Anda di halaman 1dari 2

Standar Pelayanan Kefarmasian

Prinsipnya, dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,


apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Di samping itu, penyerahan dan
pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker.

Jadi, terkait pertanyaan Anda soal pemberian obat dari apoteker kepada pasien, ada standar
pelayanan yang wajib dipatuhi oleh apoteker yang bersangkutan. Standar pelayanan ini tertuang
dalamPeraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (“Permenkes 35/2014”). Standar Pelayanan
Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.

Apoteker sebagai Pelaku Usaha


Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik
perorangan maupun perusahaan.[6] Ini menunjukkan bahwa apoteker bertindak juga sebagai
pelaku usaha dan pasien bertindak sebagai konsumen, yakni pemakai jasa layanan kesehatan.
Oleh karena itu, hubungan hukum yang terjadi di antara keduanya adalah hubungan pelaku usaha
dan konsumen yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (“UU Perlindungan Konsumen”).

Terkait pertanyaan Anda soal kelalaian dalam memberikan obat, sebagai pelaku usaha, apoteker
salah satunya dilarang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.[7] Jika pelaku usaha melanggar kewajiban ini,
maka ia dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).[8]
Pertanggungjawaban perdata malpraktik dalam peraturan hukum yaitu :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tanggung jawab karena kesalahan merupakan bentuk
klasik pertanggungjawaban perdata, berdasar tiga prinsip yang diatur dalam pasal 1365, 1366,
1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu sebagai berikut:

1). Pasal 1365 yang menyebutkan bahwa : “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu,
mengganti kerugian tersebut”. Undangundang sama sekali tidak memberikan batasan tentang
perbuatan melawan hukum, yang harus ditafsirkan oleh peradilan.

Obat rasional yaitu :

 Tepat diagnosis, jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat tidak
sesuai dengan diagnosis dan akhirnya obat yang diberikan juka tidak sesuai.
 Tepat pasien, tepat pemilihan obat keputusan pemilihan obat sesuai diagnosis yangsehingga
obat yang dipilih memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
 Tepat dosis, obat sangat dipengaruhi oleh dosis jika pemberian dosis berlebih khususnya obat
yang indeks terapinya sempint akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
 Tepat cara pemberian, sesuai bentuk sediaan terutama dengan cara pemberian khusus seperti
untuk inhealer dan suppositoria harus dijelaskan agar tidak salah dalam pemakaian.
 Tepat interval waktu pemberian, setiap berapa kali sehari jika berlebih dapat menimbulkan
efek samping serta interval yang terlalu banyak akan berpotensi ketidakpatuhan pasien.
 Tepat informasi, harus tepat dalam penggunaan obat untuk menunjang keberhasilan terapi
serta tepat penyerahan obat pada saat pasien membawa resep kemudian dikaji dan disiapkan
harus tepat jika tidak sesuai dapat teradi efek yang tidak diinginkan.

Dalam pembahasan skripsi ini penulis mendapatkan bahan perlindungan bagi konsumen dalam
layanan farmasi dapat diperoleh dalam KUHPerdata, Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
dan Undang-Undang Kesehatan. Sedangkan tanggung jawab bagi apoteker apabila terjadi
kelalaian dalam racikan obat yaitu tanggung jawab hukum perdata, tanggung jawab hukum
pidana, dan tanggung jawab hukum administrasi. Dari penjelasan diatas maka penulis menarik
beberapa kesimpulan dimana perlindungan bagi konsumen ditemukan dalam KUHPerdata,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Kesehatan. Selanjutnya
tanggung jawab apoteker terhadap kelalaiannya dalam meracik obat bisa berdasarkan Hukum
Perdata, Hukum Pidana , dan Hukum Administrasi.

Anda mungkin juga menyukai