Anda di halaman 1dari 16

Plagiarism Checker X Originality

Report
Similarity Found: 88%

Date: Selasa, Juli 24, 2018


Statistics: 3243 words Plagiarized / 3668 Total words
Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement.
------------------------------------------------------------------------------------------
-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tuberkulosis 1. Pengertian


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TBC (Mycobacterium tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis adalah
penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.

Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer &
Bare, 2002). Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensifitas yang diperantarai sel (cell-
mediated hypersensitivity) (Wahid dan Suprapto, 2014).

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis (Alsagaf dan Mukti, 2008). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru (TB paru), tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB
ekstra paru) seperti pleura, kelenjar lymphe, tulang, dll (Aditama dkk, 2008).
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan TB dan merupakan patogen manusia
yang sangat penting (Jawets et al., 2008).

Kuman ini non motil, non spora, dan tidak berkapsul (Palomina et al.2007).
Berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada
suhu 80o C, dan 20 menit pada suhu 60o C), dan mudah mati apabila terkena
sinar ultraviolet (Alsagaf dan Mukti,2008). Sebagian besar dinding kuman terdiri
atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan.

Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis (Sudoyo dkk, 2006). Dapat tahan hidup di udara kering
maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari
es. lni dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur).

Pada sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan
memungkinkan untuk berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali (Hiswani,
2004). 2. Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis paru disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosa. Ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada
tahun 1882. Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret
1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari Tuberkulosis.

Karakteristik kuman Mycobacterium Tuberculosa adalah mempunyai ukuran 0,5-4


mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,
bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal
yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam
(BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan
dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob.

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-
30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan
gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran
udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara
bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam
(Widoyono, 2008) Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan
pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet (Nurarif dan Kusuma, 2013),
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama beberapa tahun
(Depkes RI, 2008).

Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil
tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus.
Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari
penderita TBC terbuka (Nurarif dan Kusuma, 2013). 3. Cara Penularan Penularan
penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacteriun tuberculosis
ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk
dan percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat
bernapas.

Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis paru BTA positif, bila penderita
batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil
Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan bisa
menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau
langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan. (Widoyono, 2008) 4.

Gejala-gejala Tuberkulosis Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes


RI (2008), adalah :Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, dahak
bercampur darah, batuk berdarah,Sesak napas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan. Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment
shortcourse) gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus
selama tiga minggu atau lebih.

Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai


tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus
diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.(Widoyono, 2008) 5. Diagnosis
Tuberkulosis Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman


TB (BTA) (DepKes, 2007). Kuman ini baru kelihatan dibawah mikroskopis bila
jumlah kuman paling sedikit sekitar 5000 batang dalam 1 ml dahak. Dalam
pemeriksaan dahak yang baik adalah dahak yang mukopurulen berwarna hijau
kekuningan dan jumlahnya harus 3-5 ml tiap pengambilan (Hiswani, 2004).

Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak


mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya (DepKes, 2006). Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.

Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit (DepKes, 2007). 6. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) (DepKes, 2007).
Pengobatan pada penderita tuberkulosis deasa dibagi menjadi beberapa
kategori: a.

Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin


(R),Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari
selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri
dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk : 1) Penderita baru TB Paru BTA positif 2) Penderita TB
Paru BTA negatif Rontgen Positif yang “sakit berat” dan 3) Penderita TB Ekstra
Paru Berat b. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap intensif diberikan
selama 3 bulan. Dua bulan pertama dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di Unit
Pelayanan Kesehatan.

Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Ethambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan
bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai minum obat.

Obat ini diberikan untuk : 1) Penderita kambuh (relaps) 2) Penderita gagal


(failure) 3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) c. Kategori-3
(2HRZ/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan, diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan
3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk : 1) Penderita baru BTA negatif dan
rontgen positif sakit ringan 2) Penderita ekstra paru ringan d.

OAT Sisipan Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori
2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.(DepKes, 2002). 7. Evaluasi Pengobatan a. Evaluasi
Klinis 1) Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan.

2) Evaluasi: respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit. 3) Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan,
pemeriksaan fisik. b. Evaluasi Bakteriologis (0-2-6/9 bulan pengobatan) 1) Tujuan
untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.

2) Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis : a) Sebelum pengobatan


dimulai b) Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) c) Pada akhir
pengobatan 3) Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi. c. Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan
evaluasi foto toraks dilakukan pada : 1) Sebelum pengobatan 2) Setelah 2 bulan
pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan
dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) 3) Pada akhir pengobatan. d.

Evaluasi efek samping secara klinis Bila pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek
samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan
penanganan efek samping obat sesuai pedoman. e. Evaluasi keteraturan berobat
1) Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
diminum/tidaknya obat tersebut. 2) Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan
timbulnya masalah resistensi. (PDPI, 2006) B.

Tinjauan Program DOTS di Indonesia DOTS (Directly Observed Treatment


Shortcourse) adalah nama untuk strategi yang dilaksanakan pada pelayanan
kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB.
Strategi ini terdiri dari lima komponen, yaitu : 1. Dukungan politik para pimpinan
wilayah di setiap jenjang sehingga program ini menjadi salah satu prioritas dan
pendanaan pun akan tersedia. 2.

Mikroskop sebagai komponen utama untuk mendiagnosa TB melalui


pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka TB. 3. Pengawas Minum Obat
(PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik oleh pasien maupun petugas
kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum seluruh obatnya. 4.
Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar. 5. Paduan obat anti TB jangka
pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu yang tepat (Mansjoer dkk,
2000).

Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Badan Kesehatan
Dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint
Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi, “Perlunya segera dilakukan
perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang
kemudian disebut sebagai Strategi DOTS”. Sejak saat itulah dimulailah era baru
pemberantasan TB di Indonesia (Sembiring, 2001).
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan
penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat.
Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya
pencegahan penularan TB (DepKes, 2007).

WHO menetapkan target CDR (Case Detection Rate) minimal 70% pada tahun
2005. Jika CDR > 70%, Cure Rate > 85%, Error Rate < 5 % tercapai, dalam kurun
waktu 5 tahun, jumlah penderita TB akan berkurang setengahnya (Retnaningsih,
2005). Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan
TB menular yaitu pada tahun 2001 sebesar 122 per 100.000 penduduk dan pada
tahun 2005 menjadi 107 per 100.000 penduduk. Hasil yang dicapai Indonesia
dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat.

Angka penemuan kasus TB menular ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981
orang (54%) meningkat menjadi 156.508 orang (67%) pada tahun 2005.
Keberhasilan pengobatan TB dari 86,7% pada kelompok penderita yang
ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8% pada tahun 2004 (DepKes,
2004). Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya MDR-TB (DepKes,2007). C. Tinjauan Pengawas Minum Obat (PMO) 1.

Pengawas Minum Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan
paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. a. Persyaratan PMO 1)
Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. 3) Bersedia membantu pasien


dengan sukarela. 4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-
sama dengan pasien. b. Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah
petugas kesehatan, misalnya bidan didesa, perawat, pekarya, sanitarian, juru
imunisasi, dan lain-lain.

Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari
kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau
anggota keluarga. c. Tugas seorang PMO 1) Mengawasi pasien TB agar menelan
obat secara teratur sampai selesai pengobatan. 2) Memberi dorongan kepada
pasien agar mau berobat teratur. 3) Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang
dahak pada waktu yang telah ditentukan.

4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai


gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. 5) Informasi penting yang perlu
dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: a) TB
disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

b) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur. c) Cara penularan TB, gejala-


gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya. d) Cara pemberian
pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan). e) Pentingnya pengawasan
supaya pasien berobat secara teratur. f) Kemungkinan terjadinya efek samping
obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK. (Depkes, 2007) 2.

Kesembuhan Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan


pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling
sedikit dua kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada akhir pengobatan
dan/atau sebelum akhir pengobatan, dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya) (DepKes, 2002). Dalam proses penyembuhan, penderita TB dapat
diberikan obat anti - TB (OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai
dengan pengawasan yang ketat.

Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-
menerus, sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Walau telah
ada cara pengobatan tuberkulosis dengan efektivitas tinggi, angka sembuh lebih
rendah dari yang diharapkan. Kondisi seorang penderita penyakit tuberculosis
sering berada dalam kondisi rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya.

Kelemahan itu dapat menyebabkan penderita tidak berobat, putus berobat, dan
atau menghentikan pengobatan karena berbagai alasan (Ainur, 2008). Peranan
PMO sangat mempengaruhi kedisiplinan penderita TB paru dan keberhasilan
pengobatan. Kerjasama petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk
mendampingi ketika penderita minum obat merupakan faktor yang perlu
dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilan pengobatan. Faktor-faktor lain
yang mempengaruhi angka kesembuhan TB paru : a.

Faktor sarana ditentukan oleh: 1) Pelayanan kesehatan : sikap petugas kesehatan


terhadap pola penyakit TB paru 2) Logistik obat b. Faktor penderita ditentukan
oleh : 1) Pengetahuan penderita mengenai penyakit TB paru, cara pengobatan,
dan bahaya yang dapat ditimbulkan akibat berobat tidak adekuat. 2) Menjaga
kondisi tubuh dengan makan makanan bergizi, cukup istirahat, hidup teratur, dan
tidak mengkonsumsi alkohol atau merokok.

3) Menjaga kebersihan diri dengan tidak membuang dahak sembarangan dan


bila batuk menutup mulut dengan saputangan. c. Faktor keluarga dan lingkungan
ditentukan oleh: Dukungan keluarga, ventilasi yang tidak baik, lantai rumah yang
lembab, dan sirkulasi udara yang buruk sebagai faktor lingkungan yang sering
menyebabkan TB paru. (Yaffri dkk, 2009) D.

Tinjauan Umum Efikasi Diri New Oxford American Dictionary (2011)


mendefinisikan efficacy sebagai kemampuan untuk memproduksi hasil yang
diinginkan. Kamus ini juga menjelaskan asal kata dari efficacy adalah dari bahasa
latin efficacia dengan kata dasar efficac-. Bandura (1995) mengartikan efikasi diri
sebagai penilaian individu tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.

Bandura (dalam Delamater, 2006) menyebutkan bahwa efikasi diri berfokus pada
keyakinan individu bahwa dia bisa (atau tidak bisa) melakukan sebuah
tindakan/perilaku spesifik secara efektif. Bandura menekankan bahwa efikasi diri
bersifat spesifik pada konteks tertentu, dibanding dengan konsep rasa kendali
kesehatan yang bersifat lebih universal.

Miller (2009) menyebutkan individu dengan efikasi diri yang tinggi akan lebih
gigih dalam keadaan dan situasi yang menantang, dan selalu berusaha untuk
menguasai setiap permasalahan yang dia hadapi.Sebaliknya, individu dengan
efikasi diri yang rendah akan lebih mudah menyerah dengan problema yang
dihadapi.34 Seminar Nasional Educational Wellbeing Specific self-efficacy
didefinisikan oleh Wood dan Bandura (dalam Chiou & Wan, 2007) sebagai
keyakinan terhadap kemampuan diri untuk “memobilisasi motivasi, sumber-
sumber kognitif, dan arah tindakan yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan
situasi”.

Perceived self-effic acy disebutkan Bandura (1995) sebagai keyakinan dalam


kapabilitas seseorang mengorganisasikan dan melaksanakan suatu rangkaian
tindakan yang dibutuhkan untuk mengatasi situasi tertentu. Berdasar uraian di
atas, efikasi diri berasal dari kata efikasi yang berarti kemampuan untuk
memperoleh hasil yang diinginkan. Bandura sebagai penggubah konsep
memberi arti efikasi diri sebagai penilaian individu tentang kemampuannya untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Maka dapat disimpulkan definisi dari efikasi diri adalah keyakinan individu
terhadap kemampuannya dalam melakukan suatu tindakan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Makalah ini memaparkan lebih detil konsep efikasi diri
termasuk alat ukur yang telah dikembangkan untuk mengukur konsep ini. Efikasi
diri akan difokuskan pada individu yang telah berusia lanjut. 1.

Teori Efikasi Diri Berry (dalam West, Bagwell, & Freudeman, 2008) menyebutkan
efikasi diri berfungsi sebagai regulator dari perilaku, mempengaruhi aktivitas
enerjik dalam banyak area fungsi tubuh seperti performa ingatan, kesuksesan
dalam akademis, kemampuan organisasi, kemampuan menyelesaikan masalah,
dan dampak dari obat-obatan. Pernyataan ini didukung Bembenutty (2011) yang
menyatakan efikasi diri tinggi berhubungan dengan kesuksesan dalan dunia
akademis.

Bandura (dalam Chiou & Wan, 2007) menerangkan efikasi diri memiliki pengaruh
yang besar terhadap pilihan aktivitas dari individu, tingkat dari tenaga dan usaha
yang dikerahkan dalam aktivitas tersebut, dan kegigihan (persistence) dalam
berusaha.Bandura juga menyebutkan efikasi diri adalah faktor paling penting
untuk proses motivasional dan pembelajaran yang dialami selama melakukan
aktivitas.

Efikasi diri dikatakan Bandura (1995: h.3) memiliki kontribusi terhadap


psychological well-being dan juga pencapaian dari performa tindakan. Self-
esteem disebutkan Geng dan Jiang (2011) memiliki korelasi positif dengan efikasi
diri. Bandura (1995) menjelaskan efikasi diri dapat dikembangkan melalui empat
cara utama: a.

Mastery experiences Cara paling efektif untuk menciptakan efikasi diri yang kuat.
Kesuksesan akan membangun keyakinan yang kuat atas efikasi diri sendiri,
sementara kegagalan akan meruntuhkan efikasi diri, terlebih jika efikasi diri yang
kuat belum ada dalam individu.

Dalam upayanya, individu harus merasakan perjuangan sehingga resiliensi 35


Seminar Nasional Educational Wellbeing terbangun dalam efikasi diri. Jika
individu hanya mendapatkan kesuksesan yang mudah, maka mereka akan mudah
merasa down kembali jika akhirnya menemui kegagalan. b. Vicarious experiences
Cara kedua utuk menciptakan dan memperkuat keyakinan efikasi adalah melalui
pengalaman imajinatif yang didapat dari orang lain yang bisa memberi contoh.
Dengan melihat individu lain yang memiliki kondisi serupa dengan diri sendiri
yang mecapai kesuksesan melalui usaha yang keras meyakinkan observer bahwa
mereka juga memiliki kapabilitas untuk melakukan tindakan yang serupa.
Dampak dari modeling terhadap efikasi diri sangat dipengaruhi oleh kemiripan
individu terhadap model itu sendiri.

Semakin besar kemiripan individu dengan model yang mereka lihat, maka akan
semakin persuasif kesuksesan maupun kegagalan dari model tersebut. c. Social
persuasion Cara ketiga ini menjelaskan bahwa individu yang dipersuasi secara
verbal bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menguasai aktivitas yang
diberikan akan cenderung mengerahkan kemampuan yang lebih besar dan
mempertahankan kemampuan tersebut apabila mereka meragukan diri sendiri di
saat permasalahan mulai muncul di kala aktivitas. d.

Physiological and emotional states Cara keempat untuk meningkatkan efikasi diri
adalah dengan meningkatkan status kesehatan fisik, mengurangi stres dan emosi
negatif lainnya, serta membenarkan misinterpretasi dari keadaan tubuh. Status
fisik dan psikis mempengaruhi vitalitas dan performa dari individu sehingga
mampmempengaruhi efikasi diri. 2.

Indikator Efikasi Diri Bandura (1997) menyatakan efikasi diri adalah keyakinan
pada kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan dan melaksanakan arah
dari tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian yang diinginkan.
Penelitian Maroski (Schwarzer & Luszczynska, 2005) terhadap remaja dengan TB
menyatakan efikasi diri berhubungan dengan kepatuhan terhadap perawatan
yang direkomendasikan.

Remaja yang terinfeksi TB berpartisipasi dalam intervensi peningkatan efikasi diri


membutuhkan efikasi diri yang tinggi dalam berobat dan kepatuhan berobat
berhubungan dengan lengkapnya pengobatan. Efikasi diri dicapai melalui empat
proses. Proses ini terdiri dari kognitif, motivasi, afeksi, dan seleksi. Efikasi diri
terbentuk dari penilaian diri terhadap kemampuan dan perasaan terhadap
ancaman yang dapat menimbulkan motivasi untuk mengatur tindakan.

Selain itu, lingkungan berpengaruh pada pembentukan efikasi diri. Proses seleksi
terhadap lingkungan dan berbagai tipe tindakan mempengaruhi individu
untukmelakukan tindakan yang terarah (Bandura, 2009). Pajares (dalam Leddy,
2006) menambahkan bahwa efikasi diri dapat dengan mudah diperlemah melalui
penilaian negatif daripada dikuatkan melalui penguatan positif WHO telah
merekomendasikan strategi Directly Observed Treatment, Shortcourse
Chemotherapy (DOTS) yang telah terbukti secara efektif untuk pengendalian TB.

Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical trials),
pengalaman- pengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi
program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi
DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah
berkembangnya MDR-TB (Depkes RI, 2007).

Strategi DOTS diterapkan mulai tahun 1995 yang sesuai rekomendasi WHO
memiliki 5 komponen yaitu komitmen politis dari para pengambil keputusan,
diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan
dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh PMO, kesinambungan persediaan OAT jangka
pendek dengan mutu terjamin, pencatatan dan pelaporan secara baku untuk
memudahkan pemantauan serta evaluasi program penanggulangan TB.

Hal ini mengindikasikan pengobatan penderita TB membutuhkan penggunaan


obat TB secara teratur oleh tenaga kesehatan dan dukungan yang memadai dari
PMO. PMO merupakan pengawas minum obat yang selalu mengingatkan
penderita TB supaya meminum obat secara teratur sampai selesai pengobatan
(Komite DOTS DIY, 2005,). Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
besar pengaruhnya dalam kehidupan seseorang.

Terlebih lagi dalam kesehatan, keluarga dapat berperan aktif dalam melindungi
anggota keluarganya yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan
perawatan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Selain itu,
pengetahuan keluarga tentang sehat dan sakit juga mempengaruhi perilaku
keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga (Efendi & Makhfudli,
2009). Keluarga dapat menjadi sumber dukungan sosial bagi anggota keluarga
lainnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan.

Curona (dikutip Dolan dkk, 2006) menyatakan tipe dukungan sosial yang tersedia
di dalam keluarga adalah dukungan konkret, dukungan emosional, dukungan
informasi, dan dukungan penghargaan. a. Efikasi diri adalah keyakinan penderita
TB mengenai kemampuan yang dimiliki untuk berperilaku sehat menjalankan
pengobatan yang dianjurkan untuk dapat sembuh dari penyakit TB. Efikasi diri
diukur melalui skala efikasi diri yaitu level (tingkat), strength (kekuatan), dan
generality (keluasan).

Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi efikasi diri dan
sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh semakin rendah pula efikasi diri.
b. Persepsi Dukungan Keluarga sebagai PMO Persepsi terhadap dukungan
keluarga sebagai PMO adalah penilaian dan perasaan penderita Tuberculosis
terhadap interaksi dirinya dengan keluarga yang menjalankan peran sebagai
PMO dalam menjalankan masa pengobatan.

Persepsi terhadap dukungan keluarga sebagai PMO diukur melalui skala persepsi
dukungan keluarga sebagai PMO yang disusun berdasar aspek persepsi yaitu
kognisi dan afeksi dikaitkan dengan aspek dukungan keluarga yaitu dukungan
konkret, dukungan emosional, dukungan informasi dan dukungan penghargaan.
Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin tinggi persepsi dukungan
keluarga sebagai PMO dan sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh
semakin rendah pula persepsi dukungan keluarga sebagai PMO. c.

Keluarga Hasil penelitian ini bermanfaat bagi keluarga dalam memberikan


informasi tentang pentingnya dukungan keluarga sebagai PMO terhadap efikasi
diri penderita TB sehingga dapat meningkatkan peran PMO bagi anggota
keluarga yang menderita TB. d. Tenaga kesehatan manfaat penelitian ini
diupayakan dapat berguna bagi tenaga kesehatan dalam memberikan informasi
tentang hubungan dukungan keluarga sebagai PMO terhadap efikasi diri
penderita TB sehingga tenaga kesehatan dapat memberikan dukungan
emosional kepada para penderita. e.

Peneliti lain Penelitian ini dapat menambah infor- masi tentang hubungan
dukungan keluarga sebagai PMO terhadap efikasi diri penderita TB sehingga
akan dihasilkan penelitian lain terkait aspek-aspek psikologi dari penderita TB
yang mampu memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, khususnya
dalam penanggulangan TB di Indonesia Dukungan keluarga yang diterima
penderita TB dipengaruhi oleh penilaiannya terhadap peran keluarga dalam
mendorong kesembuhan.

Terlebih lagi perannya sebagai PMO, keluarga harus mendorong kesembuhan


penderita dengan baik. Persepsi terhadap dukungan keluarga sebagai Pengawas
Minum Obat (PMO) adalah pandangan dan penilaian penderita TB terhadap
interaksi dengan keluarga berupa informasi, perhatian, dorongan dan bantuan
dari PMO sehingga memunculkan kualitas hubungan yang dapat mempengaruhi
kesembuhan penderita.

Publikasi tentang riset efikasi diri pada kesehatan yang masih minim membuat
peneliti tertarik untuk meneliti efikasi diri pada penderita TB mengingat efikasi
diri berdampak pada kesembuhan penderita. Berdasar paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa dukungan keluarga penting dalam pengobatan TB yang
berjangka cukup lama. Berbagai hambatan dalam masa pengobatan akan
mempengaruhi efikasi diri penderita TB.

INTERNET SOURCES:
------------------------------------------------------------------------------------------
-
1% - http://www.academia.edu/8538708/BAB_II_TINJAUAN_PUSTAKA_TB_Paru
<1% - https://www.scribd.com/document/370222899/tuberkulosis-docx
3% - http://erepo.unud.ac.id/11065/3/24c84443f9f66c008cfe2967d4ec91e9.pdf
19% -
http://www.academia.edu/9669166/HUBUNGAN_KINERJA_PENGAWAS_MINUM_
OBAT_PMO_DENGAN_KESEMBUHAN_PASIEN_TB_PARU_KASUS_BARU_STRATEGI_
DOTS_SKRIPSI
<1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40635/Chapter
%20I.pdf;sequence=5
<1% - https://eprints.uns.ac.id/8366/1/132130608201011501.pdf
2% - https://www.scribd.com/document/368929075/BAB-II-Dan-III-Dan-IV-
Cahara
<1% - http://n-toblog.blogspot.com/2015/12/laporan-pendahuluan-tbc-
tuberkulosis_24.html
<1% - https://www.scribd.com/document/370857158/2-Hubungan-Faktor-
Lingkungan-Fisik-Rumah-Dengan-Kejadian-Tuberkulosis-Paru-Di-Puskesmas-
Pemenang-Repaired
1% - https://edoc.site/isi-minilok-pdf-free.html
<1% - http://coretaniwin.blogspot.com/2016/03/modul-sistem-respirasi-tb-
paru.html
1% - http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/154/jtptunimus-gdl-surjatinim-7657-3-
babii.pdf
<1% - https://www.scribd.com/doc/280266112/A
<1% - http://aku-perawat-indonesia.blogspot.com/2016/01/anatomi-fisiologi-
dan-patofisiologi.html
1% - https://bukuteori.com/2017/10/30/penyebab-tuberkulosis/
1% -
http://www.academia.edu/27066954/Makalah_Epidemiologi_Penyakit_Menular_T
uberkulosis
<1% - https://www.scribd.com/document/356602424/Tuberkulosis
1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/29778/Chapter
%20II.pdf;sequence=4
<1% - http://alamipedia.com/gejala-klinis-tbc-tanda-dan-gejala-tuberkulosis/
1% - https://www.scribd.com/document/381064955/Astri-Terbaru
<1% - http://www.academia.edu/18506684/Tuberkulosis
<1% - http://repository.unimus.ac.id/1111/3/BAB%20II.pdf
1% - http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-tbc-
tuberkulosis.html
<1% - https://www.scribd.com/presentation/359271131/Keperawatan-Medikal-
Bedah-Ppt-Diansus
1% - http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/30158/Chapter
%20II.pdf;sequence=3
<1% - https://www.scribd.com/document/375472822/Skenario-a-Blok-14-Tahun-
2018-1
<1% - https://www.scribd.com/document/328373419/TBC-tahun-2009
<1% - http://ndrasendana.blogspot.com/2014/01/makalah-pelayanan-farmasi-
untuk.html
<1% - http://penyakittbcparu.blogspot.com/
<1% - http://www.academia.edu/6264707/Askep_Keluarga_dengan_TB_Paru
<1% - http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/142/jtptunimus-gdl-sugiyarton-
7053-3-babii.pdf
<1% - http://makalahcyber.blogspot.com/2013/08/makalah-kebidanan-
tubercolosis-parut-bc.html
<1% - https://www.scribd.com/presentation/379736156/Terapi-Farmakologi-TB
<1% - https://www.scribd.com/doc/245485733/TERAPI-TB
1% - http://nababansudarwati.blogspot.com/2015/09/askep-tbc-nanda-nic-
noc.html
<1% - https://www.scribd.com/document/376407797/Prescil-Paru-Tb-Dengan-
Dih
<1% - https://issuu.com/leoranda-sebaztiansimangunsong/docs/tbc
<1% - https://www.scribd.com/document/259736429/PRevalensi-Pasien-Putus-
Obat-Anti-Tuberkulosis-Di-RSUD-Labuang-Baji-Periode-2013-
QWABSCJDBACJBADJCBJdsaCJKdaCJadnXC
<1% - https://doktermaya.wordpress.com/tag/diagnosa/page/9/
1% - https://www.scribd.com/doc/308581414/Nomi-pdf
<1% - http://www.academia.edu/31086541/Askep_komunitas_Tb_Paru.docx
<1% - https://www.scribd.com/doc/249741952/askep-anak-tb-paru-pdf
<1% - https://www.scribd.com/document/380630813/Draf-Pedoman-Pelayanan-
Tb-Dots
<1% - https://www.kompasiana.com/yogafirmansyah/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-kejadian-tb-paru-dan-upaya-
penanggulangannya_56332d66b59373130d6deefc
1% - https://www.kompasiana.com/drdeddyferryrachmat/upaya-
penanggulangan-penderita-tb-paru-positif-pada-unit-pelaksana-teknis-dinas-
uptd-puskesmas-batujaya-karawang_55006552813311971ffa76c8
<1% - http://rsprespira.jogjaprov.go.id/produk-layanan/pemberdayaan-keluarga-
pasien/
1% - http://www.academia.edu/5816611/39932641-Skripsi-TB
<1% - http://adnyanawidhi.blogspot.com/2012/
<1% - https://www.scribd.com/document/375317098/BAB-I-iv-new-docx
<1% - https://www.slideshare.net/chaesarani/perilaku-13228502
<1% - https://www.scribd.com/document/368760336/Isi-FGD-Fix-Baru
<1% - https://es.scribd.com/doc/66023759/makalah-TB
3% - https://www.scribd.com/document/332011463/Prosiding-Educational-
Wellbeing-2015
4% - https://www.scribd.com/document/327342918/Efficacy-Lanjut-Usia
7% - http://eprints.umk.ac.id/4904/5/Full_Prosiding_Semnas_Psi_UMK_2015.34-
44.pdf
1% - https://www.scribd.com/document/343765311/Prosiding-Educational-
Wellbeing-2015-doc
<1% - http://docplayer.info/32325076-Pengaruh-pengalaman-praktik-kerja-
industri-prakerin-efikasi-diri.html
14% - http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=299746&val=1286&title=HUBUNGAN%20ANTARA%20PERSEPSI
%20DUKUNGAN%20KELUARGA%20SEBAGAI%20PENGAWAS%20MINUM
%20OBAT%20DAN%20EFIKASI%20DIRI%20PENDERITA%20TUBERKOLOSIS%20DI
%20BKPM%20SEMARANG
<1% - http://eprints.undip.ac.id/48247/2/BAB_I.pdf
<1% - https://id.123dok.com/document/lzglovqo-hubungan-nilai-copd-
assesment-test-cat-dan-modified-medical-research-council-dyspnea-scale-
mmrc-dengan-derajat-obstruksi-vep1-dan-frekuensi-eksaserbasi-pada-
penderita-ppok-stabil-di-poli-paru-rsup-h-adam-malik-dan-rsu-pirngadi-
medan.html
<1% - https://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/spondilitis-tuberkulosa/
<1% - http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_TB.pdf
<1% - https://tunggulpharmacist.files.wordpress.com/2010/03/pharamceutical-
care-tubercolusis.pdf
<1% - http://aneka-wacana.blogspot.com/2012/02/konsep-keperawatan-
keluarga-dan.html
<1% - https://ilmucerdaspendidikan.wordpress.com/2011/03/22/analisis-
kebijakan-kesehatan-dan-kesejahteraan-nasional/
<1% - http://skripsi-skripsiun.blogspot.com/2014/09/skripsi-
keperawatanhubungan-pengetahuan_23.html
<1% - http://artidukungansosial.blogspot.com/2011/02/teori-dukungan-
sosial.html

Anda mungkin juga menyukai