BRONKITIS
DISUSUN OLEH :
SN172028
2. Etiologi
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun didapat.
Kelainan congenital Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor
genetic atau factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran
penting.
Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut : Bronchitis
mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Bronchitis
konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal lainya, misalnya :
mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom kartagener ( bronkiektasis
konginetal, sinusitis paranasal dan situs inversus ), hipo atau agamaglobalinemia,
bronkiektasis pada anak kembar satu telur ( anak yang satu dengan bronkiektasis,
ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis ), bronkiektasis sering
bersamaan dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus,
penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal. Kelainan didapat Kelaianan didapat
merupakan akibat proses berikut : Infeksi Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang
menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini
merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak,
tuberculosis paru dan sebagainya. Obstruksi bronkus Obstruksi bronkus yang dimaksud
disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus
atau tekanan dari luar terhadap bronkus.(anonim 2009).
3. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas
dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut . Ciri khas
pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya
haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada
penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan.
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala :
(anomin, 2009)
Keluhan-keluhan
a. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung
kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya
pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
1) Lapisan teratas agak keruh
2) Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
3) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus
yang rusak ( celluler debris ).
b. Haemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis
atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks
of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis
yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri
broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik ). Pada dry bronchitis (
bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini
letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan
kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada
tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi
haemaptoe.
c. Sesak nafas ( dispnea )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul
dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang
terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis
paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara
mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau
tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
d. Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam ( demam
berulang )
e. Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi
klinis komplikasi bronchitis.Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan
tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi
basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari
waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase
postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat
luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi
penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi
pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering
ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus. Sindrom kartagenr.
f. Kelainan laboratorium.
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan
polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing
ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan
leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan
ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap
antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
g. Kelainan radiologist
Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista kecil
dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena,
ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis
akan jelas pada bronkogram.
h. Kelainan faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran
udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena
terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa
penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi
ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
Tingkatan beratnya penyakit
a. Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah
demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma, foto
dada normal.
b. Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat, (
umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat ), adanya
haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru normal. Pada
pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar pada daerah paru yag
terkena, gmbaran foto dada masih terlihat normal.
c. Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan berbau.
Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri pleura. Bila ada
obstruksi nafas akan ditemukan adany dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru.
Umumny pasien mempunyai keadaan umum kurang baik, sering ditemukan infeksi
piogenik pada kulit, infeksi mata , pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses
metastasis, amiloidosis. Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan
: bronkovascular marking, multiple cysts containing fluid levels. Dan pada
pemeriksaan fisis ditemukan ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.
4. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi
berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif
pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis )
, cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi
haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan
vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi
gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia.
Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,.
Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat
da luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan
k. pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
b) Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis
dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
c) Syarat-ayarat operasi.
- Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
- Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
- Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada
bronchitis atau bronchitis kronik.
d) Cara operasi.
- Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak
terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif
dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik
apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
- Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami
keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif (
perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat
kontra indikasi operasi.
e) Persiapan operasi :
- Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah,
pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
- Scanning dan USG
- Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
- Memperbaiki keadaan umum pasien.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada klien dengan bronchitis kronis meliputi batuk kering
dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai
>40°C dan sesak nafas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pada umumnya mengeluh sering batuk sering terjadi pada pagi hari
dan dalam jangka waktu yang lama desertai dengan produksi sputum,
demam, suara serak dan kadang nyeri dada
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pada pengkajian riwayat penyakit dahulu ditemukan adanya
batuk yang berlangsung lama (3 bulan atau lebih)
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga pasien yang mempunyai penyakit
berat lainnya atau penyakit yang sama dengan. Dari keterangan tersebut untuk
penyakit familial dalam hal ini bronchitis kronik berkaitan dengan polusi udara
rumah, dan bukan penyakit yang diturunkan.
b. Pola Gordon
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari–hari,Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa
otot.
2) Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia
berat, Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna
kulit/membran mukosa normal/cyanosis Pucat, dapat menunjukkan anemi.
3) Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
4) Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia, Ketidakmampuan untuk
makan,Penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, Penurunan berat
badan, palpitasiabdomen.
5) Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
6) Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3
bulan berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, Penggunaan otot bantu pernafasan,
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, Bunyi nafas ronchi, Perkusi
hyperresonan pada area paru, Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku,
abu – abu keseluruhan.
7) Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor
lingkungan, Adanya/berulangnya infeksi.
8) Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
9) Interaksi sosial.
Gejala : Hubungan ketergantungan, Kegagalan dukungan/terhadap
pasangan/orang dekat,Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress
pernafasan, Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
1) Tingkat keamanan
2) GCS
3) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi rate
2) Keadaan fisik
1) Kepala dan leher
Kepala : Kaji bentuk dan ada tidaknya benjolan.
Mata : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga : Kaji kebersihannya
Mulut : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
2) Sistem Integumen
Rambut : Kaji warna dan kebersihannya.
Kulit : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
Kuku : Kaji bentuk dan kebersihannya.
3) Sistem Pernafasan
Inspeksi : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk dada
barrel chest, kifosis.
Palpasi : Iga lebih horizontal.
Auskultasi : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas tembahan,
biasanya terdengar ronchi.
4) Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
Palpasi : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
Auskultasi : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
5) Sistem Pencernaan
Inspeksi : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
Palpasi : Kaji apakah ada nyeri tekan
Perkusi : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
Auskultasi : Kaji bunyi peristaltik usus.
6) Sistem Reproduksi
Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
7) Sistem Pergerakan Tubuh
Kaji kekuatan otot klien.
8) Sistem Persyaratan
Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
9) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
d. Data penunjang
1) Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah
2) Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen
3) Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi.
4) Foto sinar X rontgen
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
Diagnosa II : Nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
dispnoe, anoreksia, mual muntah.
3. Rencana Keperawatan
TUJUAN DAN
DIAGNOSA
NO CRITERIA HASIL INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif v Respiratory status : Airway suction
Ventilation § Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan v Respiratory status : tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi Airway patency § Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran v Aspiration Control sebelum dan sesudah
pernafasan untuk suctioning.
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil : § Informasikan pada klien
jalan nafas. v Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
batuk efektif dan suara suctioning
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih, tidak § Minta klien nafas dalam
- Dispneu, Penurunan ada sianosis dan dyspneu sebelum suction dilakukan.
suara nafas (mampu mengeluarkan § Berikan O2 dengan
- Orthopneu sputum, mampu bernafas menggunakan nasal untuk
- Cyanosis dengan mudah, tidak ada memfasilitasi suksion
- Kelainan suara nafas pursed lips) nasotrakeal
(rales, wheezing) v Menunjukkan jalan § Gunakan alat yang steril
- Kesulitan berbicara nafas yang paten (klien sitiap melakukan tindakan
- Batuk, tidak efekotif tidak merasa tercekik, § Anjurkan pasien untuk
atau tidak ada irama nafas, frekuensi istirahat dan napas dalam
- Mata melebar pernafasan dalam setelah kateter dikeluarkan
- Produksi sputum rentang normal, tidak dari nasotrakeal
- Gelisah ada suara nafas § Monitor status oksigen
- Perubahan frekuensi abnormal) pasien
dan irama nafas v Mampu § Ajarkan keluarga
mengidentifikasikan dan bagaimana cara melakukan
Faktor-faktor yang mencegah factor yang suksion
berhubungan: dapat menghambat jalan § Hentikan suksion dan
- Lingkungan : merokok, nafas berikan oksigen apabila
menghirup asap rokok, pasien menunjukkan
perokok pasif-POK, infeksi bradikardi, peningkatan
- Fisiologis : disfungsi saturasi O2, dll.
neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi jalan Airway Management
nafas, asma. · Buka jalan nafas,
- Obstruksi jalan nafas : guanakan teknik chin lift atau
spasme jalan nafas, sekresi jaw thrust bila perlu
tertahan, banyaknya mukus, · Posisikan pasien untuk
adanya jalan nafas buatan, memaksimalkan ventilasi
sekresi bronkus, adanya · Identifikasi pasien
eksudat di alveolus, adanya perlunya pemasangan alat
benda asing di jalan nafas. jalan nafas buatan
· Pasang mayo bila perlu
· Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
· Keluarkan sekret
dengan batuk atau suction
· Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
· Lakukan suction pada
mayo
· Berikan bronkodilator
bila perlu
· Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab
· Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
· Monitor respirasi dan
status O2
Tucker, Susan Martin. 2009. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. 2009. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit FKUI: Jakarta.
Anonim, (2009) W. Finn, Patricia. Kim, Nick H. www.nejm.org. April 28, 2008 Copyright ©
2008 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai PenerbitüMassachusetts Medical
Anonim, (2009) Society Kasper, Braunwald, Fauci. Harrison’s Principles ofüFKUI. Edisi
ke IV. 2006 Mulyana, Djoko. Efusi PleuraüInternal Medicine. 16th edition.
2003 Parapneumonia.