Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
JOMBANG
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tak terlupakan pula sholawat serta
salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
cahaya dalam agama dan menunjukkan jalan yang diridhoi Allah SWT
Ucapan terima kasih ini tak lupa kami ucapkan kepada pihak-pihak yang
telah mendukung maupun menyetujui dalam pembuatan proposal kami ini, yaitu :
Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada orang tua kami atas
semua do’a yang telah diberikan kepada kami sehingga proposal ini dapat
terselesaikan, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dalam pembuatan
proposal ini sehingga bisa bermanfaat bagi siapapun.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
BAB 2 ..................................................................................................................... 3
BAB 3 ................................................................................................................... 17
iii
BAB 4 ................................................................................................................... 27
PENUTUP ............................................................................................................ 27
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
malnutrisi, retardasi pertumbuhan, dan kelainan imun (World Health
Organization [WHO], 2009).
Angka prevalensi diare di Indonesiamasih berfluktuasi.Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi diare klinis adalah
9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan
terendah di D.I. Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai prevalensi
diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Banten,Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua).
Sedangkan menurut data Riskesdas pada tahun 2013 angka prevalensi
mengalami penurunan sebesar (3,5%) untuk semua kelompok umur.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Thypoid dan Diare pada anak.
2. Untuk mengetahui etiologi Thypoid dan Diare pada anak.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala Thypoid dan Diare pada anak.
4. Untuk mengetahui patofisiologi Thypoid dan Diare pada anak.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Thypoid dan Diare pada
anak.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Thypoid dan Diare pada anak.
7. Untuk mengetahui komplikasi pada Thypoid dan Diare pada anak.
8. Untuk mengetahui Pathway Nursing Proccess (PNP) Thypoid dan Diare
pada anak.
2
BAB 2
KONSEP MEDIS
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid,
yang biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini
berhubungan erat dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
kematian demam tifoid pada anak lebih rendah bila di banding dengan dewasa
(Dewi, 2011).
3
2.2 Etiologi Thypoid dan Diare
Etiologi Typoid :
Demam typoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di
alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati
dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E., 2013)
Etiologi Diare :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai
berikut :
- Infeksi bakteri : vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
- Infeksi Virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
- Infeksi parasit : cacing (Acaris, Trichuris, Oxyuris, Srrongyloides);
protozoa (entamoeba histolytica, Giardia Lamblia, Trichomonas
hominis); jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti
: otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawa dua tahun.
2. Faktor malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
- Malabsorbsi lemak
- Malabsorbsi protein
4
3. Faktor makanan
Makanan basi, bercun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih
besar).
5
oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah
diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat
gangguan keseimbangan asam basa dan elektroliy. Bila pasien telah banyak
kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak; yaitu berat
badan mulai turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, sedang dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi
dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik.
Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat
dengan rat-rata kehilangan cairan sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat,
volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan
gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah
menurun, pasien sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, kadang
sampai soporokomateus).akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguria sampai
anuria). Bila sudah terjadi asidosis metabolik metabolik pasien akan tampat
pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan kussmaul).
Asidosis metabolik terjadi karena (1) Kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare,
(2) Ketosis kelaparan, (3) Produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak
dapat dikeluarkan (karena oliguria/anuria), (4) Berpindahnya ion Natrium dari
cairan ekstrasel ke cairan intrasel, (5) Penimbunan asam laktat (anoreksia
jaringan).
6
Patofisilogi Diare :
7
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah
pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
8
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid.
Pemeriksaan penunjang pada diare :
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Tinja:
a. Tinja Rutin
b. Tinja Kultur
2. Pemeriksaan Darah
a. Darah Lengkap: Hb, Ht, Leukosit
b. Elektrolit: Na, K, Ca dan Protein serum pada diare yang disertai
kejang.
c. Ph, cadangan alkali dan elektrolit untuk menemukan gangguan
keseimbangan asam basa.
2.6 Penatalaksanaan pada Thypoid dan Diare
Penatalaksanaan thypoid :
1. Pasien tanpa komplikasi dapat diobati secara rawat jalan. Mereka harus
disarankan untuk menggunakan teknik mencuci tangan yang ketat dan
untuk menghindari menyiapkan makanan untuk orang lain selama sakit.
Rawat pasien harus ditempatkan di isolasi kontak selama fase akut infeksi.
Tinja dan urine harus dibuang secara aman.
2. Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari
pengobatan suportif melipu+ti istirahat dan diet, medikamentosa, terapi
penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan untuk
mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah
baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurag lebih
selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien.
3. Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan
bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan
tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk
9
rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung
keadaan umum pasien.
4. Pada penderita penyakit tifus yang berat, disarankan menjalani perawatan
di rumah sakit. Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit
tifus. Waktu penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan.
5. Tifus dapat berakibat fatal. Antibiotika, seperti ampicillin, kloramfenikol,
trimethoprim-sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering digunakan untuk
merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat pilihan pertama
adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat
pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga
adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. Kloramfenikol
diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi
kontra pemberian kloramfenikol , diber ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum
dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama
21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam
2-3 kali pemberian, oral, selama 14 hari.
6. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena,
selama 5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
7. Bila tak terawat, demam tifoid dapat berlangsung selama tiga minggu
sampai sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang
tidak terawat. Vaksin untuk demam tifoid tersedia dan dianjurkan untuk
orang yang melakukan perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya
berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
8. Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan
dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian
10
disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6
jam sampai 7 kali pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-
kasus dengan penyulit perforasi usus
9. Pembedahan biasanya dilakukan dalam kasus perforasi usus. Kebanyakan
ahli bedah lebih suka sederhana penutupan perforasi dengan drainase
peritoneum. Kecil usus reseksi diindikasikan untuk pasien dengan
perforasi ganda.
10. Jika pengobatan antibiotik gagal untuk membasmi kereta hepatobiliary,
kandung empedu harus direseksi. Kolesistektomi tidak selalu berhasil
dalam memberantas carrier karena infeksi hati yang terus ada.
11. Para peneliti dalam laporan Kamerun bahwa senyawa yang berasal dari
biji Turraeanthus africanus, sebuah obat tradisional Afrika untuk demam
tifoid, aktif terhadap S typhi secara in vitro. Tim meneliti sedang
mengembangkan untuk menciptakan tambahan untuk efektifitas
antimikroba.
Penatalaksanaan diare :
1. Pemberian cairan : pemberian ciran pada pasien diare dengan
memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Cairan per oral : pada pasie dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
yang diberikan per oral yang berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO3, KCl dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak
diatas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. Formula lengkap sering
disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (formula
tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa),
atau air tajin yang diberi garam dan gula, untuk pengobatan sementara
dirumah sebelum dibawa berobat ke rumah sakit/pelayanan kesehatan
untuk mencegah dehidrasi lebih jauh.
b. Cairan parenteral : sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang
diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi atau
pasien yang MEP. Tetapi kesemuanya itu bergantung tersedianya
cairan setempat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu
tersedia di fasilitas kesehatan di mana saja. Mengenai pemberian
11
cairan seberapa banyak yang diberikan bergantung dari
berat/ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
2. Dietetik (cara pemberian makanan) : untuk anak di bawah 1 tahun dan
anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan:
a. Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya.)
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnua susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang
berantai sedang atau tidak jenuh.
3. Obat-obatan : prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang
hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin,
tepung beras dan sebagainya).
a. Obat anti-sekresi : Asetosal. Dosis 25 mg/tahun dengan dosis
minimum 30 mg Klorpomazin. Dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.
b. Obat spasmolitik dan lain-lain : umumnya obat spasmolitik seperti
papaverin, ekstrak beladona, opium loperamid tidak digunakan untuk
mengatasi diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin,
charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare,
sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik : umumnya antibiotik tidak diberikan bia tidak ada
penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan terasiklin 25-
50 mg/kg BB/hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit
penyerta seperti : OMA, faringitis, bronkitis atau bronkopneupmonia.
12
1. Komplikasi Intestinal :
a. Perdarahan Usus Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat
mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah.
Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok.
Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat.
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada
minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian meyebar 20 ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah
nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal :
a. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
Komplikasi diare :
13
6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)
14
2.8 Pathway Nursing Proccess (PNP) Thypoid dan Diare
Thypoid
15
Diare :
16
BAB 3
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Thypoid muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih
sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5
tahun. Sedangkan diare lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak,
frekuensi diare untuk neonatus > 4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3
kali/hari dalam sehari. Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada nak ditinjau dari
pola makan, kebersihan dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji
untuk mengetahui tingkat perlaku kesehatan dan komunikasi dalam
pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat
berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang).
2. Keluhan utama
Paliatif, apakah yang menyebabkan gejala diare dan apa yang telah
dilakukan. Diare dapat disebabkan oleh karena infeksi, malabsorbsi, faktor
makanan dan faktor psikologis.
Kuatitatif, gejala yang dirasakan akibat diare bisanya berak lebih dari 3
kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir, mules, muntak.
Kualitas, Bab konsistensi, awitan, badan terasa lemah, sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari .
17
Skala/keparahan, kondisi lemah dapat menurunkan daya tahan tubuh dan
aktivitas sehari-hari.
Timing, gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang terjadi karena
infeksi atau faktor lain, lamanya untuk diare akut 3-5 hari, diare
berkepanjangan > 7 hari dan Diare kronis > 14 hari
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair
berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur
lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah
napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun
dan gejala penurunan kesadaran.
a. Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester
pertama, penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH,
DM, Hipertiroid yang dapat mempengaruhi pertunbuhan dan
perkembangan janin di dalam rahim.
b. Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat
mempengaruhi fungsi dan maturitas organ vital .
c. Post natal
Apgar skor < 6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau
hiperbilirubinemia. BErat badan dan panjang badan untuk mengikuti
pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia sekelompoknya.
Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya tahan tubuh
18
alami dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi
pada tubuh.
d. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang
penting karena setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi
yang berbeda, sehingga pendekatan pengkajian fisik dan tindakan
haruys disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan (Robert
Priharjo, 1995)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yangmenderita diare atau tetangga yang
berhubungan dengan distribusi penularan.
b. Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang
mudah terkena kuma penyebab diare.
c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain
anak yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya kuman
lewat Fecal-oral.
d. Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan
untuk penangan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat
pengetahuan dan penglaman yang dimiliki oleh anggota keluarga
(orang tua).
6. Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi
Makanan yang terinfeksi, pengelolaan yang kurang hygiene
berpengaruh terjadinya diare, sehingga status gizi dapat berubah ringan
samapai jelek dan dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan Berat Badan
dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi. Dietik pada anak <
1tahun/> 1tahun dengan Berat badan < 7 kg dapat diberikan ASI/ susu
formula dengan rendahlaktosa, umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg
19
dapat diberikan makanan padat atau makanan cair. Sedangkan pada
pasien thypoid biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
gangguan pada usus halus.
b. Pola eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa lendir, darah dapat
mendukung secara makroskopis terhadap kuman penyebab dan cara
penangana lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output terhadap
kehilangan cairan lewat urine.
c. Pola istirahat
Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat terganggu
karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga menjadi rewel.
d. Pola aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Pengkajian Fisik
Pengakajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan diare adalah penemuan tanda-tanda
yang mungkin didapatkan yang meliputi: penurunan BB, denyut nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun mata cekung, mukosa bibir dan mulut
kering, kulit kering dengan turgor berkurang. Dapat ditemukan
peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan peristaltik usus dan adanya
luka lecet sekitar anus. Sedangkan pada pasien thypoid temperatur yang
merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien
a. Sistem Neurologi
- Keadaan Umum : klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang
- Inspeksi : Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali
bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang,
ringan atau tidak tampak sakit. KeSadaran diamati komposmentis,
apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma.
- Palpasi: adakah parese, anestesia,
20
- Perkusi : refleks fisiologis dan refleks patologis.
b. Sistem Penginderaan
- Keadaan Umum : klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
- Inspeksi : Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput
sucedum (-), warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala
kering, pada neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah
icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau
midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok
hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.
Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan
asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis
respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak
adanya pernafasan cuping hidung.
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada
kemungkinaninfeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984)
- Palpasi : Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering,
sedangkan untuk anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup
maximal umur 2 tahun.
Mata, tekanan bola mata dapat menurun,
Telinga, nyeri tekan, mastoiditis
c. Sistem Integumen
- Keadaan Umum : kulit kering
- Inspeksi : kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
- Palpasi : tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali
dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan
> 2 detik = dehidrasi berat (Lab IKA FKUI, 1988).
d. Sistem Kardiovaskuler
- Keadaan Umum : badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki
terasa dingin
21
- Inspeksi : pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulasisi ictus
cordis (-), adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
- Palpasi : suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart
rate meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah, tahanan
perifer menurun sehingga cardiac output meningkat. Kaji
frekuensi, irama dan kekuatan nadi.
- Perkusi : normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar
pada kausus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri
umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis
midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
- Auskultasi : pada dehidrasiberat dapat terjadi gangguansirkulasi,
auskulatasi bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan
lainnya. Kaji tekanan darah.
e. Sistem Pernafasan
- Keadaan Umum : sesak atau tidak
- Inspeksi : bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau
subcostal. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan,
adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas inspirasi atau
ekspirasi.
- Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi,
tacti vremitus (-).
- Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas
vesikuler, intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing
untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho
pnemonia atau infeksi lainnya.
f. Sistem Pencernaan
- Keadaan Umum : Kelaparan, haus
- Inspeksi : BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensilebih
dari 3 kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah.
Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-) dankesemitrisan
abdomen.
22
- Auskultasi : Bising usus (dengan menggunakan diafragma
stetoskope), peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik
dengan durasi 1 detik.
- Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan
lien tidak membesar suara tymphani.
- Palpasi : adakahnyueri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-).
Hepar dan lien tidak teraba.
g. Sistem Perkemihan
- Keadaan Umum : kencing sedikit lain dari biasanya
- Inspeksi : testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio
mayor menutupi labio minor, pembesaran scrotum (-), rambut(-).
BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing
spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau
sesuai ketentuan.
- Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
h. Sistem Muskuloskletal
- Keadaan Umum : lemah
- Inspeksi : klien tampak lemah, aktivitas menurun
- Palpasi : hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian
dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan ,
kekuatan otot.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Thypoid :
1. Hipertermia b/d peningkatan laju metabolisme
2. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang
asupan makanan
4. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi
Diare :
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang
asupan makanan
23
3. Resiko kerusakan integritas kulit b/d gangguan turgor kulit (ekskresi)
4. Ansietas b/d stresor
3.3 Intervensi
Thypoid :
1. Hipertermia b/d peningkatan laju metabolisme
a. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
b. Jangan beri aspirin untuk anak-anak
c. Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan tepat
d. Dorong untuk beristirahat
e. Pakai pakaian ganti atau jubah saat menangani bahan-bahan yang
infeksius
2. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif
a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien
b. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan hitung asupan kalori
harian
c. Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan
d. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian
makanan dengan baik
e. Berikan produk-produk darah (misalnya, trombosit dan plasma yang
baru)
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang
asupan makanan
a. Monitor asupan kalori makanan harian
b. Observasi klien selama dan setelah pemberian makan/makanan ringan
untuk meyakinkan bahwa intake/asupan makanan yang cukup tercapai
dan dipertahankan
c. Rundingkan dengan tim kesehatan lainnya setiap hari terkait
perkembangan klien
d. Batasi aktifitas fisik sesuai kebutuhhan untuk meningkatkan berat
badan
4. Defisiensi pengetahuan b/d kurang informasi
24
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang
spesifik
b. Beri informasi kepada keluarga/orang yang penting bagi pasien
mengenai perkembangan pasien, sesuai kebutuhan
c. Edukasi pasien mengenai tindakan untuk menkontrol/meminimalkan
gejala, sesuai kebutuhan
d. Perkuat informasi yang diberikan dengan anggota tim kesehatan lain,
sesuai kebutuhan
Diare :
25
c. Dokumentasikan perubahan membran mukosa
d. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
(misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan reposisi)
4. Ansietas b/d stresor
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi
ketakutan
c. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
d. Atur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi kecemasan secara
tepat
3.4 Implementasi
Implementasi merupakan bentuk realisasi dari intervensi keperawatan.
Apa yang telah direncanakan dalam intervensi haruslah dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya, sesuai dengan kondisi pasien.
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
26
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan RISKESDAS 2007 (Riset Kesehatan Dasar), penyebab
kematian bayi yang terbanyak adalah karena diare (31,4%) dan untuk
kelompok anak balita diare juga merupakan penyebab kematian terbanyak
(25,2%). Sedangkan hasil SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) 2003,
setiap anak di indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6-2kali per
tahun.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau
atau dapat pula berca,pur lendir dan darah atau lendir saja (Staf Pengajar FK
UI, 2002).
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(Universitas Sumatera Utara).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid,
yang biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini
berhubungan erat dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
kematian demam tifoid pada anak lebih rendah bila di banding dengan dewasa
(Dewi, 2011).
4.2 Saran
Demikian makalah yang saya buat, semoga bermanfaat bagi pembaca dan
kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu kami meminta saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk
memaksimalkan pembuatan makalah selanjutnya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Pangestu, Agil Bagus. Asuhan Keperawatan pada An.R dengan Demam Tifoid di
Ruang Mawar RSUD Banyudono. 2015. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
28