Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada

apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering

ditemui. Apendisitis merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai

faktor, diantaranya adalah hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks

dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.

Insiden apendisitis lebih tinggi pada negara maju dibandingkan

dengan negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa

terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi

mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh

perubahan pola makan.

Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,

sedangkan meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat

remaja dan awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang

dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-

laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda

rasionya menjadi 3:2.


2

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn E.S

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Suku : Aceh

Agama : Islam

Alamat : Ds. Meucat kec sy Aron Aceh Utara

Pendidikan : SMA

No.RM : 05.89.76

TMRS : 14 Juni 2016

TKMR : 20 Juni 2016

Gambar 1: Foto Pasien


3

2.2 Anamnesis

Anamnesis diperoleh melalui dari pasien itu sendiri

Keluhan Utama : nyeri perut kanan bawah

Keluhan Tambahan : mual

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk dari IGD RSU Cut Meutia pada tanggal 14 Juni 2016 pukul

22.00 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialaminya ± 2 bulan

yang lalu dan memberat dalam 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demamnya

meningkat pada menjelang sore dan malam hari. Nyeri yang dirasakan seperti

tertusuk-tusuk dan menjalar ke punggung dan pusat perut.Pasien sempat

mengalami mual dan tidak mengalami muntah. Pasien juga tidak mengalami

demam. Pasien tidak ada masalah pada BAB dan BAK.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien riwayat dispepsia

Riwayat penyaki keluarga

Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.

Riwayat obat-obatan

Pasien minum obat lambung yang diberikan puskesmas tempat tinggalnya

Riwayat trauma

Riwayat trauma disangkal.

Riwayat operasi

Riwayat operasi disangkal.


4

2.3 Pemeriksaan Fisik

a) Status Present

• Keadaan umum : Tampak sakit sedang

• Kesadaran : Compos Mentis

• Tekanan Darah : 120/70

• Frekuensi jantung : 68 kali/menit

• Frekuensi nafas : 18 kali/menit

• Temperatur : 36,7 ºC

b) Status General

• Kulit :Warna sawo matang, cepat kembali, parut (-), sianosis (-), ikterus

(-), bintik (-), pucat (+).

• Kepala : Rambut hitam dan sulit dicabut, kepala bulat, kesan

normocephali.

• Mata : Mata cekung (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+), edema palpebra (-/-).

• Hidung : Bentuk normal, Konka hiperemis (+/+), sekret (-/-), pernapasan

cuping hidung (-/-)

• Telinga : Bentuk normal, Sekret (-/-), membran timpani utuh

• Bibir : Sianosis (-), kering

• Lidah : Beslag (-), bersih

• Gigi geligi : Struktur gigi atas dan bawah normal, karies (-).

• Tonsil : Hiperemis (-)

• Faring : Hiperemis (-)


5

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), massa (-)

• Thoraks :

Pulmo

 Inspeksi : Retraksi dinding dada (-), Pergerakan dinding dada

simetris

 Palpasi : Vocal Fremitus kanan dan kiri tidak meningkat.

 Perkusi : Sonor (+/+)

 Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor

 Inspeksi : Iktus kordis tidak nampak

 Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V, 1 cm medial linea mid

klavikula sinistra

 Perkusi : Pekak

Batas kanan : ICS III linea parasternal dextra

Batas kiri : ICS V linea mid klavikula sinistra

Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra

 Auskultasi : BJ I > BJ II, murmur (-) reguler,

 Abdomen

Inspeksi : Soepel, bentuk simetris,

Palpasi : dinding perut simetris hepar (tidak teraba), lien (tidak

teraba), massa tidak teraba, nyeri tekan (+) kuadran kanan

bawah, Mc Burney sign (+), nyeri lepas (+) psoas sign (+)
6

rovsing sign (+) defans muscular (+) di kuadran kanan

bawah

Perkusi : Timpani (+)

Auskultasi : Bising usus menurun

Rectal toucher :Tonus sphinter ani baik, ampula tidak prolaps, mukosa

licin, nyeri tekan(+) jam 9-12, massa(-). Pada handscoon

feses(+), darah(-).

Ekstremitas

Superior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-)

Inferior : Akral hangat (+/+), Sianosis (-/-), edema pretibial (-/-)

2.4 Diagnosa Banding

 Appendisitis Kronik

 Gastroenteritis

 Adenitis mesenterikum

 Divertikulitis Meckeli

 Kolik Ureter

2.5 Diagnosa Kerja

 Diagnosa Kerja: Appendisitis Kronik

2.6 Penatalaksanaan

a. Tirah baring

b. IVFD RL 20 gtt/i

c. Ranitidine 1 amp/12 jam Iv

d. Ketorolac 1 amp/8 jam Iv


7

2.7 Perencenaan Operasi

1. Pro Appendiktomy
2. Puasa pre operasi
3. Monitoring : Vital sign, keluhan
4. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit,
tindakan yang akan dikukan, prognosa dan pengobatan
setelah operasi
5. Konsultasi : Konsul dokter spesialis bedah umum

Rencana Pemeriksaan:

Laboratorium : darah rutin, urin rutin

Radiologi :USG, Rontgen foto polos, CT scan, Pemeriksaan apendikografi,

dan Sonografi

Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Lab Darah Rutin tanggal 15 Juni 2016

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 13,6 g % ♂ 13-18 ♀ 12-16
LED - ♂ < 15 ♀ < 20
Eritrosit 5,4 x 106 /𝑚𝑚3 ♂ 4,5-6,5 ♀ 3,8-5,8
Leukosit 7,4 x 103 /𝑚𝑚3 4-11
Hematokrit 46,8 % 37-47
MCV 86 fl 76-96
MCH 25,1 pg 27-32
MCHC 29,2 g % 30-35
RDW 11,3 % 11-15
Trombosit 185x103 /𝑚𝑚3 150-450
Bleeding Time 3,5 <5
Clooting Time 4,75 5-11
KGDS 97 110-200
8

Gambar 2 : USG

2.8 Prognosis

o Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam

o Quo Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

o Quo Ad Sanactionam : Dubia ad bonam


9

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal S O A Terapi

14/6/2016 Nyeri perut kanan Sens : CM Appendisitis IVFD RL 20 gtt/I


H+1 bawah (+) mual Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
(+) muntah (-) TD : 120/70 Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
demam (-) BAK mmHg
(N) BAB (-)
HR : 68 x/i

RR : 18 x/i

Temp:36,70C

15/6/2016 Nyeri perut kanan Sens : CM Appendisitis IVFD RL 20 gtt/I


H+2 bawah (+) mual Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
(+) muntah (-) TD : 120/80 Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
demam (-) BAK mmHg
(N) BAB (-) Rencana Besok Operasi
HR : 76x/i Appendektomi

RR : 20 x/i

Temp :36,90C
16/6/2016 Nyeri perut kanan Sens : CM Appendisitis IVFD RL 20 gtt/I
H+3 bawah (+) mual Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
(+) muntah (-) TD : 140/90 Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
demam (-) BAK mmHg
(N) BAB (-) Rencana Hari ini Operasi
HR : 84x/i Appendektomi

RR : 20 x/i

Temp :36,50C
17/6/2016 Nyeri luka post Sens : CM Post IVFD Asering 20 gtt/I
H+4 operasi (+) mual Appendektomi Inj. Ambacin 1 Gram/12 j
(-) muntah (-) TD : 120/80 (H+1) Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
demam (+) BAK mmHg Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
(N) BAB (-) Inj. Chrome 1 Amp/8 j
HR : 80x/i
Aminofluid Flas/Hari
RR : 20 x/i

Temp :39,00C
10

Tanggal S O A Terapi

18/6/2016 Nyeri luka post Sens : CM Post IVFD Asering 20 gtt/I


H+5 operasi ( ) mual Appendektomi Inj. Ambacin 1 Gram/12 j
(-) muntah (-) TD : 120/80 (H+2) Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
demam (+) BAK mmHg Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
(N) BAB (-) Inj. Chrome 1 Amp/8 j
HR : 72x/i
Aminofluid Flas/Hari
RR : 17 x/i

Temp :37,00C
19/6/2016 Nyeri luka post Sens : CM Post IVFD Asering 20 gtt/I
H+6 operasi (-) mual (- Appendektomi Inj. Ambacin 1 Gram/12 j
) muntah (-) TD : 110/80 (H+3) Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
demam (+) BAK mmHg Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
(N) BAB (-) Inj. Chrome 1 Amp/8 j
HR : 76x/i
Aminofluid Flas/Hari
RR : 18 x/i

Temp :36,90C
20/6/2016 Nyeri luka post Sens : CM Post Oral :
H+7 operasi (-) mual (- Appendektomi Cefixime 2 x 1 Tab
) muntah (-) TD : 90/80 (H+4) Paracetamol 4 x 1 Tab
demam (+) BAK mmHg Omeprazole 2 x 1 Tab
(N) BAB (-)
HR : 72x/i Pasien sudah PBJ

RR : 18 x/i

Temp :36,60C
11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI APENDIKS

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-

kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks memiliki lumen sempit

dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek

dan melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya

biasanya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.

Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan

caecum dan berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks.

Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%),

paracaecal (2%), subcaecal (1,5%) dan preleal (1%). Apendiks mendapat

vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica.

Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe

melintangi mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaeca.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula

disekitar umbilikus.
12

Gambar 3 : Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir dicurahkan ke

caecum. Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut

Assoiated Lymphoid Tisuue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan IgA.


13

3.2 APENDISITIS

3.2.1 Definisi

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan

kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis

disebut juga umbai cacing. Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks

yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia

jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat

menimbulkan penyumbatan. Dapat terjadi pada semua umur, namun jarang

dilaporkan terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Apendisitis akut

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang secara

umum berbahaya. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada

apendiks sehingga mengakibatkan terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses

di sekitar apendiks

3.2.2 Epidemiologi

Insiden appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, namun dalam dekade tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara

bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Pria lebih banyak daripada wanita, sedang bayi dan anak sampai berumur 2

tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%.

Frekuensi mulai menanjak setelah usia 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar

pada umur 9 hingga 11 tahun.


14

Di AS, insiden appendisitis berkisar ± 4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun.

Walaupun appendisitis dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak insiden

terjadi pada umur belasan tahun dan dewasa muda.

3.2.3 Etiologi

Appendisitis umumnya terjadi karena adanya proses radang bakteri.

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah hiperplasia

jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.

Ulserasi merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada

beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:

1. Faktor sumbatan (Obstruksi)

Obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang

diikuti oleh infeksi. Obstruksi terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini

biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),

hyperplasia jaringan limfoid (60%), 35% karena statis fekal, tumor apendiks,

benda asing dalam tubuh (4%) dan cacing askaris serta parasit dapat pula

menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen

yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan

penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus

apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa

ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.


15

2. Faktor bakteri

Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah ulserasi

mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica. Adanya obstruksi mengakibatkan

mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal

ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan

tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan

menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan

supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Infeksi

enterogen merupakan faktor primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam

lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan meperberat infeksi

karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur

dapat ditemukan kombinasi antara Bacteriodes splanicus dan E.coli, kemudian

Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan

kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan

aerob <10%.

3. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terjadinya malformasi yang herediter dari

organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik, dan letaknya

yang mudah terjadi apendisitis. Kejadian ini juga dihubungkan dengan kebiasaan

makan dalam keluarga terutama diet rendah serat yang dapat mempermudah

terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.


16

4. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih

tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun, sekarang terjadinya

sebaliknya. Bangsa kulit putih justru merubah kebiasaan makannya ke pola makan

tinggi serat. Negara berkembang yang dulu mempunyai kebiasaan makan tinggi

serat, kini beralih ke pola makan rendah serat, sehingga memiliki resiko

apendisitis yang lebih tinggi.

Selain infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari

organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

3.2.4 Patofisiologis

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang disebabkan oleh

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin

lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas pada dinding apendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.

Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan tinggi di seikum

dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi

pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa

menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu

dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat

pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.


17

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.

Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin

iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).

Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut

dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi

infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan

apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi

apendisitis perforasi.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan

bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan

mengalami eksaserbasi akut.


18

Gambar 4 : Bagian-Bagian Abdomen


19

Penyumbatan
Fekalit
secret mukus

Mukus >>

Obstruksi
lumen
appendiks

Gangguan aliran mucus


dari Appendik - sekum

Bendungan
mukus
Peningkatan Gangguan edema,
tekanan aliran limfe diapedesis
intraluminal bakteri, dan
ulserasi mukosa

Obstruksi arteri (a. Obstruksi


terminalis vena apendisitis akut
appendikularis)

Edema
>> Nyeri daerah
infark dinding
epigastrium
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.
gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut

apendisitis
ganggrenosa Nyeri perut
kanan
bawah

Bagan 1 : Mekanisme Terjadi Appendisitis


20

3.2.5 Manifestasi Klinis

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau

periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri akan

beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan

atau batuk. Terdapat pula keluhan lain seperti anoreksia, malaise, dan demam

yang tidak terlalu tinggi. Biasanya pula terdapat keluhan konstipasi, tak jarang

pula terjadi diare, mual, dan muntah.

Pada permulaan, timbulnya penyakit ini belum ada keluhan abdomen yang

menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin

progresif dan dengan pemeriksaan yang seksama akan dapat ditunjukkan satu titik

dengan nyeri yang maksimal. Perkusi ringan di kuadran kanan bawah dapat

membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya akan

muncul. Bila ada tanda Rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin

menyakinkan diagnosis klinis apendisitis.

3.2.6. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

1. Anamnesa

 Nyeri / Sakit perut

Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Terjadi karena

peristaltik untuk mengatasi obstruksi yang terjadi pada seluruh saluran

cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula

daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah


21

terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,

karena bersifat somatik.

 Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus

Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,

merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan.

Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis

akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu

dipertanyakan. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan apendiks

dekat dengan vesika urinaria.

 Obstipasi karena penderita takut mengejan

Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya

rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul

biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.

 Demam (infeksi akut) bila timbul komplikasi

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara

37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

2. Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

perut.

 Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.

Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
22

bawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut

kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah

dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut

tanda Blumberg (Blumberg Sign).

 Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan

dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau

fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan

tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan

gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila

apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang

merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan

nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis pelvika.

 Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis,

untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika

saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan

apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini

merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika.


23

3. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit

antara 10.000 – 20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %,

sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

 Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-

scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada

tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan

CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta

perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran

sekum.

a. Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective.

Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith

yang nampak di kuadran kanan bawah abdomen.

b. USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya

struktur yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum.

Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih

dari 6mm, adanya gambaran “target”, adanya appendicolith, adanya

timbunan cairan periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic

prominent.

c. CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada

penebalan dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak

enhancement gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat


24

menampakkan gambaran perubahan inflamasi periappendicular,

termasuk diantaranya inflammatory fat stranding, phlegmon, free fluid,

free air bubbles, abscess, dan adenopathy.

d. Pemeriksaan apendikografi : Pemeriksaan apendikografi tidak

mempunyai peran diagnosis dalam kasus appendisitis. Kontra indikasi

dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis dan curiga

perforasi. Nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena

appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada

orang normal. Keuntungan dari pemeriksaan ini dapat untuk

menegakkan diagnosis penyakit lain yang menyerupai apendisistis.

Temuan appendikografi pada appendisitis: Non filling appendiks,

irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran

edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut.efek massa

pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

e. Sonografi diperlukan untuk penegakkan diagnosis, meskipun

gambaran apendiks timbul dari dasar sekum mustahil untuk ditemukan

dan kompresi tak dapat dilakukan Tanda appendisitis akut pada

sonografi indentifikasi apendiks seperti struktur tubuler dengan ujung

buntu pada titik nyeri, non-kompresibel, diameter 6 mm atau lebih,

tidak adanya peristaltic, apendikolith dengan bayangan akustik,

ekogenesitas tinggi non-kompersibel disekitar lemak, cairan disekitar

lesi atau abses, edema dan ujung sekum


25

Gambar 5 : Appendisitis Tampak Penebalan Dari Dinding Apendiks.

3.2.7 Diagnosis Banding

Gastroenteritis akut merupakan kelainan yang sering dikacaukan dengan

apendisitis. Pada kelainan ini terdapat keluhan muntah dan diare yang lebih

sering. Demam dan leukosit meningkat dengan jelas dan tidak sesuai dengan nyeri

perut yang timbul. Lokasi nyeri yang dirasakan tidak jelas dan dapat berpindah-

pindah. Gejala yang khas adalah dijumpainya hiperperistaltik. Kelainan ini

biasanya berlangsung akut dan perlu adanya observasi berkala untuk menegakkan

diagnosis gastroenteritis.

Adenitis mesenterikum juga menunjukkan gejala dan tanda yang identik

dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak dengan

biasanya diawali infeksi saluran napas. Lokasi nyeri perut di bawah kanan tidak

konstan dan menetap, dan jarang terjadi true muscle guarding.

Divertikulitis Meckeli juga menujukkan gejala yang hampir sama. Lokasi

nyeri mungkin lebih ke arah medial, namun kriteria ini bukan kriteria diagnosis

yang dapat digunakan sebagai penegakan diagnosis penyakit ini. Kelainan baik

divertikulitis meckeli dan apendisitis membutuhkan tindakan operatif.


26

Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik

ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir

juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia lobus kanan bawah

kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri pada abdomen kuadran kanan

bawah.

3.2.8 Komplikasi

Apendisitis merupakan penyakit yang jarang mereda dengan spontan,

namun penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan

menjadi progresif dan terjadi perforasi. Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam

pertama, oleh karen itu observasi untuk penegakan diagnosis ini aman dilakukan

dalam waktu tersebut.

Tanda terjadinya perforasi antara lain adalah peningkatan nyeri, spasme otot

dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses

yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan makin jelasnya leukositosis. Bila

perforasi disertai peritonitis umum atau pembentukan abses terjadi sejak pasien

datang pertama kali, diagnosis dapat dengan pasti ditegakkan.

Bila terjadi peritonitis umum, terapi spesifik yang dilakukan adalah tindakan

operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang

adalah pasien diharapkan untuk tirah baring dalam posisi Fowler medium

(setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,

pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan

pemberian antibiotik sesuai hasil kultur, transfusi untuk menangani anemia, dan

bila terdapat syok septik dapat dilakukan penanganan secara intensif.


27

Jika telah terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan

bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum dan vagina. Terapi awal

diberikan kombinasi antibiotik, misal ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau

klindamisin. Adanya sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi

dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus

segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum

atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi namun merupakan

komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis,

menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Keadaan

ini merupakan indikasi pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.

3.2.9 Penatalaksanaan

Perawatan Kegawatdaruratan

 Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis

dehidrasi atau septicemia.

 Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun

melalui mulut.

 Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan

pasien.

 Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda

septicemia dan pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.

Antibiotik Pre-Operatif
28

 Pemberian antibiotik pre-operatif telah menunjukkan keberhasilan

dalam menurunkan tingkat luka infeksi pasca bedah.

 Pemberian antibiotik spektrum luas untuk gram negatif dan

anaerob diindikasikan.

 Antibiotik preoperative harus diberikan dalam hubungannya

pembedahan.

Tindakan Operasi

 Apendiktomi, pemotongan apendiks.

 Jika apendiks mengalami perforasi, maka abdomen dicuci dengan

garam fisiologis dan antibiotika.

 Bila terjadi abses apendiks maka terlebih dahulu diobati dengan

antibiotika IV, massanya mungkin mengecil, atau abses mungkin

memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.

3.2.10 Prognosis

Bila diagnosis yang akurat disertai dengan penanganan pembedahan yang

tepat, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan

diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas bila timbulnya adanya

komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.


29

BAB IV
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan

kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis

merupakan peradangan pada apendiks yang timbul mendadak dan dicetuskan

berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks

dan cacing ascaris yang dapat menimbulkan penyumbatan. Jika diagnosis

terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada apendiks sehingga mengakibatkan

terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses di sekitar apendiks.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Penegakkan diagnosa dapat

diberikan terapi yang sesuai. Salah tindakan adalah dengan melakukan

apendiktomi untuk mengurangi komplikasi terjadi pada apendisitis

Anda mungkin juga menyukai