Anda di halaman 1dari 119

EVALUASI KANDUNGAN NUTRISI, PRODUKSI GAS

DAN DEGRADASI PAKAN IN VITRO DARI LIMBAH


KELAPA SAWIT YANG DIFERMENTASI DENGAN
Aspergillus niger IRADIASI 500 Gy

SKRIPSI

PUTRI AMANDA

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
EVALUASI KANDUNGAN NUTRISI, PRODUKSI GAS
DAN DEGRADASI PAKAN IN VITRO DARI LIMBAH KELAPA SAWIT
YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger IRADIASI 500 Gy

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

PUTRI AMANDA
1112096000059

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
EVALUASI KANDUNGAN NUTRISI, PRODUKSI GAS
DAN DEGRADASI PAKAN IN VITRO DARI LIMBAH KELAPA SAWIT
YANG DIFERMENTASI DENGAN Aspergillus niger IRADIASI 500 Gy

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains


Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

PUTRI AMANDA
1112096000059

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Suharyono, M.Rur.Sci Dr. Siti Nurbayti, M.Si


NIP. 19530410 198003 1 005 NIP. 19740721 200212 2 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia

Drs. Dede Sukandar, M.Si


NIP. 19650104 199103 1 004
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Evaluasi Kandungan Nutrisi, Produksi Gas dan Degradasi


Pakan In Vitro dari Limbah Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan
Aspergillus niger Iradiasi 500 Gy” yang ditulis oleh Putri Amanda, NIM
1112096000059 telah diuji dan dinyatakan “Lulus” dalam Sidang Munaqosah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada hari Rabu, 25 April 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,
Penguji I Penguji II

Dr. Sandra Hermanto, M.Si Nurhasni, M.Si


NIP. 19750810 200501 1 005 NIP. 19740618 200501 2 005

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Suharyono, M.Rur.Sci Dr. Siti Nurbayti, M.Si


NIP. 19530410 198003 1 005 NIP. 19740721 200212 2 002

Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

Dr. Agus Salim, M.Si Drs. Dede Sukandar, M.Si.


NIP. 19720816 199903 1 003 NIP. 19650104 199103 1 004
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL

KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI

ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, 25 April 2018

Putri Amanda
1112096000059
ABSTRAK

PUTRI AMANDA. Evaluasi Kandungan Nutrisi, Produksi Gas dan Degradasi


Pakan in Vitro dari Limbah Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Aspergillus
niger Iradiasi 500 Gy. Dibimbing oleh SUHARYONO dan SITI NURBAYTI.

Limbah hasil perkebunan kelapa sawit seperti cangkang, pelepah dan tandan
kelapa sawit dapat berpotensi sebagai pakan ternak ruminansia. Kandungan serat
kasar yang tinggi menjadi penyebab terbatasnya pemanfaatan limbah kelapa sawit
sebagai bahan pakan sehingga perlu dilakukan fermentasi terlebih dahulu guna
menurunkan kandungan serat kasarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh Aspergillus niger iradiasi 500 Gy pada fermentasi cangkang (C), pelepah
(P), tandan kelapa sawit (TKS) dan kombinasi C, P dan TKS (CPTKS) terhadap
degradasi pakan secara in vitro. Parameter yang diamati pada proses fermentasi
meliputi kadar air, pH, aktivitas enzim selulase, aktivitas enzim lignin peroksidase
dan kadar glukosa. Pada uji in vitro parameter yang diamati meliputi produksi gas
total, produksi gas metana (CH4), karakteristik fermentasi rumen serta degradasi
bahan kering (DBK) dan degradasi bahan organik (DBO). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sampel pelepah fermentasi (PF) memiliki kandungan protein
kasar (P<0,05) sebesar 6,59% serta menghasilkan aktivitas enzim selulase tertinggi
yaitu sebesar 3,30 U/g DM pada hari ke-10 dan kadar glukosa sebesar 6,43 mg/g
BK (Bahan Kering). Pada uji in vitro sampel tandan kelapa sawit fermentasi
(TKSF) menghasilkan produksi gas total tertinggi (P<0,05) yaitu sebesar 57,13
ml/380 mg BK. Nilai degradasi bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO)
tertinggi dihasilkan oleh sampel pelepah fermentasi (PF) (P<0,05) masing-masing
sebesar 71,13% dan 72,74%.

Kata Kunci: limbah kelapa sawit, fermentasi, Aspergillus niger, degradasi


ABSTRACT

PUTRI AMANDA. Evaluation of Nutrition Content, Gas Production and in Vitro


Feed Degradation of Palm Oil Wastes Fermented with Aspergillus niger Gamma
Irradiated (500 Gy). Supervised by SUHARYONO and SITI NURBAYTI.

Waste from oil palm plantations such as shell, palm oil bleached and palm
oil bunches could potentially use as feed ruminants. The high content of crude fiber
causes the limited use of palm oil waste as feed so it is necessary to ferment it first
in order to reduce the crude fiber content. This study aims to determine the effect
of Aspergillus niger irradiation 500 Gy on fermentation of shell (C), palm oil
bleached (P), palm oil bunches (CPTKS) and it combination (CPTKS) to feed
degradation using in vitro method. The parameters observed in the fermentation
process were moisture content, pH, cellulase enzyme activity, lignin peroxidase
enzyme activity and glucose level. The in vitro test parameters were total gas
production, methane gas production (CH4), characteristics of rumen fermentation
and dry matter digestibility (DMD) and organic matter digestibility (OMD). The
results showed that the fermented palm oil bleached (PF) had the highest crude
protein (P<0.05) at 6.59% and also had cellulase enzyme activity of 3.30 U/g DM
(Dry Matter) and glucose level on 10th day fermentation at 6.43 mg/g DM. The in
vitro test of fermented oil palm bunch (TKSF) resulted in the highest total gas
production (P<0.05) at 57.13 ml/380 mg DM. The highest value of dry matter
degradation (DMD) and organic matter degradation (DBO) were obtained by
fermentation of midrib (PF) (P<0,05) each 71.13% and 72.74%.

Keyword: palm oil waste, fermentation, Aspergillus niger, degradation


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji serta syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kandungan Nutrisi, Produksi

Gas dan Degradasi Pakan In Vitro dari Limbah Kelapa Sawit yang

Difermentasi dengan Aspergillus niger Iradiasi 500 Gy”. Shalawat serta salam

semoga senantiasa Allah berikan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta

keluarga dan sahabatnya, serta pengikutnya yang memperjuangkan islam hingga

akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan,

bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Ir. Suharyono, M.Rur.Sci selaku Pembimbing I yang telah memberikan ide

penelitian, bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi ini.

3. Dr. Sandra Hermanto, M.Si dan Nurhasni, M.Si selaku Penguji I dan II yang

telah memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

viii
6. Kedua orang tua, Bapak Ramelan dan Ibu Ratna Jamilah serta kakak dan adik

Yudho Ariyoko, Lati Fadillah dan Syifa Nurkhalizah yang telah memberikan

motivasi, do’a dan dukungan yang tidak pernah putus agar penulis tetap

semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Pak Nana, Pak Teguh, Kak Tia, Pak Edi, Pak Wardi, Pak Dedi, Pak Sudono,

Dianty, Windi dan Reza yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam

menjalankan penelitian.

8. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu yang telah diberikan kepada

penulis.

9. Fahmi Ahmad Satria yang telah memberikan keceriaan, motivasi, do’a dan

dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman Kimia angkatan 2012 Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

nasehat, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, April 2018

Putri Amanda

ix
DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1


1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................4
1.3 Hipotesis Penelitian.......................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian ..........................................................................................5
1.5 Manfaat .........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................6
2.1 Potensi Limbah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ternak ...................................6
2.1.1 Cangkang Kelapa Sawit ......................................................................8
2.1.2 Pelepah Kelapa Sawit ..........................................................................8
2.1.3 Tandan kelapa sawit ............................................................................9
2.1.4 Selulosa ...............................................................................................9
2.1.5 Lignin ..................................................................................................10
2.2 Fermentasi .....................................................................................................11
2.3 Aspergillus niger ...........................................................................................12
2.3.1 Enzim Selulase .....................................................................................13
2.3.3 Enzim Lignin Peroksidase (LiP) ..........................................................14
2.4 Hewan Ruminansia .......................................................................................16
2.4.1 Proses Pencernaan Hewan Ruminansia ...............................................16
2.4.2 Produksi Volatile Fatty Acid (VFA) ....................................................17
2.4.3 Produksi Amonia (NH3) .......................................................................18
2.4.4 Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik ...................20

x
2.5 Metode Produksi Gas in Vitro .......................................................................21
2.6 Iradiasi Sinar Gamma ....................................................................................22
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................24
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................24
3.2 Alat dan Bahan ..............................................................................................24
3.2.1 Alat .......................................................................................................24
3.2.2 Bahan ...................................................................................................24
3.3 Desain Penelitian ...........................................................................................25
3.4 Prosedur Penelitian........................................................................................27
3.4.1 Preparasi Sampel ..................................................................................27
3.4.2 Pembuatan Larutan Nutrisi ..................................................................27
3.4.3 Proses Fermentasi dengan Aspergillus niger Iradiasi 500 Gy .............27
3.4.4 Analisis Kandungan Nutrisi Sampel ....................................................31
3.4.5 Fermentasi Sampel dalam Cairan Rumen Secara in Vitro ...................34
3.4.6 Analisis Karakteristik Fermentasi Rumen ...........................................36
3.4.7 Pengukuran Kecernaan Secara In Vitro ...............................................38
3.4.8 Analisis Statistik ..................................................................................38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................39
4.1 Fermentasi Sampel dengan Aspergillus niger Iradiasi 500 Gy .....................39
4.2 Parameter Proses Fermentasi dengan Asergillus niger Iradiasi 500 Gy .......39
4.2.1 Kadar Air ..............................................................................................39
4.2.2 Nilai pH ................................................................................................42
4.2.3 Aktivitas Enzim Selulase .....................................................................44
4.2.4 Kadar Glukosa ......................................................................................45
4.2.5 Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) ..........................................47
4.2.6 Kandungan Nutrisi Sampel ..................................................................48
4.3 Uji In Vitro Sampel di dalam Cairan Rumen ................................................51
4.3.1 Produksi Gas Total ...............................................................................51
4.3.2 Produksi Gas Metan (CH4)...................................................................53
4.3.3 Karakteristik Fermentasi Rumen..........................................................54
4.4 Degradasi Pakan Setelah 48 Jam Waktu Inkubasi ........................................56

xi
BAB V PENUTUP .............................................................................................58
5.1 Simpulan .......................................................................................................58
5.2 Saran ..............................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................59
LAMPIRAN .......................................................................................................68

xii
DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Kelapa sawit ..................................................................................6


Gambar 2. Struktur selulosa ............................................................................10
Gambar 3. Unit dasar penyusun lignin ............................................................11
Gambar 4. Fungi Aspergillus niger .................................................................13
Gambar 5. Proses pemecahan selulosa menjadi glukosa .................................14
Gambar 6. Siklus katalitik LiP ........................................................................15
Gambar 7. Sistem pencernaan ternak ruminansia ...........................................17
Gambar 8. Proses metabolisme karbohidrat dalam ternak ruminansia ...........17
Gambar 9. Alur degradasi protein dalam rumen ............................................19
Gambar 10. Diagram alir penelitian ..................................................................26
Gambar 11. Grafik perubahan kadar air ............................................................40
Gambar 12. Grafik perubahan kadar air substrat fermentasi
dan tanpa fermentasi ......................................................................41
Gambar 13. Grafik perubahan nilai pH .............................................................42
Gambar 14. Grafik aktivitas enzim selulase ......................................................44
Gambar 15. Kadar glukosa substrat ...................................................................45
Gambar 16. Reaksi DNS dengan glukosa .........................................................46
Gambar 17. Grafik aktivitas enzim lignin peroksidase .....................................47
Gambar 18. Konsentrasi gas metana .................................................................53

xiii
DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Kandungan nutrisi limbah kelapa sawit ............................................7


Tabel 2. Kandungan nutrisi sampel fermentasi dan tanpa fermentasi .............49
Tabel 3. Produksi gas total dan kinetika gas fermentasi rumen ......................51
Tabel 4. Karakteristik fermentasi rumen .........................................................54
Tabel 5. Kecernaan in vitro sampel .................................................................57

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Hasil Pengamatan dan Perhitungan .............................................68


Lampiran 2. Uji Statistik ..................................................................................81
Lampiran 3. Dokumen Penelitian.....................................................................101

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor perkebunan unggulan

di Indonesia yang mengalami perkembangan cukup pesat. Berdasarkan data

statistik perkebunan Indonesia komoditas kelapa sawit tahun 2015–2017 total

produksi kelapa sawit meningkat dari 31.070.015 ton menjadi 35.359.384 ton

sehingga potensi limbah kelapa sawit yang dihasilkan cukup tinggi. Diketahui

untuk 1 ton kelapa sawit dapat menghasilkan limbah berupa tandan kelapa sawit

sebanyak 23%, cangkang sebanyak 6,5%, lumpur sawit sebanyak 4%, serabut

sebanyak 13% serta limbah cair sebanyak 50% (Mandiri, 2012).

Limbah hasil perkebunan kelapa sawit seperti cangkang, pelepah dan tandan

kelapa sawit dapat berpotensi sebagai pakan ternak ruminansia. Kendala utama

pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak adalah kandungan serat

kasar yang cukup tinggi dan kecernaan yang rendah. Pakan ternak yang bermanfaat

bagi sumber energi adalah semua bahan pakan yang memiliki kandungan protein

kasar kurang dari 20% dan kandungan serat kasar 18% (Hartadi et al., 1990).

Berdasarkan penelitian Suharyono et al. (2015) kandungan serat kasar cangkang,

pelepah dan tandan kelapa sawit berturut-turut adalah 36,86%, 40,82% dan 40,34%

sehingga diperlukan perlakuan fisik, kimia maupun biologi untuk meningkatkan

nilai nutrisi dan daya cernanya.

Salah satu cara untuk meningkatkan nilai nutrisi dari limbah kelapa sawit

yaitu melalui fermentasi menggunakan mikroorganisme yang bersifat selulotik

sehingga dapat menurunkan kandungan serat kasar dan menghasilkan kualitas

1
pakan yang optimal (Fariani et al., 2013). Hal ini berlandaskan pada firman Allah

yang tertuang pada Q.S An-Nahl ayat 13.

١٣ َ‫ض ُم ۡخت َ ِلفًا أ َ ۡل َٰ َونُ ۚٓ ٓۥهُ ِإ َّن فِي َٰذَ ِل َك َۡل ٓ َي ٗة ِل َق ۡو ٖم َيذَّ َّك ُرون‬
ِ ‫َو َما ذَ َرأ َ لَ ُك ۡم فِي ۡٱۡل َ ۡر‬
Artinya : “dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi

ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil

pelajaran”.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah telah menciptakan hewan-hewan dan

tumbuh-tumbuhan dengan berbagai bentuk, ukuran dan warna yang beragam untuk

manusia sehingga manusia dapat mengetahui dan memanfaatkannya. Dalam

penelitian ini memanfaatkan fungi Aspergillus niger karena mampu menghasilkan

enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi glukosa melalui proses

fermentasi (Devi dan Kumar, 2012).

Fungi berfilamen seperti Trichoderma dan Aspergillus adalah penghasil

enzim selulase yang sangat unggul dan efisien (Ikram et al., 2005). Pemilihan fungi

Aspergillus niger dalam penelitian ini berdasarkan pada penelitian Akmal dan

Mairizal (2003) yang menunjukkan bahwa proses fermentasi pada bungkil kelapa

sawit dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar dari

22,41% menjadi 35,27% dan menurunkan kandungan serat kasar dari 15,15%

menjadi 10,24 serta penelitian Situmorang (2010) yang menunujukkan bahwa

pemanfaatan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger

dalam pakan sapi Bali menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 515,48

g/ekor/hari.

2
Aktivitas Aspergillus niger dapat ditingkatkan melalui iradiasi sinar gamma.

Sinar gamma memiliki energi tinggi sehingga efektif menembus dinding sel yang

dimiliki jamur (Busby, 2003). Interaksi sinar gamma dengan suatu sel akan

menghasilkan radikal bebas atau spesi oksigen reaktif diantaranya adalah radikal

superoksida (O2-), hidroksil (OH-) dan H2O2. Radikal bebas tersebut dapat

mengganggu struktur dan fungsi dari komponen sel sehingga memicu terjadinya

stress oksidatif. Sebagai akibat dari stress oksidatif yang ditimbulkan, sel tersebut

akan mengembangkan mekanisme proteksi untuk melawan efek oksigen reaktif

dengan menghasilkan enzim yang lebih banyak (Sreedhar et al., 2013). Penelitian

Mulyana et al. (2015) menunjukkan bahwa fungi Aspergillus niger yang dipapar

sinar gamma dosis 500 Gy pada fermentasi substrat jerami padi memiliki aktivitas

enzim selulase yang lebih tinggi dibandingkan dosis 0, 125, 250, 375 dan 625 Gy

yaitu sebesar 31,01 U/g.

Kualitas suatu bahan pakan selain ditentukan oleh kandungan nutrisi juga

sangat ditentukan oleh kemampuan degradasi dan adaptasi mikrobia rumen yang

berpengaruh terhadap kecernaan pakan terutama kandungan lignin (Arora., 1995).

Evaluasi degradasi bahan pakan ternak ruminansia dapat dilakukan dengan metode

in vitro produksi gas. Produksi gas in vitro merupakan simulasi rumen dalam sistem

bacth culture. Sampel pakan yang akan diteliti, diinkubasi dalam fermentor pada

suhu 39 ℃ dalam medium anaerob yang diinokulasi dengan mikroba rumen.

Adanya aktivitas fermentasi oleh mikroba rumen akan menghasilkan gas

(Kurniawati, 2007). Produksi gas yang dihasilkan dapat menggambarkan

banyaknya bahan organik yang tercerna. Produksi gas yang semakin tinggi

menunjukkan bahan pakan semakin baik dalam arti kecernaannya tinggi (Carro dan

3
Miller, 1999). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan evaluasi kandungan

nutrisi yang dapat dicerna secara in vitro dari cangkang, pelepah, tandan kelapa

sawit dan kombinasi ketiga limbah kelapa sawit tersebut melalui proses fermentasi

dengan Aspergillus niger iradiasi sinar gamma pada dosis 500 Gy.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh Aspergillus niger iradiasi 500 Gy pada fermentasi

cangkang, pelepah, tandan kelapa sawit dan kombinasi ketiga limbah kelapa

sawit tersebut dilihat dari kandungan nutrisi terutama kandungan protein dan

serat kasar?

2. Sampel limbah kelapa sawit manakah yang menghasilkan produksi gas

tertinggi?

3. Bagaimakah nilai degradasi bahan kering (DBK) dan degradasi bahan

organik (DBO) yang dihasilkan oleh sampel fermentasi maupun sampel tanpa

fermentasi?

1.3 Hipotesis

1. Aspergillus niger iradiasi 500 Gy mampu meningkatkan kandungan protein

serta menurunkan kandungan serat kasar dari limbah kelapa sawit melalui

proses fermentasi.

2. Sampel tandan kelapa sawit yang telah difermentasi menghasilkan produksi

gas tertinggi karena memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga

berkorelasi dengan produksi gas yang dihasilkan.

3. Nilai degradasi bahan kering (DBK) dan degradasi bahan organik (DBO)

yang dihasilkan oleh sampel fermentasi lebih tinggi dibandingkan sampel

4
tanpa fermentasi karena fungi Aspergillus niger memiliki kemampuan untuk

menghasilkan enzim selulase yang dapat memecah selulosa menjadi glukosa

sehingga dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan yang difermentasi.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh Aspergillus niger iradiasi 500 Gy terhadap proses

fermentasi cangkang, pelepah, tandan kelapa sawit dan kombinasinya dilihat

dari nilai nutrisi terutama kandungan protein dan serat kasar.

2. Mengetahui produksi gas total yang dihasilkan sampel limbah kelapa sawit.

3. Mengetahui nilai degradasi bahan kering (DBK) dan degradasi bahan organik

(DBO) yang dihasilkan sampel limbah kelapa sawit.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menjadi solusi alternatif pakan

konvensional ternak ruminansia serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan

yang timbul dari limbah perkebunan kelapa sawit.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Limbah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ternak

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) (Gambar 1) merupakan salah satu tanaman

perkebunan yang tergolong dalam kelompok palmae yang tumbuh dengan baik di

daerah tropis. Adapun klasifikasi tanaman kelapa sawit menurut Pahan (2008)

adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Famili : Palmae
Sub Famili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis gueneensis Jacq

Gambar 1. Tanaman kelapa sawit (http://ditjenbun.pertanian.go.id)

Pengembangan kebun kelapa sawit menyebabkan peningkatan produk

sampingan atau limbah yang berpotensi mengganggu lingkungan jika tidak dikelola

dengan baik. Tanaman perkebunan ini mempunyai potensi limbah yang dapat

6
dimanfaatkan sebagai pakan ternak berupa daun, pelepah, tandan kosong, cangkang,

serabut buah, lumpur sawit dan bungkil inti sawit. Limbah yang dihasilkan

mengandung bahan kering, protein kasar dan serat kasar yang nilai nutrisinya dapat

dimanfaatkan sebagai bahan dasar pakan ternak ruminansia (Mathius et al., 2003).

Dalam penelitian ini digunakan limbah cangkang, pelepah, tandan kelapa

sawit dan kombinasi cangkang, pelepah dan tandan kelapa sawit. Berdasarkan

penelitian Suharyono et al. (2015) (Tabel 1) dapat terlihat bahwa serat kasar yang

terkandung dalam cangkang, pelepah, tandan kelapa sawit maupun kombinasinya

cukup tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan

penggunaannya sebagai sumber pakan ternak sangat terbatas dan dapat

menyebabkan ternak kekurangan nutrien sehingga menurunkan produktivitas.

Tabel 1. Kandungan nutrisi limbah kelapa sawit (Suhayono et al., 2015)


Bahan BK Abu PK LK SK BETN
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
C 90,97 4,43 5,28 1,20 36,86 43,20
P 91,80 5,62 4,66 0,78 40,82 41,80
TKS 90,48 3,99 8,03 1,5 40,34 36,62
CPTKS 94,45 8,88 11,04 1,18 25,49 47,96
Keterangan: C (Cangkang); P (Pelepah); TKS (Tandan Kelapa Sawit); BK (Bahan Kering); PK
(Protein Kasar); LK (Lemak Kasar); SK (Serat Kasar); BETN (Bahan Ekstrak Tanpa
Nitrogen)

Menurut Mathius et al. (2003) perlakuan fisik pada limbah sawit dapat

dilakukan yaitu dengan pencacahan agar menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga

layak dikonsumsi ternak. Perlakuan lain yang dapat dilakukan yaitu pembuatan

silase dan fermentasi dengan menggunakan mikroorganisme yang bersifat selulotik

seperti kapang dari genus Trichoderma, Aspergillus dan Penicillium (Fariani et al.,

2013) sehingga dapat menurunkan kandungan serat kasar dan menghasilkan

kualitas pakan yang optimal. Penelitian Akmal dan Mairizal (2003) menunjukkan

7
bahwa proses fermentasi pada bungkil kelapa sawit dengan Aspergillus niger dapat

meningkatkan kandungan protein kasar dari 22,41% menjadi 35,27% dan

menurunkan kandungan serat kasar dari 15,15% menjadi 10,24%.

2.1.1 Cangkang Kelapa Sawit

Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak

kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak inti.

Limbah cangkang kelapa sawit berwarna hitam keabuan, bentuk tidak beraturan

dan memiliki kekerasan yang cukup tinggi (Purwanto, 2011). Cangkang ini dapat

diolah menjadi palm kernel oil (PKO) melalui proses ekstraksi atau pengepresan.

Cangkang kelapa sawit mengandung lignin (29,4%), hemiselulosa (27,7%),

selulosa (26,6%), air (8,0%), abu (0,6%) dan komponen ekstraktif (4,2%), dimana

seluruh senyawa ini termasuk dalam senyawa hidrokarbon (Pranata, 2009).

2.1.2 Pelepah Kelapa Sawit

Pelepah kelapa sawit merupakan limbah perkebunan terbesar namun belum

sepenuhnya dimanfaatkan peternak untuk bahan pakan alternatif pengganti hijauan

(Azmi dan Gunawan, 2005). Menurut Prabowo et al. (2011) faktor pembatas

pemanfaatan pelepah sawit sebagai pakan ternak adalah kandungan lignin yang

tinggi dan kandungan protein yang rendah. Pelepah kelapa sawit mengandung

lignin, hemiselulosa dan selulosa masing-masing sebesar 16,9%, 21,1%, dan 27,9%

(Imsya, 2007). Purba dan Ginting (1997) melaporkan bahwa pemberian pelepah

kelapa sawit secara langsung dapat menurunkan bobot badan domba sebesar 7,9%

selama 30 hari. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit yang difermentasi dengan

Aspergillus niger dalam pakan sapi Bali menghasilkan pertambahan bobot badan

sebesar 515,48 g/ekor/hari (Situmorang, 2010).

8
2.1.3 Tandan Kelapa Sawit

Tandan kelapa sawit merupakan salah satu limbah utama dari industri

pengolahan kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar yang diolah akan

menghasilkan crude palm oil sebanyak 0,21 ton (21%) serta minyak inti sawit

sebanyak 0,05 ton (5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk tandan buah

kosong, serta dan cangkang biji yang jumlahnya masing-masing 23%, 13,5% dan

5,5% dari tandan buah segar (Anwar, 2008). Tandan kelapa sawit mengandung

serat tinggi, kandungan utamanya adalah selulosa dan hemiselulosa serta lignin

dalam jumlah yang kecil. Syafwina et al. (2002) menyatakan bahwa tandan kelapa

sawit mengandung 41,30–46,50% selulosa, 25,30–33,80% hemiselulosa dan

27,60–32,50% lignin. Penggunaannya dalam ransum ternak ruminansia diperlukan

pengolahan terlebih dahulu sehingga dapat merenggangkan ikatan lignoselulosa

agar dapat dicerna dalam rumen (Jamarun et al., 2000). Pemanfaatan tandan kelapa

sawit yang mengandung serat kasar tinggi memiliki nilai biologis yang rendah.

Jumlah yang dapat diberikan dalam ransum sapi antara 30–50% dengan perlakuan

fisik seperti dicacah agar ukurannya lebih kecil dan layak dikonsumsi (Mathius et

al., 2003).

2.1.4 Selulosa

Selulosa merupakan biomolekul yang paling banyak ditemukan di alam dan

merupakan unsur utama penyusun tumbuhan (Koolman, 2001). Selulosa hampir

tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan selalu berikatan

dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Oleh karena itu, serat tanaman

biasa disebut lignoselulosa (Sukatardi et al., 2010). Adanya lignin serta

hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk

9
menghidrolisis selulosa. Selulosa tersusun atas D-glukosa yang terikat melalui ikatan

𝛽 (1,4). Ikatan 𝛽 (1,4) tidak dapat diputuskan oleh enzim

∝-amilase (Lehninger, 1997). Struktur selulosa ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur selulosa (Sixta, 2006)

Proses hidrolisis selulosa sempurna menghasilkan glukosa sedangkan

proses hidrolisis sebagian akan menghasilkan disakarida selobiosa. Biokonversi

selulosa menjadi glukosa merupakan proses yang kompleks yang memerlukan

selulase dengan beragam aktivitas (Koolman, 2001). Banyak hewan mengkonsumsi

tumbuhan yang mengandung selulosa sehingga dalam pencernaan hewan

dibutuhkan bakteri selulotik yang dapat membantu proses penguraian selulosa

menjadi glukosa. Kesempurnaan pemecahan selulosa pada saluran pencernaan

ternak tergantung pada ketersediaan enzim pemecah selulosa, yaitu selulase.

2.1.5 Lignin

Lignin merupakan komponen dinding sel tumbuhan berupa fenolik

heteropolimer yang dihasilkan dari rangkaian oksidatif diantara tiga unit monomer

penyusunnya yaitu p-kumaril, koniferil dan sinapil alkohol dalam reaksi yang

dimediasi oleh peroksida (Fengel dan Wegener, 1995). Unit dasar penyusun

struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 3.

10
Gambar 3. Unit dasar penyusun molekul lignin
(Fengel dan Wegener, 1995)

Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga strukturnya

bersifat kaku (rigid) dan menyebabkan tahan terhadap degradasi oleh sebagian

besar mikroba. Salah satu mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin

adalah kapang terutama dari genus Trichoderma sp., Aspergillus sp., maupun

Tremates sp. sebab mampu menghasilkan enzim ligninase yang terdiri dari Mangan

peroksidase (MnP), Lignin peroksidase (LiP) dan lakase (Lac) (Haryo, 2013).

2.2 Fermentasi

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa

sederhana yang melibatkan mikroorganisme dan bertujuan untuk menghasilkan

suatu produk (bahan pakan) yang mempunyai kandungan nutrisi, tekstur dan

biological availability yang lebih baik serta menurunkan zat anti nutrisinya

(Mahardi, 2009). Metode fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah

fermentasi substrat padat atau Solid State Fermentation (SSF).

SSF adalah metode fermentasi dengan menggunakan substrat yang tidak larut

tetapi mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan

mikroorganisme yang diinokulasi ke dalam substrat itu sendiri (Idiawati et al.,

2014). Substrat padat bertindak sebagai sumber karbon, nitrogen, mineral dan

faktor-faktor penunjang pertumbuhan serta memiliki kemampuan menyerap air

11
untuk pertumbuhan mikroba (Wajizah et al., 2015). Substrat yang paling banyak

digunakan dalam fermentasi substrat padat biasanya berupa biji-bijian, sekam dan

bahan yang mengandung lignoselulosa.

Fermentasi substrat padat dinilai lebih baik karena volume proses fermentasi

lebih rendah dibandingkan kultur terendam yang mengandung kadar air lebih tinggi.

Pemanenan pada fermentasi substrat padat lebih sederhana karena tidak perlu

memisahkan sel mikroorganisme dengan sisa substrat. Sisa substrat pada proses

fermentasi substrat padat tetap mempunyai nilai gizi sebagai bahan pakan karena

mengandung molekul polimer substrat yang lebih sederhana atau lebih mudah

tercerna dan mengandung enzim hidrolisis yang juga berguna pada pencernaan

hewan ternak (Purwadaria et al., 1994).

2.3 Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan salah satu fungi yang sering digunakan sebagai

starter dalam proses fermentasi sebab selain tidak membahayakan kapang ini juga

mudah untuk dikembangkan (Gras, 2008). Aspergillus niger dapat tumbuh pada

suhu 35–37ºC (optimum), 6–8ºC (minimum), 45–47ºC (maksimum) dan

memerlukan oksigen yang cukup (aerobik) (Hidayat, 2007). Pada fermentasi

dengan Aspergillus niger terjadi proses biokonversi senyawa-senyawa organik dan

anorganik menjadi protein sel sehingga kandungan protein substrat meningkat.

Demikian pula dengan enzim-enzim pemecah serat seperti selulase yang diproduksi

selama proses fermentasi berperan dalam menurunkan kandungan serat substrat

(Purwadaria et al., 1994).

Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan

lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia

12
berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih

longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus

dan berwarna coklat (Hidayat, 2007).

Gambar 4. Fungi Aspergillus niger (Dokumen penelitian, 2016)

Aspergillus niger mampu menghasilkan enzim intraseluler dan ekstraseluler.

Enzim intraseluler merupakan enzim yang langsung digunakan di dalam sel dan

sering ditemukan pada bagian membran dari sebuah organel sel. Enzim

ekstraseluler merupakan enzim yang lepas dari sel ke lingkungan untuk

menghidrolisis polimer di lingkungan serta untuk memfasilitasi kebutuhan

metabolismenya (Maier et al., 2000). Aspergillus niger menghasilkan beberapa

enzim ekstraseluler seperti enzim selulase, kitinase, amilase, glukoamilase,

katalase, pektinase, lipase, laktase, invertase dan asam protease (Hidayat et al.,

2006).

2.3.1 Enzim Selulase

Selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo-𝛽-

1,4-glukonase (CMCase, Cx selulase, endoselulase atau carboxymethyl cellulase),

kompleks ekso-𝛽-1,4-glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase) dan 𝛽-

13
1,4-glukosidase atau selobiase (Ahamed dan Vermette, 2008). Enzim selulase

menghidrolisis ikatan 𝛽 -1,4-glikosidik pada molekul selulosa sehingga

menghasilkan glukosa (Verma et al., 2012). Fungi berfilamen seperti Trichoderma

dan Aspergillus adalah penghasil enzim selulase yang sangat unggul dan efisien

(Ikram et al., 2005). Reaksi pemecahan selulosa menjadi glukosa disajikan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Proses pemecahan selulosa menjadi glukosa oleh enzim selulase


(Sixta, 2006)

2.3.2 Enzim Lignin Peroksidase (LiP)

Lignin Peroksidase (LiP) merupakan enzim ekstraseluler yang memiliki

peranan sangat penting dalam proses biodelignifikasi. Lignin Peroksidase memiliki

kemampuan mengkatalis beberapa reaksi oksidasi antara lain pemecahan ikatan

C∝–C𝛽 rantai samping propil non fenolik komponen aromatik lignin, oksidasi

14
benzil alkohol dan oksidasi fenol (Tien dan Kirk, 1984). Veratil alkohol sendiri

merupakan substrat dari enzim LiP dan digunakan untuk meningkatkan kerja LiP

serta melindungi LiP dari inaktivasi akibat kelebihan H2O2 (Gadd, 2001). Siklus

katalitik enzim LiP disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Siklus katalitik lignin peroksidase (LiP)


(Cullen dan Kersten, 1996)

Enzim LiP memiliki siklus katalitik (Gambar 6) yang dinamakan

mekanisme ping-pong. Reaksi yang terjadi yakni H2O2 mengoksidasi enzim pada

keadaan awal (resting enzyme) dengan dua elektron membentuk senyawa

intermediet I, senyawa tersebut kemudian mengoksidasi substrat aromatik dengan

menggunakan satu elektron membentuk senyawa intermediet II dan produk radikal

bebas. Senyawa intermediet II yang dihasilkan dapat kembali mengoksidasi

substrat lainnya sehingga terbentuk enzim awal dan produk radikal bebas (Cullen

dan Kersten, 1996). Terbentuknya radikal bebas secara spontan atau bertahap inilah

yang mengakibatkan lepasnya ikatan antar molekul dan beberapa inti pada cincin

aromatik.

15
2.4 Hewan Ruminansia

Hewan ruminansia adalah kelompok ternak bertulang belakang, memiliki

rahang, kaki berkuku genap dan tanduk yang strukturnya berongga dan mempunyai

sistem pencernaan makanan yaitu memamah biak (Kartadisastra, 1997).

2.4.1 Proses Pencernaan Hewan Ruminansia

Proses pencernaan pada hewan ruminansia terjadi secara mekanis di mulut,

fermentatif oleh mikroba rumen dan secara hidrolisis oleh enzim pencernaan di

abomasum. Lambung ruminansia terdiri dari empat bagian yaitu rumen, retikulum,

omasum dan abomasum (Sarwono dan Ariyanto, 2005). Pakan yang dikonsumsi

ruminansia memasuki saluran gastrointestinal melalui mulut, pakan dikunyah

sebentar kemudian bercampur dengan saliva lalu ditelan masuk ke esofagus menuju

rumen untuk dicerna secara fermentatif oleh mikroba rumen (Leng, 1984).

Makanan yang berada di dalam rumen akan diteruskan ke retikulum dan di

tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar.

Setelah dari retikulum, pakan masuk ke omasum melalui suatu katup. Pakan

mengalami penggilingan oleh gerak peristaltik dinding omasum sehingga partikel-

partikel pakan menjadi lebih halus sekaligus terjadi penyerapan air. Berikutnya

pakan masuk ke abomasum, tempat terjadinya proses pencernaan enzimatis. Sekresi

getah lambung yang mengandung enzim-enzim pencernaan untuk menghidrolisis

zat-zat gizi dalam pakan dihasilkan di abomasum. Hasil pencernaan enzimatis

tersebut diserap dalam usus halus. Pada usus besar sebagian sel mikroba rumen

kembali dicerna, Volatile Fatty Acid (VFA) yang dihasilkan diserap dinding usus,

sebagian sel mikroba lainnya bersama dengan komponen pakan tak tercerna

diekskresikan dalam bentuk feses (Sarwono dan Ariyanto, 2005).

16
Gambar 7. Sistem pencernaan ternak ruminansia
(Sarwono dan Ariysnto, 2005)

2.4.2 Produksi Volatile Fatty Acid (VFA)

Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan salah satu produk fermentasi

karbohidrat di dalam rumen yang menjadi sumber energi utama bagi ternak

ruminansia (Parakkasi, 1999). Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan

VFA pada ternak ruminansia disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Proses metabolisme karbohidrat dalam rumen ternak ruminansia


(McDonald et al., 2002)

17
Ransum yang diberikan kepada ternak ruminansia sebagian besar terdiri dari

karbohidrat. Karbohidrat yang dimakan dapat berupa karbohidrat struktural

(selulosa dan hemiselulosa) dan karbohidrat non-struktural (pati). Di dalam rumen,

polisakarida dihidrolisis menjadi monosakarida oleh enzim-enzim mikroba rumen.

Kemudian monosakarida tersebut seperti glukosa, difermentasi menjadi VFA

berupa asam asetat, propionat dan butirat, serta gas-gas CH4 dan CO2. VFA yang

terbentuk akan diserap melalui dinding rumen dan gas CH4 serta CO2 akan hilang

melalui eruktrasi (McDonald et al., 2002).

Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut

didegradasi oleh mikroba rumen. Produksi VFA yang tinggi merupakan kecukupan

energi bagi ternak (Sakinah, 2005). Konsentrasi VFA total yang layak bagi

kelangsungan hidup ternak adalah 80–160 mM (Suryapratama, 1999). Banyaknya

VFA yang terdapat dalam rumen dicirikan oleh aktivitas mikroba rumen. Bahan

pakan yang mudah difermentasi akan meningkatkan aktivitas mikroba sehingga

konsentrasi VFA juga meningkat (Chruch, 1979).

2.4.3 Produksi Amonia (NH3)

Protein pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia terbagi menjadi tiga jenis

yaitu ruminal undegradable protein (RUP), ruminal degradable protein (RDP) dan

non protein nitrogen (NPN). RDP dan NPN dalam rumen didegradasi oleh mikroba

untuk mensintesis sel tubuhnya dan menjadi protein mikroba. RUP disebut juga

sebagai protein by-pass karena tidak mengalami degradasi mikroba (Chuzaemi,

2012). RDP yang masuk ke dalam rumen mula-mula akan mengalami proteolisis

oleh enzim protease menjadi oligopeptida, sebagian dari oligopeptida akan

dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk menyusun protein selnya, sedangkan

18
sebagian lain untuk dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim peptidase menjadi asam

amino yang kemudian secara cepat mengalami deaminasi menjadi amonia

(McDonald et al., 2002).

Amonia hasil fermentasi tidak semuanya disintesis menjadi protein mikroba,

sebagian akan diserap ke dalam darah. Amonia yang tidak terpakai dalam rumen

akan dibawa ke hati untuk diubah menjadi urea, sebagian dikeluarkan melalui urine

dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva (Sutardi, 1977). Alur kecernaan protein

di dalam rumen dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Proses metabolisme protein dalam rumen ternak ruminansia


(McDonald et al., 2002)

Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi

dan proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein

19
atau proteinnya tahan terhadap degradasi maka konsentrasi amonia dalam rumen

akan rendah dan pertumbuhan mikroba akan lambat yang menyebabkan turunnya

kecernaan pakan. Kisaran optimum NH3 dalam rumen berkisar antara 6–21 mM

(McDonald et al., 2002).

2.4.4 Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Kecernaan merupakan bagian dari nutrien yang tidak diekskresikan dalam

feses melainkan diasumsikan sebagai nutrien yang diserap tubuh ternak. Kecernaan

pakan umumnya dinyatakan berdasarkan bahan kering dan sebagai suatu persentase

(McDonald et al., 2002). Kecernaan pakan ditentukan oleh karakteristik degradasi

dan kecepatan laju zat pakan meninggalkan rumen (Ismartoyo, 2011). Faktor-faktor

yang mempengaruhi kecernaan antara lain komposisi bahan pakan, perbandingan

komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan,

suplementasi enzim dalam pakan dan taraf pemberian pakan (McDonald et al.,

2002).

Kecernaan bahan kering menunjukkan tingginya zat pakan yang dapat

didegradasi oleh mikroba rumen. Semakin tinggi persentase kecernaan bahan

kering suatu bahan pakan maka semakin tinggi pula kualitas bahan pakan tersebut.

Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien bagi ternak,

sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan

tersebut kurang mampu menyuplai nutrien baik untuk hidup pokok maupun untuk

tujuan produksi ternak (Yusmadi, 2008).

Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting dalam menentukan

kualitas pakan sebab menggambarkan senyawa protein, karbohidrat dan lemak

yang dapat dicerna oleh rumen (Sutardi, 1977). Sebagian besar komponen bahan

20
kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi

rendahnya kecernaan bahan kering akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya

kecernaan bahan organik. Nilai kecernaan bahan organik didapat melalui selisih

kandungan bahan oranik (BO) awal sebelum inkubasi dan setelah inkubasi,

proporsional terhadap kandungan BO sebelum inkubasi tersebut (Blümmel et al.,

1997).

2.5 Metode Produksi Gas in Vitro

Metode in vitro merupakan suatu metode pendugaan kecernaan secara tidak

langsung yang dilakukan di luar tubuh ternak dengan mengikuti keadaan yang

sesungguhnya pada ternak tersebut atau meniru proses yang terjadi di dalam saluran

pencernaan ruminansia (Pell et al., 1993). Produksi gas in vitro merupakan simulasi

rumen dalam sistem bacth culture. Sampel pakan yang akan diteliti, diinkubasi

dalam fermentor pada suhu 39℃ dalam medium anaerob yang diinokulasi dengan

mikroba rumen. Adanya aktivitas fermentasi oleh mikroba rumen akan

menghasilkan gas (Kurniawati, 2007). Gas yang dihasilkan berasal dari fermentasi

pakan secara langsung (CO2 dan CH4) dan berasal dari produksi gas tidak langsung

melalui mekanisme buffering volatile fatty acid (VFA) yakni berupa gas CO2 yang

dilepaskan dari buffer bikarbonat yang diproduksi selama prses fermentasi

(Jayanegara et al., 2009).

Metode produksi gas ini mencoba menyempurnakan sistem kerja dari metode

in vitro sebelumnya dengan mengukur volume gas yang dihasilkan sebagai

parameter untuk menilai kecernaan bahan organik dan energi metabolis dalam

bahan pakan (Menke et al., 1986). Salah satu model produksi gas yang berkembang

saat ini adalah dengan menggunakan syringe glass berskala. Prisip kerjanya adalah

21
gas yang terbentuk selama inkubasi akan mendorong piston ke atas sehingga

volume gas dapat dibaca pada skala yang terdapat pada dinding syringe (Kurniawati,

2007).

2.6 Radiasi Sinar Gamma

Radiasi merupakan pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam

bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber

energi. Radiasi dengan tingkat energi yang terukur dan diketahui dosisnya disebut

iradiasi. Iradiasi dengan tingkat energi yang tinggi dapat mengadakan reaksi dengan

obyek yang dikenainya melalui ionisasi, yaitu dihasilkannya ion-ion dalam bahan

yang ditembus oleh energi tersebut (BATAN, 2008).

Sinar gamma merupakan jenis iradiasi yang biasa digunakan dalam berbagai

bidang karena bermuatan netral, panjang gelombang pendek dan daya tembus

paling tinggi sehingga energi sinar gamma yang dipancarkan sumber terhadap

target dapat menimbulkan perubahan pada komposisinya. Besar kecilnya

perubahan efek iradiasi sinar gamma tergantung dari energi dan waktu sumber radio

aktif (Lehninger, 1994). Pengaruh radiasi terhadap spesimen biologis bergantung

pada total energi yang diabsorpsi dan jenis radiasi pengion. Berdasarkan sistem

internasional, satuan untuk dosis serap ini adalah Gray (Gy). Satuan Gray

didefinisikan sebagai dosis radiasi yang diserap dalam satu joule (J) per kilogram

(kg). Jadi, 1 Gy = 1 J/kg. Gray berlaku untuk semua jenis bahan yang dikenai oleh

radiasi (Cember dan Johnson, 2009).

Pada penelitian ini fungi Aspergillus niger dipapar sinar gamma pada dosis

500 Gy. Dosis ini termasuk ke dalam dosis rendah sebab berada pada dosis kurang

dari 1000 Gy. Interaksi sinar gamma dengan suatu sel akan menghasilkan radikal

22
bebas atau spesi oksigen reaktif diantaranya adalah radikal superoksida (O2-),

hidroksil (OH-) dan H2O2. Radikal bebas tersebut dapat mengganggu struktur dan

fungsi dari komponen sel sehingga memicu terjadinya stress oksidatif. Sebagai

akibat dari stress oksidatif yang ditimbulkan, sel tersebut akan mengembangkan

mekanisme proteksi untuk melawan efek oksigen reaktif dengan menghasilkan

enzim yang lebih banyak (Sreedhar et al., 2013). Penelitian yang telah dilakukan

oleh Mulyana et al. (2015) diketahui bahwa fungi Aspergillus niger yang dipapar

sinar gamma pada dosis 500 Gy memiliki potensi yang baik dalam meningkatkan

aktivitas enzim selulase dan produksi glukosa dalam substrat jerami padi melalui

fermentasi padat selama 14 hari dibandingkan dosis 0, 125, 250, 375 dan 625 Gy.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium

Nutrisi Ternak Bidang Pertanian Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga

Nuklir Nasional (PAIR-BATAN), yang beralamat di Jalan Lebak Bulus Raya No.

49, Jakarta Selatan dan dilaksanakan pada bulan April 2016 sampai dengan Oktober

2016.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah alat gelas,

cutting mill, neraca analitik, autoklaf, stirrer, mikrotube, oven (Memmert), kasa,

alumunium foil, vortex, mikropipet, inkubator, penangas air, spektrofotometer UV-

Vis (Hitachi), desikator, sentrifuge, tabung sentrifuge, shaker, pH meter (Pcstestr

35), tanur, termos, syring glass, piston, klip, gas pembawa CO2, cawan conway,

buret, statif, pipet volume, methane analyzer (Pronova Analysentechnik) dan

komputer dengan aplikasi Statistical Package for the Social Sciences (SPSS).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah cangkang

kelapa sawit, pelepah kelapa sawit dan tandan kelapa sawit yang berasal dari PTPN

XIII Kalimantan Timur, Potato Dextrose Broth (PDB), akuades, natrium hidroksida

(NaOH), ekstrak yeast, ammonium sulfat ((NH4)2SO4), kalium dihidrogen fosfat

(KH2PO4), dikalium hidrogen fosfat (K2HPO4), magnesium sulfat (MgSO4),

24
larutan buffer sitrat pH 5, larutan carboxymethilcellulose (CMC), larutan buffer

asetat pH 3, larutan asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS) 1%, veratil alkohol, hidrogen

peroksida (H2O2) 5 mM, asam sulfat (H2SO4), strain Aspergillus niger yang telah

diiradiasi sinar gamma dosis 500 Gy yang diperoleh dari koleksi kultur mikroba

Laboratorium Kelompok Lingkungan PAIR-BATAN, cairan rumen kerbau, kalium

karbonat (K2CO3) jenuh, asam borat (H3BO3) berindikator metil merah dan brom

kresol hijau, asam klorida (HCl), petrolrum eter, Neutral Detergent Solution (NDS),

Acid Detergent Solution (ADS), selenium, indikator phenolphtalein, larutan

mikromineral (CaCl2.2H2O, MnCl2.4H2O, CoCl2.6H2O dan FeCl3.6H2O), larutan

buffer rumen (NaHCO3 dan NH4HCO3), larutan makromineral (NaHPO4, KH2PO4

dan MgSO4.7H2O), larutan pereduksi (Na2S.9H2O dan NaOH 1 N) dan resazurin.

3.3 Desain Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan 2 macam perlakuan. Perlakuan yang pertama

yaitu fermentasi sampel limbah kelapa sawit dengan Aspergillus niger iradiasi 500

Gy dengan metode fermentasi substrat padat. Perlakuan yang kedua yaitu

fermentasi sampel limbah kelapa sawit hasil fermentasi dan tanpa fermentasi

didalam cairan rumen dengan metode in vitro produksi gas. Adapun desain

penelitian ditampilkan pada diagram alir berikut ini:

25
Cangkang, Pelepah, Tandan Kelapa Sawit, Kombinasi

Fermentasi dengan
Tanpa Fermentasi
A.niger iradiasi 500 Gy
selama 14 hari

C P TKS CPTKS CF PF TKSF CPTKSF

Evaluasi: kadar air, pH,


Evaluasi: kadar air dan aktivitas enzim selulase,
kadar glukosa kadar glukosa, aktivitas
enzim Lignin Peroksidase
(LiP)

Analisis kandungan nutrisi:


Cairan Lemak kasar, protein kasar,
rumen ADF, NDF, Bahan kering,
Bahan organik

Fermentasi in vitro pada


periode waktu 2, 4, 6, 8, 10,
12, 24 dan 48 jam

Analisis karakteristik Pengukuran degradasi Evaluasi produksi


fermentasi rumen pakan gas

pH N-NH3 TVFA DBK DBO CH4 Gas Total

Analisis data statistik (SPSS)

Gambar 10. Diagram alir penelitian

26
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Preparasi Sampel Cangkang (C), Pelepah (P), Tandan Kelapa Sawit
(TKS) dan Kombinasi C, P dan TKS (CPTKS)

Cangkang, pelepah dan tandan kelapa sawit masing-masing dikeringkan

selama 1-2 hari dan dibersihkan dari pengotor kemudian dihaluskan dengan

menggunakan cutting mill. Selanjutnya masing-masing sampel direndam dalam air

selama 2x1 jam kemudian ditiriskan dan dilakukan proses pengeringan di dalam

oven.

3.4.2 Pembuatan Larutan Nutrisi (Strutch et al., 1991)

Sebanyak 28,8 g PDB, 8 g yeast ekstrak, 1,2 g (NH4)2SO4, 0,6 g KH2PO4,

0,6 g K2HPO4 dan 0,24 g MgSO4 dilarutkan dalam 1.200 mL akuades dan

disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121℃.

3.4.3 Proses Fermentasi dengan Aspergillus niger Iradiasi Gamma 500 Gy


(Pensupa et al., 2013)

Sebanyak 10 g inokulum (berasal dari campuran 100 mL molases, 100 g

dedak, 100 g talk, 100 g carboxymethylcellulose (CMC), 2 mL larutan PDB, 200

mL larutan nutrisi dan 2 mL strain Aspergillus niger iradiasi 500 Gy) dan 200 mL

larutan nutrisi dilarutkan ke dalam 200 mL akuades. Larutan tersebut

dihomogenkan menggunakan shaker mekanis selama 10 menit. Larutan dicampur

dengan masing-masing 200 g sampel (cangkang, pelepah, tandan kelapa sawit dan

kombinasi ketiganya) dalam kantong plastik berukuran 5 kg dan ditutup rapat

dengan pipa yang disumbat kapas serta dilapisi kasa kemudian ditutup plastik dan

diikat. Sampel tersebut disimpan dalam ruangan gelap selama 14 hari dan dilakukan

pengamatan pada hari ke-14 terhadap kadar air, perubahan pH, aktivitas enzim

selulase, kadar glukosa dan aktivitas enzim Lignin Peroksidase (LiP).

27
3.4.3.1 Pengukuran Kadar Air (AOAC, 2005)

Pengukuran kadar air diawali dengan menimbang cawan porselen kosong

yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105℃ selama 1 hari. Sebanyak 1 g

sampel fermentasi dan tanpa fermentasi dimasukkan ke dalam masing-masing

cawan. Cawan yang berisi sampel selanjutnya dikeringkan dalam oven selama 24

jam pada suhu 105℃. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30

menit dan ditimbang. Penentuan kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai

berikut:
𝑊2−𝑊𝑂
Kadar BK (%) = 𝑥 100%
𝑊1−𝑊0

Kadar Air (%) = 100% - %BK

Keterangan:
W0 : berat cawan kosong (g)
W1 : berat cawan yang berisi sampel (g)
W2 : berat cawan berisi sampel yang sudah dikeringkan (g)

3.4.3.2 Pengukuran Aktivitas Enzim Selulase (Miller, 1972)

Terlebih dahulu dilakukan ekstraksi enzim selulase dengan

mencampurkan 2 g sampel hasil fermentasi dengan 10 mL larutan buffer sitrat pH

5 dan dihomogenkan dengan shaker mekanis selama 15 menit. Selanjutnya

dilakukan proses sentrifugasi dengan mengambil 1 mL supernatan yang dihasilkan

sebagai ekstrak enzim kasar ke dalam microtube dan disentrifuse dengan kecepatan

12.000 rpm selama 5 menit. Sebanyak 250 𝜇L ekstrak enzim tersebut ditempatkan

ke dalam microtube kemudian ditambah dengan 250 𝜇L buffer sitrat pH 5 dan 250

𝜇L CMC 1%. Dibuat juga blanko yang terdiri dari 500 𝜇L buffer sitrat dan 250 𝜇L

substrat berupa CMC 1%. Masing-masing diinkubasi selama 30 menit pada suhu

28
50℃. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan campuran substrat dan enzim yang telah

diinkubasi sebanyak 250 𝜇L dan ditambahkan dengan 250 𝜇L Dinitrosalycilic Acid

(DNS). Dilakukan perlakuan yang sama pada blanko. Kemudian dipanaskan sampai

mendidih dan terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan. Larutan kemudian

ditambahkan 3,5 mL akuades dan dilakukan pengukuran aktivitas enzim

menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 540 nm.

Penentuan aktivitas enzim selulase dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

𝑏𝑏 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Aktivitas enzim selulase (U/g DM) = fp x abs x a x 0,37 x 𝐷𝑀

100−𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%)


DM = x berat sampel (g)
100

Keterangan:
DM : berat kering sampel (g)
Fp : faktor pengenceran
Abs : absorbansi sampel
a : slope pada kurva standar glukosa
0.37 : standar internasional (1 unit enzim mampu menghasilkan 0,37 g glukosa)

3.4.3.3 Penentuan Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) (Bonnen et al.,


1994)

Terlebih dahulu dilakukan ekstraksi dengan mencampurkan 2 g sampel

fermentasi dengan 10 mL buffer asetat pH 3 dan dihomogenkan dengan shaker

selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan proses sentrifugasi dengan mengambil 1

mL supernatan yang dihasilkan ke dalam microtube dan disentrifuse dengan

kecepatan 8.000 rpm selama 20 menit. Selanjutnya sebanyak 0,4 mL veratil alkohol

0,01 M, 0,8 mL buffer asetat pH 3, 1,8 mL aquades, 0,2 mL H2O2 5 mM dan 0,8

mL ekstrak enzim dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Dibuat juga blanko dengan

29
komposisi 0,4 mL veratil alkohol, 1,6 mL buffer asetat, 1,8 mL akuades dan 0,2 mL

H2O2 5 mM. Pengukuran absorbansi dilakukan pada interval waktu 0 dan 20 menit

menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 310 nm sebagai

T0. Kemudian diinkubasi selama 10 menit dan dilakukan pengukuran absorbansi

kembali sebagai T20. Penentuan aktivitas enzim lignin peroksidase (LiP) dapat

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

∆𝑂𝐷310 𝑥 𝑉 𝑉−𝐴 (𝑚𝑙)𝑥 𝑘𝑜𝑛𝑠.𝑉−𝐴 𝑋 109


Aktivitas LiP (U/mL) = x pengenceran (kali)
𝜀 max 𝑥 𝑑 𝑥 𝑉 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 (𝑚𝑙)𝑥 𝑡

Keterangan:
∆OD : selisih absorbansi pada 20 dan 0 menit
V V-A : volume veratil-alkohol (mL)
V enzim : volume enzim (mL)
𝜀 max : absortivitas molar veratil-alkohol (9300/M.cm)
d : tebal bagian dalam kuvet (cm)
t : waktu reaksi aktivitas enzim (menit)

3.4.3.4 Pengukuran Kadar Glukosa dengan Metode DNS (Miller, 1959)

Sebanyak 1 g sampel fermentasi dan sampel tanpa fermentasi yang telah

dikeringkan ditambahkan dengan 10 mL akuades dan dihomogenkan dengan

menggunakan shaker. Selajutnya diambil sebanyak 1 mL supernatan dari masing-

masing sampel dan ditempatkan ke dalam microtube. Dilakukan proses sentrifugasi

pada kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Kemudian diambil sebanyak 250 𝜇L

dan dicampur dengan 250 𝜇L DNS dalam tabung reaksi lalu dipanaskan selama 5

menit. Disiapkan juga blanko dengan komposisi 250 𝜇L akuades dan 250 𝜇L DNS.

Dilakukan pengukuran nilai absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer

UV-vis pada panjang gelombang 540 nm. Kadar glukosa dapat diketahui melalui

rumus:

30
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar glukosa (mg/g DM) = fp x abs x a x 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝐷𝑀)

100−𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%)


DM = x berat sampel (g)
100

Keterangan:
Fp : faktor pengenceran
Abs : nilai absorbansi sampel
a : slope kurva standar glukosa
DM : berat kering sampel (g)

3.4.3.5 Pengukuran pH (AOAC, 2005)


Sebanyak 2 g masing-masing sampel ditambahkan dengan 20 mL akuades

lalu dihomogenkan menggunakan shaker selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan

pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.

3.4.4 Analisis Kandungan Nutrisi Sampel

3.4.4.1 Pengukuran Kadar Lemak Kasar (Sudarmadji et al., 1997)

Sebanyak 0,5 g sampel kering fermentasi dan tanpa fermentasi dibungkus

dalam kertas saring bebas lemak yang telah diketahui bobotnya. Kemudian

dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 105℃ dan ditimbang. Proses

sokletasi dengan petroleum eter dilakukan selama 6 jam. Selanjutnya kertas saring

hasil sokletasi dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 105 ℃ dan

ditimbang. Penentuan kadar lemak kasar dihitung menggunakan rumus:


𝑤1−𝑤2
Lemak kasar (%) = 𝑤0 𝑥 𝐵𝐾

Keterangan:
W0 : berat kertas saring kosong (g)
W1 : berat kertas saring + sampel setelah dikeringkan (g)
W2 : berat kertas saring + sampel setelah diekstraksi dan dikeringkan (g)
BK : kadar bahan kering sampel (%)

31
3.4.4.2 Pengukuran Kadar Protein Kasar (Kjehdahl, 1883)

Sebanyak 500 mg sampel kering fermentasi dan tanpa fermentasi

dicampur dengan 1 g selenium dan 5 mL H2SO4 pekat pada labu bulat. Dilakukan

proses dekstruksi selama 30 menit. Hasil destruksi ditambah dengan 10 mL NaOH

50%. Selanjutnya didestilasi selama 15 menit. Destilat yang dihasilkan ditampung

dalam labu Erlenmeyer yang sebelumnya telah diisi dengan 10 mL HCl 0,1 N dan

2 tetes indikator metil merah. Selanjutnya dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 1

N hingga terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi tidak berwarna. Kadar

protein kasar dapat ditentukan menggunakan rumus:

(𝑣 𝐻𝐶𝑙−𝑣 𝑁𝑎𝑂𝐻)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐴𝑟 𝑁


Total Nitrogen (%) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)

Protein Kasar (%) = Total N x 6,25

Keterangan:
V HCl : volume HCl saat destilasi (mL)
N HCl : normalitas HCl
Ar N : massa atom realtif nitrogen
6,25 : faktor untuk mencari % protein

3.4.4.3 Pengukuran Kadar Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent
Fiber (NDF) (Krisnamoorthy, 2001)

Sebanyak 0,5 g sampel kering fermentasi dan tanpa fermentasi

ditambahkan dengan 100 mL larutan Acid Detergent Solution (ADS) dan dilakukan

proses refluks selama 1 jam. Sampel yang telah direfluks kemudian dimasukkan ke

dalam cawan masir yang telah diketahui bobotnya dan dibilas dengan akuades

panas sampai semua filtrat turun. Selanjutnya cawan masir yang berisi sampel

dikeringkan dalam oven pada suhu 105℃ selama 24 jam lalu ditimbang. Langkah

kerja untuk pengukuran Neutral Detergent Fiber (NDF) sama dengan langkah kerja

32
pada pengukuran Acid Detergent Fiber (ADF) namun larutan yang digunakan

adalah larutan Neutral Detergent Solution (NDS). Pengukuran kadar ADF dan NDF

dapat diketahui dengan menggunakan rumus:


𝑤2−𝑤0
ADF (%) = 𝑤1 𝑋 𝐵𝐾 𝑥 100%

𝑤2−𝑤0
NDF (%) = 𝑤1 𝑋 𝐵𝐾 𝑥 100%

Keterangan:
W0 : berat cawan kosong (g)
W1 : berat sampel (g)
W2 : berat sampel + cawan setelah dikeringkan (g)
BK : kadar bahan kering sampel (%)

3.4.4.4 Pengukuran Kadar Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO)
(AOAC, 2005)

Mula-mula cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ℃

selama 1 hari kemudian ditimbang. Sampel kernel, pelepah dan tandan kelapa sawit

fermentasi dan tanpa fermentasi ditimbang sebanyak 1 g dan ditempatkan dalam

cawan porselen untuk dikeringkan dalam oven selama 1 hari pada suhu 105℃.

Cawan porselen yang berisi sampel kemudian dimasukkan ke dalam desikator

selama 30 menit kemudian ditimbang. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur

selama 6 jam pada suhu 600℃ untuk diabukan. Cawan porselen yang berisi abu

kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang.

Penentuan kadar bahan kering (BK) dan kadar bahan organik (BO) dapat dihitung

menggunakan rumus:
𝑊2−𝑊0
Kadar BK (%) = 𝑊1−𝑊0 𝑥 100%

𝑊3−𝑊0
Kadar Abu (%) = 𝑊2−𝑊0 𝑥 100%

33
Kadar BO (%) = 100% - % Kadar abu

Keterangan:
W0 : berat cawan kosong (g)
W1 : berat cawan + sampel (g)
W2 : berat cawan + sampel setelah dikeringkan (105℃) (g)
W3 : berat cawan + sampel setelah tanur (600℃) (g)

3.4.5 Fermentasi Sampel di dalam Cairan Rumen Secara in Vitro (Tilley dan
Terry, 1963)

3.4.5.1 Preparasi Sampel

Preparasi sampel untuk proses fermentasi dalam cairan rumen secara in

vitro diawali dengan menyiapkan syringe glass dan piston yang akan digunakan.

Kemudian masing-masing sampel fermentasi dan tanpa fermentasi cangkang,

pelepah, tandan kelapa sawit dan kombinasinya ditimbang sebanyak 380 mg dan

dimasukkan ke dalam syringe glass.

3.4.5.2 Persiapan Medium

Mula-mula disiapkan larutan sebagai berikut:

1. Larutan mikromineral dibuat dengan melarutkan 13 mg CaCl2.2H2O, 10 g

MnCl2.4H2O, 1 g CoCl2.H2O, dan 8 g FeCl3.6H2O dalam 1000 mL akuades

dan disimpan dalam pendingin

2. Larutan buffer, dibuat dengan melarutkan 35 g NaHCO3 dan 4 g NH4HCO3

dalam 1.000 mL akuades

3. Larutan makromineral, dibuat dengan melarutkan 5,7 g Na2HPO4, 6,2 g

KH2PO4, dan 0,6 g MgSO4.7H2O dalam 1.000 mL akuades

4. Larutan resazurin, dibuat dengan melarutkan 100 mg resazurin dalam 100

mL akuades

34
5. Larutan pereduksi, dibuat dengan melarutkan 373 mg Na2S.H2O dan 2,6 mL

NaOH 1 N dalam 62 mL akuades

Medium untuk proses fermentasi cairan rumen dibuat dengan

mencampurkan 310 mL akuades, 0,08 mL larutan mikromineral, 105 mL larutan

buffer, 105 mL larutan makromineral dan 0,08 mL larutan resazurin. Selanjutnya

medium diinkubasi pada suhu 39℃ dan dialiri dengan gas CO2 secara perlahan

sambil terus diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer.

3.4.5.3 Pengambilan Cairan Rumen

Pengambilan cairan rumen diawali dengan mengkondisikan suhu termos

yang akan digunakan untuk menampung cairan rumen pada suhu sekitar 39 ℃

dengan cara membilas termos dengan akuades panas. Kemudian cairan rumen

diambil dari perut kerbau yang sudah difistula dan ditampung dalam termos. Cairan

rumen disaring dengan menggunakan kain kasa hingga mencapai volume 500 mL

sambil terus dialiri gas CO2 agar kondisi anaerob tetap terjaga. Selanjutnya dibuat

inokulum rumen dengan cara menambahkan larutan medium yang telah

ditambahkan larutan pereduksi sehingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi

merah muda dengan cairan rumen dengan perbandingan 4 : 1 dan dialiri gas CO2.

3.4.5.4 Proses Inkubasi dan Produksi Gas Secara In Vitro (Menke et al., 1979)

Masing-masing syringe glass yang berisi sampel ditambahkan dengan 40

mL campuran inokulum rumen. Piston dimasukkan dan didorong sedemikian rupa

hingga udara tidak ada di dalam syringe. Klip penutup ditekan kemudian syringe

diinkubasi dalam water bath pada suhu 39℃. Disiapkan juga blanko dengan cara

yang sama tanpa adanya sampel bahan pakan. Kemudian dicatat kenaikan produksi

35
gas saat inkubasi pada selang waktu 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 24 dan 48 jam. Pada saat

tertentu apabila volume gas dalam syringe sudah maksimum maka gas dikeluarkan

dan ditampung dalam gas bag dengan cara membuka klip kemudian piston

didorong dan berhenti pada skala tertentu. Selanjutnya dilakukan pemanenan

setelah inkubasi selama 48 jam dengan menempatkan syringe glass ke dalam wadah

yang berisi es batu.

3.4.5.5 Penentuan Kandungan Gas Metana (CH4)

Kandungan gas metana diukur menggunakan infrared methane analyzer

yang dikalibrasi dengan gas metana murni berkadar 10,6% (Goel et al., 2008).

Setelah dilakukan pengamatan terhadap volume gas total, saluran keluar dari tabung

in vitro dimasukkan ke dalam saluran masuk dari methane analyzer. Data yang

diperoleh berupa persentase kandungan metana dalam kandungan gas total.

3.4.6 Analisis Karakteristik Fermentasi Rumen

3.4.6.1 Pengukuran pH (AOAC, 2005)

Masing-masing sampel hasil inkubasi 48 jam ditempatkan didalam tabung

kemudian dilakukan pengukuran pH menggunakan pH meter.

3.4.6.2 Pengukuran N-Ammonia (N-NH3) (General Laboratory Procedures,


1966)

Sebanyak 1 mL cairan rumen hasil inkubasi 48 jam dimasukkan pada salah

satu ujung alur cawan conway, ujung lainnya dimasukkan 1 mL larutan K2CO3

jenuh dan bagian tengah diisi dengan 1 mL asam borat (H3BO3) berindikator metil

merah dan brom kresol hijau. Cawan conway ditutup rapat hingga kedap udara dan

digoyang-goyang sampai semua tercampur. Cawan conway yang berisi campuran

larutan tersebut didiamkan pada suhu kamar selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan

36
proses titrasi dengan HCl 0,014125 N sampai terjadi perubahan warna dari biru

menjadi merah jambu. Penentuan kadar N-NH3 dapat ditentukan melalui rumus:

N-NH3 (mg/100 mL) = N HCl x v HCl x BM HCl x 100

Keterangan:
N-NH3 : Nitrogen dalam ammonia
N HCl : normalitas HCl
V HCl : volume titrasi HCl (mL)
BM NH3 : berat molekul NH3

3.4.6.3 Pengukuran Total Volatile Fatty Acid (TVFA) (General Laboratory


Procedures, 1966)

Sebanyak 1 mL H2SO4 15% dan 5 mL cairan rumen hasil inkubasi 48 jam

dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup. Dilakukan proses sentrifugasi pada

3000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke

dalam tabung destilat. Proses destilasi dilakukan dengan cara mengalirkan air yang

diuapkan hingga destilat yang ditampung mencapai volume 300 mL. Destilat yang

dihasilkan ditambah dengan 5 mL NaOH 0,4765 N dan 1 tetes indikator fenoftalein.

Selanjutnya dilakukan proses titrasi dengan HCl 0,5112 N sampai terjadi perubahan

warna dari tidak berwarna menjadi merah jambu. Kadar TVFA dapat ditentukan

melalui rumus:
1000
TVFA (mM) = (a – b) x N HCl x 5

Keterangan:
a : volume HCl saat titrasi blanko (mL)
b : volume titrasi sampel (mL)
N HCl : normalitas HCl

37
3.4.7 Pengukuran Degradasi Pakan Secara In Vitro (Blummel et al., 1997)

Inkubasi 48 jam menghasilkan residu bahan pakan dalam syringe yang

kemudian disaring menggunakan glass wol sehingga residu bahan pakan tertahan

untuk selanjutnya diukur degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik.

Pengukuran degradasi bahan kering dilakukan dengan memanaskan residu pakan

di dalam oven pada suhu 105℃ selama 24 jam, sedangkan pengukuran bahan

organik dilakukan dengan memanaskan residu dalam tanur pada suhu 550℃ selama

5 jam. Perhitungan degradasi bahan kering dan bahan organik dapat ditentukan

melalui rumus:

𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐵𝐾 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
% DBK = x 100%
𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−(𝐵𝐾 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢−𝐵𝐴 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢)


% DBO = x 100%
𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Keterangan:
DBK : Degradasi Bahan Kering (%)
DBO : Degradasi Bahan Organik (%)
BK sampel : Berat bahan kering sampel (mg)
BK residu : Berat bahan kering residu (mg)
BO sampel : Berat bahan organik sampel (mg)
BA residu : Berat abu residu (mg)

3.4.8 Analisis Statistik

Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis menggunakan

analysis of variance (ANOVA) pada IBM SPSS versi 20.0 dengan batas

kepercayaan 95% (∝ = 0,05) dan uji lanjutan Duncan.

38
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Fermentasi dengan Aspergillus niger Iradiasi 500 Gy

Fermentasi cangkang (C), pelepah (P), tandan kelapa sawit (TKS) dan

kombinasi ketiga sampel (CPTKS) dilakukan dengan menggunakan metode Solid

State Fermentation (SSF) selama 14 hari. Kultur Aspergillus niger iradiasi 500 Gy

dibuat dalam media cair PDB dan dikultivasi dengan tujuan mengadaptasi sel

terhadap medium fermentasi sehingga mempersingkat fase adaptasi (lag phase) dan

pertumbuhan fungi akan maksimum dalam waktu yang relatif singkat (Pangesti et

al., 2012).

Pada proses fermentasi diperlukan larutan nutrisi yang berperan sebagai

media pertumbuhan sel fungi termasuk pembelahan sel dan proses metabolismenya

(Birch dan Walker, 2000). Yeast extract yang digunakan dalam larutan nutrisi

merupakan sember nitrogen yang berperan dalam pengaturan degradasi lignin

sebagai bagian dari metabolit sekunder fungi. Konsentrasi nitrogen dalam media

mempengaruhi enzim pendegradasi lignin yang dihasilkan fungi. Konsentrasi

nitrogen yang rendah akan menstimulasi produksi enzim, sebaliknya konsentrasi

nitrogen yang tinggi akan menekan produksi enzim (Fadilah et al., 2008).

4.2 Parameter Proses Fermentasi dengan Aspergillus niger iradiasi 500 Gy


4.2.1 Kadar Air

Kadar air merupakan faktor penting dalam fermentasi substrat padat. Kadar

air berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme, biosintesis dan sekresi enzim

(Alam et al., 2005). Hasil uji kadar air selama proses fermentasi dapat dilihat pada

Gambar 11.

39
70.00 CF

60.00 PF

Kadar Air (%)


50.00 TKSF
CPTKSF
40.00

30.00

20.00

10.00
0 5 10 15
Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 11. Grafik perubahan kadar air

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air substrat fermentasi cangkang

(CF), pelepah (PF), tandan kosong sawit (TKSF) dan kombinasi subtrat (CPTKSF)

pada hari ke-0 masing-masing adalah 47,92; 50,37; 44,48 dan 50,67%. Substrat CF

mengalami penurunan kadar air pada hari ke-5 sebesar 7,03% kemudian mengalami

kenaikan pada hari ke-10 sebesar 0,68% dan mengalami penurunan kembali pada

hari ke-14 sebesar 2,04%. Substrat CPTKSF mengalami peningkatan kadar air pada

hari ke-5 sebesar 0,62% kemudian mengalami penurunan pada hari ke-10 dan hari

ke-14 dengan nilai kadar air masing-masing 50,35% dan 49,71%. Pengurangan

kadar air dapat disebabkan oleh adanya pemanfaatan air oleh fungi untuk proses

metabolisme. Pada proses fermentasi, kadar air berfungsi untuk transport nutrien

dan produk-produk metabolit melalui membran sel (Hilakore, 2008).

Substrat PF dan TKSF cenderung mengalami kenaikan nilai kadar air

dengan nilai kadar air masing-masing pada hari ke-14 adalah 58,95% dan 55,53%.

Peningkatan kadar air disebabkan oleh aktivitas Aspergillus niger yang semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Adapun perbandingan

40
nilai kadar air substrat fermentasi dengan substrat tanpa fermentasi disajikan pada

Gambar 12.

70.00 Tanpa
Fermentasi
60.00
Fermentasi
50.00
% Kadar Air

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
C P TK CPTKS
Proses Fermentasi Hari ke-14

Gambar 12. Grafik perubahan kadar air substrat fermentasi dan tanpa
fermentasi

Berdasarkan grafik yang ditampilkan pada Gambar 12 terlihat bahwa

masing-masing substrat limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus

niger iradiasi 500 Gy selama 14 hari memiliki kadar air yang lebih tinggi

dibandingkan dengan substrat tanpa fermentasi. Kadar air substrat fermentasi C, P,

TKS dan CPTKS masing-masing adalah 39,53%, 58,94%, 55,53% dan 49,71%

sedangkan kadar air substrat tanpa fermentasi C, P, TKS dan CPTKS masing-

masing adalah 28,55%, 35,35%, 40,77% dan 32,52%. Hal ini dapat terjadi karena

pada proses fermentasi terjadi perombakan karbohidrat menjadi gula-gula

sederhana yang kemudian diubah menjadi energi dengan hasil samping berupa

alkohol, asam, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) (Rahmadi, 2003). Reaksi yang

terjadi pada proses fermentasi adalah:

C6H12O6 + 6O2  6CO2 + 6H2O + energi

41
Mikroorganisme dapat bekerja dengan baik apabila kadar airnya berkisar

antara 50–75% (Indriani et al., 2015). Kadar air yang dihasilkan oleh semua substrat

fermentasi cukup ideal untuk menyediakan habitat yang baik dalam mendukung

aktivitas mikroorganisme sebab kadar air yang berada di bawah level kritis,

aktivitas mikroba akan turun sementara kadar air yang terlalu tinggi akan

menghambat pergerakan udara dalam substrat (Indriani et al., 2015).

4.2.2 Nilai pH

pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme dalam proses fermentasi. Perubahan nilai pH selama proses

fermentasi dapat dilihat pada Gambar 13. Uji statistik menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan (P<0,05) yang disajikan pada

Lampiran 2.

7.00 CF
pH Medium Fermentasi

6.50 PF

6.00 TKSF
CPTKSF
5.50

5.00

4.50

4.00
0 5 10 15
Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 13. Grafik perubahan nilai pH

Berdasarkan hasil penelitian nilai pH selama proses fermentasi berada pada

kisaran 5,07–6,38. Rentang pH tersebut masih dalam rentang pH pertumbuhan yang

optimum bagi Aspergillus niger yaitu pada pH 2,2 sampai 8,8 (Indiawati et al.,

42
2014). pH awal fermentasi diatur pada pH 5. Hal ini mengacu pada penelitian

Sa’adah et al. (2010) bahwa pH yang optimal pada fermentasi padat dengan

Aspergillus niger adalah pH 5. Setelah Aspergillus niger iradiasi 500 Gy diinokulasi

ke dalam medium fermentasi dihasilkan nilai pH yang berbeda-beda. Nilai pH yang

dihasilkan oleh CF, PF, TKSF dan CPTKSF pada hari ke-0 fermentasi masing-

masing adalah 5,63; 5,47; 6,27 dan 5,68. Nilai pH substrat PF dan TKSF mengalami

kenaikan pada hari ke-5 fermentasi dengan nilai pH masing-masing adalah 5,57 dan

6,38. Kenaikan nilai pH dapat disebabkan oleh perombakan bahan organik yang

terdapat dalam masing-masing substrat oleh mikroorganisme yang menghasilkan

gas karbondioksida (CO2), air dan ammonia (NH3) (Romayanto et al., 2006).

Pada hari ke-10 fermentasi semua substrat fermentasi cenderung mengalami

penurunan nilai pH dan berada pada kisaran pH 5,18–6,05. Terjadinya penurunan

nilai pH disebabkan oleh adanya pembentukan asam-asam organik seperti asam

piruvat dan asam laktat (Tri et al., 2016). Perubahan nilai pH disebabkan oleh

adanya perubahan dalam kesetimbangan ion hidrogen yang mungkin terjadi karena

pengaruh pembentukan produk, pengambilan nutrien, reaksi oksidasi reduksi serta

perubahan dalam kapasitas buffer (Rahayuningsih, 2013).

Nilai pH pada proses fermentasi berpengaruh terhadap aktivitas enzim yang

dihasilkan. Kondisi pH yang optimum akan membantu enzim untuk mengkatalisis

suatu reaksi dengan baik. Enzim tidak dapat bekerja pada pH yang terlalu rendah

atau pH yang terlalu tinggi karena akan mengakibatkan enzim terdenaturasi

sehingga sisi aktif enzim terganggu (Safaria, 2013). Adanya perubahan pH media

akan mengakibatkan aktivitas enzim ikut mengalami perubahan.

43
4.2.3 Aktivitas Enzim Selulase

Aktivitas enzim selulase yang dihasilkan selama proses fermentasi dengan

Aspergillus niger iradiasi 500 Gy dapat dilihat pada Gambar 14. Pada hari ke-5

fermentasi aktivitas enzim selulase yang dihasilkan CF, PF, TKSF dan CPTKSF

adalah 0,36; 2,50; 1,05 dan 0,5 U/g DM.

3.50 CF
Aktivitas Enzim Selulase

3.00 PF

2.50 TKSF
(U/g DM)

2.00 CPTKSF

1.50
1.00
0.50
0.00
5 10 15
Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 14. Aktivitas enzim selulase

Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa aktivitas enzim selulase

dipengaruhi oleh waktu fermentasi. Aktivitas enzim selulase akan meningkat

seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi akan tetapi, terjadi pula penurunan

seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Waktu terbaik dalam

menghasilkan enzim selulase dengan aktivitas enzim tertinggi pada penelitian ini

adalah 10 hari. Aktivitas enzim selulase tertinggi dihasilkan oleh sampel PF dimana

mengalami kenaikan sebesar 0,80 U/g DM dengan nilai aktivitas enzim selulase

sebesar 3,30 U/g DM.

Peningkatan aktivitas enzim selulase pada hari ke-10 menunjukkan bahwa

terjadi interaksi antara enzim selulase dengan selulosa yang tinggi. Interaksi antara

enzim selulase dengan selulosa akan membentuk kompleks enzim-substrat yang

44
menghasilkan glukosa sebagai produk. Penurunan aktivitas enzim selulase yang

terjadi pada hari ke-14 menunjukkan bahwa interaksi antara enzim selulase dengan

selulosa mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh akumulasi produk yang terbentuk

pada hari sebelumnya menyebabkan penghambatan bagi enzim selulase. Produk

dari hidrolisis selulosa dapat menjadi inhibitor bagi aktivitas enzim selulase

(Idiawati et al., 2014).

4.2.4 Kadar Glukosa

Kadar glukosa yang dihasilkan oleh substrat cangkang (C), pelepah (P),

tandan kelapa sawit (TKS) dan kombinasi substrat (CPTKS) tanpa fermentasi dan

fermentasi dengan Aspergillus niger iradiasi 500 Gy selama 1 hari dapat dilihat

pada Gambar 15. Uji statistik menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05) pada

setiap perlakuan (Lampiran 2).


Kadar Glukosa (mg/g DM)

7.00 Tanpa Fermentasi


6.00 Fermentasi
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
C P TKS CPTK
Fermentasi Hari ke-14

Gambar 15. Kadar glukosa substrat pada hari ke-14

Kadar glukosa substrat C, P, TKS dan CPTKS tanpa fermentasi berkisar

antara 0,29–1,78 mg/g DM. Sedangkan kadar glukosa substrat fermentasi CF, PF,

TKSF dan CPTKSF masing-masing adalah 5,63; 6,43; 5,55 dan 2,71 mg/g DM.

Kadar glukosa tertinggi dihasilkan oleh sampel TKSF yang mengalami kenaikan

45
kadar glukosa sebesar 5,26 mg/g DM. Kadar glukosa yang dihasilkan oleh substrat

tanpa fermentasi cenderung lebih rendah, hal ini disebabkan oleh aktivitas enzim

selulase yang dihasilkan sangat kecil dibandingkan dengan substrat yang telah

difermentasi dengan Aspergillus niger iradiasi 500 Gy. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Mulyana et al. (2015), inokulasi fungi Aspergillus niger yang

dipapar sinar gamma (500 Gy) dapat meningkatkan aktivitas enzim selulase sekitar

237% dan produksi glukosa sekitar 153%. Aspergillus niger mampu mensekresi

enzim selulase yang berguna untuk mengubah selulosa menjadi glukosa sehingga

aktivitas enzim selulase yang dihasilkan akan selaras dengan kadar glukosa yang

terbentuk.

Kadar glukosa pada semua substrat ditentukan dengan menggunakan

pereaksi Dinitrosalicylic Acid (DNS). Reaksi antara DNS dengan glukosa adalah

sebagai berikut:

Gambar 16. Reaksi DNS dengan glukosa (Kusmiati dan Agustini, 2010)

Reaksi DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula

dan teroksidasi menjadi karboksil dan DNS sebagai oksidator yang akan tereduksi

membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat yaitu suatu senyawa yang mampu

menyerap radiasi gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang maksimum

540 nm (Adney dan Baker, 2008). Adanya gula reduksi pada sampel akan bereaksi

dengan larutan DNS yang awalnya berwarna kuning menjadi warna jingga

46
kemerahan. Besar kecilnya aktivitas enzim akan mempengaruhi kadar gula

pereduksi yang dihasilkan (Kusmiati dan Agustini, 2010).

4.2.5 Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP)

Sistem degradasi lignin pada Aspergillus niger melibatkan kerja enzim

ekstraseluler yang diproduksi yaitu enzim lignin peroksidase (LiP), mangan

peroksidase (MnP) dan lakase (Lac) (Howard et al., 2003). Pola aktivitas enzim LiP

dapat terdeteksi dengan metode oksidasi veratil alkohol. Enzim ini mengoksidasi

unit non fenolik lignin dengan melepaskan satu elektron membentuk radikal kation

yang kemudian akan terurai secara kimiawi (Cullen dan Kersten, 1996). Aktivitas

enzim lignin peroksidase (LiP) yang dihasilkan selama proses fermentasi dengan

Aspergillus niger iradiasi 500 Gy dapat dilihat pada Gambar 17.

14.00 CF
12.00 PF
Aktivitas Enzim LiP

10.00 TKSF
CPTKSF
8.00
(U/g)

6.00
4.00
2.00
0.00
5 10 15
Waktu Fermentasi (Hari)

Gambar 17. Aktivitas enzim lignin peroksidase

Aktivitas enzim lignin peroksidase (LiP) yang dihasilkan oleh CF, PF,

TKSF dan CPTKSF pada hari ke-5 masing-masing adalah 1,08; 0,74; 1,01 dan 0,74

U/g. Dalam kemampuannya mendegradasi lignin, enzim peroksidase terlebih

dahulu dioksidasi oleh hidrogen peroksida (H2O2) yang juga dihasilkan oleh fungi

membentuk zat antara. Zat ini selanjutnya direduksi oleh sebuah elektron dan

47
membentuk zat kedua yang bersifat radikal. Selanjutnya zat kedua mengoksidasi

substrat berikutnya dengan satu elektron sehingga siklus katalitis tersebut lengkap.

Senyawa veratil alkohol merupakan metabolit sekunder yang juga dihasilkan oleh

fungi. Ditemukan bahwa beberapa substrat tertentu yang tidak dapat dioksidasi oleh

lignin peroksidase akan teroksidasi jika di dalam campuran inkubasi terdapat veratil

alkohol (Fadillah et al., 2008).

Pada hari ke-10 substrat CF mengalami kenaikan aktivitas enzim LiP namun

terjadi penurunan pada hari ke-14 sedangkan substrat PF, TKSF dan CPTKSF

cenderung mengalami penurunan aktivitas enzim LiP hingga 0 U/g pada hari ke-10

dan ke-14. Hal ini dapat terjadi diduga karena veratil alkohol dalam substrat tidak

teroksidasi sehingga tidak dapat mendegradasi lignin. Veratil alkohol merupakan

mediator dalam reaksi redoks untuk menstimulasi oksidasi lignin peroksidase pada

substrat limbah organik lignoselulosa. Berdasarkan penelitian Subowo (2015)

mengenai seleksi jamur penghasil enzim ligninase, diantara keempat jamur yang

digunakan yaitu Penicillium sp., Aspergillus niger, Pleurotus ostreatus dan

Lentinus edoses hanya P.ostreatus saja yang menunjukkan adanya aktivitas enzim

LiP pada media yang mengandung veratil alkohol.

4.2.6. Kandungan Nutrisi C, P, TKS dan CPTKS Tanpa Fermentasi dan


Fermentasi

Kandungan nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam

menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunakan bahan makanan tersebut

sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi

ternak. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi, serat dan

energi serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna (Ridla, 2014).

48
Kandungan nutrisi substrat tanpa fermentasi dan fermentasi cangkang (C), pelepah

(P), tandan kelapa sawit (TKS) dan kombinasi substrat (CPTKS) disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi sampel fermentasi dan tanpa fermentasi

Superscript huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(P>0,05); huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05);
BK (Bahan Kering); BO (Bahan Organik); ADF (Acid Detergent Fiber); NDF (Neutral
Detergent Fiber)

Pada analisis kandungan lemak kasar dengan perlakuan fermentasi

menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan tanpa

fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi mampu menurunkan

kandungan lemak kasar pada substrat. Penurunan kadar lemak kasar disebabkan

oleh perombakan lemak oleh enzim lipase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger

yang digunakan sebagai energi untuk pertumbuhannya (Kusumaningrum et al.,

2012). Semakin banyak penggunaan bahan pakan yang mengandung glukosa pada

substrat dapat memacu pertumbuhan biomassa kapang yang mengakibatkan

produksi enzim lipase semakin banyak sehingga kadar lemak kasar akan semakin

menurun karena dirombak oleh enzim lipase tersebut (Wuryanti, 2008).

49
Pada Tabel 2 dapat terlihat bahwa persentase kadar protein kasar substrat

fermentasi lebih tinggi dibandingkan substrat tanpa fermentasi. Uji statistik

menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0,05) (Lampiran 2). Kenaikan kadar

protein diakibatkan karena selama proses fermentasi berlangsung terjadi

pertumbuhan fungi dan pembentukan protein mikroba yang dihasilkan oleh

metabolisme fungi. Kadar protein tertinggi dihasilkan oleh substrat pelepah

fermentasi (PF) sebesar 6,59%.

Kandungan serat kasar Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent

Fiber (NDF) pada substrat fermentasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan

substrat tanpa fermentasi (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa Aspergillus niger

tidak mampu mendegradasi lignoselulosa dengan baik sehingga kandungan ADF

dan NDF pada substrat fermentasi tidak mengalami penurunan. Hasil ini berbeda

dengan pendapat Widayanti (1996) yang menyatakan bahwa dalam proses

fermentasi, mikroba dapat memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang

lebih sederhana sehingga mudah dicerna oleh ternak.

Kandungan bahan kering (BK) menunjukkan peningkatan setelah

fermentasi dan kandungan bahan organik (BO) mengalami penurunan akibat

adanya fermentasi (Tabel 2). Hasil uji statistik menunjukkan nilai yang berbeda

nyata (P<0,05) (Lampiran 2). Peningkatan kandungan bahan kering (BK) pada

substrat pelepah fermentasi (PF), tandan kelapa sawit fermentasi (TKSF) dan

kombinasi substrat fermentasi (CPTKSF) dapat terjadi karena pada fermentasi

substrat padat (SSF), Aspergillus niger menyerap air untuk pertumbuhannya

sehingga kondisi substrat semakin kering. Sedangkan penurunan kandungan bahan

organik (BO) pada substrat pelepah fermentasi (PF) dan tandan kelapa sawit

50
fermentasi (TKSF) menurut Prihartini et al. (2011) terjadi karena fungi

memanfaatkan glukosa (sumber karbon) hasil hidrolisis enzimatik untuk memenuhi

kebutuhan energi bagi pertumbuhan fungi selain itu nutrien yang tersedia pada

bahan telah dirombak dan dimanfaatkan oleh fungi. Pertumbuhan fungi erat

kaitannya dengan lama fermentasi. Semakin lama fermentasi, pertumbuhan fungi

akan semakin baik, merata dan kompak sesuai dengan ketersediaan nutrien pada

bahan (Kasmiran, 2011).

4.3 Uji in Vitro Sampel Fermentasi di dalam Cairan Rumen


4.3.1 Produksi Gas Total

Hasil pengukuran produksi gas total selama 48 jam inkubasi disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Produksi gas total dan kinetika gas fermentasi rumen in vitro pada waktu
inkubasi 2 sampai 48 jam (mL/380mg BK)

Superscript huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(P>0,05); huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05);
C (Cangkang); PF (Pelepah); TKSF (Tandan Kelapa Sawit); CPTKSF (Kombinasi
Cangkang, Pelepah dan Tandan Kelapa Sawit); F (Fermentasi); NF (Non Fermentasi)

Produksi gas yang dihasilkan menunjukkan terjadinya proses fermentasi

pakan oleh mikroba rumen, yaitu terjadinya hidrolisis karbohidrat menjadi

51
monosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi menjadi asam lemak

terbang (VFA), terutama asetat, propionat dan butirat serta gas metana (CH4) dan

CO2 (Mc Donald et al., 2002). Produksi gas total semakin meningkat seiring dengan

meningkatnya waktu inkubasi. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa volume

produksi gas total pada waktu inkubasi 2 jam sampai 12 jam mengalami sedikit

kenaikan. Hal ini disebabkan oleh penyesuaian lingkungan hidup bagi

mikroorganisme sehingga belum menghasilkan gas yang maksimal. Produksi gas

pada waktu inkubasi 24 jam mengalami peningkatan karena mikroorganisme mulai

mendegradasi pakan dari bentuk kompleks (karbohidrat) ke dalam bentuk

sederhana (gas).

Kinetika gas pada produksi gas total (Tabel 3) ditentukan berdasarkan model

eksponensial Orskov dan McDonald (1979) dimana a+b merupakan produksi gas

maksimum dan c merupakan tingkat produksi gas. Uji statistik terhadap produksi

gas maksimum (a+b) dan tingkat produksi gas (c) menunjukkan nilai yang berbeda

nyata (P<0,05). Produksi gas maksimum tertinggi dihasilkan oleh sampel TKSF

yang memiliki kecenderungan yang sama dengan kandungan protein kasar pada

Tabel 2. Kandungan protein kasar yang tinggi dapat memaksimalkan proses

pembentukan protein mikroba sehingga meningkatkan produksi gas maksimumnya.

Produksi gas dapat digunakan sebagai indikator fermentabilitas in vitro suatu

pakan. Volume produksi gas selama inkubasi berkolerasi positif dengan

pertumbuhan mikroba rumen dan jumlah pakan yang terfermentasi (Carro dan

Miller, 1999). Fermentasi anaerobik selain menghasilkan VFA juga menghasilkan

gas yang terdiri dari CH4 (30-50%), CO2 (25-45%), sedikit H2, N2 dan H2S. Gas

yang dihasilkan pada metode ini berasal dari fermentasi pakan secara langsung

52
(CO2 dan CH4) serta berasal dari produksi gas tidak langsung melalui mekanisme

buffering VFA yakni berupa gas CO2 yang dilepaskan dari buffer bikarbonat yang

diproduksi selama proses fermentasi (Jayanegara et al., 2009).

4.3.2 Produksi Gas Metana (CH4)

Konsentrasi gas CH4 yang dihasilkan pada waktu 48 jam inkubasi disajikan

pada Gambar 18.

Fermentasi
25.00
Konsentrasi CH4 pada 48 jam

Tanpa
inkubasi (% gas total)

20.00 Fermentasi

15.00

10.00

5.00

0.00
C P TKS CPTKS
Sampel

Gambar 18. Konsentrasi gas CH4 pada waktu 48 jam inkubasi

Metana (CH4) merupakan gas yang dibentuk dari reaksi antara hidrogen (H2)

dan karbondioksida (CO2) yang dibantu oleh bakteri metagenik. Pembentukan gas

CH4 di dalam rumen terjadi melalui reaksi sebagai berikut (Santoso dan Hariadi,

2008):

CO2 + 4 H2  CH4 + 2 H2O

Berdasarkan Gambar 18 terlihat bahwa sampel fermentasi memiliki

konsentrasi gas CH4 yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel tanpa

fermentasi, hal ini mengindikasikan bahwa fungi Aspergillus niger iradiasi 500 Gy

dapat mengurangi produksi gas CH4 pada sampel fermentasi. Konsentrasi gas CH4

terendah dihasilkan oleh sampel CF yaitu sebesar 11,15%. Uji statistik

53
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan (P<0,05)

(Lampiran 2).

Tingginya produksi gas CH4 yang dihasilkan dapat disebabkan oleh

tingginya kandungan serat kasar NDF pada sampel (Tabel 2). Kandungan NDF

yang tinggi akan meningkatkan kadar metana melalui perubahan proporsi volatile

fatty acid (VFA) ke arah peningkatan proporsi asam asetat yang memproduksi gas

hidrogen (H2) sebagai substrat pada reaksi metaogenesis (Jayanegara et al., 2008).

Produksi gas CH4 menunjukkan banyaknya energi yang hilang dalam bentuk gas

dan mengindikasikan bahwa efisiensi pakan yang rendah. Penurunan produksi gas

CH4 dapat menurunkan kehilangan energi pakan yang terbuang sehingga

meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan (Widiawati et al., 2007).

4.3.3 Karakteristik Fermentasi Rumen in Vitro

Hasil fermentasi rumen secara in vitro dalam waktu 48 jam inkubasi

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik fermentasi rumen in vitro pada waktu inkubasi 48 jam


Analisis
Sampel
pH NH3 (mg/100 mL) TVFA (mM)
C F 7,18b±0,05 4,99bc±0,87 89,10b±12,12
NF 7,17b±0,03 4,42abc±0,94 53,46a±20,53
P F 7,14b±0,05 4,66abc±0,32 99,00b±12,12
NF 7,14b±0,05 3,79a±0,55 47,52a±21,46
TKS F 7,13a±0,06 5,28c±1,07 55,44a±8,85
NF 7,04b±0,04 4,13ab±0,49 55,44a±13,28
CPTKS F 7,17b±0,02 4,42abc±0,94 63,36a±5,42
NF 7,15b±0,02 3,94ab±0,32 57,42a±8,28
Superscript huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05); huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(P>0,05); NH3 (Amonia); TVFA (Total Volatile Fatty Acid)

54
Dinamika derajat keasaman (pH) selama 48 jam waktu inkubasi secara in

vitro untuk setiap perlakuan berada pada kisaran pH netral yaitu antara 7,04–7,18

(Tabel 4). Hal ini sesuai dengan pendapat Darwis dan Sukara (1995) bahwa proses

fermentasi di dalam rumen dipertahankan karena adanya sekresi saliva yang

berfungsi mempertahankan pH pada kisaran 6,5-7,0. Nilai pH yang cenderung

netral diharapkan dapat mendukung kondisi fermentasi pakan oleh mikroba rumen.

Nilai pH normal pada rumen akan mendukung interelasi optimal antara protozoa,

fungi dan bakteri khususnya bakteri selulotik. Pertumbuhan bakteri selulotik akan

meningkatkan kecernaan serat yang berpengaruh positif pada konsumsi dan

kecernaan pakan (Wahyono et al., 2014).

Konsentrasi amonia (NH3) setelah 48 jam waktu inkubasi menunjukkan

nilai yang berbeda nyata (P<0,05) pada setiap perlakuan (Lampiran 2). Konsentrasi

NH3 yang dihasilkan oleh sampel CF, PF, TKSF dan CPTKSF masing-masing

adalah 4,99; 4,66; 5,28 dan 4,42 mg/100 mL sedangkan konsentrasi NH3 yang

dihasilkan oleh sampel tanpa fermentasi berkisar 3,79–4,42 mg/100 mL. Amonia

merupakan sumber nitrogen yang utama dan sangat penting untuk sintesis protein

mikroorganisme rumen. Konsentrasi NH3 mencermikan jumlah protein ransum

yang banyak di dalam rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh kemampuan

mikroba rumen dalam mendegradasi protein ransum (Prihandono, 2001).

Sampel TKSF memiliki konsentrasi amonia tertinggi yaitu 5,28 mg/100 mL

(Tabel 4). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi proses kecernaan protein yang

tinggi. Menurut Owens dan Zinn (1988), produksi NH3 dalam rumen berkisar 7–12

mg/100 mL. Konsentrasi N-NH3 yang diperoleh dari semua sampel masih berada

di bawah kondisi optimum untuk pertumbuhan mikroba. Konsentrasi NH3 yang

55
rendah dalam cairan rumen dapat menggambarkan proses fermentasi yang berjalan

baik sehingga amonia dapat dimanfaatkan dengan baik (Syahrir et al., 2009).

Pola produksi Total Volatile Fatty Acid (TVFA) setelah 48 jam waktu

inkubasi yang dihasilkan oleh sampel fermentasi cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan sampel tanpa fermentasi. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa

produksi TVFA yang dihasilkan berbeda nyata (P<0,05) pada setiap perlakuan

(Lampiran 2). Syahriani et al. (2015) menyatakan bahwa konsentrasi TVFA

optimum yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen berkisar

antara 60–120 mM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel PF memiliki

konsentrasi TVFA tertinggi yaitu sebesar 99,00 mM (Tabel 4). Produksi VFA

menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen.

Tinggi rendahnya produksi TVFA dipengaruhi oleh tingkat fermentabilitas bahan

pakan, jumlah karbohidrat yang mudah larut, pH rumen, kecernaan bahan pakan

serta jumlah bakteri yang ada di dalam rumen (Arora, 1995).

4.4 Degradasi Bahan Kering (DBK) dan Degradasi Bahan Organik (DBO)
Sampel Setelah 48 Jam Waktu Inkubasi

Nilai degradasi nutrien pada suatu bahan pakan merupakan salah satu

indikator dalam menentukan kualitas bahan pakan (Tillman et al., 1998). Rataan

degradasi bahan kering dan bahan organik (DBK dan DBO) in vitro sampel setelah

48 jam inkubasi disajikan pada Tabel 5.

56
Tabel 5. Degradasi in vitro CF, PF, TKSF dan CPTKSF setelah 48 jam inkubasi
Sampel DBK (%) DBO (%)
ab
C F 68,79 ±0,05 70,09abc±1,51
NF 66,63a±0,05 67,70a±1,52
P F 71,13b±0,05 72,74c±3,76
NF 67,47ab±0,05 68,41ab±1,94
TKS F 69,99ab±0,05 71,04abc±2,89
NF 69,18ab±0,05 70,09abc±2,75
CPTKS F 70,75b±0,05 71,42bc±1,06
NF 69,67ab±0,05 70,72abc±1,25
Supercript huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nilai yang
berbeda nyata (P<0,05); huruf yang sama pada baris yang sama meunujukkan tidak
berbeda nyata (P>0,05); DBK (Degradasi Bahan Kering); DBO (Degradasi Bahan
Organik)

Sampel limbah kelapa sawit yang tidak difermentasi oleh Aspergillus niger

iradiasi 500 Gy memiliki nilai DBK dan DBO yang lebih rendah dibandingkan

dengan sampel yang difermentasi. Pada Tabel 5 terlihat bahwa sampel PF

menghasilkan nilai DBK dan DBO tertinggi masing-masing sebesar 71,13% dan

72,74%. Nilai DBK dan DBO yang dihasilkan berkaitan dengan produksi gas total

yang dihasilkan (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan pendapat Carro dan Miller (1999)

yang menyatakan bahwa volume poduksi gas total berkorelasi positif terhadap

pertumbuhan mikroba di dalam rumen serta menggambarkan tingginya proses

fermentasi yang terjadi dan bahan organik yang tercerna. Degradasi bahan organik

menunjukkan tingkat ketersediaan nutrien pada ransum yang dapat dimanfaatkan

oleh ternak ruminansia (Tillman et al., 1998). Rendahnya degradasi bahan kering

yang dihasilkan dapat disebabkan oleh komponen serat yang masih tinggi.

Komponen-komponen serat tersebut berikatan dengan lignin membentuk ikatan

yang sulit diputuskan dalam rumen.

57
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

1. Fermentasi dengan Aspergillus niger iradiasi 500 Gy selama 14 hari mampu

meningkatkan nilai nutrisi dari cangkang, pelepah, tandan kelapa sawit dan

kombinasinya. Pelepah kelapa sawit fermentasi menghasilkan kadar protein

kasar tertinggi (P<0,05) sebesar 6,59% serta kandungan serat kasar ADF

(P<0,05) sebesar 72,23%.

2. Tandan kelapa sawit fermentasi menghasilkan produksi gas total tertinggi

(P<0,05) sebesar 57,13 ml/380 mg BK.

3. Pelepah kelapa sawit fermentasi menghasilkan nilai degradasi bahan kering

(DBK) dan degradasi bahan organik (DBO) tertinggi (P<0,05) masing-

masing sebesar 71,13% dan 72,74%.

5.2 Saran

Perlu dilakukan upaya untuk menurunkan produksi gas metana pada

pelepah dan tandan kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger

iradiasi sinar gamma 500 Gy mengingat kedua limbah kelapa sawit tersebut

memiliki nilai degradasi bahan pakan yang cukup tinggi sehingga akan dapat

meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan pakan. Salah satu upaya untuk

menurunkan produksi gas metana adalah dengan membuat formulasi pakan dengan

penambahan konsentrat plus.

58
DAFTAR PUSTAKA

Adney, B dan Baker, J. 2008. Measurement of cellulase activities. CO: National


Renewable Energy Laboratory. Report nr NREL/TP-501–42628.

Ahamed, A.P. dan Vernette. 2008. Culture-based Strategies to Enhance Cellulose


Enzyme Production from Trichodema reseei RUT-C30 in Bioreactor
Culture Conditions. Biochemical Engineering Journal. 40 : 399–407.

Akmal, B. dan Mairizal. 2003. Pengaruh Penggunaan Bungkil Kelapa Hasil


Fermentasi dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Ayam Pedaging. Jurnal
Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition Oktober 2003. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Alam, M.Z., Nurdina, M dan Mahmat, M.E. 2005. Production of Cellulase From
Oil Palm Biomass As Substrate By Solid State Bioconversion. American J
Applied Sci 2(2) : 569–572.

Anwar, K. 2008. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Sodium Bisulfit (NaHSO 3) Pada
Proses Pembuatan Sodium Lignosulfonat Berbasis Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

AOAC. 2005. Official Method of Analysis. Maryland: Association of Official


Analytical Chemists.

Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Cetakan kedua.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Azmi dan Gunawan. 2005. Potensi Hijauan Pakan Lahan Perkebunan untuk
Pengembangan Sapi Potong di Bengkulu. Prosiding Lokakarya Nasional
Tanaman Pakan Ternak. Bengkulu. 64–67.

Badan Tenaga Nuklir Nasional [BATAN]. 2008. Dasar Proteksi Radiasi dan
Lingkungan. Jakarta : Pusdiklat BATAN.

Birch, R.M., dan Walker, G.M. 2000. Influence of magnesium ions on heat shock
and ethanol stress responses of Saccharomyces cerevisiae. Enzymol.
Microbiol. Tech. (26) : 678–687.

Blümmel, M., H. Steingass dan K. Becker. 1997. The Relationship Between in vitro
Gas Production, in vitro Microbial Biomass Yield and 15N Incorporation
and Its Implications For The Prediction of Voluntary Feed Intake of
Roughages. Jornal Nutrtition. 77: 911–921.

Bonnen, A. M., L. H. Anton., dan A. B. Orth. 1994. Lignin Degrading Enzymes of


The Commercial Button Mushroom, Agaricus bisporus. J. Appl. Environ.
Microbiol. 60(1) : 960–965.

59
BPS. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa Sawit 2015–2017.
Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Busby, B. 2003. Radiation and Radioactivity. Viena: IAEA.

Carro, M. D., and Miller, E. L. 1999. Effect of Supplement a Fibre Basal Diet with
Different Nitrogen Forms on Rumminal Fermentation and Microbial
Growth in an In Vitro Semicontinous Culture System (RUSITEC). British
Journal of Nutrition. (82) :149–157.

Cember, H. dan Johnson, T.E. 2009. Introduction to Health Physics. New York :
The McGraw-Hill Companies, Inc.

Church, D.C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. 2nd Edition.
Oregon : Metropolitan Printing Co.

Chuzaemi, S. 2012. Fisiologi Nutrisi Ruminansia. Malang : Universitas Brawijaya


Press.

Cullen D, Kersten PJ. 1996. A Comprehensive Treatise on Fungi as Experimental


Systems for Basic and Applied Research, Enzymology and Molecular
Biology of Lignin Degradation. Berlin : Springer Verlug.

Darwis, A.A. dan Sukara, E. 1995. Teknologi Mikrobial. Bogor: Dirjen Pendidikan
Tinggi. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.

Devi, M.C. dan Kumar, M.S. 2012. Production, Optimization and Partial
purification of Cellulase by Aspergillus niger fermented with paper and
timber sawmill industrial wastes. Journal Microbiol. Biotech. Res. 2(1):
120–128.

Fadilah., Sperisa, D., Enny Kris A. dan Arif J. 2008. Biodelignifikasi Batang
Jagung dengan Jamur Pelapuk Putih Phanarocheate crysposporium. J.
Ekuilibrium. 7 (1) : 7-11.

Fariani, A., Arfan A dan Gatot M. 2013. Kecernaan Pelepah Sawit Fermentasi
dalam Complete Feed Block (CFB) untuk Sapi Potong. Jurnal Lahan
Suboptimal. 2(2) : 129–136.

Fengel, D., dan Wegener, G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Gadd, G.M. 2001. Accumulation and Transformation of Metals by Microorganism.


In: Rehm. J Biotechnology, a Multi-volume Comprehensive Treatise.10 :
291–305.

General Laboratory Procedures, 1966. Department of Dairy Science. University of


Wisconsin. Madison.

60
Hafizurrahman. 2010. Penentuan Kandungan Minyak Pada Palm Kernel (PK) dan
Palm Kernel Meal (PKM) dalam memaksimalkan Hasil Produksi Minyak
yang didapat pada Pengolahan Minyak Inti Sawit di PT Perkebunan
Nusantara IV Kebun Pabatu [skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Hartadi, H.S., Reksohadiprodjo dan A.d Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan
Untuk Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Haryo, R.B.S. 2013. Prospek dan potensi pemanfaatan lignoselulosa jerami padi
menjadi kompos, silase dan biogas melalui fermentasi mikroba. Jurnal
selulosa. 3(20) : 51–68.

Hidayat, N. 2007. Artilkel Ilmiah. Aspergillus niger. (www.wordpress.com, diakses


tanggal 20 Oktober 2017).

Hidayat, N., C. P. Masdriana dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.


Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Hilakore, M.A. 2008. Peningkatan Kualitas Nutrisi Putak Melalui Fermentasi


Campuran Trichoderma reesei dan Aspergillus niger sebagai Pakan
Ruminansia [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Howard, R.L., Abotsi, E., Jansen, E.L. dan Howard, S. 2003. Lignocellulose
Biotechnology: Issue of Bioconversion and Enzyme Production. Journal
African of Biotechnology. 2(12) : 602–619.

http://ditjenbun.pertanian.go.id/ diakses pada 10 September 2017.

Idiawati, N., Elliska M. H., dan Lucy A. 2014. Produksi Enzim Selulase oleh
Aspergillus niger pada Ampas Sagu. Jurnal Natur Indonesia. 16(1) : 1–9.

Ikram, U., Muhammad, M.J., Tehmina, S.K., dan Zafar, S. 2005. Cotton
Saccharifying Activity of Cellulases Produced by Co-culture of Aspergillus
niger and Trichoderma viride. Res. J. Agric dan Biol. Sci. 1(3) : 241–245.

Imsya, A. 2007. Konsentrasi N-Amonia, Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan


Bahan Organik Pelepah Sawit Hasil Amoniasi Secara In vitro. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. 111-114.

Indiawati, N., Elliska M. H. dan Lucy A. 2014. Produksi Enzim Selulase oleh
Aspergillus niger pada Ampas Sagu. Jurnal Natur Indonesia. 16(1) : 1–9.

Indriani, D.O., Sriherfyna, F.H. dan Wardani, A.K. 2015. Invertase of Aspergillus
niger with Solid State Fermentation Method and The Application in
Industry. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(4) : 1405–1411.

Ismartoyo. 2011. Pengantar Teknik Penelitian: Degradasi Pakan Ternak


Ruminansia. Surabaya : Brilian Internasional.

61
Jamarun, N., Zain, M. dan Rahman, J. 2000. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit
sebagai PakanTernak. Kerja Sama antara PT. Perkebunan Nusantara VI
(persero) dengan Pusat Studi Pengembangan Ternak Sapi dan Kerbau
Universitas Andalas. Padang.

Jayanegara, A., N. Togtokhbayar, H. P. S. Makkar dan K. Becker. 2008. Tannins


Determined by Various Methods as Predictors og Methane Production
Reduction Potential of Plants by an in vitro Rumen Fermentation System.
Animal Feed Science Technology. (in press).
doi:10.1016/j.anifeedsci.2008.10.011

Jayanegara, A., Sofyan A., Makkara H.P.S and Becker K. 2009. Kinetika Produksi
Gas, Kecernaan Bahan Organik dan Produksi Gas Metana in vitro Pada Hay
dan Jerami yang Disuplementasi Hijauan Mengandung Tanin. Jurnal Media
Peternakan. 32(2) :120–129.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia.


Yogyakarta : Kanisius.

Kasmiran, A. 2011. Pengaruh Lama Fermentasi Jerami Padi dengan


Mikroorganisme Lokal Terhadap Kandungan Bahan Kering, Bahan Organik
dan Abu. J. Lentera. 11(1).

Kjeldahl, J. 1883. A New Method For The Estimation Of Nitrogen In Organic


Compounds. J. Anal. Chem. 22 : 366.

Koolman, J. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Jakarta : Hipokrates.

Krishnamoorthy, U. 2001. RCA Training Workshop on In Vitro Techniques for


Feed Evaluation. April 23-27th. The International Atomic Energy Agency :
Jakarta (ID). 17.

Kurniawati, A. 2007. Teknik Produksi Gas In Vitro Untuk Evaluasi Pakan Ternak :
Volume produksi gas dan kecernaan bahan pakan. Jurnal Aplikasi Isotop
dan Radiasi. 3: 40–49.

Kusmiati dan Agustini N.W.S. 2010. Pemanfaatan Limbah Onggok untuk Produksi
Asam Sitrat dengan Penambahan Mineral Fe dan Mg pada Substrat
Menggunakan Kapang Trichoderma Sp dan Aspergillus Niger. Seminar
Nasional Biologi. 856–866.

Kusumaningrum, M., Sutrisno, C.I., dan Prasetiyono, B.W.H.E. 2012. Kualitas


Kimia Ransum Sapi Potong Berbasis Limbah Pertanian dan Hasil Samping
Pertanian yang Difermentasi dengan Aspergillus niger. Animal Africulture
Journal. 1(2).

Lehninger, A.L. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Alih bahasa: Maggy Thewijaya.


Jakarta: Erlangga.

Lehninger, A.L. 1997. Biochemistry. New York : WorthPublisher Inc.

62
Leng, R.A. 1984. The Microbial Interaction In The Rumen. Proceeding of
Symposium. The University of Western Australia.

Maier, R.M., Pepper, I.L. dan Gerba, C.P. 2000. Environmental Microbiology.
London : Academic Press.

Mandiri. 2012. Manual Pelatihan Teknologi Energi Terbarukan. Jakarta : UNIDA.

Marhadi, 2009. Artikel Ilmiah. Potensi Fermentasi Jerami Padi Sebagai Sumber
Pakan Untuk Usaha Penggemukan Sapi Potong. (http://marhadi nutrisi 06.
blogspot.com/2009/05/jerami.html, diakses pada 12 September 2017).

Mathius, I.W., Sitompul, D., Manurung, B.P., dan Asmi. 2003. Produk Samping
Tanaman dan Pengolahan Buah Kelapa Sawit Sebagai Bahan Dasar Pakan
Komplit. Prosiding Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit–
Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. 120-128.

McDonald, P., Edwards, R., Greenhalgh, J., dan Morgan, C. 2002. Animal Nutrition.
6th Edition. Longman Scientific dan Technical, New York.

Menke, K. H dan W. H. Close. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. Jerman :


University of Hohenheim Press.

Miller, G.L. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent for Determination of


Reducing Sugar. Analytical Chemistry. 31 : 426–428.

Miller, G.L. 1972. Experiments in Molecular Genetics. New York : Cold Spring.

Mulyana, N., Larasati, T.R.D., Nurhasni dan Ningrum, M. 2015. Peningkatan


Aktivias Enzim Selulase dan Produksi Glukosa Melalui Fermenasi Substrat
Jerami Padi dengan Fungi Aspergillus niger yang dipapar Sinar Gamma.
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 11(1) : 13–22.

Ørskov, E.R. dan McDonald, I. 1979. The Estimation of Protein Degradability in


The Rumen From Incubation Measurements Weighted According To The
Rate of Passage. J Agric Sci Camb. 92 : 499–503.

Owens, F. N., and Goetsch, A. L. 1988. Ruminal Fermentation. In: Church, D.C.
(Ed.) The Ruminal Animals, Digestive Physiology and Nutrition. New
Jersey: Prentice Hall.

Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu
ke Hilir. Jakarta : Penebar Swadaya.

Pangesti, N. W. I., Arini, P., dan Estu, R. N. 2012. Pengaruh Penambahan Molase
Pada Produksi Enzim Xilanase oleh Fungi Aspergillus niger dengan
Substrat Jerami Padi. J. Bioteknologi. 9(2) : 41–48.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta:


Universitas Indonesia Press.

63
Pell, A., Cherney, N.N.D.J.R. dan Jones, J.S. 1993. Technical Note: Forage in vitro
Dry Matter Digestibility As Influenced By Fibre Source In The Donor Cow
Diet. J Animal Sci. 71.

Pensupa, N., Jin, M., Kokolski,M., Archer, D. B., Du, C. 2013. A Solid State Fungal
Fermentation-based Strategy For The Hydrolysis Of Wheat Straw. J.
BioresourceTechnology. 149: 261–26.

Prabowo. A., Y. Suci, P. dan Aulia E.S. 2011. Potensi Limbah Pelepah dan Daun
Kelapa Sawit intuk Pakan Sapi Potong di Sumatera Selatan. Prosiding
Seminar Nasional Peternakan Universitas Padjadjaran. Jatinangor. 13–16.

Pranata J. 2009. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta Cangkang kelapa
sawit untuk Pembuatan Asap Cair sebagai Pengawet Makanan Alami.
Laporan Penelitian. Direktur Eksekutif JINGKI Institute.

Prihandono. 2001. Pengaruh Suplementasi Probiotik Bioplus, lisinat Zn dan


Minyak Lemuru (Saedinella longiceps) terhadap Tingkat Penggunaan
Pakan dan Produksi Fermentasi Rumen Domba [skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor

Prihartini, I., Soebarinoto, Chuzaemi, S. dan Winugroho, M. 2011. Karakteristik


nutrisi dan degradasi jerami padi fermentasi oleh inokulum lignolitik TliD
dan BOpR. Fakultas Peternakan Perikanan UMM Malang. Animal
Production Journal. 11(1) : 7.

Purba, A. dan Ginting, S.P. 1997. Nilai Nutrisi dan Manfaat Pelepah Kelapa Sawit
Sebagai Pakan Ternak. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 5(3): 161–177.

Purwadaria, T., T. Haryati, J. Dharma, I.P. Kompiang, dan A.P. Sinurat. 1994.
Pengembangan Pembuatan Inokulum Aspergillus niger untuk Fermentasi
cassapro . Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan
Balimak, Bogor.

Purwanto, D. 2011. Arang dari Limbah Tempurung Kelapa Sawit. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. 29(1) : 57–66.

Rahayuningsih, M. 2003. Toksisitas dan Aktivitas Dipterosidal Bioinsektisida


Bacillus thuringiensis israelensis Tipe Liar dan Mutan pada Berbagai
Formulasi Media dan Kondisi Kultivasi [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Rahmadi, D. 2003. The Effect of Duration of Fermentation with Mixed


Microorganis Culture on Chemical Composition of Cabbage By-product. J.
Indon. Trop. Anim. Agric. 28(2) : 1–5.

Ridla, M. 2014. Pengenalan Bahan Makanan Ternak. Bogor : IPB Press.

64
Romayanto, M. E. W., Wiryanto dan Sajidan. 2006. Pengolahan Limbah Domestik
dengan Aerasi dam Penambahan Bakteri Pseudomonas putida. Jurnal
Bioteknologi. 3(2) : 42–49.

Sa’adah, Z., S, Noviana I., dan Abdullah. 2010. Produksi Enzim Selulase oleh
Aspergillus niger Menggunakan Substrat Jerami dengan Sistem Fermentasi
Padat. Semarang : Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP.

Safaria, S. 2013. Efektivitas campuran enzime selulase dari Aspergilus niger dan
Sinar Gamma Terhadap Kemampuan Degradasi Lignin Phanerochaete
chrysosporium dan Ganoderma lucidum. Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir
Indonesia. 17(1) : 21–36.

Sakinah, D. 2005. Kajian Suplementasi Probiotik Bermineral Terhadap Produksi


VFA, NH3, dan Kecernaan Zat Makanan Pada Domba [skripsi]. Bogor :
Institut Pertanian Bogor.

Santoso, dan Hariadi, B. Tj. 2008. Komposisi Kimia, Degradasi Nutrien dan
Produksi Gas CH4 in vitro Rumput Tropik yang Diawetkan dengan Metode
Silase dan Hay. Media Peternakan, 31(2) : 128–137.

Sarwono, B. dan Ariyanto, N.B. 2005. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Jakarta : Penebar Swadaya.

Shreedhar M., Chaturvedi A., Aparna M. Kumar P.D., Singhai R.K. dan Babu V.
2013. Influence of 𝛾-radiation Stress on Scavenging Enzyme Activity and
Cell Ultra Structure in Groundnut (Arachis hypogaea L.). Applied Science
Resource. 4(2) : 35–44.

Situmorang, Pahala T. G. 2010. Pemanfaatan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit


Fermentasi dengan Aspergillus niger Terhadap Pertambahan Bobot Badan
Sapi Bali [skripsi]. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Sixta, H., 2006. Handbook of Pulp. Vol 2 : 102.

Struch, T., Neuss, B., Bringer, M.S. dan Sahm, H. 1991. Osmotic Adjustment Of
Zymomonas mobilis to Concentrated Glucose Solutions. Journal
Application of Microbiology and Biotechnology. 34 : 518–523.

Subowo, Y.B. 2015. Seleksi Jamur Penghasil Enzim Lignoselulosa dan


Kemampuannya Menguraikan Limbah Cair Kelapa Sawit. Prosiding
Seminar Nasional Biodiversitas. 1(8) : 1766–1770.

Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.

Suharyono, Shintia, N.W.H. dan Teguh W. 2015. Dinamika Hasil Fermentasi di


dalam Cairan Rumen yang diberi Konsentrat yang Mengandung Suplemen
Pakan Baru (SPB). Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 11(2) ; 99–
111.

65
Sukatardi, S., Haryono, B. dan Prasetyo, H. 2010. Produksi Enzim Lignin
Peroksidase (LiP) dari Sabut Kelapa menggunakan Jamur Trichoderma
reesei. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. Yogyakarta: UPN
Veteran.

Suryapratama, W. 1999. Efek Suplementasi Asam Lemak Volatile Bercabang dan


Kapsul Lisin Serta Treonin Terhadap Nutrisi Protein Sapi Holstein
[disertasi]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutardi, T. 1977. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syafwina, E.D. Wong, Y. Honda, T. Watanabe, and M. Kuwahara. 2002.


Pretreatment of Empty Fruit Bunch Of Oil Palm by White-rot Fungi For The
Utilization Of Its Component. Jurnal Litbang Pertanian. 29(4) : 351–356.

Syahriani S., Zain M. M., Rohmiyatul I., dan Ani A. 2015. Effectiveness of Rumen
Fermentation of Feed mixture Rice Straw and Mulberry Biomass with
Addition of Urea Mineral Molasses Liquid. JITP. 4(1) : 17–22.

Syahrir, S., K. G. Wiryawan, A. Parakkasi, M. Winugroho, dan O. N. P. Sari. 2009.


The Effectivity of Mulberry Leaves To Substitute Concentrate In The in
vitro Ruminal System. J. Med. Pet. 32(2) : 112–119.

Tien, M., dan Kirk, T.K. 1984. Lignin Degrading Enzyme from Phanerochate
chrysosporium : purification, characterization and catalycal properties of a
unique H2O2 requiring oxygenease. Practice Natural Academy Science
USA.8 : 2280–2284.

Tilley, J. M. A dan R. A. Terry. 1963. A Two Stage Technique For The In Vitro
Digestion Of Forage Crops. J. British Grassland Soc. 18 : 104-111.

Tillman, H., Hartadi, S. Reksohadiprodjo, Prawirokusumo dan Lebdosoekojo. 1986.


Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-3. Penerbit Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Tri, R. D. L., Mulyana, N., Nurhasni dan Uswatun, H. 2015. Pengaruh Radiasi
Trichoderma reesei dalam menghidrolisis Substrat Sabut Kelapa. Jurnal
Isotop dan Radiasi. 2(1): 46–51.

Verma, V., Alpika, V. dan Akhilesh, K. 2012. Isolation and Production of Cellulase
Enzyme from Bacteria Isolated from Agricultural Fields in District Hardoi,
Uttar Pradesh, India. Adv Appl Sci Res. 3(1) :171–174.

Wahyono, T., Dewi A. A., Komang G., Wiryawan, dan Irawan S. 2014. In Vitro
and In Sacco Examination of Buffalo Fed Rations Containing Sorghum
Roughage. A Scientific Journal for The Applications of Isotopes and
Radiation. 10(2) : 113–126.

66
Wajizah, S., Samadi., Yunasri Usman dan Elmy Mariana. 2015. Evaluasi Nilai
Nutrisi dan Kecernaan In Vitro Pelepah Kelapa Sawit (Oil Palm Fronds)
yang Difermentasi Menggunakan Aspergillus niger dengan Penambahan
Substrat Karbohidrat yang Berbeda. Agripet. 15(1) : 13–19.

Widayanti, E. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Surabaya : Trubus Agrisarana.

Widiawati Y, Winugroho M, Mahyudddin P. 2007. Estimasi Produksi Gas Metana


dari Rumut dan Tanaman Leguminosa yang diukur Secara In Vitro.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 131–136.

Wuryanti. 2008. Pengaruh Penambahan Biotin Pada Media Pertumbuhan Terhadap


Produksi Sel Aspergillus niger. Jurnal Biokima.10 (2) : 46–50.

Yusmadi. 2008. Kajian Mutu dan Palatabilitas Silase dan Hay Ransum Komplit
Berbasis Sampah Organik Primer Pada Kambing PE. [tesis]. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

67
Lampiran 1. Hasil Pengamatan dan Perhitungan

1. Kadar Air Sampel Fermentasi

Uraian Ulangan CF PF TKSF CPTKSF


W0, g 1 30,41 41,18 32,70 32,82
2 35,58 33,01 30,95 32,01
W1, g 1 31,43 42,19 33,96 33,85
2 36,71 34,11 32,04 33,13
W2, g 1 31,02 41,58 33,28 33,33
2 36,27 33,48 31,42 32,59
W3, g 1 30,42 41,21 32,75 32,85
2 35,60 33,04 30,99 32,04
Bb sampel, g 1 1,03 1,01 1,26 1,03
2 1,13 1,11 1,09 1,12
Bk sampel, g 1 0,61 0,40 0,58 0,50
2 0,69 0,47 0,47 0,58
BK, % 1 59,83 39,50 46,06 49,00
2 61,09 42,61 42,88 51,58
Kadar air, % 1 40,17 60,50 53,94 51,00
2 38,91 57,39 57,12 48,42
Rerata 39,54a 58,95c 55,53c 49,71b
STDEV 0,89 2,20 2,24 1,83

Perhitungan kadar air CF ulangan 1:


𝑊2−𝑊0
Kadar BK = 𝑊1−𝑊0 x 100%

31,02−30,41
= 31,43−30,41 x 100%

0,61
= 1,03 x 100%

= 59,83%

Kadar air = 100% - 59,83%

= 40,17%

68
2. pH Sampel Fermentasi

Ulangan CF PF TKSF CPTKF


1 6,02 4,62 5,56 5,95
2 5,94 5,52 5,78 5,31
Rerata 5,98a 5,07a 5,67a 5,63a
STDEV 0,06 0,64 0,16 0,45

3. Aktivitas Enzim Selulase dalam Medium Fermentasi

Uraian Ulangan CF PF TKSF CPTKSF


BB sampel, g 1 2,00 2,00 2,00 2,00
2 2,00 2,00 2,00 2,00
Pengenceran, kali 5,00 10,00 5,00 5,00
Kadar air, % 40,89 58,95 55,53 49,71
DM sampel, g 1,17 0,82 0,89 1,01

Absorbansi 1 0,21 0,24 0,19 0,17


2 0,18 0,19 0,18 0,15
Slope kurva standar (a) 1,70 1,70 1,70 1,70
Kadar glukosa, mg/ml 1 1,79 4,09 1,57 1,40
2 1,53 3,23 1,53 1,28
Aktivitas selulase, U/ml 1 0,66 1,51 0,58 0,52
2 0,57 1,20 0,57 0,47
Aktivitas selulase, U/g 1 1,13 3,68 1,31 1,03
2 0,97 2,91 1,27 0,94
Rerata 1,05 3,29 1,29 0,99
STDEV 0,11 0,54 0,03 0,07

Perhitungan aktivitas enzim selulase CF ulangan 1:


100−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟
DM = 100
x berat basah sampel

100−40,89
= 100
x 2,00 g

= 1,17 g

𝑏𝑏 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Aktivitas enzim selulase = fp x abs x a x 0,37 x 𝐷𝑀

2,00
= 5 x 0,21 x 1,70 x 0,37 x 1,17 = 1,13 U/g DM

69
4. Aktivitas Enzim Lignin Peroksidase (LiP) dalam Medium Fermentasi

Uraian Ulangan CF PF TKSF CPTKSF


BB sampel, g 1 2,00 2,00 2,00 2,00
2 2,00 2,00 2,00 2,00
Pengenceran, kali 5,00 5,00 5,00 5,00
Kadar air, % 40,89 54,72 44,12 51,30
BK sampel, g 1,18 0,91 1,12 0,97

Volume total, mL 4,00 4,00 4,00 4,00


Volume Veratil-alkohol, mL 0,40 0,40 0,40 0,40
Kons, Veratil-alkohol, M 0,01 0,01 0,01 0,01
e max, 1/M,cm 9300 9300 9300 9300
d kuvet, cm 1,00 1,00 1,00 1,00
V enzim, ml 0,80 0,80 0,80 0,80
t pengukuran, menit 20 20 20 20
Absorbansi T=0 1 0,03 0,04 0,04 0,06
2 0,02 0,05 0,04 0,04
Absrorbansi T=20 1 0,03 0,07 0,09 0,07
2 0,06 0,07 0,07 0,08
Delta absorbansi 1 0,00 0,03 0,05 0,02
2 0,04 0,03 0,03 0,04
LiP, U/mL 1 0,00 4,03 6,72 2,02
2 5,38 3,36 4,03 5,38
Rerata 2,69 3,70 5,38 3,70
STDEV 3,80 0,48 1,90 2,38

Perhitungan aktivitas enzim lignin peroksidase CF ulangan 2:

∆𝑂𝐷310 𝑥 𝑉 𝑉−𝐴 (𝑚𝑙)𝑥 𝑘𝑜𝑛𝑠,𝑉−𝐴 𝑥 109


Aktivitas LiP = 𝜀 max 𝑥 𝑑 𝑥 𝑉 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 (𝑚𝑙)𝑥 𝑡
x pengenceran

0,04 𝑥 0,4 𝑥 0,01 𝑥 109


= 9300 𝑥 1 𝑥 0,8 𝑥 20
x5

160000
= 148800 x 5

100
= 93
x5

= 5,38 U/mL

70
5. Kurva Standar Glukosa

absorbansi 0,0 0,11 0,21 0,38 0,47 0,58

glukosa, mg/ml 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

Konsentrasi glukosa (mg/mL) 1.2


1 y = 1.7021x + 0.0109
R² = 0.9938
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Absorbansi

6. Kadar Glukosa Sampel Tanpa Fermentasi dan Sampel Fermentasi

Sampel Tanpa Fermentasi Sampel Fermentasi


Uraian Ulangan
C P TKS CPTKS CF PF TKSF CPTKSF
Bb sampel, g 1 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
2 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Pengenceran, kali 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00
Kadar air, % 28,55 35,35 40,77 32,52 39,54 58,95 55,53 49,71
Bk sampel, g 1 0,71 0,65 0,59 0,67 0,60 0,41 0,44 0,50
2 0,71 0,65 0,59 0,67 0,60 0,41 0,44 0,50
Absorbansi 1 0,03 0,07 0,01 0,03 0,20 0,15 0,15 0,08
2 0,02 0,07 0,01 0,04 0,20 0,16 0,14 0,08
Slope kurva
standar (a) 1,70 1,70 1,70 1,70 1,70 1,70 1,70 1,70
Kadar glukosa,
1
mg/mL 0,43 1,19 0,17 0,51 3,40 2,55 2,55 1,36
2 0,34 1,11 0,17 0,60 3,40 2,72 2,38 1,36
Kadar glukosa,
1
mg/g 0,60 1,84 0,29 0,76 5,63 6,22 5,74 2,71
2 0,48 1,71 0,29 0,88 5,63 6,63 5,36 2,71
Rerata 0,54ab 1,78c 0,29a 0,82b 5,63e 6,43f 5,55e 2,71d
STDEV 0,08 0,09 0,00 0,09 0,00 0,29 0,27 0,00

71
Perhitungan kadar glukosa C ulangan 1:
100−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟
DM = 100
x berat basah sampel

100−28,55
= 100
x 1,00 g

= 0,71 g
𝑏𝑏 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar glukosa = fp x abs x a x 𝐷𝑀

1,00
= 10 x 0,025 x 1,70 x 0,71

= 0,425 x 1,408

= 0,60 mg/g DM

7. Kadar Lemak Kasar Sampel Tanpa Fermentasi dan Sampel Fermentasi

Sampel Tanpa Fermentasi Sampel Fermentasi


Uraian Ulangan
C P TKS CPTKS CF PF TKSF CPTKSF
W0, g 1 0,60 0,59 0,54 0,54 0,53 0,55 0,54 0,54
2 0,61 0,65 0,49 0,50 0,49 0,52 0,59 0,53
3 0,61 0,58 0,52 0,51 0,58 0,51 0,53
W1, g 1 1,11 1,11 1,05 1,04 1,03 1,05 1,05 1,04
2 1,11 1,15 1,00 1,00 1,00 1,02 1,10 1,03
3 1,11 1,09 1,03 1,01 1,09 1,02 1,03
W2, g 1 1,04 1,04 0,99 1,00 0,98 1,00 1,00 0,99
2 1,04 1,09 0,94 0,97 0,94 0,97 1,05 0,98
3 1,05 1,02 0,99 0,96 1,04 0,98 0,99
W3, g 1 1,01 1,01 0,96 0,98 0,96 1,00 0,99 0,98
2 1,02 1,06 0,91 0,95 0,92 0,97 1,05 0,97
3 1,03 1,00 0,97 0,93 1,04 0,97 0,99
Lemak kasar,
% 1 5,40 5,24 5,34 3,45 4,40 1,37 1,76 1,45
2 5,37 5,38 5,34 2,68 4,47 0,61 1,39 1,35
3 5,37 5,38 3,57 5,31 0,51 2,51 0,26
Rerata 5,39d 5,33d 5,35d 3,24c 4,73d 0,83a 1,89b 1,02a
STDEV 0,02 0,10 0,00 0,54 0,05 0,53 0,27 0,07

Perhitungan kadar lemak kasar C ulangan 1:


(𝑤2−𝑤0)−(𝑤3−𝑤0)
Lemak kasar = (𝑤1−𝑤0)
x 100%

(1,04−0,60)−(1,01−0,60)
= (1,11−0,60)
x 100%

72
0,44−0,41
= 0,51
x 100%

= 5,40 %

8. Kadar Protein Kasar Sampel Tanpa Fermentasi dan Sampel Fermentasi

Sampel Tanpa Fermentasi Sampel Fermentasi


Uraian Ulangan
C P TKS CPTKS CF PF TKSF CPTKSF
W sampel, mg 1 509,7 508,2 509,8 505,3 501,9 507,0 503,3 502,8
2 507,5 504,7 509,2 500,8 505,6 508,2 508,0 506,9
3 502,8 509,1 502,4 502,1 502,5 505,1 500,2 502,9
V HCl 0,1N, mL 1 20 20 20 20 20 20 20 20
2 20 20 20 20 20 20 20 20
3 20 20 20 20 20 20 20 20
V NaOH 5%, mL 1 17,75 17,15 17,80 17,90 16,90 16,10 16,85 16,85
2 17,95 16,95 18,40 18,15 17,65 16,35 17,00 17,60
3 17,50 16,85 17,70 17,80 17,90 16,10 16,70 17,25
Total nitrogen, % 1 0,62 0,79 0,60 0,58 0,86 1,08 0,88 0,88
2 0,57 0,85 0,44 0,52 0,65 1,01 0,83 0,66
3 0,70 0,87 0,64 0,61 0,59 1,08 0,92 0,77
Protein Kasar, % 1 3,86 4,91 3,78 3,64 5,40 6,73 5,48 5,48
2 3,53 5,29 2,75 3,23 4,07 6,28 5,17 4,14
3 4,35 5,41 4,01 3,83 3,66 6,76 5,77 4,78
Rerata 3,92 5,20 3,51 3,57 4,38 6,59 5,47 4,80
STDEV 0,41 0,26 0,67 0,31 0,91 0,27 0,30 0,67

Perhitungan kadar protein kasar C ulangan 1:


(𝑉 𝐻𝐶𝑙−𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻)𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐴𝑟 𝑁
Total nitrogen = 𝑊 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
x 100%

(20−17,75)𝑥 0,1 𝑥 14
= 509,7
x 100%

= 0,62%

Protein kasar = %N x 6,25

= 0,62% x 6,25

= 3,86

73
9. Kadar Acid Detergent Fiber (ADF) Sampel Tanpa Fermentasi dan
Sampel Fermentasi

Sampel Tanpa Fermentasi Sampel Fermentasi


Uraian Ulangan
C P TKS CPTKS CF PF TKSF CPTKSF
W1, g 1 0,52 0,51 0,53 0,50 0,53 0,52 0,51 0,53
2 0,53 0,50 0,52 0,52 0,53 0,50 0,51 0,53
3 0,50 0,52 0,50 0,54 0,53 0,51 0,52 0,51
W0, g 1 49,02 49,55 50,74 50,01 49,72 49,35 49,90 50,08
2 49,71 50,39 50,40 49,24 49,68 49,26 50,75 50,03
3 49,34 50,19 50,07 49,87 50,36 50,41 49,57 50,40
W2, g 1 49,36 49,91 51,09 50,35 50,11 49,71 50,22 50,45
2 50,06 50,75 50,76 49,58 50,08 49,62 51,08 50,40
3 49,69 50,56 50,41 50,22 50,76 50,75 49,90 50,76
W3, g 1 48,97 49,57 50,75 50,03 49,72 49,37 49,88 50,08
2 49,71 50,40 50,41 49,25 49,68 49,26 50,75 50,02
3 49,35 50,20 50,08 49,89 49,89 50,41 49,56 50,41
BK, % 1 95,90 94,62 93,06 92,00 94,73 95,33 95,12 95,03
2 95,90 94,62 93,06 92,00 94,73 95,33 95,12 95,03
3 95,90 94,62 93,06 92,00 94,73 95,33 95,12 95,03
ADF, % 1 67,90 72,72 70,42 72,80 78,84 72,19 66,19 73,10
2 70,55 74,96 73,66 70,97 79,58 74,14 69,02 74,03
3 71,95 75,50 72,92 71,00 79,03 70,35 66,13 73,53
Rerata 70,13 74,40 72,33 71,59 79,15 72,23 67,12 73,55
STDEV 2,06 1,48 1,70 1,05 0,38 1,90 1,65 0,46

Perhitungan Kadar ADF C ulangan 1:


𝑤2−𝑤0
ADF = 𝑤1 𝑥 𝐵𝐾 x 100%

49,36−49,02
= 0,52 𝑥 95,90
x 100%

0,34
= 0,50 x 100%

= 67,90 %

74
10. Kadar Neutral Detergent Fiber (NDF) Sampel Tanpa Fermentasi dan
Fermentasi

Sampel Tanpa Fermentasi Sampel Fermentasi


Uraian Ulangan
C P TKS CPTKS CF PF TKSF CPTKSF
W1, g 1 0,52 0,53 0,50 0,55 0,52 0,51 0,51 0,51
2 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51 0,52 0,52 0,52
3 0,53 0,54 0,51 0,51 0,51 0,51 0,51 0,52
W0, g 1 49,81 49,61 49,33 49,93 49,64 49,63 49,90 49,70
2 49,61 49,57 49,77 49,58 50,56 49,77 49,67 49,95
3 49,55 49,58 49,90 49,57 49,55 49,33 49,65 49,67
W2, g 1 50,22 50,05 49,75 50,37 50,08 50,10 50,35 50,11
2 50,03 50,00 50,19 50,01 51,00 50,23 50,12 50,41
3 49,98 50,03 50,34 49,97 49,98 49,79 50,11 50,11
W3, g 1 49,82 49,63 49,35 49,97 49,64 49,65 49,92 49,67
2 49,62 49,59 49,78 49,60 50,56 49,78 49,68 49,96
3 49,56 49,60 49,91 49,59 49,56 49,35 49,67 49,68
BK, % 1 95,90 94,62 93,06 92,00 94,73 95,33 95,12 95,03
2 95,90 94,62 93,06 92,00 94,73 95,33 95,12 95,03
3 95,90 94,62 93,06 92,00 94,73 95,33 95,12 95,03
NDF, % 1 82,85 88,50 89,38 88,51 89,94 94,41 92,88 84,47
2 86,23 88,21 89,48 89,72 93,05 94,14 89,66 92,32
3 84,55 88,79 91,29 86,65 89,50 93,99 95,33 89,35
Rerata 84,54 88,50 90,05 88,29 90,83 94,18 92,62 88,71
STDEV 1,69 0,29 1,08 1,55 1,94 0,21 2,84 3,97

Perhitungan kadar NDF C ulangan 1:

𝑤2−𝑤0
NDF = 𝑤1 𝑥 𝐵𝐾 x 100%

50,22−49,81
= 0,52 𝑥 95,90
x 100%

0,41
= 0,50 x 100%

= 82,85 %

75
11. Kadar Bahan Kering dan Bahan Organik Sampel Tanpa Fermentasi dan
Fermentasi

Sampel Tanpa Fermentasi Sampel Fermentasi


Uraian Ulangan
C P TKS CPTKS CF PF TKSF CPTKSF
W0, g 1 32,82 29,97 30,40 35,70 42,89 39,27 30,22 35,58
2 33,00 33,69 31,77 32,70 34,90 32,73 31,71 33,88
3 32,21 31,57 42,58 32,84 38,85 30,95 41,35 35,12
W1, g 1 33,84 30,98 31,53 36,98 43,90 40,30 31,17 36,75
2 34,02 34,71 32,84 33,71 35,90 33,77 32,76 34,89
3 33,21 32,60 43,74 33,98 39,97 32,00 42,36 36,35
W2, g 1 33,80 30,93 31,45 36,88 43,85 40,25 31,12 36,69
2 33,98 34,66 32,76 33,63 35,85 33,72 32,71 34,84
3 33,17 32,54 43,66 33,89 39,91 31,95 42,32 36,29
W3, g 1 32,85 30,01 30,45 35,77 42,92 39,33 30,28 35,63
2 33,03 33,72 31,81 32,76 34,92 32,80 31,77 33,93
3 32,24 31,61 42,62 32,90 38,87 31,02 41,42 35,18
BK, % 1 95,99 94,73 93,23 92,03 94,70 95,29 94,72 94,85
2 95,89 94,69 93,24 91,99 94,71 95,39 95,23 95,13
3 95,82 94,43 92,70 91,97 94,77 95,29 95,41 95,11
Rerata 95,90 94,62 93,06 92,00 94,73 95,33 95,12 95,03
STDEV 0,08 0,16 0,31 0,03 0,04 0,06 0,36 0,15
BO, % 1 97,17 95,80 95,98 94,22 97,02 94,25 92,91 95,93
2 97,10 96,45 96,44 94,62 97,58 93,12 93,84 95,41
3 97,39 96,36 96,31 94,70 97,51 93,64 93,73 95,75
Rerata 97,22 96,21 96,24 94,51 97,37 93,67 93,49 95,70
STDEV 0,15 0,35 0,24 0,26 0,30 0,56 0,51 0,26

Perhitungan kadar bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) C ulangan 1:

𝑤2−𝑤0
Kadar BK = 𝑤1−𝑤0 x 100%

33,80−32,82
= 33,84−32,82 x 100%

0,98
= 1,02 x 100%

= 95,99%

76
𝑤3−𝑤0
Kadar abu = 𝑤2−𝑤0 x 100%

32,85−32,82
= 33,80−32,82 x 100%

0,03
= 0,98 x 100%

= 3,06%

Kadar BO = 100% - kadar abu

= 100% - 3,06%

= 96,94%

12. Pengukuran Kadar N-NH3


Sampel Fermentasi Sampel Tanpa Fermentasi
Uraian Ulangan
CF PF TKSF CPTKSF C P TKS CPTKS
V titrasi 1 0,24 0,17 0,15 0,25 0,25 0,12 0,19 0,15
HCl, mL 2 0,22 0,20 0,25 0,15 0,15 0,17 0,15 0,15
3 0,18 0,20 0,20 0,18 0,18 0,18 0,18 0,17
4 0,16 0,20 0,25 0,18 0,18 0,16 0,19 0,17
5 0,24 0,20 0,25 0,16 0,16 0,16 0,15 0,18
N HCl 0,01413 0,01413 0,01413 0,01413 0,01413 0,01413 0,01413 0,01413
BM HCl 17 17 17 17 17 17 17 17
N-NH3, 1 5,76 4,08 3,60 6,00 6,00 2,88 4,56 3,60
mg/100mL 2 5,28 4,80 6,00 3,60 3,60 4,08 3,60 3,60
3 4,32 4,80 4,80 4,32 4,32 4,32 4,32 4,08
4 3,84 4,80 6,00 4,32 4,32 3,84 4,56 4,08
5 5,76 4,80 6,00 3,84 3,84 3,84 3,60 4,32
Rerata 4,99 4,66 5,28 4,42 4,42 3,79 4,13 3,94
STDEV 0,87 0,32 1,07 0,94 0,94 0,55 0,49 0,32

Perhitungan N-NH3 CF ulangan 1:

N-NH3 = N HCl x V titrasi HCl x BM NH3 x 100

= 0,01413 x 0,24 x 17 x 100

= 5,76 mg/100 mL

77
13. Pengukuran Kadar Total Volatile Fatty Acid (TVFA)

Sampel Fermentasi Sampel Tanpa Fermentasi


Uraian Ulangan
CF PF TKSF CPTKSF C P TKS CPTKS
V titrasi HCl, 1 3,90 3,80 4,30 4,30 4,20 4,50 4,30 4,40
mL 2 4,10 4,00 4,50 4,30 4,60 4,80 4,60 4,30
3 4,10 4,00 4,50 4,40 4,70 4,60 4,50 4,50
4 4,20 4,10 4,50 4,40 4,50 4,50 4,30 4,40
5 4,20 4,10 4,40 4,40 4,30 4,20 4,50 4,50
N HCl 0,495 0,495 0,495 0,495 0,495 0,495 0,495 0,495
V titrasi blanko, 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00
mL
TVFA, mM 1 108,90 118,80 69,30 69,30 79,20 49,50 69,30 59,40
2 89,10 99,00 49,50 69,30 39,60 19,80 39,60 69,30
3 89,10 99,00 49,50 59,40 29,70 39,60 49,50 49,50
4 79,20 89,10 49,50 59,40 49,50 49,50 69,30 59,40
5 79,20 89,10 59,40 59,40 69,30 79,20 49,50 49,50
Rerata 89,10 99,00 55,44 63,36 53,46 47,52 55,44 57,42
STDEV 12,12 12,12 8,85 5,42 20,53 21,46 13,28 8,28

Perhitungan TVFA CF ulangan 1:

1000
TVFA = (V titrasi blanko – V titrasi HCl) x N HCl x 5
mM

= (5,00–3,70) x 0,495 x 200 mM

= 1,30 x 0,495 x 200 mM

= 128,70 mM

14. Pengukuran pH Cairan Rumen

Sampel Fermentasi Sampel Tanpa Fermentasi


Ulangan
CF PF TKSF CPTKSF C P TKS CPTKS
1 7,21 7,17 7,06 7,16 7,13 7,17 7,08 7,16
2 7,11 7,18 7,10 7,16 7,18 7,16 7,00 7,15
3 7,16 7,05 7,13 7,20 7,18 7,13 7,04 7,13
4 7,16 7,15 7,16 7,16 7,16 7,16 7,01 7,12
5 7,24 7,13 7,21 7,19 7,21 7,06 7,07 7,18
Rerata 7,18 7,14 7,13 7,17 7,17 7,14 7,04 7,15
STDEV 0,05 0,05 0,06 0,02 0,03 0,05 0,04 0,02

78
15. Persentase Degradasi Bahan Kering (DBK) dan Degradasi Bahan
Organik (DBO)

Sampel Fermentasi Sampel Tanpa Fermentasi


Uraian Ulangan
CF PF TKSF CPTKSF C P TKS CPTKS
W cawan, g 1 49,67 49,90 31,21 50,28 49,77 31,35 30,61 49,77
2 48,97 49,51 50,39 49,87 31,22 49,33 49,71 30,73
3 49,64 49,34 49,81 31,15 49,77 49,35 30,61 30,75
4 49,92 50,19 49,35 50,57 31,21 31,18 49,57 49,35
5 49,95 50,40 50,21 49,66 30,72 49,58 30,49 49,57
Wcawan+sampel, 1 49,98 50,20 31,54 50,56 50,06 31,69 30,90 50,05
g 2 49,27 49,85 50,65 50,13 31,55 49,65 49,97 31,02
3 49,92 49,63 50,12 31,43 50,09 49,64 30,89 31,04
4 50,23 50,42 49,64 50,85 31,54 31,47 49,85 49,62
5 50,22 50,62 50,46 49,94 31,05 49,89 30,81 49,82
W cawan+abu, g 1 49,68 49,91 31,23 50,28 49,78 31,36 30,61 49,77
2 48,98 49,57 50,40 49,87 31,23 49,35 49,72 30,75
3 49,64 49,36 49,82 31,16 49,78 49,35 30,61 30,75
4 49,92 50,20 49,36 50,57 31,23 31,19 49,58 49,35
5 49,95 50,41 50,22 49,67 30,73 49,60 30,49 49,58
BK residu, g 1 0,304 0,299 0,323 0,279 0,294 0,342 0,292 0,281
2 0,300 0,338 0,253 0,262 0,327 0,318 0,256 0,292
3 0,285 0,291 0,303 0,278 0,328 0,285 0,283 0,292
4 0,313 0,227 0,292 0,287 0,327 0,292 0,276 0,276
5 0,277 0,221 0,259 0,284 0,325 0,303 0,327 0,254
BA residu, g 1 0,003 0,009 0,016 0,001 0,009 0,005 0,005 0,006
2 0,005 0,058 0,008 0,004 0,009 0,013 0,011 0,014
3 0,004 0,020 0,008 0,007 0,010 0,003 0,002 0,009
4 0,005 0,006 0,010 0,002 0,017 0,006 0,010 0,006
5 0,005 0,006 0,009 0,009 0,003 0,012 0,004 0,005
BK sampel, g 0,947 0,953 0,953 0,950 0,959 0,946 0,931 0,920
BO sampel, g 0,974 0,937 0,952 0,957 0,972 0,962 0,962 0,945
DBK, % 1 67,96 68,60 66,12 70,69 69,33 63,86 68,64 69,47
2 68,30 64,56 73,44 72,38 65,93 66,42 72,52 68,31
3 69,87 69,44 68,19 70,77 65,83 69,85 69,60 68,28
4 67,00 76,17 69,37 69,79 65,89 69,18 70,30 69,94
5 70,80 76,87 72,86 70,13 66,15 68,02 64,85 72,36
Rerata 68,79 71,13 69,99 70,75 66,63 67,47 69,18 69,67
STDEV 1,53 5,26 3,11 1,00 1,52 2,40 2,81 1,67
DBO, % 1 69,19 69,00 67,74 71,00 70,64 64,92 70,16 70,96
2 69,68 70,12 74,25 73,04 66,84 67,75 73,75 69,81
3 71,10 71,05 69,02 71,65 66,83 70,21 69,80 69,30
4 68,37 76,43 70,36 70,16 67,68 69,87 71,40 70,60
5 72,13 77,13 73,81 71,23 66,50 69,30 65,32 72,94
Rerata 70,09 72,74 71,04 71,42 67,70 68,41 70,09 70,72
STDEV 1,51 3,76 2,89 1,06 1,52 1,94 2,75 1,25

79
Perhitungan DBK CF ulangan 1:

𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝐵𝐾 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢
% DBK = 𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
x 100%

0,9473−0,3035
= 0,9473
x 100%

0,6438
= 0,9473 x 100%

= 67,96%

Perhitungan DBO CF ulangan 1:

𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−(𝐵𝐾 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢−𝐵𝐴 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢)


% DBO = 𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
x 100%

0,9739−(0,3035−0,0034)
= 0,9739
x 100%

0,6738
= 0,9739 x 100%

= 69,19%

80
Lampiran 2. Data Uji Statistik IBM SPSS 20.0

1. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger


iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kadar Air

Fermentasi Hari ke-0


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 49.331 3 16.444 .487 .710
Within Groups 135.173 4 33.793
Total 184.505 7

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha =
0.05
a
TKSF 2 44.4771
CF 2 47.9224
PF 2 50.3709
CPTKSF 2 50.6738
Sig. .350
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Fermentasi Hari ke-5


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 242.891 3 80.964 32.706 .003

Within Groups 9.902 4 2.476

Total 252.793 7

81
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
CF 2 40.8911
TKSF 2 44.1193
CPTKSF 2 51.2953
PF 2 54.7250
Sig. .109 .095
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Fermentasi Hari ke-10


ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 189.935 3 63.312 39.203 .002
Within Groups 6.460 4 1.615
Total 196.395 7

Duncana
perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c
CF 2 41.5740
TKSF 2 50.0560
CPTKSF 2 50.3548
PF 2 55.0962
Sig. 1.000 .826 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Fermentasi Hari ke-14


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 433.461 3 144.487 41.269 .002
Within Groups 14.004 4 3.501
Total 447.466 7

82
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c
CF 2 39.5357
CPTKSF 2 49.7073
TKSF 2 55.5288
PF 2 58.9461
Sig. 1.000 1.000 .142
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

2. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger


iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan pH

Fermentasi Hari ke-0


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .744 3 .248 4.455 .091
Within Groups .223 4 .056
Total .966 7

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
PF 2 5.4650
CF 2 5.6250 5.6250
CPTKSF 2 5.6800 5.6800
TKSF 2 6.2700
Sig. .419 .055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Fermentasi Hari ke-5


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.212 3 .404 3.443 .132
Within Groups .469 4 .117
Total 1.681 7

83
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
CF 2 5.3850
CPTKSF 2 5.5350 5.5350
PF 2 5.5650 5.5650
TKSF 2 6.3800
Sig. .631 .073
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Fermentasi Hari ke-10


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .864 3 .288 3.658 .121
Within Groups .315 4 .079
Total 1.180 7

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
PF 2 5.1750
CF 2 5.3700 5.3700
CPTKSF 2 5.4150 5.4150
TKSF 2 6.0500
Sig. .446 .076
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Fermentasi Hari ke-14


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .861 3 .287 1.802 .286
Within Groups .637 4 .159
Total 1.498 7

84
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

a
PF 2 5.0700
CPTKSF 2 5.6300
TKSF 2 5.6700
CF 2 5.9800
Sig. .090
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

3. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger


iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kadar Glukosa

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 89.749 7 12.821 572.697 .000


Within Groups .179 8 .022
Total 89.928 15

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d e f
TKS 2 .2900
C 2 .5400 .5400
CPTKS 2 .8200
P 2 1.7750
CPTKSF 2 2.7100
TKSF 2 5.5500
CF 2 5.6300
PF 2 6.4250
Sig. .133 .098 1.000 1.000 .607 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

85
4. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger
iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kadar Lemak Kasar

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 79.540 7 11.363 57.619 .000
Within Groups 2.958 15 .197
Total 82.498 22

Duncana,b
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d
PF 3 .8300
CPTKSF 3 1.0200
TKSF 3 1.8867
CPTKS 3 3.2333
CF 3 4.7267
P 3 5.3300
TKS 3 5.3533
C 2 5.3850
Sig. .619 1.000 1.000 .124
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.824.

5. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger


iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kadar Protein Kasar

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 23.538 7 3.363 12.109 .000
Within Groups 4.443 16 .278
Total 27.982 23

86
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d e
TKS 3 3.5133
CPTKS 3 3.5667
C 3 3.9133 3.9133
CF 3 4.3767 4.3767 4.3767
CPTKSF 3 4.8000 4.8000 4.8000
P 3 5.2033 5.2033
TKSF 3 5.4733
PF 3 6.5900
Sig. .082 .067 .086 .157 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

6. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger


iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kandungan Acid Detergent Fiber
(ADF)

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 253.303 7 36.186 16.961 .000
Within Groups 34.137 16 2.134
Total 287.439 23

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d e
TKSF 3 67.1133
C 3 70.1333
CPTKS 3 71.5900 71.5900
PF 3 72.2267 72.2267 72.2267
TKS 3 72.3333 72.3333 72.3333
CPTKSF 3 73.5533 73.5533
P 3 74.3933
CF 3 79.1500
Sig. 1.000 .108 .148 .113 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

87
7. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger
Iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kandungan Neutral Detergent Fiber
(NDF)

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 182.991 7 26.142 6.138 .001
Within Groups 68.147 16 4.259
Total 251.138 23

Duncana
perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d
C 3 84.5433
CPTKS 3 88.2933
P 3 88.5000
CPTKSF 3 88.7133
TKS 3 90.0500 90.0500
CF 3 90.8300 90.8300 90.8300
TKSF 3 92.6233 92.6233
PF 3 94.1800
Sig. 1.000 .192 .166 .077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

8. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger


iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kandungan Bahan Kering

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 35.134 7 5.019 139.681 .000
Within Groups .575 16 .036
Total 35.709 23

88
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d e f
CPTKS 3 91.9967
TKS 3 93.0567
P 3 94.6167
CF 3 94.7267 94.7267
CPTKSF 3 95.0300 95.0300
TKSF 3 95.1200
PF 3 95.3233
C 3 95.9000
Sig. 1.000 1.000 .487 .068 .090 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

9. Pengaruh Fermentasi Limbah Kelapa Sawit dengan Aspergillus niger


iradiasi 500 Gy Terhadap Perubahan Kandungan Bahan Organik

ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 47.608 7 6.801 53.856 .000
Within Groups 2.021 16 .126
Total 49.628 23

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d
TKSF 3 93.4933
PF 3 93.6700
CPTKS 3 94.5133
CPTKSF 3 95.6967
P 3 96.2033
TKS 3 96.2433
C 3 97.2200
CF 3 97.3700
Sig. .551 1.000 .092 .612
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

89
10. Konsentrasi N-NH3 (mg/100 mL) Sampel Setelah 48 Jam Inkubasi

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between 9.150 7 1.307 2.362 .046
Groups
Within Groups 17.713 32 .554
Total 26.863 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c
P 5 3.7940
CPTKS 5 3.9381 3.9381
TKS 5 4.1302 4.1302
CPTKSF 5 4.4183 4.4183 4.4183
C 5 4.4183 4.4183 4.4183
PF 5 4.6584 4.6584 4.6584
CF 5 4.9946 4.9946
TKSF 5 5.2827
Sig. .115 .055 .109
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

11. Produksi Total Volatile Fatty Acid (TVFA) (mM) Sampel Setelah 48 Jam
Inkubasi

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 12091.984 7 1727.426 9.038 .000
Within Groups 6115.824 32 191.120
Total 18207.808 39

90
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
P 5 47.5200
C 5 53.4600
TKSF 5 55.4400
TKS 5 55.4400
CPTKS 5 57.4200
CPTKSF 5 63.3600
CF 5 89.1000
PF 5 99.0000
Sig. .120 .266
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

12. pH Cairan Rumen Setelah 48 Jam Inkubasi

ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups .068 7 .010 5.736 .000
Within Groups .054 32 .002
Total .122 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
TKS 5 7.0400
TKSF 5 7.1320
PF 5 7.1360
P 5 7.1360
CPTKS 5 7.1480
C 5 7.1720
CPTKSF 5 7.1740
CF 5 7.1760
Sig. 1.000 .152
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

91
13. Produksi Gas Total Fermentasi Rumen in vitro Pada Waktu Inkubasi 2
sampai 48 jam (mL/380 mg BK)
Inkubasi Jam ke-2
ANOVA
Jam ke-2
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9.381 7 1.340 3.960 .003
Within Groups 10.830 32 .338
Total 20.211 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d
CF 5 1.1602
C 5 1.2502 1.2502
PF 5 1.3730 1.3730
TKSF 5 1.5020 1.5020 1.5020
P 5 1.7812 1.7812 1.7812
CPTKSF 5 2.0638 2.0638 2.0638
TKS 5 2.2056 2.2056
CPTKS 5 2.6264
Sig. .141 .055 .089 .158
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Inkubasi Jam ke-4

ANOVA
Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 14.176 7 2.025 5.806 .000
Within Groups 11.161 32 .349
Total 25.338 39

92
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
PF 5 2.0066
CF 5 2.1090
C 5 2.1880
TKSF 5 2.6822 2.6822
P 5 2.7242 2.7242
TKS 5 3.4656
CPTKS 5 3.4670
CPTKSF 5 3.4754
Sig. .094 .065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Inkubasi Jam ke-6


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19.608 7 2.801 6.316 .000
Within Groups 14.192 32 .443
Total 33.800 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c
CF 5 2.5310
PF 5 2.8516 2.8516
C 5 2.9172 2.9172
TKSF 5 3.3258 3.3258
P 5 3.5628 3.5628
TKS 5 4.3060
CPTKSF 5 4.3448
CPTKS 5 4.4126
Sig. .093 .132 .073
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

93
Inkubasi Jam ke-8

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19.369 7 2.767 8.325 .000
Within Groups 10.636 32 .332
Total 30.006 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c
CF 5 3.2692
C 5 3.9588 3.9588
PF 5 4.0132 4.0132
TKF 5 4.1840
P 5 4.2962
TKS 5 5.0410
CPTKS 5 5.2530
CPTKF 5 5.4308
Sig. .061 .407 .322
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Inkubasi Jam ke-10


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 35.283 7 5.040 14.515 .000
Within Groups 11.112 32 .347
Total 46.395 39

94
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d e
CF 5 3.4800
PF 5 4.3302
C 5 4.3756
P 5 4.9248 4.9248
TKSF 5 5.2570 5.2570
TKS 5 5.6712 5.6712
CPTKS 5 5.8834 5.8834
CPTKSF 5 6.6256
Sig. 1.000 .141 .066 .121 .055
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Inkubasi Jam ke-12


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 28.499 7 4.071 9.311 .000
Within Groups 13.992 32 .437
Total 42.491 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d
CF 5 4.1128
PF 5 5.2808
C 5 5.3132
P 5 6.0774 6.0774
TKS 5 6.1962 6.1962 6.1962
CPTKS 5 6.3038 6.3038
TKSF 5 6.3298 6.3298
CPTKSF 5 7.0600
Sig. 1.000 .052 .588 .066
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

95
Inkubasi Jam ke-24

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 475.923 7 67.989 150.788 .000
Within Groups 14.428 32 .451
Total 490.352 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d e
CF 5 5.9052
C 5 7.9178
TKSF 5 9.3464
P 5 9.4306
CPTKS 5 9.4558
PF 5 9.6110
CPTKSF 5 13.3596
TKS 5 17.9170
Sig. 1.000 1.000 .576 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Inkubasi Jam ke-48


ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1703.487 7 243.355 126.483 .000
Within Groups 61.569 32 1.924
Total 1765.056 39

96
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d e
CF 5 10.0180
C 5 12.1888
P 5 13.9362 13.9362
CPTKS 5 14.3940
PF 5 14.7858
TKS 5 15.1226
CPTKSF 5 21.1800
TKSF 5 32.0792
Sig. 1.000 .055 .227 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

14. Kinetika Gas Fermentasi Rumen in vitro Pada Waktu Inkubasi 2 sampai
48 jam (mL/380 mg BK)
Tingkat Produksi Gas (c)
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .001 7 .000 2.820 .021
Within Groups .002 32 .000
Total .003 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
TKSF 5 .0143
CF 5 .0153
TKS 5 .0161
CPTKSF 5 .0165
CPTKS 5 .0216 .0216
PF 5 .0233 .0233
P 5 .0278
C 5 .0290
Sig. .113 .178
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

97
Produksi Gas Maksimum (a+b)
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6571.736 7 938.819 34.598 .000
Within Groups 868.311 32 27.135
Total 7440.047 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c d
C 5 16.5167
CF 5 18.5855
P 5 18.9820
CPTKS 5 22.3882 22.3882
PF 5 26.2101
TKS 5 26.6783
CPTKSF 5 39.3098
TKSF 5 57.1303
Sig. .112 .228 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

15. Produksi Gas Metana (CH4) (%)

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 255.081 7 36.440 371.079 .000
Within Groups 2.357 24 .098
Total 257.438 31

98
Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05

a b c d e f

CPTKS 4 11.1112
CF 4 11.1529
CPTKSF 4 11.7389

TKSF 4 13.1592
PF 4 14.5538
P 4 15.2326

C 4 15.3273
TKS 4 20.1592
Sig. .852 1.000 1.000 1.000 .673 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

16. Persentase Degradasi Bahan Kering (DBK) Sampel Setelah 48 Jam


Inkubasi Secara in vitro

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 83.931 7 11.990 1.613 .167
Within Groups 237.799 32 7.431
Total 321.730 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b
C 5 66.6260
P 5 67.4660 67.4660
CF 5 68.7860 68.7860
TKS 5 69.1820 69.1820
CPTKS 5 69.6720 69.6720
TKSF 5 69.9960 69.9960
CPTKSF 5 70.7520
PF 5 71.1280
Sig. .094 .073
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

99
17. Persentase Degradasi Bahan Organik (DBO) Sampel Setelah 48 Jam
Inkubasi Secara in vitro

ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 91.871 7 13.124 2.336 .048
Within Groups 179.760 32 5.617
Total 271.631 39

Duncana
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
a b c
C 5 67.6980
P 5 68.4100 68.4100
TKS 5 70.0860 70.0860 70.0860
CF 5 70.0940 70.0940 70.0940
CPTKS 5 70.7220 70.7220 70.7220
TKSF 5 71.0360 71.0360 71.0360
CPTKSF 5 71.4160 71.4160
PF 5 72.7460
Sig. .057 .086 .128
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

100
Lampiran 3. Dokumen Penelitian

Cangkang kelapa sawit Pelepah kelapa sawit

Tandan kelapa sawit Kombinasi sampel

Uji ADF dan NDF Uji protein kasar

Fungi Aspergillus niger Uji aktivitas enzim selulase

101
Proses pengambilan cairan rumen Pemanenan in vitro gas test

Proses inkubasi in vitro gas test Uji DBK dan DBO

Penentuan TVFA Penentuan pH cairan rumen

Penentuan N-NH3 Penentuan kadar air dan kadar abu

102
BIODATA MAHASISWA

IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Putri Amanda
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 21 Juli 1994
NIM : 1112096000059
Anak ke- : 2 dari 4 bersaudara
Alamat Rumah : Bumi Puspiptek Asri Blok III T No. 20 RT
07/RW 04, Pagedangan, Tangerang. 15339.
Telp/HP : 089677366085/087893887010
Email : mnda217@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL
Sekolah Dasar : SDN Puspiptek Lulus tahun 2006
Sekolah Menengah Pertama : MTs An-Najah Lulus tahun 2009
SLTA/SMK : SMA An-Najah Lulus tahun 2012
Perguruan Tinggi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Masuk tahun 2012

PENDIDIKAN NON FORMAL


Kursus/Pelatihan
1. SMK3 (ISO/IEC 17025:2005) : No. Sertifikat 04TA17025/UINSH/MK/11-16

PENGALAMAN ORGANISASI
1. Himpunan Mahasiswa Kimia : Staf Ahli Departemen Kerohanian Islam
(2013-2014)

PENGALAMAN KERJA
1. Praktek Kerja Lapangan : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Pusat
Penelitian Kimia Serpong. Tahun 2015
Judul : Seleksi Yeast Lokal Alkoholfilik

103
2. Pengajar di Les Privat Cendekia : Jln. Rawa Buntu Utara Blok UA No.13
Sektor 1-2 BSD, Kota Tangerang Selatan.
Tahun 2016–2018

3. Pengajar di Sigma Study : Jln. Ambon Sektor 14.6 Blok IA No.9


BSD, Kota Tangerang Selatan. Tahun 2018

SEMINAR/LOKAKARYA
1. Seminar Safety and Security Laboratory : September 2012
2. Seminar Nasional Biokimia : Mei 2014

*Keterangan Tambahan :
………………………………………………………………………....

…………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………

104

Anda mungkin juga menyukai