TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Urolithiasis atau batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana
dalam saluran kemih individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap
dari urin (Mehmed & Ender, 2015). Pembentukan batu dapat terjadi ketika
tingginya konsentrasi kristal urin yang membentuk batu seperti zat kalsium,
oksalat, asam urat dan/atau zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat)
yang rendah (Moe, 2006; Pearle, 2005). Urolithiasis merupakan obstruksi
benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi
endapan dan senyawa tertentu (Grace & Borley, 2006). Urolithiasis
merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada beberapa
penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak batu
antara lain yaitu: (Prabowo & Pranata, 2014):
14
15
4) Batu Sistin
Batu Sistin terjadi saat kehamilan, disebabkan gangguan ginjal, kelainan
metabolism sistin yaitu kelainan absorpsi sistin di mukosa usus..
Merupakan batu yang jarang dijumpai dengan insiden 1-2%. Reabsorbsi
asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan
18
batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine asam.4
Pembentukan batu dapat terjadi karena urine sangat jenuh, individu yang
memiliki riwayat batu sebelumnya, individu yang statis karena imobilitas.
Batu lainnya : batu xantin (defisiensi enzim xantin oksidase), triamteren,
silikat
D. PATOFISIOLOGI
Batu ginjal terbentuk dari beberapa mekanisme yang berbeda, misal :
supersaturasi biasa menyebabkan batu urat, sedangkan batu infeksi disebabkan
oleh metabolisme bakteri (Knoll, 2010). Laki-laki lebih sering terserang
dibandingkan wanita, dengan usia puncak antara 20-30 tahun (Kumar, 2014).
Terbentuknya batu ginjal dimulai dengan pembentukan kristal pada urin
dengan saturasi berlebihan yang menempel pada urothelium dan membentu
nidus untuk terbentuknya batu lebih besar (Dawson, 2012). Beberapa
komponen urin dapat mencapai konsentrasi di atas ambah kelarutan. Pada
keadaan tersebut, kristalisasi dapat terjadi. Komponen yang paling sering
ditemukan pada batu ginjal adalah kalsium oksalat (70%), kalsium fosfat atau
magnesium-amonium fosfat (30%), asam urat atau urat (30%), dan xantin atau
sistin (kurang dari 5%) (Silbernagl dan Lang, 2016).
Peningkatan konsentrasi substansi pembentuk batu ginjal dapat disebabkan
oleh faktor prerenal, renal, dan postrenal. Sebab prerenal menyebabkan
peningkatan filtrasi dan ekskresi substansi pembentuk batu ginjal melalui
peningkatan konsentrasi pada plasma. Hiperkalsiuria prerenal dan fosfaturia
merupakan akibat dari peningkatan absoprsi pada intestinal atau mobilisasi
dari tulang seperti pada kasus peningkatan hormon paratiroid dan kalsitriol.
Hiperoksalemia dapat disebabkan oleh pemecahan asam amino atau
peningkatan absorpsi intestinal. Hiperurisemia terjadi akibat suplai berlebihan,
peningkatan sintesis de novo, atau peningkatan pemecahan purin. Batu xantin
dapat terjadi akibat peningkatan pembentukan purin dan pemecahan xanthin
menjadi asam urat terhambat (Silbernagl dan Lang, 2016).
Proses reabsorbsi ginjal yang tidak normal merupakan penyebab yang
cukup sering pada peningkatan ekskresi pada keadaan hiperkalsiuria dan
19
E. Manifestasi Klinik
Batu saluran kemih non obstruktif dapat asimptomatik. Pasien dengan
ureterolithiasis dapat merasakan nyeri pada pinggang, punggung, maupun
perut bagian bawah. Pasien merasakan lemas, mual, bahkan terjadi hematuria
( Ngo dan Assimos, 2007). Pasien sering merasakan gejala frekuensi dan
urgensi. Batu yang terletak di ureter proksimal dapat menyebabkan nyeri di
daerah pinggul yang menjalar ke abdomen bagian atas. Pada batu yang
terletak di uretel distal, nyeri akan menjalar ke testis ipsilateral pada pria dan
labium pada wanita. Nyeri ketok costovertebra ipsilateral dapat terjadi. Hasil
laboratorium dapat menunjukkan leukositosis akibat respon stress maupun
infeksi. Kreatinin serum dapat meningkat jika pasien mengalami hipovolemia
atau terdapat obstruksi bilateral, atau obstruksi unilateral pada pasien yang
hanya memiliki 1 ginjal. Pada urinalisis dapat ditemukan eritrosit, leukosit,
dan kristal. Pemeriksaan radiologi penting dilakukan karena hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak begitu spesifik ( Han et al., 2015).
F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis uretrolitiasis dilakukan berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Purnomo, 2009) :
1. Pada anamnesis keluhan paling sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri
pinggang. Nyeri bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih.
Selain itu, pada batu yang terdapat pada distal ureter meyebabkan pasien
merasa nyeri pada saat kencing atau kencing tidak tuntas. Pada anamnesis
perlu dievaluasi riwayat penyakit dahulu, penyakit keluarga, pola makan,
kebiasaan olahraga
2. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebrae, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin, dan jika disertai infeksi
didapatkan demam/menggigil.
3. Pada pemeriksaan sedimen urin menunjukkan adanya leukosituria,
hematuria, dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan
22
G. TATA LAKSANA
Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih
adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil
karena sesuatu indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan dengan cara
medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endourologi,
bedah laparoskopi, atau pembedahan terbuka(Purnomo, 2009; McAninch dan
Lue, 2013).
1. Observasi Konservatif
Kebanyakan batu pada ginjal tidak membutuhkan intervensi. Pengeluaran
spontan batu pada ginjal dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, lokasi, dan
pembengkakan ureter yang berkaitan. Kalkulus pada ureter yang
berukuran 4 – 5 mm memiliki 40-50% kesempatan untuk keluar secara
23
H. KOMPLIKASI
Menurut Colella, et al., (2005) terdapat beberapa komplikasi yang sering
terjadi pada ureterolitiasis, seperti (Prabowo & Pranata, 2014 Purnomo, 2009)
:
1. Retensi urin dapat terjadi karena batu dapat menyebabkan obstruksi total
pada saluran ureter baik sinistra, dekstra atau keduanya
2. Pada fase lanjut, dapat terjadi hidronefrosis karena aliran urin yang
terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk di ginjal sehingga
ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
3. Jika sumbatan terus berlanjut maka dapat menyebabkan hilangnya fungsi
ginjal dan terjadi gagal ginjal yang ditandai dengan gejala-gejala seperti
sesak, hipertensi, dan anemia. Gagal ginjal dapat terjadi karena terdapat
kerusakan parenkim ginjal akibat pembengkakan ginjal (hidronefrosis).
4. Stagnansi batu pada saluran kemih juga dapat menyebabkan infeksi ginjal
dan dapat berlanjut menjadi urosepsis yang merupakan kedaruratan
urologi, sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa, dan dapat
mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh
tubuh
I. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor, seperti ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. semakin besar kerusakan jaringan dan
adanya infeksi karena faktor obstruksi dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal. Pada umumnya prognosisnya cukup baik, karena hasil terapi yang
sangat baik terlepas dari tingkat keparahan penyakitnya. Meskipun ada
peningkatan risiko kekambuhan (15% pasien mengembangkan kalkulus lain 1
tahun setelahnya, 40% setelah 5 tahun dan 80% setelah 10 tahun), pencegahan
yang tepat dapat mengurangi risiko kekambuhan. Diagnosis harus segera
dilakukan, karena batu yang lebih besar dapat secara signifikan mengganggu
26
aliran darah ginjal normal dan menyebabkan kerusakan ginjal yang berat jika
tidak segera diobati (Porter, 2011).