Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

PORTOFOLIO

Ketuban Pecah Dini

Disusun oleh :
dr. Dwi Indah Wulandari

DOKTER INTERNSIP RS ANNISA


KABUPATEN BEKASI
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Nama : dr. Dwi Indah Wulandari


Kasus : Medik (Obstetric and Ginecology)
Topik : Ketuban Pecah Dini
Nama Pendamping : dr. Elwin Afandi MM, dr. Cecep
Nama Wahana : RS Annisa
No Nama Peserta Tanda tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

9 9.

10 10.

11 11.

12 12.

13 13.

14 14.

15 15.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Dwi Indah Wulandari dr. Elwin Afandi, MM dr. Cecep


Nama Peserta dr. Dwi Indah Wulandari
Nama Wahana RS ANNISA
Topik Ketuban Pecah Dini
Tanggal (kasus) Desember 2017
Nama Pasien Ny. E
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Lansia □ Remaja □ Dewasa Anak □ Bumil
□ Deskripsi Seorang wanita usia 21 tahun mengeluh keluar air-air
□ Tujuan Mengetahui manajemen pasien dengan ketuban pecah dini
Bahan Bahasan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Ny. D No. Registrasi: 490618

Data utama untuk diskusi

Diagnosis : Ketuban Pecah Dini

Riwayat Pengobatan Tidak pernah mengkonsumsi obat rutin

Riwayat Kesehatan Pasien riwayat persalinan normal saat hamil pertama

Riwayat Keluarga Tidak ada

Riwayat Pekerjaan Saat ini pasien tidak bekerja, aktivitas sehari-hari di dalam rumah.

Daftar Pustaka : Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskular indonesia. 2015
Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata
S. Diagnosis dan Tatalaksana Gagal Jantung Akut Praktis. 2007

Hasil Pembelajaran Mengetahui Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini


SUBJEKTIF

Keluhan Utama : Keluar air-air

Keluhan Tambahan : Keluar flek darah

Pasien datang ke IGD RS Annisa tanggal 20 Juli 2018 jam 23.07 WIB karena keluar
air-air dari jalan lahir sejam 1 jam SMRS. Pasien merasakan keluar air-air merembes dari
jalan lahir berwarna bening. Air keluar menghabiskan 1 kain. Selain keluar air-air pasien juga
mengeluh keluar flek darah berwarna merah segar sedikit namun tidak disertai lendir. Pasien
mengaku hamil kedua, dengan riwayat persalinan normal pada kehamilan pertama. Pasien
kontrol kehamilan di dr. Waode Sp.OG dan pernah di USG oleh dokter Waode dikatakan
posisi janin dalam letak lintang. Pasien tidak mempunyai tekanan darah tinggi saat hamil
maupun sebelum hamil. Pasien juga tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus.

RPD : Pasien sudah pernah dirawat di RS Annisa 2x dengan keluhan yang sama dan
setelah itu membaik.pasien juga 9 hari yang lalu sempat dirawat di RS Medirossa II
dengan keluhan sesak napas dan membaik namun setelah pulang perawatan pasien
mengalami sesak napas lagi selama 3 hari ini.

RPK : Riwayat Penyakit diabetes melitus disangkal

Riwayat Pengobatan : Pasien tidak mengkonsumsi obat rutin

OBJEKTIF

Pemeriksaan fisik saat di IGD 29 September 2017 jam 14.05 WIB :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis, GCS E4 M6 V5

Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 150/110

Nadi : 106x/menit, kuat reguler isi cukup

Pernapasan : 28x/menit

Temperatur : 36oC

Status generalis :
1. Kepala : normocephal

2. Mata : anemis-/- ikterus -/-

3. Leher : JVP 5+4 cm

4. Thorax : dada simetris, pergerakan napas pada dinding dada simetris

Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

5. Abdomen

Inspeksi : permukaan rata

Auskultasi : peristaltik (+)

Palpasi : supel, ballotemen (-)

Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-)

6. Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, odem di kedua bawah tungkai

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

pemeriksaan Hasil Rujukan

Hemoglobin 14.3 g/dl 15-24 g/dl

Leukosit 13.940/uL 5.000-10.000/uL

Basofil 1% 0-2%

Eusinofil 2% 0-5%

Neutrofil batang 0% 2-6%

Neutrofil segmen 65% 37-75%

Limfosit 23% 25-40%


Monosit 9% 2-10%

LED 40mm/jam <15mm/jam

Trombosit 482.000/uL 150.000-400.000/Ul

Hematokrit 43% 44-64%

MCV 90fL 96-109fL

MCH 30pg/mL 32-34pg/mL

MCHC 33g/dL 32-33g/dL

Eritrosit 4.840.000/uL 4.000.000-540.000.000/uL

SGOT (AST) 29 U/L <31U/L

SGPT (ALT) 28U/L <31U/L

Ureum darah 18mg/dL 15-40mg/dL

Kreatinin darah 0.6mg/dL 0.5-1mg/dL

eGFR 102mL/min/1.73

GDS 145mg/dL 80-140mg/dL

Asam Urat 5.5mg/dL 2.6-60mg/dL

EKG
HR : 106x/menit

Sinus rhytm

Normal axis

LVH (+)

Foto Torax

Kesan : Cardiomegali

ASSESSMENT

Congestive Heart Failure

PLANNING

 02 3 lpm

 Venflon

 Ceftriaxone 2x1gr IV

 Lasix 2x1 ampul IV


 Aspilet 1x80mg tablet PO

 ISDN3x5mg tabletPO

 Bisoprolol 1x1.25mg tablet PO

 Ramipril 1x4mg tablet PO

 Ambroxol sirup 3x1 C PO

FOLLOW UP

29-09-2017

S : Sesak berkurang, nyeri ulu hati (-)

O:

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis, GCS E4 M6 V5

Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 100/80

Nadi : 90x/menit, kuat reguler isi cukup

Pernapasan : 25x/menit

Temperatur : 36oC

Status generalis :

1. Kepala : normocephal

2. Mata : anemis-/- ikterus -/-

3. Leher : JVP 5+4 cm

4. Thorax : dada simetris, pergerakan napas pada dinding dada simetris

Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

5. Abdomen
Inspeksi : permukaan rata

Auskultasi : peristaltik (+)

Palpasi : supel, ballotemen (-)

Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-)

6. Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, odem di kedua bawah tungkai

A : CHF

P:

 Ceftriaxone 2x1gr IV

 Lasix 2x1 ampul IV

 Deksametasone 3x1 ampul IV

 Aspilet 1x80mg tablet PO

 Icaptopril 3x3,125ng tablet PO

 Ambroxol sirup 3x1 C PO

 Antasid sirup 3x1C PO

 Omeprazole 2x1 capsul PO

30-09-2017

S : Sesak berkurang, nyeri ulu hati (-)

O:

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis, GCS E4 M6 V5

Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 110/80

Nadi : 80x/menit, kuat reguler isi cukup


Pernapasan : 24x/menit

Temperatur : 36oC

Status generalis :

1. Kepala : normocephal

2. Mata : anemis-/- ikterus -/-

3. Leher : JVP 5+4 cm

4. Thorax : dada simetris, pergerakan napas pada dinding dada simetris

Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

5. Abdomen

Inspeksi : permukaan rata

Auskultasi : peristaltik (+)

Palpasi : supel, ballotemen (-)

Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-)

6. Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, odem di kedua bawah


tungkai

A : CHF

P:

 Ceftriaxone 2x1gr IV

 Lasix 2x1 ampul IV

 Deksametasone 3x1 ampul IV

 Aspilet 1x80mg tablet PO

 Icaptopril 3x3,125ng tablet PO


 Ambroxol sirup 3x1 C PO

 Antasid sirup 3x1C PO

 Omeprazole 2x1 capsul PO

01-10-2017

S : Sesak (-), nyeri ulu hati (-)

O:

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis, GCS E4 M6 V5

Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 100/80

Nadi : 820x/menit, kuat reguler isi cukup

Pernapasan : 22x/menit

Temperatur : 36oC

Status generalis :

1. Kepala : normocephal

2. Mata : anemis-/- ikterus -/-

3. Leher : JVP 5+4 cm

4. Thorax : dada simetris, pergerakan napas pada dinding dada simetris

Cor : BJ I/II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)

5. Abdomen

Inspeksi : permukaan rata

Auskultasi : peristaltik (+)

Palpasi : supel, ballotemen (-)


Perkusi : timpani (+), shifting dullnes (-)

6. Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, odem di kedua bawah tungkai

A : CHF

P : BLPL

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Kelainan ini dikarenakan akibat adanya gangguan struktural dan
fungsional dari jantung.. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.

Klasifikasi
Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/American Heart
Association(ACC/AHA) tahun 2005 menekankan pembagian gagal jantung berdasarkan
progresifitas kelainan struktural jantung dan perkembangan status fungsionalnya.

Klasifikasi ACC/AHA

Grade Deskripsi

Memiliki risiko tinggi (diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner)


untuk berkembang menjadi gagal jantung namun belum ada gangguan
Grade A struktural atau fungsional jantung. Tidak terdapat tanda atau gejala.

Memiliki faktor-faktor risiko seperti Grade A dan sudah terdapat


kelainan struktural dengan atau tanpa gangguan fungsional, namun
Grade B masih belum ada tanda dan gejala (asimptomatik).

Gagal jantung yang simptomatik berhubungan dengan penyakit struktral


Grade C jantung yang mendasari.

Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat
bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis
Grade D maksimal (refrakter).

Etiologi

1. Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat
menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban
tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang , seperti stenosis katup
aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard,
aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung
atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati),
atau hipertrofi l uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.
4. Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan
pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari
pertama setelah infa rk.
Patofisiologi
Sindrom dari CHF meningkat sebagai konsekuensi dari abnormalitas pada struktur,
fungsi ritme, dan konduksi dari jantung. Sindrom gagal jantung disebabkan oleh beberapa
komponen:

1. Ketidak mampuan miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan stroke


volum dan cardiac output menurun.
2. Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel(systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel.
3. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel(diastolic overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
4. Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung
dimana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mamu untuk memenuhi
kebuthuna sirkulasi tubuh.
5. Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk kedalam ventrikel
atau pada aliran balik venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.

Manifestasi Klinik

Gagal jantung kiri :


Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan
kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak napas, batuk, dan kadang
hemoptisis. Dispnu awalnya timbul pada aktivitas namun bila gagal ventrikel kiri berlanjut
dapat terjadi saat istirahat, menyebabkan dispnu nokturnal paroksismal. Kongesti paru
menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang
datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
 Dispnu, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran
gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
 Batuk
 Mudah lelah, terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
 Kegelisahan dan kecemasan, terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress
akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan
baik.
 Kulit lembab dan pucat menandakan vasokonstriksi perifer.
 Tekanan darah dapat menjadi rendah akibat perburukan disfungsi jantung.
 Denyut nadi mungkin memiliki volume kecil dan irama mungkin normal atau
ireguler.
 Apeks jantung bergeser ke lateral karena dilatasi ventrikel kiri.
 Pada auskultasi dapat didapat bunyi jantung ketiga (S3), gallop dan murmur dari
regurgitasi mitral sekunder karena dilatasi anulus mitral.
 Suara P2 dapat lebih keras karena tekanan arteri pulmonalis meningkat sekunder
karena hipertensi paru sekunder.
 Terjadi krepitasi paru karena edema alveolar dan edema dinding bronkus dapat
menyebabkan mengi.

Gagal jantung kanan


 Kongestif jaringan perifer dan viseral.
 Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan
berat badan,
 Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena
di hepar
 Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
 Dapat ditemukan nyeri dada karena ada dilatasi ventrikel kanan.
 Tekanan vena jugularis sering meningkat.
 Pada auskultasi didapakan bunyi jantung S3 atau S4 ventrikel kanan.

Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto


thoraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
dapat digunakan kriteria Framingham dalam mendiagnosis gagal jantung kongestif.
Diagnosis ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Kriteria mayor:
 Paroksismal nokturnal dispnu
 Distensi vena leher
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Peninggian tekanan vena jugularis
 Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
 Dispnea d’ effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
 Takikardia (>120x/menit)
Mayor atau minor:
 Penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Pemeriksaan Penunjang
 X-Ray Thorax, foto x-ray thorax sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
CHF. Selain untuk melihat pembesaran jantung, foto rontgen thorax juga dapat untuk
mendiagnosis penyakit komplikasi yang dapat mengenai paru-paru.
 Echocardiogram (ECG), merupakan penunjang diagnosis utama pada CHF yang
digunakan untuk menenukan fakor resiko dan kelainan jantung lainnya.
Ekokardiogram dapat berguna dalam menentukan penyebab gagal jantung (seperti
masalah dengan otot, katup, atau perikardium) dan menyediakan pengukuran yang
akurat dari fraksi ejeksi ventrikel kiri ini, suatu ukuran penting dari fungsi memompa
jantung.
 Echocardiography, salah satu penunjang penegakkan diagnosis CHF adalah dengan
menggunakan echocardiography atau lebih dikenal dengan sebutan echo. Dengan
tamplaan 2D echo bisa menggambarkan keadaan jantung yang ditampilkan pada
layar.

Tata Laksana

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan
bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan
mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan non kardiovaskular
yang sering dijumpai.

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)

Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI kadang-kadang menyebabkan
perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang),
oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar
kalium normal.

Indikasi pemberian ACEI


 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI

 Riwayat angioedema
 Stenosis renal bilateral
 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
 Stenosis aorta berat

PENYEKAT β

Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan kelangsungan hidup

Indikasi pemberian penyekat β

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %


 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian penyekat β

 Asma
 Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

ANTAGONIS ALDOSTERON

Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus


dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung
simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi
ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.

Indikasi pemberian antagonis aldosteron

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %


 Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
 Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)

Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron

 Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L


 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB

ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)

Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan
penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien
intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.

Indikasi pemberian ARB

 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %


 Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
 ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi
simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB

 Sama seperti ACEI, kecuali angioedema


 Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
 Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACE

HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)

Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN
digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB.

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN

 Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi


 Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi
 Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β dan
ARB atau antagonis aldosteron

Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN

 Hipotensi simtomatik
 Sindroma lupus
 Gagal ginjal berat

DIGOKSIN

Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan
irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan
hidup.
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung

Inisiasi pemberian digoksin

 Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien
usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625
mg, 1 x/hari
 Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin
harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
 Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron, diltiazem,
verapamil, kuinidin)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:

 Blok sinoatrial dan blok AV


 Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
 Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat warna

DIURETIK

Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Cara pemberian diuretik pada gagal jantung

 Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
 Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
 Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena
efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya
dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten

Dosis diuretic
 Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti
 Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa retensi
cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah
mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik minimal
 Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretik
sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis
dari retensi cairan

Prognosis

Secara umum, angka kematian pada pasien gagal jantung kongestif yang memiliki riwayat
dirawat di rumah sakit adalah 10,4% untuk 30 hari, 22% untuk 1 tahun dan 42,3% untuk 5
tahun. Setiap kali pasien dirawat ulang di rumah sakit maka tingkat mortalitasnya bertambah
20-22%. Angka mortalitas lebih dari 50% pada pasien dengan NYHA kelas IV.

Anda mungkin juga menyukai