Anda di halaman 1dari 10

Struktur dan Peranan Usus pada Proses Pencernaan

Ayu Sofiana Untung


102016248 / D5
E-mail: ayu.2016fk248@civitas.ukrida.ac.id
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021)5694-2061, fax : (021)
563-1731

Pendahuluan

Sistem pencernaan sering disebut sebagai sistem digestivus. Sistem ini


terdiri dari saluran pencernaan, yaitu dimulai dari mulut, faring, esophagus,
lambung, usus halus, usus besar, sampai ke rectum-anus. Fungsi utama system
pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient (setelah
memodifikasinya), air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam
lingkungan internal tubuh. Makanan yang dipakai penting sebagai sumber
energy yang kemudian digunakan oleh sel dalam menghasilkan ATP untuk
menjalankan berbagai aktivitas bergantung energy, misalnya transportasi aktif,
kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan sumber bahan untuk
perbaikan, pembaharuan, dan penambahan jaringan tubuh.
Untuk mempertahankan homeostasis, molekul-molekul nutrien yang sudah
habis terpakai untuk menghasilkan energi harus secara terus menerus diganti
oleh nutrien baru yang kaya-energi. Sistem pencernaan berperan dalam
homeostasis dengan memindahkan nutrien, air, dan elektrolit dari lingkungan
eksternal ke lingkungan internal. Tindakan makan tidak secara otomatis
menyebabkan molekul organik yang terdapat di makanan tersedia bagi sel untuk
digunakan sebagai sumber bahan bakar atau sebagai bahan pembangun. Mula-
mula makanan harus dicerna atau diuraikan menjadi molekul-molekul kecil-
ringkas yang dapat diserap dari saluran pencernaan ke dalam sistem sirkulasi
untuk didistribusikan ke sel-sel. Dalam keadaan normal, sekitar 95% dari

1
makanan yang masuk tersedia untuk digunakan oleh tubuh.
Makroskopik

Dinding abdomen

Dinding abdomen dibentuk oleh lapisan-lapisan yang berturut-turut dari


superfisial ke profundus yang terdiri atas kulit, jaringan subkutan, otot dan
fasianya, jaringan ekstraperitoneal, dan peritoneum. Dinding abdomen
membungkus suatu ruangan, disebut kavum abdominalis. Dinding abdomen
bagian ventrolateral terutama dibetuk oleh lapisan-lapisan otot. Otot-otot
dinding abdomen pada bagian median membentuk suatu aponeurosis yang
berjalan dari prosesus xifoideus menuju simfisis pubis. Aponeurosis ini tampak
sebagai garis yang disebut linea alba. Bagian yang membentuk dinding
abdomen (membatasi rongga abdomen) adalah sebagai berikut.

1. Superior
Diafragma yang memisahkan rongga abdomen dari rongga toraks.
2. Inferior
Rongga abdomen melanjutkan diri menjadi rongga pelvis melalui pintu
atas panggul.
3. Anterior
Bagian atas dibentuk oleh bagian bawah kavum toraks, sedangkan bagian
bawah oleh otot dan fasia rektus abdominis, m.abdominis eksternus oblik,
m.abdominis internus oblik, dan m.abdominis transversus.
4. Posterior
Dibentuk oleh vertebrae lumbalis dan otot yang terdiri atas m.psoas
mayor, m.psoas, m.kuadratus lumborum oblik, dan m.abdominis
transversus.
5. Lateral
Bagian atas dibentuk oleh bagian bawah dinding toraks, dan bagian
bawah dibentuk oleh m.abdominis eksternus oblik, m.abdominis internus

2
oblik, dan m.abdominis tranversus.1

Otot Pada Dinding Abdomen

1. M. Rectus Abdominis
2. M. Transversus Abdominis
3. M. Obliquus Internus
4. M. Obliquus externus

Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen


tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan,
benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), tusukan benda tajam, atau
kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau
organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan
cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa
perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena
setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan
bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan
robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen
paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus
(5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera
adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.

Intestinum crassum (usus besar)


Intestinum crassum terbentang dari ileum sampai anus. Intestinum
crassum terbagi menjadi caecum, appendix vermiformis, colon ascendens, colon
transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum. Fungsi utama
intestinum crassum adalah mengabsorbsi air dan elektrolit dan menyimpan
bahan yang tidak dicerna sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feces.
Caecum
Caecum adalah bagian intestinum crassum yang terletak di perbatasan

3
ileum dan intestinum crassum. Caecum merupakan kantong buntu yang terletak
pada fossa iliaca dextra. Panjang caecum sekitar 2,5 inci (6cm) dan seluruhnya
diliputi oleh peritoneum. Caecum mudah bergerak, walaupun tidak mempunyai
mesenterium. Adanya lipatan peritoneum di sekitar caecum membentuk
recessus ileocaecalis superior, recessus ileocaecalis inferior, dan recessus
retrocaecalis.
Seperti pada colon, stratum longitudinal tunica muscularis terbatas pada tiga
pita tipis yaitu taenia coli yang bersatu pada dasar appendix vermiformis dan
membentuk stratum longitudinal tunica muscularis yang sempurna pada
appendix vermiformis. Caecum sering teregang oleh gas dan dapat diraba
melalui dinding anterior abdomen pada orang hidup.
Pars terminalis ileum masuk ke intestinum crassum pada tempat pertemuan
caecum dengan colon ascendens. Lubangnya mempunyai dua katup yang
membentuk sesuatu yang dinamakan papilla ilealis. Appendix vermiformis
berhubungan dengan rongga caecum melalui lubang yang terletak di bawah dan
belakang ostium ileale.
Pendarahan
Arteri: Arteri caecalis anterior dan arteri caecalis posterior membentuk arteri
ileocolica, sebuah cabang arteri mesenterica superior.
Vena: Vena mengikuti arteri yang sesuai dan mengalirkan darahnya ke vena
mesenterica superior.
Aliran limf
Pembuluh limf berjalan melalui beberapa nodi senterici dan akhirnya mencapai
odi mesenterici superior.
Persarafan
Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis
(n.vagus) membentuk plexus mesentericus superior. 2
Appendix Vermiformis
Appendix vermiformis adalah organ sempit, berbentuk tabung yang mempunyai

4
otot dan mengandung banyak jaringan limfoid. Panjang appendix vermiformis
bervariasi dari 3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan
posteromedial caecum, sekitar 1 inci (2,5 cm) di bawah juncture ileocaecalis.
Bagian appendix vermiformis lainnya bebas. Appendix vermiformis diliputi
seluruhnya oleh peritoneum, yang melekat pada lapisan bawah mesenterium
intestinum tenue melalui mesenteriumnya sendiri yang pendek, mesoappendix.
Messoappendix berisi arteri, vena appendicularis dan saraf-saraf.
Appendix vermiformis terletak di region iliaca dextra, dan pangkal
diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis
yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik
McBurney). Di abdomen, dasar appendix vermiformis mudah ditemukan
dengan mencari taeniae coli caecum dan mengikutinya sampai dasar appendix
vermiformis, tempat taeniae coli bersatu membentuk tunica muscularis
longitudinal yang lengkap.
Pendarahan
Arteri: Arteri appendicularis merupakan cabang arteri caecalis posterior. Arteri
ini berjalan menuju ujung appendix vermiformis di dalam meso-appendix.
Vena: Vena appendicularis mengalirkan darahnya ke vena caecalis posterior.
Aliran limf
Pembuluh limf mengalirkan cairan limf ke satu atau dua nodi yang terletak di
dalam mesoappendix dan dari sini dialirka ke nodi mesenterici superior.
Persarafan
Saraf-saraf berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis
(n.vagus) dari plexus mesentericus superior. Serabut saraf aferen yang
menghantarkan rasa nyeri visceral dari appendix vermiformis berjalan bersama
saraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X.2
Colon Ascendens
Panjang colon ascendens sekitar 5 inci (13cm) dan terletak di kuadran kanan
bawah. Colon ascendens membentang ke atas dari caecum sampai permukaan

5
inferior lobus hepatis dexter, lalu colon ascendens membelok ke kiri,
membentuk flexura coli dextra, dan melanjutkan diri sebagai colon transversum.
Peritoneum meliputi bagian depan dan samping colon ascendens dengan
dinding posterior abdomen.

Colon transversum
Panjang colon transversum sekitar 15 inci (38cm) dan berjalan menyilang
abdomen, menempati region umbilicalis. Colon transversum mulai dari flexura
coli dextra di bawah lobus hepatis dexter dan tergantung ke bawah oleh
mesocolon transversum dari pancreas. Kemudian colon transversum berjalan ke
atas sampai flexura coli sinistra di bawah lien. Flexura coli sinistra lebih tinggi
daripada flexura coli dextra dan digantung ke diaphragm oleh ligamentum
phrenicocolicum.
Mesencolon transcersum menggantungkan colon transversum dari facies
anterior pancreas. Mesocolon transversum dilekatkan pada pinggir superior
colon transversum, dan lapisan posterior omentum majus dilekatkan pada
pinggir inferior. Karena mesocolon transversum sangat panjang, posisi colon
transversum sangat bervariasi dan kadang-kadang dapat mencapai pelvis.
Colon Descendens
Panjang colon descendens sekitar 10 inci (25cm) dan terletak di kuadaran kiri
atas dan bawah. Colon ini berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai
pinggir pelvis, di sini colon transversum melanjutkan diri menjadi colon
sigmoideum. Peritoneum meliputi permukaan depan dan sisi-sisinya serta
menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen.
Colon sigmoideum
Mulai pada aperture pelvis superior dan merupakan lanjutan colon descendens.
Colon ini tergantung ke bawah ke dalam cavitas pelvis dalam bentuk sebuah
lengkung. Colon sigmoideum beralih menjadi rectum di depan os sacrum. 2

6
Mikroskopik
Usus Besar (Intestinum Crassum)
a. Tunica mukosa, tidak mempunyai villi intestinalis, epitel berbentuk silindris
selapis dengan sel piala. Banyak ditemukan sel argentafin dan kadang-kadang
sel paneth. Lamina propria hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid
dengan adanya pula nodulus Lymphaticus yang tersusun berderet-deret
sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn. Lamina muskularis
mukosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan limfoid dan kadang-kadang
terputus-putus.
b. Tunica submucosa tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi
limfosit yang merata. Di dalam jaringan tunica submucosa terdapat anyaman
pembuluh darah dan saraf.
c. Tunica muskularis walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya
lapisan dua lapisan.
d. Tunica serosa mempunyai struktur yang tidak berbeda dengan yang terdapat
pada intestinum tenue. Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti
pula mesoappendix yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan
peritoneum viscerale.
Mekanisme sistem pencernaan
Saluran gastrointestinal (GI) bertanggung jawab untuk memecah
makanan menjadi berbagai bagian komponen sehingga dapat diabsorbsi oleh
tubuh. Saluran gastrointestinal ini terdiri dari mulut, esophagus, lambung, usus
halus, dan usus besar. Kelenjar saliva, hati, kandung empedu, dan pancreas
merupakan organ yang berbeda dari saluran gastrointestinal, tetapi semuanya
menyekresi cairan ke dalam saluran gastrointestinal dan membantu pencernaan
dan absorpsi makanan.
Berbagai regio yang berbeda pada saluran gastrointestinal berkaitan dengan
motilitas (transport), penyimpanan, pencernaan (digesti), absorpsi, dan eliminasi
sisa pencernaan. Fungsi-fungsi saluran gastrointestinal ini dikontrol melalui

7
mekanisme regulasi neuronal, hormonal, dan local. 4
Sistem gastrointerstinal merupakan pintu gerbang untuk masuknya bahan
makanan, vitamin, mineral dan cairan ke dalam tubuh. Protein, lemak, dan
karbohidrat kompleks diuraikan menjadi unit-unit yang dapat diserap
(dicernakan), terutama di dalam usus halus. Hasil-hasil pencernaan dan vitamin,
mineral, dan air menembus mukosa dan masuk ke dalam limfe atau darah
(penyerapan).
Pencernaan bahan-bahan makanan utama merupakan proses yang teratur yang
melibatkan kerja sejumlah besar enzim-enzim pencernaan. Enzim-enzim
kelenjar saliva dan kelencar lingualis mencerna karbohidrat dan lemak; dan
enzim-enzim lambung mencerna protein dan lemak; dan enzim-enzim yang
berasal dari bagian eksokrin pancreas mencerna karbohidrat, protein, lemak,
DNA, dan RNA. Enzim-enzim lainnya yang melengkapi proses pencernaan
ditemukan di dalam membrane luminal dan sitoplasma sel-sel dinding usus
halus. Kerja berbagai enzim tersebut dibantu oleh enzim asam hidroklorida
yang disekresikan lambung dan empedu yang disekresi hepar.
Sel-sel mukosa di usus halus dinamakan enterosit. Di usus halus sel tersebut
mempunyai brush border yang terdiri atas sejumlah besar mikrovili yang
menutupi permukaan apikalnya. Di dalam mikrovili ini terdapat banyak enzim.
Di sisi bagian luminal terdapat lapisan yang kaya akan gula netral dan gula
amino, yaitu glikokaliks. Membran sel-sel mukosa mengandung enzim-enzim
glikoprotein yang menghidrolisis karbohidrat dan peptide, dan glikokaliks
tersebut dibuat di bagian gugus karbohidrat glikoprotein yang meluas ke dalam
lumen usus halus. Berdekatan dengan brush border dan glikokaliks terdapat
suatu lapisan statis yang mirip dengan lapisan yang berbatasan dengan
membrane biologic lainnya. Zat-zat terlarut harus berdifusi melalui lapisan ini
untuk mencapai sel-sel mukosa. Lapisan mucus yang menutupi sel-sel juga
merupakan penghalang yang bermakna bagi difusi. 5

8
Usus Besar (Intestinum Crassum)
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks dan rektum. Rata-rata kolon
menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap harinya, isi usus yang
disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna (misal
selulosa), komponen empedu yang tidak diserap dan sisa cairan, bahan ini
akhirnya yang disebut feses. Selulosa dan bahan makanan lain yang tidak dapat
dicerna membentuk sebagian besar feses dan membantu pengeluaran tinja
secara teratur karena berperan menentukan isi kolon. Gerakan usus besar
umumnya lambat dan tidak propulsif, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat
absorpsi dan penyimpanan. Motilitas yang terjadi pada kolon adalah kontraksi
haustra yaitu gerakan mengaduk isi kolon dengan gerakan maju mundur secara
perlahan yang menyebabkan isi kolon terpajan ke mukosa absortif.
Peningkatan motilitas terjadi setiap 3-4 kali sehari setelah makan yaitu terjadi
kontraksi simultan segmen-segmen besar di kolon asendens dan transversum
sehingga feses terdorong sepertiga sampai seperempat dari panjang kolon,
gerakan ini disebut gerakan massa yang mendorong isi kolon ke bagian distal
usus besar sebagai tempat defekasi. Sewaktu gerakan massa di kolon
mendororng isi kolon ke dalam rektum, terjadi peregangan rektum dan
merangsang reseptor regang di dinding rektum serta memicu refleks defekasi.6
Sewaktu makanan masuk ke lambung terjadi gerakan massa di kolon yang
terutama disebabkan oleh reflek gastrokolon yang diperantarai oleh gastrin ke
kolon. Refleks ini sering ditemukan setelah sarapan timbul keinginan kuat untuk
buang air besar. Refleks gastroileum memindahkan isi usus halus yang tersisa
ke dalam usus besar dan reflek gastrokolon mendorong isi kolon ke dalam
rektum yang memacu proses defekasi. Feses di rektum menyebabkan
peregangan yang kemudian dideteksi oleh receptor di rektum terbentuklah suatu
impuls yang menunju mysenteric plexus peristaltic. Hal ini menimbulkan
gelombang pada kolon desenden dan sigmoid. Apabila sfingter anus eksternus
(otot rangka) juga melemas, terjadi defekasi. Sekresi kolon terdiri dari larutan

9
mukus alkalis (HCO3-) yang fungsinya adalah melindungi mukosa usus besar
dari cedera kimiawi dan mekanis, juga menghasilkan pelumasan untuk
memudahkan feses lewat.
Dalam keadaan normal kolon menyerap sebagian besar garam dan air. Natrium
zat yang paling aktif diabsorpsi dan, Klorida diabsorpsi secara pasif mengikuti
penurunan gradien listrik, dan air diabsorpsi secara osmosis.6

Kesimpulan
Kuadran kanan bawah merupakan daerah dimana appendix, caecum,
colon ascendens berada. Sehingga jika terdapat luka tusuk tersebut mengenai
bagian dari usus yang berada di kuadran kanan bawah dan dapat mengakibatkan
terganggunya proses pencernaan pada Usus.

Daftar Pustaka

1. Watson R. Anatomi dan fisiologi. Penerbit buku kedokteran EGC,


Jakarta: 2009. H. 206
2. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Liliana
Sugiharto, editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006: 207-33
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2004.h.218-47.
4. Ward JP, Clarke RW, Linden RW. At an glance fisiologi. Alih bahasa,
Indah Retno. Jakarta: Erlangga; 2009: 75
5. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 17. Alih bahasa,
Djauhari widjajakusumah. Jakarta: EGC; 1998: 458
6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC;2011.h.641-92

10

Anda mungkin juga menyukai