PORTOFOLIO
Disusun oleh :
dr. Dwi Indah Wulandari
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
13 13.
14 14.
15 15.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping
Riwayat Pekerjaan Saat ini pasien tidak bekerja, aktivitas sehari-hari di dalam rumah.
Pasien datang ke IGD RS Annisa tanggal 20 Juli 2018 jam 23.07 WIB karena keluar
air-air dari jalan lahir sejam 1 jam SMRS. Pasien merasakan keluar air-air merembes dari
jalan lahir berwarna bening. Air keluar menghabiskan 1 kain. Selain keluar air-air pasien juga
mengeluh keluar flek darah berwarna merah segar sedikit namun tidak disertai lendir. Pasien
mengaku hamil kedua, dengan riwayat persalinan normal pada kehamilan pertama. Pasien
kontrol kehamilan di dr. Waode Sp.OG dan pernah di USG oleh dokter Waode dikatakan
posisi janin dalam letak lintang. Pasien tidak mempunyai tekanan darah tinggi saat hamil
maupun sebelum hamil. Pasien juga tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus.
RPD : Pasien sudah pernah dirawat di RS Annisa 2x dengan keluhan yang sama dan
setelah itu membaik.pasien juga 9 hari yang lalu sempat dirawat di RS Medirossa II
dengan keluhan sesak napas dan membaik namun setelah pulang perawatan pasien
mengalami sesak napas lagi selama 3 hari ini.
OBJEKTIF
Pernapasan : 28x/menit
Temperatur : 36oC
Status generalis :
1. Kepala : normocephal
5. Abdomen
6. Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, odem di kedua bawah tungkai
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Basofil 1% 0-2%
Eusinofil 2% 0-5%
eGFR 102mL/min/1.73
EKG
HR : 106x/menit
Sinus rhytm
Normal axis
LVH (+)
Foto Torax
Kesan : Cardiomegali
ASSESSMENT
PLANNING
02 3 lpm
Venflon
Ceftriaxone 2x1gr IV
ISDN3x5mg tabletPO
FOLLOW UP
29-09-2017
O:
Pernapasan : 25x/menit
Temperatur : 36oC
Status generalis :
1. Kepala : normocephal
5. Abdomen
Inspeksi : permukaan rata
6. Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, odem di kedua bawah tungkai
A : CHF
P:
Ceftriaxone 2x1gr IV
30-09-2017
O:
Temperatur : 36oC
Status generalis :
1. Kepala : normocephal
5. Abdomen
A : CHF
P:
Ceftriaxone 2x1gr IV
01-10-2017
O:
Pernapasan : 22x/menit
Temperatur : 36oC
Status generalis :
1. Kepala : normocephal
5. Abdomen
6. Ekstremitas : akral hangat (+) di keempat ekstremitas, odem di kedua bawah tungkai
A : CHF
P : BLPL
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Kelainan ini dikarenakan akibat adanya gangguan struktural dan
fungsional dari jantung.. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Klasifikasi
Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American College of Cardiology/American Heart
Association(ACC/AHA) tahun 2005 menekankan pembagian gagal jantung berdasarkan
progresifitas kelainan struktural jantung dan perkembangan status fungsionalnya.
Klasifikasi ACC/AHA
Grade Deskripsi
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat
bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis
Grade D maksimal (refrakter).
Etiologi
1. Disritmia, seperti: Bradikardi, takikardi, dan kontraksi premature yang sering dapat
menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban
tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang , seperti stenosis katup
aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan
peningkatan volume darah ke ventrikel kiri.
3. Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard,
aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung
atau hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati),
atau hipertrofi l uas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.
4. Ruptur miokard, terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan kegagalan
pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Ini biasa terjadi selama 8 hari
pertama setelah infa rk.
Patofisiologi
Sindrom dari CHF meningkat sebagai konsekuensi dari abnormalitas pada struktur,
fungsi ritme, dan konduksi dari jantung. Sindrom gagal jantung disebabkan oleh beberapa
komponen:
Manifestasi Klinik
Diagnosis
Kriteria mayor:
Paroksismal nokturnal dispnu
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea d’ effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120x/menit)
Mayor atau minor:
Penurunan BB ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Pemeriksaan Penunjang
X-Ray Thorax, foto x-ray thorax sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
CHF. Selain untuk melihat pembesaran jantung, foto rontgen thorax juga dapat untuk
mendiagnosis penyakit komplikasi yang dapat mengenai paru-paru.
Echocardiogram (ECG), merupakan penunjang diagnosis utama pada CHF yang
digunakan untuk menenukan fakor resiko dan kelainan jantung lainnya.
Ekokardiogram dapat berguna dalam menentukan penyebab gagal jantung (seperti
masalah dengan otot, katup, atau perikardium) dan menyediakan pengukuran yang
akurat dari fraksi ejeksi ventrikel kiri ini, suatu ukuran penting dari fungsi memompa
jantung.
Echocardiography, salah satu penunjang penegakkan diagnosis CHF adalah dengan
menggunakan echocardiography atau lebih dikenal dengan sebutan echo. Dengan
tamplaan 2D echo bisa menggambarkan keadaan jantung yang ditampilkan pada
layar.
Tata Laksana
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan
bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan
mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan non kardiovaskular
yang sering dijumpai.
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas
hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI kadang-kadang menyebabkan
perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang),
oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar
kalium normal.
Riwayat angioedema
Stenosis renal bilateral
Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
Stenosis aorta berat
PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan kelangsungan hidup
Asma
Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan
penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien
intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN
digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB.
Hipotensi simtomatik
Sindroma lupus
Gagal ginjal berat
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan
irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan
hidup.
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung
Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien
usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625
mg, 1 x/hari
Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin
harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron, diltiazem,
verapamil, kuinidin)
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena
efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya
dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten
Dosis diuretic
Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti
Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa retensi
cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah
mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik minimal
Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretik
sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis
dari retensi cairan
Prognosis
Secara umum, angka kematian pada pasien gagal jantung kongestif yang memiliki riwayat
dirawat di rumah sakit adalah 10,4% untuk 30 hari, 22% untuk 1 tahun dan 42,3% untuk 5
tahun. Setiap kali pasien dirawat ulang di rumah sakit maka tingkat mortalitasnya bertambah
20-22%. Angka mortalitas lebih dari 50% pada pasien dengan NYHA kelas IV.