Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

A. INTRA CEREBRAL HEMORARGIC (ICH)


1. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan
prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.
Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah
kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.
Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka. Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009).

2. Etiologi
Menurut Salman dalam American Heart Association (2014); Zuccarello
(2013) dan Chakrabarty & Shivane (2008) :
a. Penyakit pembuluh darah kecil: aterosklerosis, amiloid angiopati, genetik
b. Malformasi pembuluh darah: malformasi arteriovenous, malfomasi
cavernous
c. Aneurisma intracranial
d. Penakit vena : sinus serebral/ trombosis vena, dural arteriovenous fistula
e. Reversible cerebral
f. Sindrom vasokontriksi
g. Sindrom moyamoya
h. Inflamasi: vaskulitis, aneurisma mikotik
i. Penyakit maligna: tumor otak, metastasis serebral
j. Koagulopati: genetik, diturunkan/iatrogenik
k. Pengobatan vasoaktif
l. Serangan jantung karena perdarahan
m. Trauma kepala : fraktur tengkorak dan luka penetrasi (luka tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
n. Hipertensi : peningkatan tekanan darah menyebabkan penyempitan arteri
yang kemudian pecahnya arteri di otak
o. Terapi pengenceran darah : obat seperti coumadin, heparin, dan warafin
yang digunakan untuk pengobatan jantung dan kondisi stroke
p. Kehamilan: eklamsia, trombosis vena
q. Merokok
r. Tidak diketahui

3. Manifestasi Klinik
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.

4. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan
menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik,
sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak
sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2
dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).

5. Pemeriksaan khusus dan penunjang


Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) dan
Chakrabarty & Shivane (2008) pemeriksaan penunjang untuk ICH adalah:
a. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem kapal penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.

b. Lumbal pungsi
c. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah alat pemindai yang memanfaatkan medan magnet dan energi
gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam
tubuh. MRI dapat memberikan informasi struktur tubuh yang tidak dapat
ditemukan pada tes lain, seperti X-ray,ultrasound, atau CT scan. Beberapa
penyakit pada otak dan saraf tulang belakang yang dapat didiagnosis
dengan MRI, antara lain stroke, tumor, aneurisma, multiple sclerosis,
cedera saraf tulang belakang, serta gangguan mata dan telinga bagian
dalam.

d. Thorax photo
e. Laboratorium
f. EKG
g. CT Scan
Pemindai CT-scan atau CT-scanner (computerized tomography scanner)
adalah mesin sinar-x khusus yang mengirimkan berbagai berkas
pencintraan secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Berkas-berkas
sinar-X melewati tubuh dan kekuatannya diukur dengan algoritma khusus
untuk pencitraan. Berkas yang telah melewati jaringan kurang padat
seperti paru-paru akan menjadi lebih kuat, sedangkan berkas yang telah
melewati jaringan padat seperti tulang akan lemah.

Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat


berdasarkan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal
(LCS), melainkan memerlukan CT scan/MRI. Pada CT scan adanya
daerah hipodens tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan
setelah perdarahan langsung timbul daerah hipodens (Rubenstein, 2007).

Contoh CT scan pada ICH

Gambar 4. The dynamic evolution of a CT Perfusion Spot Sign. A 86-year old female
patient presenting within 105 min of symptom onset. Individual frames extracted from a
dynamic CT perfusion study are presented. (A,B) No contrast enhancement is seen within
the first 9 s. (C,D) At 18 s early contrast is seen within a CT Spot Sign, peaking at 36
s (E). Dissipation of contrast material is seen on delayed image at 36 s (F).

6. Terapi yang dilakukan menurut (Corwin, 2009)


Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka
yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan
dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi
otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan
darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan
kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk
pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus,
kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti: CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.

Farmakologi
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), berat untuk mengurangi
vasodilatasi.
3) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
5) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
6) Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama(2-3 hari) tidak perlu banyak cairan. Dextrosa 5% 8
jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadran rendah maka makanan diberikan
melalui nasogastric tube (25000-3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung dari nilai urenitrogennya.
B. Clinical Pathway

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi, malformasi


arteri venosa, aneurisma, distrasia darah, obat, merokok

Pecahnya pembuluh darah otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan:
Kraniotomi Darah membentuk massa atau hematoma

Luka insisi Port the entry Penekanan pada


pembedahan mikroorganisme jaingan otak

Sel melepaskan Peningkatan


mediator nyeri: Resiko Infeksi tekanan
prostaglandin, intrakranial
sitokinin

Metabolisme
anaerob Gangguan aliran Fungsi otak
Impuls ke pusat
darah dan menurun
nyeri di otak
oksigen ke otak
Vasodilatasi
pembuluh darah Refleks
Somasensori
menelan
korteks otak: nyeri Ketidakefektifan menurun
dipersepsikan perfusi jaringan
serebral
anoreksia
Nyeri akut

Kerusakan
Ketidakseimbangan
neuromotorik
kebutuhan nutrisi

Gangguan mobilitas Kelemahan otot


fisik progresif
Asuhan Keperawatan
Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada usia
lanjut
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan TIK dapat memicu lebih banyak
terjadinya misalnya pekerjaan mengangkat beban berat setiap harinya
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: IntraCerebral Hemorraghae (ICH)
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri kepala, pernah pingsan sebelumnya
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai peningkatan TIK dan perdarahan otak, trauma pada
kepala, riwayat gejala penyakit hipertensi.
e. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit hipertensi, kebiasaan sehari-
hari klien mengkonsumsi rokok ataupun obat-obatan antikoagulan.
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
Pengkajian Fisik
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan
kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan
hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang
apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.
Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk
immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain. Lakukan intubasi
(orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8,
pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang
berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan
(splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan
dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai
ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di evaluasi.
Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan
dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau
udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau
hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati
terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin
menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi
tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak
memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal
MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa,
biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari
terjadinya koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan
selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan
secara log-rolling dengan harus menghindari terjadinya hipotermi
(America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut,
tengkorak, kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada
dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran
udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-
paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan
atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis
mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi
pada area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
5) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008)
Saraf I (N.Olfaktorius)
Biasanya pada klien ICH tidak dapat menginterpretasi bau
dengan baik.
Saraf II (N.Optikus)
Ketajaman penglihatan tidak normal terjadi ketidakmampuan
melihat karena penurunan kesadaran.
Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen)
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien ICH yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada
pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan biasanya
pupil akan lenyap.
Saraf V (N.Trigeminus)
Umumnya ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tejadi kelainan.
Saraf VII (N.Fasialis)
Bisa terjadi ketidaksimetrisan atau lumpuh pada salah satu sisi
wajah. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus)
Terjadi reflek mual dan muntah.
Saraf XI (N.Aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).
Saraf XII (N.Hipoglosus)
Lidah simetris terjadi deviasi pada satu sisi dan terdapat
fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan dan tidak dapat
berbicara.
6). Macam Reflek Patologis
No. Nama Reflek Gambar Penilaian

1. Babinski Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

2. Hoffman Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

3. Tromner Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

4. Wartenberg Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
5. Chaddoks Positif apabila
dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

6. Oppenheim Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

7. Gordon Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.

8. Schaeffer Positif apabila


dorsofleksi jari
besar dan
pengembangan
jari-jari yang
lebih kecil.
Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
Tahanan pembuluh darah; infark
b. Nyeri kepala akut berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan
neutronsmiter
Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan perfusi NOC: NIC:
Tissue Perfusion: Cerebral (NOC:
jaringan cerebral Neurologic Monitoring Neurologic Monitoring
543b)
berhubungan dengan a. Monitor ukuran pupil, bentuk, a. mengetahui tingkat kesadaran
Circulation Status (NOC: 138b)
Tahanan pembuluh darah; kesimetrisan, dan reaktifitasnya melalui saraf pupil
Neurological Status (NOC: 376b)
infark (NANDA: 236) b. Monitor level kesadaran b. mengontrol keadaan serebral
Cardiac Pump Effectiveness (NOC:
c. Monitor level orientasi c. mengetahui tingkat kesadaran
115b)
d. Monitor Glasgow Coma Scale d. mengetahui tingkat kesadaran
e. Monitor tanda vital: suhu, tekanan e. mengetahui kondisi tubuh klien
Setelah dilakukan asuhan
darah, nadi, dan respirasi
selama………ketidakefektifan
f. Monitor status respirasi: level AGD, f.mengetahui keadekuatan pernafasan
perfusi jaringan cerebral teratasi
oksimetri nadi, kedalaman, pola, laju, klien
dengan kriteria hasil:
dan usaha napas
. Tekanan systole dan diastole
g. Monitor Intra Cranial Pressure (ICP) g.mengetahui keadaan serebral klien
dalam rentang yang diharapkan
dan Cerebral Perfusion Pressure
(sistol: <140 mmHg; diastole:
(CPP)
<90 mmHg)
h. Monitor refleks kornea h.mengetahui tingat kesadaran
a. Tidak ada ortostatikhipertensi
i. Monitor tonus otot pergerakan i. mengetahui tingkat kesadaran
b. Komunikasi jelas Menunjukkan
j. Catat perubahan pasien dalam j. mengetahui perkembangan
konsentrasi dan orientasi (GCS :
merespon stimulus pengobatan klien
E4V5M6) k. Monitor status cairan k. mengontrol keseimbangan ditubuh
a. Pupil seimbang dan reaktif l. Pertahankan parameter hemodinamik l. hemodinamik menentukan
b. Bebas dari aktivitas kejang keadekuatan sirkulasi
c. Tidak mengalami nyeri kepala m. Tinggikan kepala 0-45o tergantung m. menurunkan TIK
pada konsisi pasien dan order medis

Intracranial Pressure (ICP) Monitoring


n. Monitor intake dan output n. mengatur keseimbangan cairan
o. Cek kaku kuduk klien o. kaku kuduk mengindikasikan
peningkatan TIK
p. Posisikan klien dengan kepala dan p. mencegah peningkatan TIK
leher pada posisi normal, menghindari
hip fleksi yang ekstrim
q. Sesuaikan kepala di tempat tidur untuk q. melancarkan sirkulasi darah
mengoptimalkan pefusi serebral
r. Batasi perawatan untuk r.terlalu banyak intervensi
meminimalkan peningkatan ICP mendorong peningkatan TIK
2 Nyeri kepala akut NOC: NIC:
berhubungan dengan Pain Control (NOC: 615b) Pain Management
peningkatan tekanan Pain Level (NOC: 392b) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui gambaran klinis
intracranial (TIK) Comfort Status (NOC: 158b) komprehensif termasuk lokasi, nyeri yang dirasakan
(NANDA: 440) Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama …. Pasien kualitas dan faktor presipitasi
tidak mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Memvalidasi ketidaknyamanan
kriteria hasil: ketidaknyamanan klien melalui subjektif dan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu objektif
penyebab nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 3. Dukungan untuk kesembuhan
menggunakan tehnik mencari dan menemukan dukungan klien
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang dapat 4. Memberikan kenyamanan klien
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti suhu agar tidak fokus pada nyeri
bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Melaporkan bahwa nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 5. Menghindari timbulnya nyeri
berkurang dengan menggunakan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri 6. Untuk menentukan intervensi
manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non 7. Memberikan kenyamanan klien
 Mampu mengenali nyeri (skala, farmakologi: napas dada, relaksasi, agar tidak fokus pada nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri) 8. Berikan analgetik untuk mengurangi 8. Bantuan farmakologis dasar
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri: ……...
9. Tingkatkan istirahat 9. Mengurangi timbulnya nyeri
nyeri berkurang
10. Berikan informasi tentang nyeri 10. Meningkatkan koping diri klien
 Tanda vital dalam rentang normal
(Suhu : 36,5-3,5ºC; TD: 100/70- seperti penyebab nyeri, berapa lama
140/90 mmHg; nadi: 60-100 nyeri akan berkurang dan antisipasi
x/menit; RR: 16-24 x/menit) ketidaknyamanan dari prosedur
 Tidak mengalami gangguan tidur
3 Resiko: NOC : NIC :
Nutritional status: Adequacy of
Ketidakseimbangan Weight Management Weight Management
nutrient
kebutuhan nutrisi kurang
1. Diskusikan bersama pasien mengenai 1. Memberikan pengetahuan bagi
Nutritional Status : food and Fluid
dari kebutuhan tubuh
hubungan antara intake makanan, klien
Intake
berhubungan dengan
latihan, peningkatan BB dan
Weight Control
anoreksia (NANDA: 161)
penurunan BB
Setelah dilakukan tindakan
2. Diskusikan bersama pasien mengenai 2. Memberikan pengetahuan bagi
keperawatan selama….nutrisi
kondisi medis yang dapat klien
kurang teratasi dengan indikator:
mempengaruhi BB
1. Albumin serum
3. Diskusikan bersama pasien mengenai 3. Memberikan pengetahuan bagi
2. Pre albumin serum
kebiasaan, gaya hidup dan factor klien
3. Hematokrit
herediter yang dapat mempengaruhi
4. Hemoglobin
BB
5. Total iron binding capacity
4. Diskusikan bersama pasien mengenai 4. Penurunan BB menyebabkan
6. Jumlah limfosit
risiko yang berhubungan dengan BB kekurangan nutrisi untuk

berlebih dan penurunan BB peningkatan kesembuhan


5. Dorong pasien untuk merubah 5. Mengontrol BB
kebiasaan makan
6. Mengetahui target peningkatan
6. Perkirakan BB badan ideal pasien
BB

Nutrition Management

1. Kaji adanya alergi makanan 1. Menghindari pemberian makanan


yang menimbulkan alergi bagi
klien
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 2. Mengatur intake bagi nutrisi klien
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan 3. Membantu meningkatkan kualitas
intake Fe jika tidak ada kontaindikasi aliran darah
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan 4. Meningkatkan kekebalan tubuh
protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula jika tidak ada 5. Meningkatkan pembentukan
kontaindikasi energi
6. Yakinkan diet yang dimakan 6. Konstipasi dapat meningkatkan
mengandung tinggi serat untuk BB namun menimbulkan
mencegah konstipasi penyakit penyerta lain
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah 7. Mengadvokasi kebutuhan klien
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat 8. Memandirikan konsumsi nutisi
catatan makanan harian. bagi klien di rumah
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan 9. Mengukur intake dan output klien
kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan 10. Meningkatkan kesadaran bagi
nutrisi klien tentang pentingnya nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk 11. Mengetahui nutrisi yang
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan memungkinkan untuk dikonsumsi
dan mudah didapatkan klien
4 Gangguan mobilitas fisik NOC: NIC:
Joint Movement : Active
berhubungan dengan Exercise therapy : ambulation Exercise therapy : ambulation
Mobility Level
Kelemahan neutronsmiter 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah 1. Mengontrol kemampuan klien
Self care : ADLs
(216) latihan dan lihat respon pasien saat
Transfer performance
latihan
Setelah dilakukan tindakan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik 2. Melakukan terapi sesuai dengan
keperawatan selama….gangguan
tentang rencana ambulasi sesuai kemampuan klien
mobilitas fisik teratasi dengan
dengan kebutuhan
kriteria hasil:
3. Bantu klien untuk menggunakan 3. Mencegah cidera
1. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik tongkat saat berjalan dan cegah
2. Mengerti tujuan dari terhadap cedera
peningkatan mobilitas 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan 4. Melatih klien untuk melakukan
3. Memverbalisasikan perasaan lain tentang teknik ambulasi rentang gerak minimal
dalam meningkatkan kekuatan 5. Kaji kemampuan pasien dalam 5. Menentukan terapi mobilisasi
dan kemampuan berpindah mobilisasi selanjutnya
4. Memperagakan penggunaan 6. Latih pasien dalam pemenuhan 6. Memandirikan klien untuk
alat Bantu untuk mobilisasi kebutuhan ADLs secara mandiri melakukan activity daily living
(walker) sesuai kemampuan (ADL)
7. Dampingi dan Bantu pasien saat 7. Memberikan dukungan bagi
mobilisasi dan bantu penuhi kemajuan klien
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat bantu jika klien 8. Membantu klien terbiasa secara
memerlukan. pelahan dengan kondisi tubuhnya
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah 9. Membantu klien terbiasa secara
posisi dan berikan bantuan jika pelahan dengan kondisi tubuhnya
diperlukan
2. Discharge Planning (NIC: 150)
a. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan
lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu
hindari penyebab peningkatan TIK, kontrol tekanan darah dengan diet
hipertensi dan gaya hidup sehat, hindari benturan pada kepala, dan
mengenali tanda dan gejala timbulnya perdarahan serebral.
e. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

3. Daftar Pustaka
American Heart Association. 2014. Recent Developments in the Acute
Treatment of Intracerebal Hemorrhage. [serial online].
https://www.heart.org/idc/groups/heart-public/@wcm/@fda/documents
/downloadable/ucm_464340.pdf . [10 Oktober 2015]

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk


Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC).


United Sates of America: Elsevier.

Chakrabarty, A. & Shivane A. 2008. “Pathology of Intracerebral


Hemorrhage”. ACNR. Vol. 8 (1): 20-21.

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United


Sates of America: Elsevier.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.

Neal, M.J. 2006. At a Glance: Farmakologi Medis.


Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Rubenstein, D., et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta:


Erlangga.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.


Zuccarello, M. 2013. “Intracerebral Hemorrhage (ICH)” University of
Cincinnati Department of Neurosurgery. Ohio: Mayfield Clinic.

Anda mungkin juga menyukai