Bab Ii
Bab Ii
LANDASAN TEORI
b. Permanent molds, yang mana terbuat dari logam yang tahan pada
temperature tinggi. Seperti namanya, cetakan ini digunakan berulang-
ulang dan dirancang sedemikian rupa sehingga hasil cetakan dapat
dihilangkan dengan mudah dan cetakan dapat digunakan untuk cetakan
berikutnya. Cetakan logam dapat digunakan kembali karena bersifat
konduktor dan lebih baik daripada cetakan bukan logam yang terbuang
setelah digunakan. sehingga, cetakan padat terkena tingkat yang lebih
tinggi dari pendinginan, yang mempengaruhi sturktur mikro dan ukuran
butir dalam pengecoran.
c. Comosite molds, yang mana terbuat dari dua atau lebih material yang
berbeda (seperti pasir, grafit, dan logam) dengan menggabungkan
keunggulan masing-masing bahan. Pembentuk ini memiliki sifat tetap dan
sebagian dibuang dan digunakan di berbagai proses cetakan untuk
meningkatkan kekuatan pembentuk, mengendalikan laju pendinginan, dan
mengoptimalkan ekonomi keseluruhan proses pengecoran.
2.2.1 Besi
Besi cor (cast Iron) dapat didefinisikan sebagai paduan besi yang memiliki
kadar karbon lebih dari 1,7 %. Umumnya kadar karbon ini berada pada kisaran
antara 2,4 hingga 4 %, merupakan bahan yang relatif mahal, dimana bahan ini
diproduksi dari besi kasar atau besi/baja rosok. Produk besi cor memiliki fungsi
mekanis sangat penting dan diproduksi dalam jumlah besar. Prosesnya sering
dilakukan dengan cara menambahkan unsur graphite ke dalam ladle sebagai
2.2.2 Alumunium
Alumunium casting merupakan suatu cara ( metode ) pembuatan paduan
logam alumunium dengan menggunakan cetakan ( die casting atau sand casting )
dengan cara melebur paduan logam yang kemudian dituang didalam suatu cetakan
sehingga mengalami pendinginan ( solidification ) didalam cetakan. Alumunium
dipilih sebagai bahan dasar casting karena memiliki beberapa sifat, yaitu:
a. Alumunium merupakan unsur dengan massa jenis yang rendah ( 2.7
g/cm³) sehingga dapat menghasilkan paduan yang ringan
b. Temperatur leburnya rendah ( 660,32 ᴼC ) sehingga dapat meminimalkan
energi pemanasan
c. Flowabilitynya baik, kemampuan mengisi rongga – rongga cetakan baik.
Kelemahan dari cetakan basah ini adalah uap lembab dalam pasir dapat
menyebabkan kerusakan pada beberapa coran, tergantung pada logam dan
geometri coran. Untuk komposisi dari cetakan basah ini adalah sebagai
berikut :
Pasir 80-90 %
Bentonit 10-15 %
Air 4-5 %
Bahan Penolong / grafit 2-3 %
Keunggulan dari cetakan kering ini adalah dimensi produk cetak yang lebih
baik. Sedangkan untuk kelemahan dari cetakan kering adalah sebagai berikut :
Lebih mahal dibandingkan dengan cetakan pasir basah
Laju produksi lebih rendah karena dibutuhkan waktu pengeringan
2.5.3 Pola
Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola
dapat dibuat dari kayu, plastic/polimer atau logam. Pemilihan material pola
tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk
cor dan jenis proses pengecoran yang digunakan.
Jenis-jenis pola:
Cawan tuang dibuat untuk memudahkan ketika menuang logam cair dan
untuk mencegah masuknya terak ke dalam cetakan. Saluran penyaring untuk
mencegah masuknya terak atau partikel lainnya masuk ke dalam saluran turun
kedua. Penambah (riser) digunakan ssebagai cadangan logam cair untuk
menutup rongga karena penyusutan. Penyusutan selalu terjadi jika logam
membeku dan apabila penyusutan tidak diatur dengan baik maka bisa
menimbulkan rongga penyusutan yang besar. Umumnya rongga penyusutan
terjadi pada daerah dengan temperatur paling tinggi atau di tempat dimana
terjadi pembekuan paling akhir.
a. Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan pola
atas (cope) yang sudah ada dudukan inti dipermukaan pelat datar tadi.
b. Seperti pada langkah a, untuk cetakan bagian bawah (drag) beserta
sistem saluran.
c. Menyiapkan koak inti (untuk pembuatan inti)
d. Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti setengah
atau paroan inti)
e. Pola atas yang ada dipermukaan pelat datar ditutupi oleh rangka cetak
atas (cope) dan ditambahkan system saluran seperti saluran masuk dan
saluran tambahan (riser). Selanjutnya diisi dengan pasir cetak.
f. Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dan system saluran
dilepaskan dari cetakan
g. Giliran drag diisi pasir cetak setelah menempatkan rangka cetak diatas
pola dan pelat datar.
h. Setelah disi pasir cetak dan dipadatkan, pola dilepaskan dari cetakan
i. Inti ditempatkan pada dudukan inti yang ada pada drag.
Ada dua faktor yang mempengaruhi fluiditas logam cair, yaitu temperatur
dan komposisi unsur. Temperatur penuangan secara teoritis harus sama atau diatas
garis liquidus. Jika temperatur penuangan lebih rendah, kemungkinan besar terjadi
solidifikasi didalam gating sistem dan rongga cetakan tidak terisi penuh. Cacat ini
disebut juga dengan nama misrun. Cacat lain yang bisa terjadi jika temperatur
penuangan terlalu rendah adalah laps dan seams. Yaitu benda cor yang dihasilkan
seakan-akan membentuk alur-alur aliran kontinu logam yang masuk kedalam
rongga cetak, dimana alur satu dengan alur lai berdampingan daya ikatannya tidak
begitu baik. Jika temperatur penuangan terlalu tinggi pasir yang terdapat pada
dinding gating sistem dan rongga cetakan mudah lepas sewaktu bersentuhan
dengan logam cair dan permukaanya menjadi kasar. Terjadi reaksi yang cepat
antara logam tuang, dengan zat padat, cair dan gas diadalam rongga cetakan. Dari
pengujian ini dapat dicari daerah temperatur penuangan yang menghasilkan
produk dengan cacat yang seminim mungkin.
Gambar 2.20. Cacat cetakan rontok Gambar 2.21. Cacat cup terdorong ke atas
Gambar 2.26. Cacat inklusi terak Gambar 2.27. Cacat inklusi pasir