Double Syok
Double Syok
W DENGAN SYOK
SEPTIK
A. Pengertian
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sistemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ.Jika disertai dengan
hipotensi maka dinamakan Syok septik. ( Linda D.U, 2006)
Syok septik dapat terjadi akibat dari kurangnya suplai oksigen ke sel/ jaringan
yang tidak adekuat. Syok septik merupakan salah satu bentuk dari sepsis berat
(severe sepsis) yang memiliki karakteristik hipotensi yang sulit diatasi dan
penurunan perfusi jaringan. Hal ini terjadi ketika intervensi awal yang dilakukan
untuk menanggulangi masalah hemodinamik gagal dilakukan. Syok septik
merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan segera,
semakin cepat syok dapat teratasi, akan meningkatkan keberhasilan pengobatan
dan menurunkan risiko kegagalan organ dan kematian. Oleh karena itu strategi
penatalaksanaan syok septik yang tepat dan optimal perlu diketahui untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan.
B. Tanda dan Gejala
Variable Umum
Temperature >38.3 c atau < 36 c
HR > 90x/mnt
Takipnea
Penurunan status mental
Signifikan edema > 20 ml/kg dalam 24 jam
Hiperglikemia (>120 mg/dl) pada pasien non diabetes
Variabel inflamasi
WBC >12000,<4000 mm
C reaktif protein meningkat
Procalcitonin plasma meningkat
Variabel heodinamik
Sistolik BP <90 mmHg/
MAP < 70 mmHg
SVO2 > 70 %
E. Penatalaksanaan Medis
1. Stages ABC: Immediate Stabilization
I. Lakukan dengan segera upaya resusitasi untuk mempertahankan patensi dan
keadekuatan jalan napas, dan memastikan oksigenasi dan ventilasi.
manajemen Penanganan hipotensi pertama kali adalah dengan resusitasi
volume secara agresif, baik dengan kristaloid isotonik, atau dalam
kombinasi dengan koloid. Jangan mengganggu denyut jantung: karena
takikardia adalah manuver kompensasi
II. Airway harus dikontrol dan pasien diberikan oksigen dengan menggunakan
ventilasi mekanik . Hal ini biasanya membutuhkan intubasi endotrakeal dan
ventilator. Tujuan dari semua upaya resusitasi adalah untuk menjaga
pengiriman oksigen tetap adekuat. Indikasi untuk intubasi dan ventilasi
mekanik adalah: kegagalan jalan napas, adanya perubahan status mental,
kegagalan ventilasi dan kegagalan untuk oksigenasi. Pada sepsis, oksigen
tambahan hampir selalu diperlukan. Hal ini disebabkan karena adanya
peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot-otot pernafasan,bronkokonstriksi
dan asidosis; penggunaan ventilasi mekanis bertujuan untuk mengatasi hal
tersebut.
2. Stage C: re-establishing the circulation
Kaji riwayat, lakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dan mengukur sejauh
mana sepsis: suhu, jumlah sel putih, asam-basa status dan budaya. Pemilihan
antimikroba ditentukan oleh sumber infeksi dan perkiraan terbaik dari
organisme yang terlibat.
1) Pengkajian Primer
Selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
- Yakinkan kepatenan jalan napas
- berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
- jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU
Breathing
- Kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan
- kaji saturasi oksigen
- periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis
- berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
- auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
- periksa foto thorak
Circulation
- Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda signifikan
- monitoring tekanan darah, tekanan darah <>
- periksa waktu pengisian kapiler
- pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
- berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
- pasang kateter
- lakukan pemeriksaan darah lengkap
- siapkan untuk pemeriksaan kultur
- catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari
36oC
- siapkan pemeriksaan urin dan sputum
- berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
Disability
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal
sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat kesadaran dengan
menggunakan AVPU.
Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
2) Pengkajian Sekunder
Aktivitas dan istirahat
Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan dan insomnia
Sirkulasi
- Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
- Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia),
hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock)
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi
disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut)
Integritas Ego
- Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
- Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.
Makanan/Cairan
- Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
- Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan, hilang/melemahnya bowel
sounds
Neurosensori
- Subyektif atau Obyektif : Gejala truma kepala, kelambatan mental, disfungsi
motorik
Respirasi
- Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse,
kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
- Obyektif : Respirasi : rapid, swallow, grunting
Rasa Aman
- Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik
Seksualitas
- Subyektif atau obyektif : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2, edema paru
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac output
yang tidak mencukupi
DAFTAR PUSTAKA
Dolan’s.1996.Critical care nursing clinical management through the nursing process,
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
A. Pengertian
Syok kardiogenik merupakan salah satu tipe dari syok yang diakibatkan oleh
adanya gangguan kemampuan jantung dalam memompa darah yang
mengakibatkan penurunan curah jantung ke seluruh tubuh. Menurut Corwin
(2000:391) syok kardiogenik dapat timbul setelah kolapsnya curah jantung,
yang sering diakibatkan oleh infark miokardium, fibrilasi, dan gagal jantung
kongestif. Sedangkan menurut Newberry dan Criddle (2005:358) menyatakan
syok kardiogenik merupakan syok yang dihasilkan akibat kehilangan
kontraktilitas miokardium yang menyebabkan kardiak output yang inadekuat.
Curah jantung merupakan fungsi baik untuk volume sekuncup dan frekuensi
jantung (volume sekuncup x frekuensi denyut jantung) (Smeltzer, 2001:306).
Penurunan curah jantung akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan
perfusi jaringan akan terganggu. Akibatnya nutrisi dan oksigen untuk
metabolisme sel tidak adekuat termasuk sel-sel di otot jantung akan mengalami
kerusakan.
Tanda gejala atau manifestasi klinis syok kardiogenik menyerupai tanda dari
infark miokardium, meliputi :
Berat < 40 mmHg atau FiO2 yang besar dibutuhkan < 75%
untuk mempertahankan PaO2 adekuat
Sumber: Hennessey & Japp, 2007;52.
Asidosis metabolik
Tanda dari kegagalan ventrikel kiri: edema pulmonal akibat pengosongan ventrikel kiri
yang tidak komplit, krakels dan wheezing, penurunan nadi perifer, hipotensi.
Tanda dari kegagalan ventrikel kanan: distensi vena jugular, edema perifer, dan
hepatomegali (Newberry dan Criddle, 2005:364; Caterino dan Kahan, 2003:5)
C. Pohon Masalah
Terlampir
D. Pemeriksaan Diagnostik
E. Penatalaksanaan Medis
Tindakan atau perencanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan kegawatan syok
kardiogenik adalah:
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Antisipasi dalam penggunaan alat bantu pernafasan
3. Antisipasi dalam menggunakan ventilasi dengan bag valve mask (BVM) jika usaha
ventilasi tidak adekuat
4. Persiapkan untuk ventilasi mekanik (dengan atau tanpa PEEP/Positive End
Exspiratory Pressure) setelah menempatkan alat bantu nafas seperti intubasi
5. Berikan aliran oksigen yang tinggi jika pernafasan tidak adekuat
6. Jika tidak ada nadi, awali dengan dukungan bantuan hidup dasar/lanjutan (RJP)
7. Dapatkan akses untuk IV, ambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium, dan
berikan normal salin dengan frekuensi tetap terbuka; jika pasien IMA diindikasikan
untuk terapi trombolitik, pemasukan jarum/tindakan penusukan yang berlebihan
seharusnya dihindari seperti untuk AGD dan kateter IV.
8. Jika tidak dapat akses IV pada pasien pediatrik, lakukan pemasangan canul
intraosseous pada anak dibawah 6 tahun
9. Dapatkan rekaman EKG 12-15 lead dan koreksi gejala disritmia (misalnya
bradikardi dan prematur kontraksi ventrikel)
10. Berikan posisi miring kiri pada wanita hamil
11. Koreksi awal adanya kekurangan cairan atau meningkatkan preload (infark
ventrikel kanan) dengan hati-hati, ini dikontraindikasikan pada pasien dengan
kongesti pulmonal
Berikan cairan infus dengan bolus kecil; normal salin, larutan ringer laktat,
produk darah (jika data lab mendukung pemberiannya), atau koloid
Monitor status hemodinamik pasien
12. Dapatkan sampel AGD untuk menetapkan :
Koreksi ketidakseimbangan asam basa; alkalosis respiratori kemungkinan
terjadi pada fase kompensasi, tidak diperlukan tindakan; kemungkinan
asidosis metabolik pada fase tidak terkompensasi dan fase irreversibel,
pemberian sodium bikarbonak tidak dianjurkan untuk meningkatkan pH
(koreksi asidosis metabolik terjadi sebagai hasil perbaikan perfusi dan
oksigenasi)
Atasi hipoksemia
13. Pasang kateter urin
14. Pasang NGT jika diindikasikan untuk mencegah aspirasi
15. Berikan agen farmakologis tunggal atau kombinasi
a) Menurunkan preload; furosemid (lasik), nitrat (nitrogliserin),
morphin sulfat (digunakan untuk mengurangi nyeri, reduksi preload adalah
efek sekundernya)
b) Meningkatkan kontraktilitas; dopamin hidroklorida (Intropin),
dobutamin hidroklorida (Dobutrex), amrinone laktat (Inocor), milrinone
(primacor)
c) Menurunkan afterload; nitroprusside sodium (Nipride), nitrat
(nitrogliserin), angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor misalnya
captopril (Capoten), enapril (Vasotec)
d) Meningkatkan afterload; norepinephrine bitartrate (Levophed),
epinephrine
16. Berikan agen farmakologis melalui IV atau rute intraosseous
17. Persiapkan pasien untuk terapi reperfusi atau kaji alat misalnya
PTCA/Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty, Intra Aortic Ballon
Pump/IABP jika diperlukan
18. Pertahankan ketenangan
19. Minimalkan rangsangan lingkungan
20. Monitoring secara berkelanjutan dan kaji respon pasien (ENA, 2000:608; Newberry
dan Criddle, 2005:365-366; Caterino dan Kahan, 2003:5).
F. Pengkajian Keperawatan
Proses pengkajian gawat darurat dibagi menjadi dua bagian yaitu: pengkajian primer
(Primer Assessment) dan pengkajian sekunder (Secondary Assessment).
1. Primer Assessment
a. Data Subyektif
Riwayat penyakit saai ini; keluhan nyeri atau ketidaknyamanan pada dada, keluhan
adanya cedera tumpul pada dada (mekanisme, waktu, kekuatan, alat perlindungan) atau
luka elektrik, mual, sesak dan orthopnea (sesak saat terlentang), diaforesis, kehausan,
rasa dingin dan ketakutan.
Riwayat sebelumnya; anomali jantung kongenital, infark miokard sebelumnya,
penyakit jantung lainnya, pembedahan (umum dan atau kardiovaskular),
tromboembolik fenomena, medikasi saat ini, alergi, penggunaan alkohol dan obat-
obatan.
b. Data Obyektif
1)Airway
Kaji adanya suara snoring/lidah jatuh ke belakang atau penumpukan
cairan/gurgling, tidak ada refleks menelan dan batuk akibat penurunan kesadaran
2)Breathing/Pernafasan
Fase Compensasi; hiperpnea, orthopnea, krakels basiler sedang
Fase Uncompensasi; takipnea dengan penurunan tidal volume, peningkatan kongesti
pulmonal dan krakels, sianosis.
Fase Irreversibel; respirasi cepat dan dalam, krakel dan wheesing menyebar dan
adanya sianosis
3)Circulation
Fase compensasi; takikardi sedang, bunyi S3/S4, tekanan nadi menyempit
(peningkatan tekanan diastolik), tekanan sistolik normal atau menurun drastis,
CVP/central venous return atau PAP/Pulmonary Artery Pressures kemungkinan
normal atau sedikit elevasi, kulit pucat, diaforesis, waktu pengisian kapiler lambat
atau normal, distensi vena jugularis (indikasi gagal jantung kanan).
Fase uncompensasi; significan takikardi, kemungkinan S3 dan disritmia, hipotensi,
tekanan sistolik menurun > dari 30 mmHg dari normal (<90 mmHg pada pasien
non-hipertensi), penurunan tekanan nadi, pucat dengan sianosis, diaforesis, nadi
perifer mungkin tidak ada, waktu pengisian kapiler lambat.
Fase Irreversibel: takikardi dan disritmia, hipotensi berat (tekanan sistolik < 60
mmHg), akral dingin, pucat, kulit sianosis dan pucat, nadi perifer tidak ada, waktu
pengisian kapiler memanjang.
4) Disability (status neurologis);
Fase Compensasi; cemas dan ketakutan, kelemahan dan fatigue
Fase Uncompensasi; letargi dan apatis.
Fase Irreversibel; koma
2. Sekunder Assessment
a. Eksposure (E)
Kaji adanya jejas atau kontusio pada dada, yang kemungkinan terjadinya
trauma tumpul pada dada yang menyebabkan tamponade jantung. Kaji adanya
edema perifer akibat adanya gagal jantung kanan.
b. Five intervention/full set of vital sign (F);
Tanda vital; kaji perubahan yang signifikan pada tanda vital
Pasang monitor jantung; kaji adanya disritmia
Pulse oksimetri; kaji hipoksemia
Kateter urine; pada fase kompensasi ada kemungkinan urin masih dalam batas
normal (dewasa; 0,5-1 cc/kgBB/jam: anak; 1-2 cc/KgBB/Jam), pada fase tidak
terkompensasi terjadi oliguri dan pada fase irreversibel ada kemungkinan anuri atau
oliguri.
NGT; dipasang jika ada indikasi untuk mencegah aspirasi
Pemeriksaan lab; catat nilai abnormal dari pemeriksaan EKG (seperti adanya
disritmia, iskemik, injuri dan infark), enzim jantung untuk menentukan adanya
iskemik miokard, foto rontgen menunjukan adanya gagal jantung, ekokardiogram
untuk melihat adanya tamponade jantung, kateterisasi untuk mengetahui status
hemodinamik.
c. Give comfort/ Kenyamanan (G); pain assessment (PQRST)
Pada fase kompensasi adanya nyeri dada yang hebat atau ketidaknyaman
pada dada. Kemungkinan terasa tertusuk-tusuk atau seperti tertindih benda
berat, nyeri dapat menyebar ke lengan atau ke punggung (tergantung letak
kerusakan otot jantungnya), nyeri dapat memberat ketika bergerak atau saat
bernafas.
d. Head to Toe (pemeriksaan fisik) (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada;
Daerah kepala dan leher; adanya sianosis, pucat, membran mukosa
kering, bendungan vena jugularis sebagai indikasi gagal jantung kanan.
Daerah dada; adanya jejas akibat trauma, nyeri tekan, suara pekak yang
melebar akibat pembesaran jantung, suara nafas krekels atau wheezing
yang menunjukkan edema paru, suara jantung S3/S4, suara jantung
menjauh akibat tamponade jantung.
Daerah abdomen; adanya ascites, adanya hepatomegali yang
menunjukkan kemungkinan gagal jantung kanan.
Daerah ekstremitas; adanya edema perifer sebagai indikasi gagal jantung
kanan, penurunan kekuatan otot karena kelemahan dan fatigue.
e. Inspect the posterior surface (I)
Dikaji jika ada mengalami cedera, lihat adanya jejas, kontusio, deformitas dan
lainnya (ENA, 2000:606-608; Newberry dan Criddle, 2005:365-366; Caterino
dan Kahan, 2003:5).
G. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi sekret
2. Pola nafas inefektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan pompa jantung
5. Perubahan perfusi jaringan renal berhubungan dengan kegagalan pompa
jantung
6. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kegagalan pompa
jantung
7. Nyeri akut berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai
oksigen pada miokardium
8. PK: Disritmia
9. PK: ARDS
10.PK: Asidosis metabolik
11.PK: DIC
H. Referensi