Anda di halaman 1dari 12

Step 1

1. Self tolerance : kebutuhanuntuktoleransiataudayatahanterhadap


antigen
2. Epitope: aeratertentupadamolekulantigenetik yang mengikat
antibody ataumenyerapsel T dansel B , bagiandari antigen yang
berkaitanlangsungdarri antibody dantcrataunamalainya antigen
deteminan
3. Molekul self &nonself: antigen darisendiridan antigen asing
4. Serologi LE seldan ANA: (serologi LE) pengujianuntukmerekasikan
antibody dan antigen yang sesuaiuntukmengetahuiadanya factor
kelainanimun, antinuclear antibody (ANA)
5. Autoimun : auto=sendiri , imun = dayadatahantubuh ,
suatukelainandenganciritidakemampuan system
imununtukmembedakanseldanjaringantubuhsendiri
6. Mhc :suatukelompok gen kompleks yang ada di
dalamkromosomberperandalampengenalandanpemberiansinyaal
antarsel system imun

Step 2

1. Mengapawanitatersebutmengalaminyerisendi ?
2. Bagaimanamekanismenyaterjadiautoimun?
3. Apa yang dimaksud MHC danfungsinya ?
4. Mengapaadabercakmerah di pipi ,tidakterasasakitdantidakgatal?
5. Apasajaklasifiksiautoimun?
6. Apahubunganbercakmerahpadakenasinarmatahari?
7. Mengapadoktermenyarankepasien ,periksa lab serologi ,LE dan
ANA ?
8. Bagaimanapenegakan diagnosis padakasusini ?
9. Mengapapadasenditerjadimerahsertabengkaka ?
10. Apasaja factor dariautoimun?
11. Bagaimanapenatalaksanaandari scenario tersebut?
12. Hubungankeluhanutamadenganrpd?

Step 3
1. Bagaimana mekanisme normal molekul non self dari molekul self?
2. Apa yang dimaksud MHC danfungsinya ?

Suatu kelompok atau kompleks gen yang terletak dalam kromososm 6 dan
berperan dalam pengenalan dan pemberian sinyal antarsel system imun.
Kelompok gen tersebut dikenal sebagai lokus awal yang menentukan
ekspresi molekul-molekul permukaan sel tubuh, sehingga bila dua individu
mempunyai lokus yang berbeda pada transplantasi, yang satu akan
menolak jaringan transplant asal individu lainnya.

Fungsi MHC
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui peran biologic MHC;
beberapa diantaranya yang dirangkum oleh Bennaceroff adalah sebagai
berikut :
1. Antigen MHC menentukan kemampuan seseorang untuk membedakan
self dari nonself
2. Sel T hanya bereaksi dengan antigen asing kalau antigen tersebut
ditampilkan pada permukaan sel APC bersama-sama dengan MHC.
Dengan demikian molekul MHC mengatur interaksi antara berbagai sel
yang terlibat dalam respon imun.
3. Aloreaktivitas dan reaksi penolakan jaringan merupakan manifestasi
kemampuan antigen MHC dalam mengenal antigen asing.
4. Polimorfisme MHC mengakibatkan kemampuan setiap individu untuk
bereaksi terhadap antigen spesifik dan kecenderungan menderita
kelainan immunologic berbeda satu dengan yang lain.

Berdasarkan rumus bangunnya, molekul MHC dapat dibagi menjadi 3


golongan sebagai berikut :

Molekul MHC-I

Kompleks HLA-A, HLA-B, dan HLA-C yang disebut MHC-I memntukan


ekspresi atau antigen permukaan kelas I yaitu yang berupa protein pada
membrane permukaan semua sel tubuh yang memiliki nucleus dan
trombosit. MHC-I berperan pada imunitas virus. MHC-I diekspresikan pada
semua sel dengan nucleus sehingga sel CD8+ akan mudah mengenal sel
yang terinfeksi virus.

Molekul MHC-II

Kompleks HLA-D yang disebut MHC-II menetapkan ekspresi atau antigen


permukaan sel-sel imunokompeten tertentu seperti sel B, monosit,
makrofag, APC untuk mengaktifka sel T.

Molekul MHC-III

Pembentukan komponen bebrapa sitokin dan molekul lain ditentukan oleh


MHC yang tergolong molekul MHC-III. Sejumlah protein yang ekspresinya
ditentukan molekul MHC-III antara lain adalah komponen komplemen (C2,
C4), factor B properdin atau BF, TNF, dan LT.

MHC-I dan MHC-II berfungsi sebagai pembawa peptide, sangat


diperlukan untuk dipresentasikan ke sel T. MHC-II diekspresikan pada sel B,
sel dendritik, makrofag, dan APC untuk mengaktifkan CD4+ (Th). Mhc-I
diekspresikan pada semua sel dengan nucleus, yang memungkinkan sel Tc
mengenal sel terinfeksi pathogen/virus intraselular.

MHC-I dan MHC-II masing-masing mempresentasikan peptide ke subset sel


T yang berbeda. Molekul MHC-I mempresentasikan peptide yang dikenal
sel CD8+, sedang MHC-II mempresentasikan peptide yang dikenal sebagai
CD4+.
SUMBER : Siti Boedina Kresno. 2013. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

3. Mengapa ada bercak merah di pipi ,tidak terasa sakit dan tidak gatal?
4. Mengapa wanita tersebut mengalami nyeri sendi ?

Respon inflamasi membrane sinovia meningkatkan permeabilitas


vascular, eskudat yang memicu sendi bengkak, memacu proliferasi jaringan,
kerusakan tulang rawan dan tulang sekitar, deformitas dan gangguan fungsi
yang menimbulkan sakit.
SUMBER : Baratawidjaja K, Rengganis I. Imunologi Dasar, Edisi Kesebelas. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2014.

Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan synovial. Kerusakan sendi


mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivascular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel
kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang
terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.
Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang irregular pada
jaringan synovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudain menginvasi
dan merusak rawan sendi dan tulang respon imunologi melibatkan peran
sitokin, interleukin, proteinase dan factor pertumbuhan. Respon ini
mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
SUMBER : Surjana, 2009
5. Mengapa pada sendi terjadi merah serta bengkak?

Respon inflamasi membrane sinovia meningkatkan permeabilitas


vascular, eskudat yang memicu sendi bengkak, memacu proliferasi jaringan,
kerusakan tulang rawan dan tulang sekitar, deformitas dan gangguan fungsi
yang menimbulkan sakit.
SUMBER : Baratawidjaja K, Rengganis I. Imunologi Dasar, Edisi Kesebelas. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2014.

Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan synovial. Kerusakan sendi


mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivascular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel
kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang
terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.
Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang irregular pada
jaringan synovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudain menginvasi
dan merusak rawan sendi dan tulang respon imunologi melibatkan peran
sitokin, interleukin, proteinase dan factor pertumbuhan. Respon ini
mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
SUMBER : Surjana, 2009
6. Hubungan keluhan utama dengan rpd?

7. Bagaimana mekanismenya terjadi autoimun?

8. Apasaja factor penyebab dari autoimun?

FAKTOR GENETIK
Berbagai gen berkontribusi pada besarnya risiko timbulnya penyakit autoimun
masing-masing dengan tampak dampak berbeda yang tidak saling bergantung
sehingga disimpulkan bahwa penyakit autoimun adalah poligenik dan individu
yang terkena mewarisi polimorfisme genetic yang memberi kontribusi pada
kepekaannya terhadap penyakit.
9. Apa saja klasifiksi autoimun ?

NAMA PENYAKIT SPESIFISITAS ORGAN

A PET SPESIFIK
Tiroiditis Hashimoto
Sangat spesifik
Myxedema primer
Graves' disease
Pernicious anemia
Addison's disease
Premature onset menopause
Infertilitas laki-laki
Insulin dependent juvenile diabetes
Insulin resistant diabetic
Alergi atopic
Myasthenia gravis
Goodpasture's syndrome
Pemphigus
Pemphigoid
Phacogenic uveitis
AI hemolytic anemia
Idiopathic thrombocytopenia
Sirosis bilier primer
Idiopathic neutropenia
Ulcerative collitis
Sjogren’s syndrome
Vitilligo
Artritis rheumatoid
Lupus eritematosus sistemik TIDAK SPESIFIK (SISTEMIK)
Mekanisme terjadinya kerusakan patologik tergantung pada letak
penyakitnya dalam spektrum ini. Apabila dalam penyakit tersebut antigen
berpusat pada organ tertentu, maka patogenesis hipersensitivitas tipe II
perlu diperhatikan.
Pada autoimunitas yang tidak spesifik organ, inflamasi dapat
diakibatkan pengendapan kompleks imun, yang dapat diklasifikasikan juga
menjadi hipersensitivitas tipe III. Berbagai aspek penyakit imun yang sama
dapat memiliki mekanisme yang berbeda.
Kemudian, seseorang yang menderita suatu penyakit autoimun
biasanya juga menderita penyakit autoimun lain yang masih dalam
spektrum yang sama. Contohnya, orang yang menderita SLE juga menderita
artritis rheumatoid. Maka dari itu, seringkali terjadi tumpang tindih dalam
hasil pemeriksaan serologisnya.

I. PENYAKIT AUTOIMUN SPESIFIK ORGAN


Beberapa penyakit autoimun endokrin merupakan penyakit yang
sering dijumpai dalam penyakit autoimun spesifik organ. Pada
autoimunitas endokrin ini, proses diduga diawali dengan proses inflamasi
dalam kelenjar endokrin. Sel-sel inflamasi menghasilkan berbagai sitokin
yang merangsang ekspresi MHC kelas II pada permukaan sel endokrin.
Kesalahan dalam ekspresi ini atau pengenalan kompleks MHC dengan
antigen menyebabkan autoantigen dianggap sel asing sehingga sel-sel
endokrin dihancurkan secara oksidatif dan enzimatik. Hal ini menyebabkan
antigen-antigen kelenjar endokrin semakin banyak yang dilepas dan
berinteraksi dengan sel-sel imun. Keberadaan autoantibodi akan
menunjang diagnosis penyakit.

Penyakit-penyakit yang akan dibahas berikutnya adalah tiroiditis


Hashimoto, Grave’s disease, dan diabetes melitus tipe I.

a. Tiroiditis Hashimoto
Pada penyakit ini, terjadi apoptosis yang mengakibatkan kehancuran
sel-sel tiroid. Dalam prosesnya, respons imun selular berperan utama
dalam menimbulkan keadaan patologik, meskipun autoantibodi juga dapat
ditemukan dalam tiroiditis Hashimoto. Diduga sitotoksisitas yang terjadi
adalah sitotoksisitas dengan bantuan antibodi (ADCC), karena di sini
limofist T sendiri tidak bersifat sitotoksik terhadap sel kelenjar. Manifestasi
klinis dapat berupa kelainan fungsi dan perbesaran kelenjar.
b. Graves’ Disease atau Tirotoksikosis Grave
Tirotoksikosis adalah peristiwa berlebihnya hormon tiroid pada
tubuh yang biasa diakibatkan oleh hipertiroidisme atau hiperaktivitas tiroid.
Graves’ disease merupakan penyebab hipertiroidisme yang paling
umum. Penyakit ini timbul akibat produksi antibodi yang merangsang
tiroid. Antibodi yang menstimulasi tiroid disebut juga thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI) atau long-acting thyroid stimulator (LATS). Target dari
antibodi tersebut adalah reseptor TSH pada sel tiroid. TSI kemudian
menstimulasi sekresi dan pertumbuhan tiroid seperti halnya hormon TSH.
Akan tetapi, TSI tidak dapat diberikan negative-feedback sehingga
pertumbuhan tiroid tersebut tidak terkontrol. Terkadang TSI juga dapat
memblok produksi hormon tiroid sehingga menimbulkan gejala yang
kompleks.

c. Diabetes Melitus Tipe I


Diabetes melitus tipe I dahulu biasa disebut sebagai diabetes melitus
yang bergantung insulin (insulin-dependent diabetes mellitus).
Diabetes tipe ini adalah penyakit metabolik multisistem. Dasar penyakit ini
adalah hancurnya sel-sel B pankreas yang memproduksi insulin oleh proses
autoimun yang spesifik sel B sehingga produksi insulin terganggu.
Hancurnya sel B dapat terjadi karena beberapa mekanisme, misalnya lisis
oleh sel T sitotoksik, inflamasi yang dimediasi sel TH1 yang reaktif, produksi
sitokin yang menghancurkan sel, dan autoantibodi. Gejala-gejala penyakit
ini adalah hiperglikemia dan ketoasidosis. Ateroskerosis progresif dapat
terjadi pada komplikasi kronis. Gejala ini dapat berujung pada nekrosis
iskemik pada organ internal dan alat gerak. Saraf perifer, glomerulus, dan
retina juga dapat rusak akibat obstruksi mikrovaskular.

II. PENYAKIT AUTOIMUN NONSPESIFIK ORGAN


Contoh penyakit autoimun nonspesifik organ yang paling sering
dijumpai adalah lupus eritematosus sistemik (SLE) dan artritis
reumatoid, tetapi ada juga penyakit lain seperti sklerosis sistemik,
spondiloartropati seronegatif, dan Sindrom Sjörgen

Yang akan dibahas dalam LTM ini hanyalah SLE dan artritis reumatoid.
a. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
SLE adalah penyakit autoimun kronis multisistemik yang umumnya
terjadi pada wanita, dengan perbandingan insidens wanita banding pria
10:1. Faktor risiko SLE bergantung pada faktor genetik dan lingkungan.
Gejala-gejala umum pada SLE adalah ruam, artritis, glomerulonefritis. SLE
merupakan penyakit yang diakibatkan endapan kompleks imun. Pertama-
tama, agregat kompleks imun akan disaring di ginjal sehingga mengendap
di membran basal glomerulus. Kompleks lainnya dapat mengaktifkan
komplemen sehingga terjadi proses inflamasi. Gejala yang bersifat sistemik
pada SLE melibatkan berbagai organ, seperti sendi, sistem saraf pusat,
jantung, dan ginjal. Akan tetapi, kematian oleh SLE umumnya disebabkan
kerusakan pada ginjal.
Mekanisme pembentukan endapan kompleks imun pada SLE adalah
hasil ikatan autoantibodi dengan berbagai sel sehingga menimbulkan
artritis, glomerulonefritis, dan vaskulitis. Gejala-gejala seperti
trombositopenia, anemia hemolitik, dan keterlibatan sistem saraf pusat
juga umum ditemukan. Pembentukan kompleks imun oleh autoantibodi
dengan eritrosit menghasilkan anemia hemolitik sedangkan autoantibodi
dengan platelet menghasilkan trombositopenia.

b. Artritis Reumatoid
Artritis reumatoid (RA) adalah penyakit kelainan sendi yang terjadi
akibat tulang dan tulang rawan yang rusak. Sendi-sendi yang rusak
termasuk sendi pada jari, bahu, siku, lutut, dan pergelangan kaki. Respons
imun seluler dan humoral sama-sama berperan dalam inflamasi pada
sinovial. Seperti penyakit autoimun yang lain, faktor lingkungan dan genetik
berpengaruh dalam menimbulkan penyakit ini. Dalam satu model
mengenai ide patogenesis RA, faktor lingkungan seperti infeksi dan rokok
merangsang pembentukan epitop antigen baru sehingga sel T dan antibodi
individu-individu yang rentan gagal melakukan toleransi.
SUMBER : Siti Boedina Kresno. 2013. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

10. Mengapa dokter menyaran ke pasien, periksa lab serologi, LE dan ANA ?
11. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ini ?

Untuk menegakkan diagnosis LES hendaknya dilakukan anamnesis


dan pemeriksaan fisik serta penunjang diagnosis yang cermat sebab
manifestasi LES sangat luas, dan seringkali mirip dengan penyakit lainnya.
Diagnosis LES dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
laboratorium. American College of Rheumatology (ACR) pada tahun 1982,
mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan
4 kriteria saja maka diagnosis LES sudah dapat di tegakkan. Kriteria
tersebut adalah :
1. Ruam malar
2. Ruam Diskoid
3. Fotosensitifitas
4. Ulserasi di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis
7. Kelainan ginjal, proteinuria persisten > 0,5 gram/hari
8. Kelainan nerologik, yaitu kejang kejang atau psikosis
9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik, atau lekopenia atau
limfopenia atau trombositopenia
10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif atau anti
Sm positif atau tes serologic untuk sifilis yang positip palsu
11. Antibodi antinuklear (ANA, anti nuclear antibody) positif.
SUMBER : Maitra, A, Abbas A.K.Robbins and Cotran. Pathologic Basis of Disease. 9th
ed. Philadelphia:Elseiver,2015.
12. Bagaimana penatalaksanaan dari scenario tersebut?

Anda mungkin juga menyukai

  • LBM 3
    LBM 3
    Dokumen17 halaman
    LBM 3
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • SGD 18
    SGD 18
    Dokumen11 halaman
    SGD 18
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 1 Enterohepatik
    LBM 1 Enterohepatik
    Dokumen5 halaman
    LBM 1 Enterohepatik
    rizqi windhu sri intania
    Belum ada peringkat
  • SGD 18
    SGD 18
    Dokumen11 halaman
    SGD 18
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 1 Enterohepatik
    LBM 1 Enterohepatik
    Dokumen5 halaman
    LBM 1 Enterohepatik
    rizqi windhu sri intania
    Belum ada peringkat
  • LBM 3
    LBM 3
    Dokumen8 halaman
    LBM 3
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen23 halaman
    LBM 2
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen44 halaman
    LBM 2
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen21 halaman
    LBM 2
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • Li LBM 5
    Li LBM 5
    Dokumen1 halaman
    Li LBM 5
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen17 halaman
    LBM 2
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • Li Wi
    Li Wi
    Dokumen13 halaman
    Li Wi
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen44 halaman
    LBM 2
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen17 halaman
    LBM 2
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • SGD 18 LBM 1
    SGD 18 LBM 1
    Dokumen3 halaman
    SGD 18 LBM 1
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • SGD 1 LBM 1
    SGD 1 LBM 1
    Dokumen2 halaman
    SGD 1 LBM 1
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • Step 1 LBM 4
    Step 1 LBM 4
    Dokumen4 halaman
    Step 1 LBM 4
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • Step 1 LBM 5
    Step 1 LBM 5
    Dokumen3 halaman
    Step 1 LBM 5
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 1 Step 1
    LBM 1 Step 1
    Dokumen3 halaman
    LBM 1 Step 1
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 1 Enterohepatik
    LBM 1 Enterohepatik
    Dokumen5 halaman
    LBM 1 Enterohepatik
    rizqi windhu sri intania
    Belum ada peringkat
  • LBM 1 Enterohepatik
    LBM 1 Enterohepatik
    Dokumen5 halaman
    LBM 1 Enterohepatik
    rizqi windhu sri intania
    Belum ada peringkat
  • SGD LBM 5
    SGD LBM 5
    Dokumen21 halaman
    SGD LBM 5
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • Li LBM 5
    Li LBM 5
    Dokumen14 halaman
    Li LBM 5
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 1 Enterohepatik
    LBM 1 Enterohepatik
    Dokumen5 halaman
    LBM 1 Enterohepatik
    rizqi windhu sri intania
    Belum ada peringkat
  • Step 1 LBM 5
    Step 1 LBM 5
    Dokumen3 halaman
    Step 1 LBM 5
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2
    LBM 2
    Dokumen21 halaman
    LBM 2
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • SGD 11
    SGD 11
    Dokumen4 halaman
    SGD 11
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • LBM 2 Urogenital
    LBM 2 Urogenital
    Dokumen22 halaman
    LBM 2 Urogenital
    intaniafku
    Belum ada peringkat
  • Step 7
    Step 7
    Dokumen5 halaman
    Step 7
    intaniafku
    Belum ada peringkat