Anda di halaman 1dari 6

1.

Penjelasan Terjadinya Phobia Ditinjau dari Berbagai Perspektif Teori


Nevid dkk (2005) menjelaskan phobia dengan berbagai perspektif teori sebagai berikut:
a. Perspektif Psikodinamika
Perspektif psikodinamika menjelaskan gangguan kecemasan (gangguan phobia) adalah
suatu sinyal bahaya bahwa impuls-impuls yang mengancam yg sifatnya seksual atau agresi
mendekat ke taraf kesadaran. Untuk menghapus impuls-impuls yg mengancam, ego mencoba
untuk menghalangi atau mengalihkannya dengan memobilisasi mekanisme pertahanan. Misal
proyeksi atau displacement. Suatu reaksi phobik dipercaya melibatkan proyeksi dari impuls-
impuls yang mengancam yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri dan dipindahkan ke
objek phobia. Pada dasarnya phobia mempunyai manfaat yaitu menghindari kontak dengan
objek/instrumen yang memungkinkannya mencegah keinginan destruktif untuk menjadi disadari
dan kemungkinan akan ditindakinya. Dengan demikian impuls-impuls yang mengancam ini
aman direpresi. Objek atau situasi fobik merupakan simbolisasi atau representasi dari keinganan-
keinganan atau harapan yg disadari. Orang menyadari fobianya tetapi tidak menyadari impuls-
impuls tak sadar yg disimbolisasikannya
b. Perspektif Belajar
Perspektif belajar menjelaskan gangguan kecemasan (gangguan phobia) diperoleh
melalui proses belajar terutama melalui kondioning dan observasional. Menurut model klasik
baik konditioning klasikal maupun konditioning operant tercakup dalam pembentukan phobia.
Konditioning klasikal menjelaskan bahwa objek/situasi yang tadinya netral memperoleh
kapasitas untuk menimbulkan takut karena dipasangkan dengan stimuli yang aversif/tdk
menyenangkan/menyakitkan. Konditioning operant menjelaskan ketika penderita phobia
menghindari dari objek yang ditakutkan akan mendapatkan penguatan/reward yang berupa
kelegaan. Para teoritikus belajar juga melihat peran dari belajar observasional dalam memperoleh
rasa takut. Misal mengobsevasi orang yang bereaksi ketakutan atau mendapatkan informasi
negatif (mendengarkan atau membaca objek yg ditakutkan adalah berbahaya)
c. Perspektif Kognitif
Perpsektif kognitif menjelaskan ganggaun dengan memfokuskan pada peran dari cara
berpikir yang terdistorsi dan disfungsional yang mungkin memegang peran dalam
pengembangan gangguan kecemasan (gangguan phobia). Beberapa faktor kognitif dalam
gangguan kecemasan (phobia) antara lain (1) Prediksi berlebihan terhadap rasa takut, (2)
keyakinan yg mengalahkan diri (self defeating) atau irasional. Orang fobia cenderung
mempunyai banyak keyakinan irasional “bagaimana kalau saya mati” “bagaimana kalau orang
tahu tahu hal ini akan sangat memalukan”. Pikiran ini akan mengintensifkan ketegangan
otonomik. Menganggu rencana, memperbesar aversi/menykitkan stimuli, mendorong perilaku
menghindar, menurunkan harapan atas kemampuannya mengendalikan situasi, (3) Sensitivitas
berlebihan terhadap ancaman yaitu Penderita phobia mempersepsikan bahaya pada situasi yg
oleh orang umum dianggap normal.
d. Perspektif Biologi
Nevid (2005) menyatakan bukti-bukti makin bertambah mengenai pentingnya faktor-
faktor biologis pada gangguan-gangguan kecemasan antara lain hereditas dan ketidakseimbangan
biokimia di otak. Faktor genetik tampak mempunyai peran penting dalam perkembangan
gangguan kecemasan termasuk didalamnya gangguan phobia. Ketidakteraturan atau disfungsi
dalam reseptor serotin dan neopinephrine di otak juga memegang peran dalam gangguan
kecemasan (Soythwich dkk dalam Navid, 2005). Para peneliti juga menduga bahwa gen yang
terlibat dalam regulasi serotin kemungkinan memegang peran dalam menentukan trait yang
terkait dengan kecemasan (Lesch dalam Nevid, 2005).
2. Penanganan Phobia Spesifik
Nevid dkk (2005) mengemukakan beberapa penanganan terhadap gangguan kecemasan
dengan mendasarkan berbagai perspektif teori diatas
a. Penanganan phobia spesifik berdasarkan pendekatan psikodinamika

Pendekatan psikodinamika membantu penderita untuk mengatasi konflik-konflik tak

sadar yang diyakini mendasari gangguan-gangguan kecemasan. Terapis menyadarkan kepada

klien bahwa kecemasan yang dialami merupakan simbolisasi dari konflik dalam (inner conflict).

penyadaran adanya sumbolisasi ini akan memungkinkan klien dapat membebaskan ego dari

menghabiskan energi untuk represi sehingga ego dapat memberi perhatian kepada tugas-tugas

yang lebih kreatif

b. Penanganan phobia spesifik berdasarkan pendekatan belajar


Yang menjadi inti dari pendekatan-pendekatan ini adaalh usaha untuk membantu

individu-individu menjadi lebih efektif dalam menghadapi objek-objek atau situasi-situasi yang

menimbulkan kecemasan. Teknik yang dipakai antara lain (1) desensitisasi sistematik yaitu suatu

proses gradual dimana klien belajar secara progresif menghadapi stimuli yang makin menganggu

sementara klien tetap rileks. Stimulus diurutkan berdasarkan kemampuan stimulus tersebut

dalam menimbulkan kecemasan. Dengan menggunakan imajinasi atau melihat foto-foto,

penderita diberikan pemaparan terhadap item-item dalam hirarki secara gradual membayangkan

diri sendiri mendekati tingkah-laku sasaran. (2) Pemaparan gradual yaitu membantu orang

mengatasi phobia melalui pendekatan setapak demi setapak dari pemaparan aktual terhadap

stimulus phobik. Efektivitas terapi pemaparan sudah sangat terbukti membuat terapi ini sebagai

terapi pilihan untuk menangani phobia spesifik.

c. Penanganan phobia spesifik berdasarkan pendekatan kognitif

Terapis kognitif membantu penderita phobia untuk mengenali cacat-cacat logis dalam

pemikirannya dan membantu memandang situasi secara rasional. Penderita diminta

mengumpulkan bukti-bukti untuk menguji keyakinannya yang mungkin akan membawanya

mengubah keyakinan yang ternyata tidak berdasarkan pada realitas. Salah satu contoh teknik

kognitif adalah restrukturisasi kognitif yaitu suatu proses dimana terapis membantu penderita

phobia mencari pikiran-pikiran self defeating dan mencari alternatif rasional sehingga pendeita

dapat belajar menghadapi situasi-situasi pembangkit kecemasan.

d. Penanganan phobia spesifik berdasarkan pendekatan biologi

Berbagai variasi obat-obatan dipakai untuk mengobati gangguan kecemasan. Terapi obat

berfokus pada penggunaan benzodiazepin dan obat-obat antidepresan (yang mempunyai efek

lebih daripada hanya sebagai antidepresan).


e. Penanganan phobia spesifik berdasarkan pendekatan kognitif behavioral (cognitive

behavior theraphy/CBT)

Terapi kognitif behavioral adalah teknik terapi yang bekerja membantu orang yang

mengalami gangguan perilaku dan cara berpikir yang terganggau. Terapi ini memadukan teknik-

teknik behavioral seperti pemaparan dan teknik-teknik kognitif seperti restrukrisasi kognitif.

Salah satu tokoh mengemukakan bahwa terapi kognitif behavioral adalah efektif dalam
mengatasi phobia spesifik. Terapi kognitif menantang pikiran yang penuh ketakutan dan
menggantikannya dengan pemikiran yang lebih positif. Meskipun beberapa penelitian
menunjukkan manfaat bahwa terapi kognitif dapat membantu pasien mengurangi kecemasan,
namun demikian penelitian yang lain menunjukan terapi kognitif saja tidak cukup efektif untuk
menangani phobia spesifik. Penelitian menunjukkan bahwa pemaparan atau desentisasi baik
secara riel maupun imajiner adalah paling efektif dan bertahan paling lama untuk menangani
phobia spesifik. Desensitisasi sistematis meliputi proses dimana penderita tidak belajar asosiasi
antara stimulus phobik dan kecemasan. Pemaparan dilakukan secara bertahap untuk menghadapi
stimulus phobik sehingga penderita phobia spesifik dapat menghadapi ketakutan secara imajiner
sebelum mencoba melakukan pemaparan secara riel. (http://www.minddisorders.com/Py-
Z/Specific-phobias.html#ixzz03cVk5z6Y)
Tokoh yang laian mengemukakan bahwa terapi kognitif behavioral sudah terbiasa

digunakan untuk menangani orang yang mengalami phobia spesifik baik secara kelompok

maupun individual. Terapis biasanya bekerja denga penderita yang mengalami gangguan

perilaku maupun kognitifnya. Terapi akan membantu klien yang memiliki cara berpikir yang

negatif. Terapi akan memeriksa bagaimana cara berpikirnya membentuk pola perilaku yang

negatif, memperburuk dan mempertahankan phobia spesifik dan memperkuat ketakutannya.

Adapun terapi behavioral mengajak penderita untuk mengembangkan respon yang berbeda

terhadap stimulus phobik, biasanya melibatkan sejumlah pemaparan yaitu penderita secara

bertahap dihadapkan pada objek yang ditakuti. Bagian lain dari terapi kognitif behavioral yang
efektif adalah psikoedukasi. Teknik ini memberikan pendidikan mengenai simptom kecemasan

dan bagaimana simpton kecemasan ini dapat terjadi. Misal orang kurang takut jika

diinformasikan tentang respon fisiologis tentang kecemasan atau ketakutan. Edukasi mengenai

simptom kecemasan akan membantu penderita memahami pentingnya pernafasan dan relaksasi.

Relaksasi dan teknik pernafasan juga diaajarkan untuk meminimalkan simptom kecemasan dan

mengelola stres secara umum

Berdasarkan kedua artikel di atas maka langkah secara garis besar adalah sebagai

berikut :
(1) Penderita akan mendapatkan psychoedukasi tentang simptom kecemasan dan bagaimana

kecemasan terjadi. Hal ini juga diharapkan dapat mengurangi kecemasan,


(2) Penderita akan diajak untuk menemukan cara berpikirnya yang membentuk pola perilaku

yang negatif, memperburuk dan mempertahankan phobia spesifik dan memperkuat

ketakutannya. Pada dasarnya terapis akan membantu penderita phobia mencari pikiran-pikiran

self defeating dan mencari alternatif rasional sehingga pendeita dapat belajar menghadapi situasi-

situasi pembangkit kecemasan (restrukturisasi kognitif)


(3) penderita akan diajari relaksasi otot untuk menghadapi pemaparan objek yang ditakuti baik

secara desensitisasi sistematis dan pemaparan secara nyata (riel)


(4) penderita akan belajar desensitisasi sistematis yaitu penderita belajar secara progresif

menghadapi stimuli yang makin menganggu sementara penderita tetap rileks. Stimulus diurutkan

berdasarkan kemampuan stimulus tersebut dalam menimbulkan kecemasan. Dengan

menggunakan imajinasi atau melihat foto-foto, penderita diberikan pemaparan terhadap item-

item dalam hirarki secara gradual membayangkan diri sendiri mendekati tingkah-laku sasaran

(objek yang ditakuti).


(5) Penderita diajak untuk berhadapan dengan objek yang ditakuti yaitu melalui pemaparan. Pada

dasarnya penderita akan dibantu mengatasi phobia melalui pendekatan setapak demi setapak dari

pemaparan aktual terhadap stimulus phobik.


Catatan

No 5 tdk usah digabung dengan no 4 diberi judul desensitisasi in vivo

Anda mungkin juga menyukai