Anda di halaman 1dari 6

Struktur Jawa Tengah

Pendahuluan
Secara garis besar perkembangan tektonik Pulau Jawa tidak berbeda
banyak dengan perkembangan Pulau Sumatra. Hal ini disebabkan disamping
keduanya masih merupakan bagian dari batas tepi lempeng Mikro Sunda, juga
karena masih berada dalam sistim yang sama, yaitu interaksi konvergen antara
lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia demgam lempeng Mikro Sunda.
Perbedaan utama dalam pola interaksi ini terletak pada arah
mendekatnya lempeng India-Australia ke lempeng Sunda. Di Jawa, arah
tersebut hadir hamper tegaklurus. Beberapa gejala geologi yang agak berlainan
dengan di Sumatra adalah:
1. Produk gunung api muda mempunyai susunan yang lebih basa bila
dibandingkan dengan di Sumatra.
2. Gunung api berumur Tersier Akhir kebanyakan terletak atau bertengger di
atas endapan marin berumur Neogen, sedangkan di Sumatra terletak di atas
batuan Pra-Tersier
3. Batuan dasar di Pulau jawa terdiri dari komplek mélange berumur Kapur-
Tersier Awal
4. Di Pulau jawa tidak dijumpai adanya tanda-tanda unsure kerak benua

Unsur-unsur tektonik yang membentuk Pulau Jawa adalah:

1. Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang memotong Jawa Barat, Jawa Tengah


dan terus ke timurlaut menuju Kalimantan Tenggara
2. Jalur magma kapur di bagian utara Pulau Jawa

3. Jalur magma Tersier yang meliputi sepanjang pulau terletak agak ke bagian
selatan
4. Jalur subduksi Tersier yang menempati punggungan bawah laut di selatan
pulau Jawa
5. Palung laut yang terletak di selatan pulau Jawa dan merupakan batas
dimana lempeng/ kerak samudra menyusup ke bawah pulau Jawa (jalur
subduksi sekarang).
Struktur Jawa Tengah

Fisiografi Pulau Jawa


Menurut Van bemmelen (1949), berdasarkan sifat fisiografinya, secara
garis besar daerah Jawa Tengah dibagi menjadi enam bagian, yaitu :
1. Endapan Vulkanik Kuarter.
2. Dataran Aluvium Jawa Utara.
3. Antiklinorium Bogor, Rangkaian Pegunungan Serayu Utara serta Kendeng.
4. Zona Pusat Depresi Jawa Tengah.
5. Kubah dan Pegunungan Pusat Depresi, Rangkaian Pegunungan Serayu
Selatan.
6. Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Menurutnya, pegunungan di Jawa Tengah terbentuk oleh 2 puncak
geantiklin yaitu Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan.
Pegunungan Serayu Utara merupakan garis penghubung antara Zona Bogor di
Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di Jawa Timur. Sedangkan
Pegunungan Serayu Selatan merupakan elemen yang muncul dari Zona Depresi
Bandung yang membujur secara longitudinal di Jawa Barat dan terdiri atas
bagian barat dan timur, yang keduanya dipisahkan oleh Lembah Jatilawang
yang termasuk kedalam Zona Pusat Depresi Jawa Tengah dan bagian baratnya
merupakan tinggian di dalam Zona Bandung di Jawa Tengah. Pegunungan ini
merupakan antiklin yang sederhana dan sempit di bagian barat, yaitu di sekitar
Ajibarang. Sedangkan di bagian timur Banyumas berkembang antiklinorium
dengan lebar mencapai 30 kilometer yaitu di sekitar Lok Ulo. Bagian timur
Pegunungan Serayu Selatan ini merupakan struktur dome sedangkan dekat
Jatilawang terdapat suatu antiklin yang terpotong oleh Sungai Serayu.
Antara Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Serayu Utara
terdapat Zona Depresi Serayu, atau lebih dikenal dengan sebutan Zona Depresi
Jawa Tengah. Depresi Jawa Tengah ini memanjang dari Majenang – Ajibarang
– Purwokerto – Jatilawang dan Wonosbo. Di antara Purwokerto dan
Banjarnegara, lebar dari zona ini sekitar 15 kilometer, tetapi di sebelah timur
Wonosobo semakin meluas dan secara setempat-setempat ditutupi oleh
Struktur Jawa Tengah

gunungapi muda, di antaranya G. Sundoro (3155 m) dan G. Sumbing (3317 m)


dan ke arah timur Zona Depresi Jawa Tengah ini muncul kembali, yaitu di
sekitar Datar Temanggung, Magelang.
Sedangkan Pulau Nusakambangan merupakan kelanjutan Pegunungan
Serayu Selatan yang terbentang luas di Jawa Barat. Pegunungan Karangbolong
merupakan bagian dari lajur yang sama, tetapi terpisah baik dari yang terdapat
di Jawa Barat maupun yang terbentang dari selatan Yogyakarta ke timur.
Berdasarkan pembagian tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona
Pegunungan Serayu Utara, dan secara struktur termasuk ke dalam Besuki
Majenang High. Secara regional, Zona Pegunungan Serayu Utara mempunyai
relief yang agak menonjol membentuk jalur Pegunungan Slamet, dan menuju ke
arah selatan semakin melandai membentuk Cekungan Serayu.

Gambar 1. Fisiografi Pulau Jawa (Van Bemelen, 1949)


Struktur Jawa Tengah

Struktur Geologi
(Perkembangan Tektonik dan Pola Struktur Jawa Tengah)
Selama zaman Tersier di Pulau Jawa telah terjadi tiga periode tektonik
yang telah membentuk lipatan dan zona-zona sesar yang umumnya
mencerminkan gaya kompresi regional berarah Utara-Selatan (Van Bemmelen,
1949). Ketiga periode tektonik tersebut adalah :
1. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen),
2. Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen), dan
3. Tektonik Holosen.
a. Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen)
Periode Tektonik Miosen Atas (Mio-Pliosen) dimulai dengan
pengangkatan dan perlipatan sampai tersesarkannya batuan sedimen Paleogen
dan Neogen. Perlipatan yang terjadi berarah relatif barat-timur, sedangkan
yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara hanya sebagian.
Sedangkan sesar yang terjadi adalah sesar naik, sesar sesar geser-jurus, dan
sesar normal. Sesar naik di temukan di daerah barat dan timur daerah ini, dan
berarah hampir barat-timur, dengan bagian selatan relatif naik. Kedua-duanya
terpotong oleh sesar geser. Sesar geser-jurus yang terdapat di daerah ini
berarah hampir baratlaut-tenggara, timurlaut-baratdaya, dan utara-selatan. Jenis
sesar ini ada yang menganan dan ada pula yang mengiri. Sesar geser-jurus ini
memotong struktur lipatan dan diduga terjadi sesudah perlipatan. Sesar normal
yang terjadi di daerah ini berarah barat-timur dan hampir utara-selatan, dan
terjadi setelah perlipatan. Di daerah selatan Pegunungan Serayu terjadi suatu
periode transgresi yang diikuti oleh revolusi tektogenetik sekunder. Periode
tektonik ini berkembang hingga Pliosen, dan menyebabkan penurunan di
beberapa tempat yang disertai aktivitas vulkanik.
b. Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen)
Periode Tektonik Pliosen Atas (Plio-Plistosen) merupakan kelanjutan dari
periode tektonik sebelumnya, yang juga disertai dengan aktivitas vulkanik,
yang penyebaran endapan-endapannya cukup luas, dan umumnya disebut
Struktur Jawa Tengah

Endapan Vulkanik Kuarter.


c. Periode Tektonik Holosen
Periode Tektonik Holosen disebut juga dengan Tektonik Gravitasi, yang
menghasilkan adanya gaya kompresi ke bawah akibat beban yang sangat besar,
yang dihasilkan oleh endapan vulkanik selama Kala Plio-Plistosen. Hal
tersebut menyebabkan berlangsungnya keseimbangan isostasi secara lebih aktif
terhadap blok sesar yang telah terbentuk sebelumnya, bahkan sesar-sesar
normal tipe horst dan graben ataupun sesar bongkah atau sesar menangga dapat
saja terjadi. Sesar- sesar menangga yang terjadi pada periode inidapat dikenal
sebagai gawir-gawir sesar yang mempunyai ketinggian ratusan meter dan
menoreh kawah atau kaldera gunung api muda, seperti gawir sesar di Gunung
Beser, dan gawir sesar pada kaldera Gunung Watubela. Situmorang, dkk
(1976), menafsirkan bahwa struktur geologi di Pulau Jawa umumnya
mempunyai arah baratlaut-tenggara ,sesuai dengan konsep Wrench Fault
Tectonics Moody and Hill (1956) yang didasarkan pada model shear murni.

Gambar 2. Struktur Geologi Pulau Jawa (Budi, 2011)


Struktur Jawa Tengah

Referensi
Budi, A. 2011. Geologi Regional Daerah Jawa Timur. jbptitbpp-gdl-antonybudi-
22695-3-2011ta-2 . Diakes pada tanggal 1 Maret 2018

Van Bemmelen., R. W. 1949. The Geology of Indonesia, Vol. IA: General


Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, The Hague, Martinus

Anda mungkin juga menyukai