Anda di halaman 1dari 14

TUGAS ARTIKEL

TEKNIK PENULISAN ILMIAH


“Contoh Artikel Semi Ilmiah “

Oleh :
Pipit Dwi Andini
04.1.15.0768
3C

JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN


SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN BOGOR
TAHUN 2018
Memahami Banjir Jakarta
Oleh
Arif Fiyanto

Sekilas sejarah banjir Jakarta


Jakarta sudah dilanda banjir sejak ribuan tahun silam, jauh sebelum kota ini diberi
nama Batavia dan dikuasai oleh penjajah Belanda. Pada abad ke-5 ketika Jakarta yang kita
kenal sekarang ini berada dibawah kekuasaan Kerajaan Tarumanagara, kota ini telah kerap
terendam banjir pada saat puncak musim hujan. Apa yang tertulis pada Prasasti Tugu yang
ditemukan di daerah Jakarta Utara pada tahun 1878, merupakan salah satu bukti otentik
bahwa wilayah yang sekarang kita kenal sebagai Jakarta ini sudah mengalami banjir sejak
dahulu kala.
Salah satu keterangan dalam prasasti yang dibuat pada masa kerajaan
Tarumanagara ini, menjelaskan bahwa Raja Purnawarman pernah menggali Kali
Chandrabhaga (Kali di daerah Bekasi) dan Kali Gomati (Kali di daerah Tangerang)
sepanjang sekitar 24 km untuk mengatasi banjir di wilayah kerajaannya. Prasasti tersebut
mengungkapkan bahwa pada masa itu Jakarta telah pernah mengalami banjir, dan Raja
Purnawarman berusaha mengatasinya dengan menggali kali antara Bekasi dan Tangerang.
(Zaenuddin HM, 2013). Tercatat beberapa banjir besar pernah terjadi di Jakarta, antara lain
pada tahun 1621, 1654, 1872, 1893, 1909, sampai banjir besar yang terjadi pada tahun
2002, 2007, 2013, dan juga tahun ini. Meskipun Jakarta telah mengalami banjir sejak dulu,
namun kini intensitasnya semakin tinggi dan wilayah yang tergenang juga semakin luas.
Dengan demikian kerugian serta dampaknya semakin buruk dari tahun ke tahun.
Kerugian Banjir Jakarta
Sejak ratusan tahun lalu, banjir selalu menimbulkan kerugian yang besar bagi
Jakarta dan penghuninya. Salah satu banjir terbesar yang terjadi di Jakarta pada masa
penjahan Belanda terjadi pada tahun 1872, banjir itu menyebabkan pintu air di depan
daerah yang sekarang berdiri Masjid Istiqlal, jebol. Sungai Ciliwung meluap dan merendam
pertokoan serta hotel di Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Begitu juga Gedung
Harmonie, gedung dimana kaum elit Belanda bersosialisasi dan berpesta, ikut terendam.
Banjir itu juga menyebabkan Rijswijk (Jalan Veteran) dan Noordwijk (Jalan Juanda) tidak
dapat dilalui kendaraan, termasuk kawasan yang sekarang menjadi Lapangan Banten juga
terendam banjir. Banjir yang teramat parah itu menyebabkan Batavia lumpuh. Dua puluh
tahun kemudian, pada tahun 1893 , banjir besar kembali melanda Batavia, pada tahun itu
intensitas curah hujan begitu tinggi sehingga belasan sungai-sungai yang melintasi Jakarta
tidak sanggup menampung air limpasannya. Hujan deras yang disertai angin kencang juga
mengakibatkan banyak pohon tumbang. Di antaranya di Kwitang, Kebon Sirih, Petojo dan
Tanah Abang. Banjir kala itu juga menyebabkan berjangkitnya wabah penyakit seperti
kolera dan pes, sehingga banyak menimbulkan korban jiwa penduduk Batavia. (Zaenuddin
HM, 2013)
Seiring dengan waktu kerugian akibat banjir yang terjadi di Jakarta dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan, wilayah yang tergenang banjir pun mengalami perluasan,
jika dulu hanya wilayah utara dan barat Jakarta saja yang mengalami banjir, maka saat ini
hampir seluruh wilayah Jakarta hampir tidak ada yang luput dari banjir.
Banjir besar yang terjadi pada tahun 2007, menggenangi 89 kelurahan yang ada di
Jakarta dengan luas wilayah yang tergenang sekitar 454,8 km2, atau lebih dari 60% wilayah
Jakarta. Banjir ini merupakan salah satu yang terbesar dalam sejarah Jakarta dan
mengakibatkan kerugian hingga mencapai 5,2 triliun, menelan korban 80 jiwa, dan
memaksa sekitar 320 ribu orang warga Jakarta mengungsi karena rumahnya tergenang
atau bahkan tenggelam oleh banjir.
Banjir yang terjadi baru-baru ini —(per 20 Januari) menggenangi 89 kelurahan yang
ada di Jakarta, dengan luasan wilayah yang terkena dampak sekitar 17,4% dari total wilayah
Jakarta, dan sampai saat ini telah memakan korban jiwa sebanyak 11 orang.
Penyebab Banjir Jakarta
Banjir yang kerap melanda Jakarta pada musim penghujan disebabkan oleh multi
faktor. Penyebab banjir di Jakarta antara lain adalah penurunan tanah yang rata-rata
mencapai 10 cm pertahun, bahkan di beberapa wilayah di bagian utara Jakarta laju
penurunan tanah mencapai 26 cm pertahun, penurunan tanah ini terjadi akibat penyedotan
air tanah yang begitu masif untuk kepentingan rumah tangga dan industri. Hilangnya Hutan
Bakau di pesisir Jakarta juga merupakan salah satu faktor penyebab banjir, wilayah dimana
sekarang berdiri banyak perumahan mewah seperti Pantai Indah Kapuk (PIK), dulunya
merupakan hutan bakau yang menghalangi limpasan air laut ke darat di saat terjadi pasang
air laut (rob).
Kondisi 13 sungai yang melintasi Jakarta yang sebagian besar dalam kondisi
memprihatinkan juga memperburuk banjir di ibu kota, sungai-sungai tersebut mengalami
pendangkalan dan penyempitan, bantaran sungainya dipenuhi oleh bangunan-bangunan
baik yang berijin maupun tidak berijin, sungai yang dangkal dan sempit tidak lagi mampu
menampung curahan air hujan. Berkurang dan hilangnya ruang terbuka hijau dan daerah
resapan air karena disulap menjadi perumahan mewah dan pusat-pusat perbelanjaan besar
juga berkontribusi memperburuk banjir yang terjadi di ibu kota. Air hujan tidak bisa lagi
langsung terserap tanah, karena daerah resapan air dan ruang terbuka hijau sudah berubah
menjadi hutan-hutan beton. Hal ini diperparah lagi dengan buruknya pengelolaan sampah
dan rendahnya kesadaran dalam mengelola sampah. Jakarta menghasilkan sekita 6,000 ton
sampah setiap hari, dimana 2,000 ton diantaranya berakhir di sungai-sungai ini.
Gelombang tinggi di perairan Jakarta dan air pasang rob yang terjadi bersamaan
dengan turunnya hujan membuat Jakarta semakin dikepung air, ketika kondisi ini terjadi,
banjir di Jakarta akan semakin buruk. Air dari 13 sungai di Jakarta tertahan dan tidak bisa
langsung mengalir ke laut, justru air dari pasang rob menambah debit air yang menggenangi
Jakarta. Kondisi ini terjadi karena berkurangnya secara masif hutan bakau di Jakarta yang
seharusnya berfungsi menahan limpasan air dari pasang rob, berubah menjadi permukiman
mewah dan pusat perbelanjaan.
Kerusakan wilayah hulu Sungai Ciliwung dan Cisadane, akibat perubahan hutan di
wilayah Bogor dan Cianjur, menjadi perkebunan teh dan rumah-rumah peristirahatan
kalangan berpunya di Indonesia meningkatkan aliran permukaan (run off). Hal ini membuat
air hujan yang turun di kawasan tersbut tidak dapat diserap oleh tanah secara maksimal
dan langsung meluncur ke kawasan di hilir sehingga menyebabkan semakin buruknya banjir
di Jakarta.
Perubahan iklim juga tidak bisa dibantah berkontribusi secara signifikan terhadap
banjir di Jakarta. Perubahan iklim berdampak pada berubahnya pola cuaca dan kenaikan
permukaan air laut, meningkatkan intensitas terjadinya cuaca ekstrem, seperti curah hujan
yang sangat tinggi, dan gelombang tinggi di perairan Jakarta. Menurut salah satu hasil
penelitian, mulai tahun 2016 banjir di Jakarta akibat air pasang rob akan semakin meningkat
dari tahun ke tahun dan akan berpotensi menenggelamkan wilayah utara Jakarta pada
tahun 2025 ( Brinkman, 2007). Mengacu pada laju perubahan iklim saat ini, maka bisa
dipastikan banjir di Jakarta pada tahun-tahun mendatang akan lebih sering terjadi dan
wilayah yang terkena dampaknya akan semakin meluas. Kecuali jika ada langka-langkah
nyata yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi masalah ini.

Sumber : http://www.greenpeace.org/seasia/id/blog/memahami-banjir-jakarta/blog/47986/
Ini Penyebab Banjir Jakarta Menurut UPC ARIMBI RAMADHIANI
Penulis : Arimbi Ramadhiani

KompasProperti - Organisasi masyarakat sipil Urban Poor Consortium (UPC)


memaparkan sejumlah penyebab Jakarta yang kerap banjir saat diguyur hujan deras. Di
antara penyebab itu adalah 40 persen area Jakarta berada di bawah permukaan air laut.
Jakarta juga menghadapi risiko peningkatan muka air laut hingga 50 milimeter per tahun
pada 2050. Selain peningkatan mua air laut, juga tingginya curah hujan. Dibandingkan tahun
1990, curah hujan tahun kemarin jauh lebih tinggi. Banjir Jakarta juga dipengaruhi oleh
ombak tinggi. Selisih maksimum antara air pasang dan surut lebih dari 1 meter.
Ombak pasang yang bertepatan dengan musim hujan dapat menembus tanggul laut
dan menyebabkan banjir ekstrem, seperti pada 2007 ketika separuh wilayah Jakarta
terendam banjir. Faktor lain yang menjadi penyebab banjir adalah karena rawa yang
mengering. Sebagian besar wilayah Jakarta dahulu merupakan daerah rawa yang kini telah
dikeringkan. Setelah kering, area tersebut ditutupi dengan permukaan yang tidak dapat
menyerap air seperti jalan dan rumah. Banjir di depan mal Arion, Jakarta Timur, Selasa
(21/2/2017).(SBS Aji) Penurunan muka tanah pun memiliki pengaruh besar pada risiko
banjir pada masa depan. Sejumlah area di Jakarta atau sebesar 40 persen kini tenggelam
dalam 3-10 tahun akibat pengambilan air tanah yang berlebihan.
Akibat penurunan muka tanah ini bukan hanya banjir, melainkan akses air bersih
masyarakat pun berkurang. Banjir melanda Jakarta juga diakibatkan berkurangnya waduk
atau danau. Padahal, waduk berperan vital dalam pencegahan banjir selama musim hujan
dan penyimpanan air selama musim kering. "Terdapat sekitar 800 waduk pada zaman
Belanda, kini hanya tersisa 200 waduk dan danau," tulis UPC. Waduk yang tersisa ini
berada di Kabupaten Bogor sebanyak 95 dam, Kota Bogor 6 waduk, Kota Depok 20 dam,
Kabupaten Tangerang 37 dam, Kota Tangerang 8 waduk, Kabupaten Bekasi 14 dam, Kota
Bekasi 4 waduk dan DKI Jakarta 16 dam. Warga berjalan menembus banjir di Kelurahan
Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Senin (20/2/2017). Banjir kerap
terjadi menyusul meluapnya Kali Sunter yang melintasi Cipinang Melayu, ditambah, curah
hujan yang tinggi sepanjang hari kemarin.(KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)
Dari 200 waduk, 80 persennya dalam kondisi rusak, terlalu dangkal, atau telah
diubah menjadi area perumahan. Selain itu, limpasan air dari Bogor dan Depok menjadi
penyebab banjir di Jakarta terjadi. Limpasan ini diakibatkan perubahan penggunaan lahan
dari hutan menjadi kebun atau rumah pribadi di kawasan Bogor. Idealnya, limpasan hujan
terserap ke dalam tanah sebelum air sempat mengalir ke hilir. Di Depok, populasi penduduk
tumbuh dengan cepat seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal
terjangkau bagi warga Jakarta. "Sebanyak 20 persen penduduk Depok adalah pekerja di
Jakarta," tulis UPC. Semakin banyak rumah yang dibangun, akan lebih sedikit tanah yang
dapat menyerap air. Dampaknya, limpasan air mengalir lebih cepat dari hulu ke hilir.
Penyebab banjir selanjutnya adalah sampah perkotaan. Sampah di sungai dan selokan
dapat menyumbat pintu air dan infrastruktur kota lainnya yang dibutuhkan dalam mengontrol
banjir. "Sampah yang dihasilkan di Jakarta adalah 7.000 ton per hari," tulis UPC.

Sumber : Kompas.com
https://properti.kompas.com/read/2017/02/21/193000321/ini.penyebab.banjir.jakarta.menuru
t.upc.
Banjir Jakarta
Oleh
DINDAADZANIAH
Banjir pada hakikatnya hanyalah salah satu output dari pengelolaan DAS yang tidak
tepat. Bencana banjir menjadi populer dalam waktu hampir bersamaan (pada awal tahun
2007) beberapa kota dan kabupaten di Indonesia terpaksa harus mengalami bencana ini,
bahkan DKI Jakarta yang notabene merupakan ibukota negara RI terpaksa harus terendam
air. Kejadian banjir yang cukup berat juga pernah dialami oleh DKI Jakarta pada awal tahun
2002 yang menggenangi sebagian wilyah DKI jakarta walaupun tidak sehebat banjir awal
tahun 2007.
Dari hasil pemantauan di lapangan, maka dapat diidentifikasi beberapa penyebab
banjir secara biofifik yaitu ; curah hujan yang sangat tinggi, karakterisitk DAS itu sendiri,
penyempitan saluran drainase dan perubahan penggunaan lahan. Penjelasan dari
penyebab banjir di atas adalah sebagai berikut :
Curah Hujan. Curah hujan pada saat banjir jakarta pada tanggal 18 januari 2002,
disebabkan oleh curah hujan harian sebesar 105 mm/ hari, kemudian banjir kedua pada
tanggal 30 januari 2002 disebabkan curah hujan sebesar 143 mm/ hari. Padahal curah
hujan di atas 50 mm/ hari patut diwaspadai. Kejadian banjir Jakarta dan sekitarnya pada
tanggal 3 Pebruari 2007 berdasarkan data pengamatan tinggi muka air dan debit sungai
ciliwung di pos pengamatan bendungan katulampa menunjukan angka 250 cm, padahal
tinggi muka air melampau angka 100 cm sudah harus siaga. Curah hujan mencapai 172
mm/ hari (sudah melebihi banjir jakarta tahun 2002). Dengan lamanya hujan yang dimulai
awal januari 2007 menyebabkan tanah menjadi jenuh dengan air sehingga pada saat hujan
sebagian air hujan merupakan aliran permukaan (run off). Juga pada saat bersamaan laut di
pantai utara DKI Jakarta naik.
Karakteristik DAS. Daerah aliran sungai (DAS) yang ,menyebabkan banjir jakarta
adalah DAS Ciliwung-Cisadane. Karakterisitik DAS meliputi bentuk dan kemiringan lereng.
Karakteristik DAS Ciliwung-Cisadane mempunyai bentuk daerah hulu dan tengah dengan
kelerengan terjal. Sedangkan daerah tengah sampai hilir sangat datar dan luas. Bentuk DAS
ini begitu hujan jatuh maka air hujan dari daerah hulu langsung mengalir ke bawah dengan
waktu konsentrasi yang singkat.
Saluran Drainase. Saluran drainase memiliki peran sangat penting sebagai jalan bagi
air untuk sampai ke laut yang merupakan tujuan akhir dari air mengalir. Volume saluran
drainase sungai ciliwung khususnya daerah hilir disana sini mengalami penyusutan yang
disebabkan oleh ukuran lebarnya berkurang, terjadi pengendapan dan masih
berkembangnya prilaku masyarakat membuang sampah di sungai.
Sumber : https://adzaniahdinda.wordpress.com/2011/10/11/contoh-artikel-banjir/
Tsunami Aceh

Penulis : Yunanto Wiji Utomo

Gempa bumi tanggal 26 Desember 2004 di Asia Tenggara, yang terbesar dalam
kurun waktu 40 tahun terakhir dan terbesar kelima sejak tahun 1900, tercatat 9 pada skala
Richter. Gempa tersebut beserta gelombang tsunami yang terjadi setelahnya menyebabkan
bencana yang menewaskan lebih dari 220.000 orang. Patahan seluas 1.000 kilometer
persegi yang muncul akibat pergerakan sejumlah lempengan di bawah permukaan bumi dan
energi raksasa yang ditimbulkan oleh bongkahan tanah raksasa yang berpindah tempat,
berpadu dengan energi raksasa yang terjadi di samudra untuk membentuk gelombang
tsunami. Gelombang tsunami itu menghantam negara-negara Asia Tenggara seperti
Indonesia, Sri Lanka, India, Malaysia, Thailand, Bangladesh, Myanmar, Maladewa dan
Seychelles, dan bahkan pesisir pantai Afrika seperti Somalia, yang terletak sejauh kurang
lebih 5.000 kilometer.
Istilah “tsunami,” yang dalam bahasa Jepang berarti gelombang pelabuhan, menjadi
bagian dari bahasa dunia pasca tsunami raksasa Meiji pada tanggal 15 Juni 1896 yang
melanda Jepang dan menyebabkan 21.000 orang kehilangan nyawa.
Untuk memahami tsunami, sangatlah penting untuk dapat membedakannya dari pergerakan
pasang-surut dan gelombang biasa yang diakibatkan oleh angin. Angin yang bertiup di atas
permukaan laut menimbulkan arus yang terbatas pada lapisan bagian atas laut dengan
memunculkan gelombang-gelombang yang relatif kecil. Misalnya; para penyelam dengan
tabung udara dapat dengan mudah menyelam ke bawah dan mencapai lapisan air yang
tenang. Gelombang laut mungkin dapat mencapai setinggi 30 meter atau lebih saat terjadi
badai dahsyat, tapi hal ini tidak menyebabkan pergerakan air di kedalaman. Selain itu,
kecepatan gelombang laut biasa yang diakibatkan angin tidaklah lebih dari 20 km/jam.
Sebaliknya, gelombang tsunami dapat bergerak pada kecepatan 750-800 km/jam.
Gelombang pasang surut bergerak di permukaan bumi dua kali dalam rentang waktu satu
hari dan, seperti halnya tsunami, dapat menimbulkan arus yang mencapai kedalaman
hingga dasar samudra. Namun, berbeda dengan gelombang pasang surut, penyebab
gelombang tsunami bukanlah gaya tarik bumi dan bulan.
Tsunami merupakan gelombang laut berperiode panjang yang terbentuk akibat
adanya energi yang merambat ke lautan akibat gempa bumi, letusan gunung berapi dan
runtuhnya lapisan-lapisan kerak bumi yang diakibatkan bencana alam tersebut di samudra
atau di dasar laut, peristiwa yang melibatkan pergerakan kerak bumi seperti pergeseran
lempeng di dasar laut, atau dampak tumbukan meteor. Ketika lantai dasar samudra
berpindah tempat dengan kecepatan tinggi, seluruh beban air laut di atasnya terkena
dampaknya. Apa yang terjadi di lantai dasar samudra dapat disaksikan pengaruhnya di
permukaan air laut, dan keseluruhan beban air laut tersebut, hingga kedalaman 5.000 –
6.000 meter, bergerak bersama dalam bentuk gelombang. Satu rangkaian bukit dan lembah
gelombang itu dapat meliputi wilayah hingga seluas 10.000 kilometer persegi.
TSUNAMI TIDAK BERDAMPAK DI LAUTAN LEPAS
Di laut lepas tsunami bukanlah berupa tembok air sebagaimana yang dibayangkan
kebanyakan orang, tetapi umumnya merupakan gelombang berketinggian kurang dari 1
meter dengan panjang gelombang sekitar 1.000 kilometer. Di sini dapat dipahami bahwa
permukaan gelombang memiliki kemiringan sangat kecil (ketinggian 1 cm yang terbentang
sejauh 1 km). Di wilayah samudra dalam dan lepas, gelombang seperti ini terjadi tanpa
dapat dirasakan, meskipun bergerak pada kecepatan sebesar 500 hingga 800 km/jam. Hal
ini dikarenakan pengaruhnya tersamarkan oleh gelombang permukaan laut biasa. Agar lebih
memahami betapa tingginya kecepatan gelombang tsunami, dapat kami katakan bahwa
gelombang tersebut mampu menyamai kecepatan pesawat jet Boeing 747. Tsunami yang
terjadi di laut lepas tidak akan dirasakan sekalipun oleh kapal laut.
TSUNAMI MEMINDAHKAN 100.000 TON AIR KE DARATAN
Penelitian menunjukkan bahwa tsunami ternyata bukan terdiri dari gelombang
tunggal, melainkan terdiri atas rangkaian gelombang dengan satu pusat di tengah, seperti
sebuah batu yang dilemparkan ke dalam kolam renang. Jarak antara dua gelombang yang
berurutan dapat mencapai 500-650 kilometer. Ini berarti tsunami dapat melintasi samudra
dalam hitungan jam saja. Tsunami hanya melepaskan energinya ketika mendekati wilayah
pantai. Energi yang terbagi merata pada segulungan air raksasa menjadi semakin memadat
seiring dengan semakin mengerutnya gulungan air tersebut, dan meningkatnya tinggi
gelombang permukaan secara cepat dapat diamati. Gelombang berketinggian kurang dari
60 cm di laut lepas kehilangan kecepatannya saat mendekati perairan dangkal, dan jarak
antargelombangnya pun berkurang. Akan tetapi, gelombang yang saling bertumpang tindih
memunculkan tsunami dengan membentuk dinding air. Gelombang raksasa ini, yang
biasanya mencapai ketinggian 15 meter tapi jarang melebihi 30 meter, melepaskan
kekuatan dahsyat saat menerjang pantai dengan kecepatan tinggi, sehingga menyebabkan
kerusakan hebat dan menelan banyak korban jiwa.
Tsunami memindahkan lebih dari 100.000 ton air laut ke daratan untuk setiap meter
garis pantai, dengan daya rusak yang sulit dibayangkan. (Gelombang tsunami terbesar yang
pernah diketahui, yang melanda Jepang pada bulan Juli 1993, naik hingga 30 meter di atas
permukaan air laut.) Tanda awal datangnya tsunami biasanya bukanlah berupa dinding air,
akan tetapi surutnya air laut secara mendadak.
TSUNAMI-TSUNAMI BESAR DALAM SEJARAH
Gelombang-gelombang laut raksasa terbesar akibat gempa bumi yang tercatat
dalam sejarah adalah sebagai berikut
Gelombang raksasa paling tua yang pernah diketahui akibat gempa di laut, yang
diberi nama “tsunami” oleh orang Jepang dan “hungtao” oleh orang Cina, adalah yang
terjadi di Laut Tengah sebelah timur pada tanggal21 Juli 365 M dan menewaskan ribuan
orang di kota Iskandariyah, Mesir.
Ibukota Portugal hancur akibat gempa dahsyat Lisbon pada tanggal 1 November
1775. Gelombang samudra Atlantik yang mencapai ketinggian 6 meter meluluhlantakkan
pantai-pantai di Portugal, Spanyol dan Maroko.
27 Agustus 1883: Gunung berapi Krakatau di Indonesia meletus dangelombang
tsunami yang menyapu pantai-pantai Jawa dan Sumatra menewaskan 36.000 orang.
Letusan gunung berapi tersebut sungguh dahsyat sehingga selama bermalam-malam langit
bercahaya akibat debu lava berwarna merah.
15 Juni 1896: “Tsunami Sanriku” menghantam Jepang. Tsunami raksasa
berketinggian 23 meter tersebut menyapu kerumunan orang yang berkumpul dalam
perayaan agama dan menelan 26.000 korban jiwa.
17 Desember 1896: Tsunami merusak bagian pematang Santa Barbara di California,
Amerika Serikat, dan menyebabkan banjir di jalan raya utama.
31 Januari 1906: Gempa di samudra Pasifik menghancurkan sebagian kotaTumaco
di Kolombia, termasuk seluruh rumah di pantai yang terletak di antara Rioverde di Ekuador
dan Micay di Kolombia; 1.500 orang meninggal dunia.
1 April 1946: Tsunami yang menghancurkan mercu suar Scotch Cap di kepulauan
Aleut beserta lima orang penjaganya, bergerak menuju Hilo di Hawaii dan menewaskan 159
orang.
22 Mei 1960: Tsunami berketinggian 11 meter menewaskan 1.000 orang di Cili dan
61 orang di Hawaii. Gelombang raksasa melintas hingga ke pantai samudra Pasifik dan
mengguncang Filipina dan pulau Okinawa di Jepang.
28 Maret 1964: Tsunami “Good Friday” di Alaska menghapuskan tiga desa dari peta
dengan 107 warga tewas, dan 15 orang meninggal dunia di Oregon dan California.
16 Agustus 1976: Tsunami di Pasifik menewaskan 5.000 orang di Teluk Moro, Filipina.
17 Juli 1998: Gelombang laut akibat gempa yang terjadi di Papua New Guinea bagian utara
menewaskan 2.313 orang, menghancurkan 7 desa dan mengakibatkan ribuan orang
kehilangan tempat tinggal.
26 Desember 2004: Gempa berkekuatan 8,9 pada skala Richter dan gelombang laut
raksasa yang melanda enam negara di Asia Tenggara menewaskan lebih dari 156.000
orang.
PENYEBAB TINGGINYA DAYA RUSAK TSUNAMI
Menurut informasi yang diberikan oleh Dr. Walter C. Dudley, profesor oseanografi
dan salah satu pendiri Museum Tsunami Pasifik, tak menjadi soal seberapa besar kekuatan
gempa bumi, pergerakan lantai dasar samudra merupakan syarat terjadinya tsunami.
Dengan kata lain, semakin besar perpindahan lempeng kerak bumi di lantai dasar samudra,
semakin besar jumlah air yang digerakkannya, dan hal ini akan menambah kedahsyatan
tsunami. Hal lain yang meningkatkan daya rusak tsunami adalah struktur pantai yang
diterjangnya: Selain faktor seperti bentuk pantai yang berupa teluk atau semenanjung,
landai atau curam, bagian dari pantai yang selalu berada di dalam air mungkin saja memiliki
struktur yang dapat menambah kedahsyatan gelombang pembunuh.
Dalam pernyataannya lain, yang memperjelas bahwa tindakan pencegahan yang
dilakukan tidak dapat dianggap sebagai jalan keluar sempurna, Dudley mengatakan bahwa
Amerika dan Jepang telah mendirikan perangkat pemantau paling mutakhir di Samudra
Pasifik, tapi seluruh perangkat ini memiliki tingkat kesalahan lima puluh persen!

Sumber:http://ichsansantoso.blogspot.co.id/2009/09/artikel-tsunami-aceh_273.html
Bencana Alam Paling Parah Tahun 2013 YUNANTO WIJI UTOMO Kompas.com -
27/12/2013, 18:59 WIB

KOMPAS.com - Bencana alam kembali menghantam sejumlah wilayah di dunia pada


tahun 2013. Sebabnya beragam, mulai dari aktivitas lempeng Bumi hingga obyek antariksa.
Diantara banyak bencana, ada beberapa yang bisa dikatakan "super" di kategorinya
masing-masing. Apa saja? Banjir Jakarta Banjir Jakarta yang terjadi 17 Januari 2013 bisa
dikatakan sebagai bencana banjir paling fenomenal tahun ini. Banjir Jakarta terjadi akibat
paduan beragam faktor. Dari sisi meteorologi, beberapa hari sebelum banjir, hujan
mengguyur wilayah Jakarta dan merata, mencapai intensitas 40 - 100 mm. Hujan yang
merata mengakibatkan volume air yang menggenang besar. Besarnya volume air mungkin
bisa ditampung bila faktor-faktor lain, seperti sistem drainase, situ yang berfungsi baik, dan
tata kota, mendukung. Sayangnya, kejadiannya tak demikian. Tata kota Jakarta parah, situ
tak berfungsi baik, sementara drainase Jakarta juga buruk. Akibatnya, volume air yang
menggenang besar, bahkan menjebol tanggul. Banjir terjadi di wilayah yang cukup luas,
bahkan kawasan Bundaran Hotel Indonesia dan Menteng pun terendam. Dari bencana bajir
ini, setidaknya 20 orang tewas.
Topan Haiyan
Topan haiyan saat mendekati Filipina, dipotret instrumen MODIS pada satelit Aqua
milik NASA pada Rabu (6/11/2013)(NASA)
Topan Haiyan adalah bencana meteorologi terparah tahun 2013. Saking parahnya,
topan Haiyan disandingkan dengan tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004. Topan
Haiyan menghantam beberapa wilayah. Namun, wilayah yang paling terdampak adalah
Filipina. Topan itu menghantam wilayah tacloban, Filipina, dengan kecepatan 313 km.
Perserikatan Bangsa-bangsa memerkirakan, jumlah korban tewas akibat topan Haiyan
mencapai 4.460 orang. Di luar korban tewas, jumlah korban luka juga mencapai ribuan
sementara banyak penduduk kehilangan tempat tinggal. Bencana topan Haiyan menjadi
pembicaraan dalam COP-19 di Warsawa, Polandia, yang membahas tentang perubahan
iklim. Delegasi Filipina, Yeb Sano, menyebutkan bahwa topan Haiyan adalah salah satu
bentuk "kegilaan iklim", menunjukkan kaitan antara bencana dan perubahan iklim.
Ledakan Meteor Rusia
Adegan yang diambil dari rekaman video seorang pengendara mobil dari Kostanai,
Kazakhstan, ke Chelyabinsk, Rusia, Jumat (15/2/2013) memperlihatkan bola api besar
meteor yang meledak.(AP Photo/Nasha gazeta, www.ng.kz)
Ledakan meteor Rusia bisa dikatakan sebagai bencana akibat obyek antariksa yang
paling besar tahun 2013. Ledakan yang bersumber dari asteroid yang masuk atmosfer Bumi
ini terjadi pada 15 Februari 2013 di kota Chelyabinsk, Rusia. Ada lima fakta yang membuat
ledakan ini "wow". Pertama, meski tak ada korban tewas, korban luka-luka akibat ledakan
mencapai ribuan orang. Kedua, ukuran asteroid yang menyebabkannya mencapai 2 kali
rumah tipe 36. Energi akibat ledakan yang dilepaskan mencai 25 kali bom Hiroshima.
Meteor, asteroid yang masuk ke atmosfer, 4 kali lebih terang dari purnama. Terakhir, jejak
asap ledakan sangat panjang, 1/3 panjang Pulau Jawa. Peristiwa ini kembali mengingatkan
adanya ancaman bencana dari antariksa yang walaupun risikonya relatif kecil tetapi masih
tetap patut diwaspadai.
Gempa Pakistan
Gempa Pakistan tercatat sebagai gempa paling mematikan pada tahun 2013. Total
kematian mencapai 800an orang. Gempa Pakistan terjadi 2 kali. Gempa pertama terjadi 24
September 2013 dengan magnitud 7,7 serta episentrum 66 km di timur laut Awaran di
provinsi Balochistan. Total kematian akibat gempa ini 825 orang. Sementara, gempa kedua
terjadi pada 28 September 2013 dengan magnitudo 6,8, menewaskan 45 orang. Yang aneh,
gempa Pakistan memunculkan pulau baru. Diduga, pulau terbentuk dari lapisan tanah yang
berasal dari kawah lumpur. Pulau bari yang terdiri atas gundukan batu dan lumpur itu
tingginya 18 meter. Gundukan tersebut memiliki panjang 30 meter dan lebar 76 meter.
Selain gempa Pakistan, gempa Aceh pada 2 Juli 2013 dengan magnitudo 6,1 juga tercatat
sebagai salah satu yang mematikan. Jumlah korban mencapai 35 orang.
Erupsi Sinabung
Erupsi Sinabung bisa dikatakan salah satu bencana vulkanologi yang parah tahun
ini. Salah satu letusan dahsyat Sinabung terjadi pada 25 November 2013. Dalam waktu 2
jam saja, Sinabung bererupsi tiga kali dengan ketinggian embusan asap mencapai 2
kilometer. Sementara, hujan abu terjadi hingga radius 7 km. Aktivitas Sinabung tahun ini
mendapat perhatian dari dunia, diberitakan oleh beragam media internasional. Sinabung
dikatakan "bangun" setelah tidur ratusan tahun. Status Sinabung terus disesuaikan sejak
letusan pada September 2013. Pada 15 September, letusan Sinabung dinaikkan dari
Waspada ke Siaga. Sempat diturunkan kembali menjadi Waspada pada 29 September,
pada akhir November status Sinabung dinyatakan Awas. Akibat erupsi Sinabung, 14.000
orang terpaksa dievakuasi

Sumber :
https://sains.kompas.com/read/2013/12/27/1859061/Bencana.Alam.Paling.Parah.Tahun.201
3

Anda mungkin juga menyukai