dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang
terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya
didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap
sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional.[1]
Konsep pH pertama kali diperkenalkan oleh kimiawan Denmark Søren Peder Lauritz Sørensen pada
tahun 1909. Tidaklah diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa rujukan
mengisyaratkan bahwa p berasal dari singkatan untuk powerp[2](pangkat), yang lainnya merujuk
kata bahasa Jerman Potenz (yang juga berarti pangkat)[3], dan ada pula yang merujuk pada
katapotential. Jens Norby mempublikasikan sebuah karya ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen
bahwa p adalah sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif"[4].
Air murni bersifat netral, dengan pH-nya pada suhu 25 °C ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH
kurang daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh dikatakan
bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam bidang yang terkait dengan kehidupan
atau industri pengolahan kimia seperti kimia, biologi, kedokteran, pertanian, ilmu
pangan,rekayasa (keteknikan), dan oseanografi. Tentu saja bidang-bidang sains dan teknologi lainnya
juga memakai meskipun dalam frekuensi yang lebih rendah.
Koagulasi koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi,
berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti
pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan.
Pengertian dan Jenis Sistem Koloid- Istilah koloid pertama kali diutarakan oleh seorang
ilmuwan Inggris, Thomas Graham, sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui
membran kertas perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi
sedangkan kanji, gelatin, dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak berdifusi. Zat-zat yang
sukar berdifusi tersebut disebut koloid.
Tahun 1907, Ostwald, mengemukakan istilah sistem terdispersi bagi zat yang terdispersi dalam
medium pendispersi. Analogi dalam larutan, fase terdispersi adalah zat terlarut, sedangkan medium
pendispersi adalah zat pelarut. Sistem koloid adalah suatu campuran heterogen antara dua zat atau
lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata dalam
zat lain (medium pendispersi).
Sistem koloid termasuk salah satu sistem dispersi. Sistem dispersi lainnya adalah larutan dan
suspensi. Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak
dapat dibedakan antara partikel dispersi dan pendispersi. Sedangkan suspensi merupakan sistem
dispersi dengan partikel berukuran besar dan tersebar merata dalam medium pendispersinya
Perbedaan antara larutan sejati, sistem koloid, dan suspensi dapat dilihat pada Tabel 10.1 berikut.
Softening (Pelunakan) Pada Air Sadah
Blog Hijau فديه ابو. Isitilah softening dalam istilah teknik lingkungan sangatlah familiar, hanya saja
kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pelunakan mungkin banyak yang tidak
mengerti, sehingga kadangkala istilah-istilah asing yang sudah familiar ditelinga kita memang
sebaiknya tidak diterjemahkan agar tidak menimbulkan salah pengertian. Saya mencoba
berbahasa Indonesia saya menjumpai kata pelunakkan tersebut yang merupakan terjemahan dari
softening.
Ada beberapa jenis proses pengolahan yang dapat digunakan untuk melunakkan air. Pada setiap
proses pengolahan, hasil akhir yang diharapkan adalah sama. Air yang dilunakkan harus mempunyai
suatu kesadahan (hardness) sekitar 80 hingga 90 mg/L sebagai kalsium karbonat (CaCO3). Jika air
yang dilunakkan lebih lanjut (seperti dalam proses pertukaran ion/ion exchange), air sadah harus
dicampur dengan air yang dilunakkan untuk mencapai tingkat kesadahan yang diinginkan. Air
terlalu lunak (soft) juga tidak terlalu baik, karena air mineral salah satu unsurnya adalah calsium,
tetapi terlalu tinggi juga tidak baik karena dapat menyebabkan air sabun tidak dapat berbusa serta
melakukan pengadukan lambat agar jangan sampai mikro flok yang sudah menggumpal pecah
kembali menjadi bentuk semula, maka perlu adanya desain khusus bentuk flokulator tersebut.
Flokulator secara pneumatic misalnya, dirancang dengan cara mensuplai udara ke dalam bak flokulasi,
cara kerjanya sama seperti yang dilakukan pada aerasi, bedanya suplai udara yang diberikan ke bak
flokulasi tidak sebesar pada bak aerasi. Jenis flokulator ini jarang sekali kita temukan saat ini, tetapi
yang paling sering adalah flokulator secara mekanis. Flokulator secara mekanis paling banyak kita
jumpai saat ini, bentuk serta desainnyapun bermacam-macam. Prinsip kerja jenis flokulator
ini adalah dengan cara pengadukan (mixing), karena bentuknya yang bermacam-macam inilah maka
bentuk ini sangat familiar bagi seorang engineer. Bentuk yang terakhir adalah dengan Baffle, jika
dibandingkan dengan 2 jenis flokulator di atas, maka jenis flokulator ini jarang atau bahkan tidak
pernah kita jumpai sekarang ini, pasalnya sistem Baffle mempunyai tingkat velositas G dan GT sangat
terbatas. Cara kerja alat ini dapat dilihat pada gambar di atas, yaitu air limbah berjalan dengan cara
mengitari sekat-sekat yang ada, sehingga sangat jelaslah bahwa flokulator ini tidak bisa menambah
atau mengurangi velositas G dan GT, tetapi sangat tergantung dari kecepatan overflow dari bak
peruraian partikulat selama flokulasi, sehingga hasil flokulasiditentukan oleh sifat flok dan velositas
Blog Hijau فديه ابو. Untuk mengentahui tingkat kekeruhan suatu sample air, maka kita bisa
menggunakan alat laboratorium yang bernama Jartest. Jartest ini juga dapat digunakan untuk
mengetahui kinerja kogulasi dan flokulasi secara simulasi di laboratorium asalkan air yang dilakukan
simulasi dengan jartest ini adalah air yang benar-benar akan dilakukan pengolahan dilapangan.
Standar ini menetapkan suatu metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest, termasuk
prosedur umum untuk mengevaluasi pengolahan dalam rangka mengurangi bahan-bahan terlarut,
koloid, dan yang tidak dapat mengendap dalam air dengan menggunakan bahan kimia dalam proses
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia (koagulan) ke dalam air yang akan dioIah.
Flokulasi adalah proses penggumpalan bahan terlarut, kolois, dan yang tidak dapat mengendap dalam
air. Uji koagulasi-flokulasi dilaksanakan untuk menentukan dosis bahan-bahan kimia, dan persyaratan
yang digunakan untuk memperoleh hasil yang optimum. Variabel-variabel utama yang dikaji sesuai
Metode uji ini digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis koagulan dan koagulan pembantu pada
proses pengolahan air bersih dan air Iimbah. Pengaruh konsentrasi koagulan dan koagulan pembantu
dapat juga dievaluasi dengan metode ini. Peralatan yang diperlukan terdiri dari: Pengaduk, Gelas
Kimia, Rak Pereaksi Bahan kimia dan bahan pembantu, digunakan untuk larutan dan suspensi
pengujian, kecuali koagulan pernbantu dapat dipersiapkan setiap akan digunakan dengan membuat
larutan sampai mencapai konsentrasi 10 gr/L. Koagulan pembantu, dalam perdagangan tersedia
Prosedur pengujian :
1. Masukkan volume contoh uji yang sama (1000 mL) kedalam masing-masing gelas kimia.
Tempatkan gelas hingga baling-baling pengaduk berada 6,4 mm dari dinding gelas. Catat
temperatur contoh uji pada saat pengujian dimulai.
2. Letakkan bahan (kimia) uji pada pereaksi.
3. Operasikan pengaduk muIti posisi pada pengadukan cepat dengan kecepatan kira-kira 120
Rpm. Tambahkan larutan atau suspensi pada setiap penentuan dosis yang telah ditentukan
sebelumnya.
4. Kurangi kecepatan sampai pada kecepatan minimal, untuk menjaga keseragaman partikel flok
yang terlarut melalui pengadukan lambat selama 20 menit.
5. Setelah pengadukan lambat selesai, angkat baling-baling dan lihat pengendapan partikel flok.
6. Setelah 15 menit pengendapan, catat bentuk flok pada dasar gelas dan catat temperatur
contoh uji, Dengan menggunakan pipet atau siphon, keluarkan sejumlah cairan supernatan
yang sesuai sebagai contoh uji untuk penentuan warna, kekeruhan, pH dan analisis lainnya.
7. Ulangi langkah 1 sampai 6 di atas sampai semua variabel penentu terevaluasi. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih teliti prosedur berpasangan 3 dan 3 jartest dianjurkan.
segi empat (rectangular). Masing-masing bentuk ini mempunyai kelebihan masing-masing dan
didtempatkan pada kondisi yang khusus, artinya seorang engineer haruslah mempunyai insting yang
kuat, apakah bentuk melingkar atau segi empat yang harus dirancangnya. Salah satu pertimbangan
dalam menentukan bentuk bak sedimentasi tersebut adalah adanya ketersedian lahan, dan ada
tidaknya dana. Tangki sedimentasi melingkar jika ditinjau secara teknis dan operasional jauh
lebih menguntungkan tetapi memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam merancangnya, karena
banyaknya fasilitas yang berada di dalamnya. Lebih jelasnya perhatikan gambar sedimentasi di atas.
Tangki Sedimentasi Melingkar dan Karakteristiknya
Di dalam tangki melingkar, aliran masuk menuju ke pusat tangki atau ke sebelah sisi tangki. Jika
diameter tangki kurang dari 30 ft (9.14 m), pipa inlet akan masuk melalui dinding dan mengarah ke
bawah. Jika tangki lebih besar dari 30 ft ( 9.14 m), pipa masuk melalui bawah tangki dan debit air
tegak lurus menuju pusat baffle. Kedalaman clarifier melingkar dipertimbangkan pada kedalaman
bagian samping tangki, dan dikenal dengan sebutan side water depth (swd). Kedalaman ini digunakan
Outlet untuk tangki melingkar terdiri dari suatu weir di sekitar batas luar yang menyebarkan aliran
menjadi seragam. Center-feed pada clarifier yang melingkar yang digunakan pada pengolahan air
limbah mempunyai penggaruk lumpur secara mekanik (mechanical sludge rakes) yang terletak di
bagian bawah dan penggaruk permukaan (surface skimming) yang terletak di bagian atas.
dengan sebutan desalinasi. Contoh proses desalinasi yang berkembang saat ini adalah dengan
Teknologi Distilasi, Pembekuan, Pertukaran ion, Penguapan sinar matahari, dan Teknologi Membran.
Teknologi terakhir yang saya sebutkan (membran) adalah teknologi yang cukup banyak digunakan,
contoh teknologi membran adalah electrodialisis dan reverse osmosis. Dari dua teknologi membran
tersebut reverse osmosisyang paling sering dipakai saat ini. Reverse Osmosis adalah salah satu
teknologi pengolahan air asin menjadi air tawar yang paling sering digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air minum pada daerah rawa seperti di Kalimantan dan Sumatera.
Pada tahun 1748, Ilmuwan Perancis Abbe Nollett, menemukan peristiwa osmosis yang alami. Proses ini
terjadi ketika aliran cairan melalui suatu membran semi-permeable ke larutan konsentrat yang
kemudian airnya menjadi tawar. Lebih dari 200 tahun kemudian, peristiwa ini telah dikenali sebagai cara
untuk mengolah air asin, air payau, atau air yang berwarna.
adanya pengaruh dari tekanan luar, air asin seperti yang terlihat pada gambar akan menerobos
membran untuk menetralkan/menawarkan air yang mengandung garam melalui proses osmosis.
Perbedaan pada permukaan air dalam kaitan dengan perpindahan ini disebut dengan osmotic pressure
head, dan tekanan hidrostatik yang menyebabkan kenaikan pada permukaan air adalah osmotic
pressure. Dalam beberapa kasus air laut yang mempunyai kandungan garam tinggi, tekanan osmotis