Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Hiperglikemi adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa

dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemi merupakan salah satu tanda

khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada

beberapa keadaan yang lain. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang

DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada

tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang

DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes

Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di

Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.1

DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan krisis hiperglikemi, suatu

komplikasi akut yang jarang terjadi tetapi dapat mengancam nyawa. Ketoasidosis

diabetik (KAD) dan status hiperglikemi hiperosmolar (SHH) merupakan bagian

dari krisis hiperglikemi. KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemi, asidosis dan ketosis, sedangkan SHH

dikarakteristikan dengan hiperglikemi berat, hiperosmolar, dan dehidrasi tanpa

ditemukannya ketoasidosis. Kekacauan metabolik ini merupakan akibat dari

defisiensi insulin absolut atau relatif serta peningkatan hormon kontra regulator

(glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone).2

Walaupun terjadi peningkatan kesadaran dan pencegahan serta perbaikan

pengobatan, krisis hiperglikemi tetap menyebabkan kematian hingga 2.417 orang

1
2

di US pada tahun 2009. Tingkat mortalitas SHH lebih tinggi dibandingkan KAD,

dimana mortalitas SHH mencapai 20% dari penderita sedangkan KAD hanya 0,5-

7% tergantung dari kualitas pengobatan yang didapat. Walaupun demikian,

insidensi SHH per tahunnya kurang dari 1 per 1.000 populasi. Pada KAD,

insidensi bervariasi di setiap negara dan berhubungan dengan lokasi geografis.

Telah dilaporkan insidensi KAD 12,9 per 100.000 populasi di Denmark dan 26,3

per 1.000 populasi di Malaysia setiap tahunnya.3

SHH lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 2, akan tetapi telah

dilaporkan pula muncul secara simultan pada penderita DM tipe 1 bersama

dengan KAD. Faktor pemicu SHH yang berpengaruh antara lain: terapi insulin

yang tidak adekuat serta penyakit yang mendasari seperti infeksi, iskemik, atau

pembedahan. Karena SHH berkembang secara perlahan, kontributor utama dari

kejadian SHH adalah penurunan asupan cairan, terutama pada lansia dengan

penurunan kemampuan fisik atau neurologis yang sulit mengakses air sehingga

terjadi dehidrasi ringan hingga berat.3

KAD umumnya terjadi pada penderita DM tipe 1 meskipun dapat pula

terjadi pada penderita DM tipe 2 dengan penyakit penyerta berat. Kebanyakan

kasus KAD terjadi pada penderita DM yang dalam keadaan stres berat, terutama

akibat infeksi seperti pneumonia atau ISK, juga iskemik miokardal atau penyakit

medis dan pembedahan lainnya. Terapi insulin yang inadekuat dan konsumsi

beberapa obat seperti kortikosteroid, pentamidine dan terbutalin, juga menjadi

pemicu dari KAD.3


3

Peningkatan prevalensi DM dan komorbid lainnya menjadi salah satu faktor

pencetus dari meningkatnya kesakitan akibat infeksi yang berhubungan dengan

perawatan di rumah sakit. Community Acquired Pneumonia (CAP) merupakan

infeksi pneumonia yang terjadi saat perawatan di rumah sakit. Penderita DM lebih

rentan terkena infeksi pneumonia karena beberapa alasan, diantaranya risiko

hiperglikemi, penurunan imunitas, gangguan fungsi paru, dan komplikasi kronis

yang dapat muncul seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan mikroangiopati

pulmonal. Penanganan terapi yang salah atau terapi yang gagal dapat

menyebabkan syok sepsis (septic condition) yang mengancam nyawa.4

Anda mungkin juga menyukai