oxide, 61-67%

C3S

CaO, C

Dicalcium silicate (CaO)2.SiO2, 7-32%

Silicon

C2S

SiO2, S

Tricalcium

aluminate 0-13%

oxide, 19-23%

Aluminium

(CaO)3.Al2O3, C3A

oxide, Al2O3, A

Tetracalcium

Ferric

aluminoferrite 0-18%

(CaO)4.Al2O3.Fe2O3, C4AF
Gypsum CaSO4

2.5-6%

oxide, 0-6%

Fe2O3, F
2-10%

Sulfate

(Sumber : Anonim, 2007)

Sumber : Anonim, 2007)


Gambar 3.1. Skema Produksi Semen

Secara singkat, proses dari pembuatan semen ini adalah semua bahan mentah
dicampurkan, bahan-bahan mentah ini harus bebas debu. Debu yang dihasilkan dari bahan
mentah ini akan ditangkap oleh penangkap debu, agar debu-debu tersebut tidak mencemari

udara. Bahan-bahan ditampung, setelah ditampung, bahan-bahan ini kemudian dimasukkan


ke dalam suspensi pre-heater. Suspensi pre-heater ini berfungsi untuk memanaskan dengan
cara menyemprotkan udara panas. Kemudian bahan-bahan dimasukkan ke dalam rotary kiln
(oven besar yang berputar) dan dibakar pada suhu 1400 C sehingga menghasilkan butiranbutiran kecil berwarna hitam yang disebut klinker (bahan setengah jadi). Klinker kemudian
ditampung di dalam klinkersilo. Dari klinkersilo kemudian dimasuk ke dalam semen mill.
Semen mill ini adalah suatu tempat dimana terjadi proses pencampuran dengan gipsum.
Setelah dari semen mill, masuk ke dalam semen silo. Tahap akhir dari proses pembuatan
semen ini adalah pengepakan, yang selanjutnya semen akan di distribusikan ke pasaran.

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan bab-bab sebelumnya di atas, maka dapat disimpulkan


sebagai berikut :

a. Industri Semen

Batugamping sebagai bahan baku utama dalam industri semen, pemakaian


batugamping dalam pembuatan 1 ton semen diperlukan paling sedikit 1 ton

batugamping.
Industri semen pemakaian batugamping lebih banyak dibandingkan dengan industri
dan kaca.

a. Industri Kaca

Batugamping/dolomitini digunakan untuk memperkuat kaca, mengurangi


terjadinya devitrifikasi (pembentukan kristal), dan untuk memberikan daya

tahan kaca terhadap zat-zat kimia.


Batugamping yang digunakan dalam industri kaca harus memiliki kadar CaO tinggi

atau sama sekali dolomite


Penggunaan batugamping dalam industri kaca masih minor dibandingkan dengan
industri semen.

DAFTAR PUSTAKA
ASTM : C 25-81a, Standard Methods of Chemical Analysis of Limestone, Quicklime, and
Hydrated Lime.1982.
ASTM Designation: C 1301-95 (Reaproveved 2001). Standard Test Method for Major and Trace
Element in Limestone and Lime by ICP and AAS.

Davis, A.E. and Hartati, R.D. 1991. The Preparation of Quality Control Sample for The Analysis
of Sample from Southern Sumatera Geological and Mineral Exploration Project, Laporan Kerja
Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.
ISO GUIDE 33 Uses of Certified Reference Materials, Assessment of Laboratory Performent
with Certified Reference Materials
Kartika, S.H., 2006, Buku Materi Pokok 6 Analisis data Statistik STA
211/III/06.
Maxwell, J. 1981, Rock and Mineral Analysis. Chemical Analysis. Second edition vol. 27. John
Wiley and Sons. Canada.

Anda mungkin juga menyukai