Anda di halaman 1dari 2

DIMANAKAH TEMPAT BERDIRINYA MAKMUM APABILA SEORANG DIRI?

Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat
Pertanyaan diatas perlu sekali kita jawab dengan jelas dan betul dengan mengambil
keterangan dan contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimanakah
sebenarnya tempat berdiri ma’mum apabila seorang atau sendiri.? Apakah dibelakang
Imam atau seharusnya sejajar dengan Imam .? Dengan kita melakukan penyelidikan
untuk mengetahui contoh yang pernah dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dapatlah nantinya kita beramal sesuai yang dikehendaki oleh agama kita. Maka
dibawah ini saya akan turunkan dalil-dalil yang tegas dan terang yang menunjukan
tempat berdiri ma’mum kalau seorang

Dalil Pertama

“Artinya : Dari Ibnu Abbas, ia berkata ; “Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pada suatu malam. Lalu aku berdiri di sebelah kiri beliau, kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kepalaku dari belakangku, lalu ia
tempatkan aku disebelah kanannya ….” [Shahih Riwayat Bukhari I/177]

Dalil Kedua

“Artinya : Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata ; “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berdiri shalat, kemudian aku datang, lalu aku berdiri disebelah kirinya, maka beliau
memegang tanganku, lantas ia memutarkan aku sehingga ia menempatkan aku sebelah
kanannya. Kemudian datang Jabbar bin Shakr yang langsung ia berdiri di sebelah kiri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau memegang tangan kami dan beliau
mendorong kami sehingga beliau mendirikan kami dibelakangnya”. [Shahih Riwayat
Muslim & Abu Dawud]

Dua Dalil Di Atas Mengandung Hukum Sebagai Berikut :

[1]. Apabila ma’mum seorang harus berdiri disebelah kanan Imam.


[2]. Dan ma’mum yang seorang itu berdiri disebelah kanan harus sejajar dengan Imam
bukan di belakangnya. Saya katakan demikian karena di dalam hadits Jabir bin Abdullah
sewaktu datang Jabbar bin Shakhr lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menempatkannya keduanya dibelakangnya. Ini menunjukan kedua sahabat itu tadinya
berada disamping Nabi sejajar dengan beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendirikan mereka di belakangnya. Tidak akan dikatakan “Di belakang” kalau
pada awalnya sahabat itu tidak berada sejajar dengan beliau.
[3]. Apabila ma’mum dua orang atau lebih, maka harus berdiri dibelakang Imam.

Dalil Ketiga

“Artinya : Dari Ibnu Abbas, ia berkata ; “Aku pernah shalat di sisi/tepi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan Aisyah shalat bersama kami dibelakang kami, sedang aku (berada)
di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku shalat bersamanya (berjama’ah)”. [Shahih
Riwayat Ahmad & Nasa’i].

Keterangan :

[1]. Perkataan, “Aku sahalat di sisi/tepi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terjemahan dari
kalimat “Shallaitu ila janbin nabiyi shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
[2].“Janbun” menurut kamus-kamus bahasa Arab artinya : sisi, tepi, samping, sebelah,
pihak, dekat.
[3]. Jika dikatakan dalam bahasa Arab “Janban Li Janbin” maka artinya : Sebelah
menyebelah, berdampingan, bahu-membahu.
[4]. Dengan memperhatikan hadits di atas dan memahami dari segi bahasanya, maka
dapatlah kita mengetahui bahwa Ibnu Abbas ketika shalat bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, ia berada di samping/sejajar dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[5]. Hadits ini menunjukan bahwa perempuan tempatnya di belakang. Baik yang jadi
ma’mum itu hanya seorang perempuan saja atau campur laki-laki dengan perempuan.
Di dalam kitab Al-Muwattha karangan Imam Malik diterangkan bahwa Ibnu Mas’ud pernah
shalat bersama Umar. Lalu Ibnu Mas’ud berdiri dekat di sebelah kanan Umar sejajar
dengannya.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Juraij pernah bertanya kepada Atha’ (seorang tabi’in), “Seorang
menjadi ma’mum bagi seorang, dimanakah ia (ma’mum) harus berdiri .? Jawab Atha’, “Di
tepinya”. Ibnu Juraij bertanya lagi, “Apakah si Ma’mum itu harus dekat dengan Imam
sehingga ia satu shaf dengannya, yaitu tidak ada jarak antara keduanya (ma’mum dan
imam) ?” Jawab Atha’; “Ya!” Ibnu Juraij bertanya lagi, “Apakah si ma’mum tidak berdiri
jauh sehingga tidak ada lowong antara mereka (ma’mum dan imam)? Jawab Atha’ : “Ya”.
[Lihat : Subulus Salam jilid 2 hal.31]

Dari tiga dalil di atas dan atsar dari sahabat dan seorang tabi’in besar, maka sekarang
dapatlah kita berikan jawaban bahwa ; “Ma’mum apabila seorang saja harus berdiri di sebelah
kanan dan sejajar dengan Imam”.

Tidak ada keterangan dan contoh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang
menunjukan atau menyuruh ma’mum apabila seorang diri harus berdiri di belakang Imam
meskipun jaraknya hanya sejengkal seperti yang dilakukan oleh kebanyakan saudara-saudara
kita sekarang ini.

Mudah-mudahan mereka suka kembali kepada sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Aamiin ! [Disalin dari kitab Al Masaa-il (Masalah-Masalah Agama) jilid 1, Penulis
Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam, Jakarta, Cetakan III]

Anda mungkin juga menyukai