BAB I
PENDAHULUAN
apendik dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering
terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi
remaja dan awal usia 20-an, dan angka ini menurun pada usia menjelang
dewasa. Insiden apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-
laki pada masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn E.S
Umur : 20 tahun
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
No.RM : 05.89.76
2.2 Anamnesis
Pasien masuk dari IGD RSU Cut Meutia pada tanggal 14 Juni 2016 pukul
22.00 WIB dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialaminya ± 2 bulan
yang lalu dan memberat dalam 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demamnya
meningkat pada menjelang sore dan malam hari. Nyeri yang dirasakan seperti
mengalami mual dan tidak mengalami muntah. Pasien juga tidak mengalami
Riwayat obat-obatan
Riwayat trauma
Riwayat operasi
a) Status Present
• Temperatur : 36,7 ºC
b) Status General
• Kulit :Warna sawo matang, cepat kembali, parut (-), sianosis (-), ikterus
normocephali.
• Mata : Mata cekung (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
• Gigi geligi : Struktur gigi atas dan bawah normal, karies (-).
• Thoraks :
Pulmo
simetris
Cor
klavikula sinistra
Perkusi : Pekak
Abdomen
bawah, Mc Burney sign (+), nyeri lepas (+) psoas sign (+)
6
bawah
Rectal toucher :Tonus sphinter ani baik, ampula tidak prolaps, mukosa
feses(+), darah(-).
Ekstremitas
Appendisitis Kronik
Gastroenteritis
Adenitis mesenterikum
Divertikulitis Meckeli
Kolik Ureter
2.6 Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. IVFD RL 20 gtt/i
1. Pro Appendiktomy
2. Puasa pre operasi
3. Monitoring : Vital sign, keluhan
4. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit,
tindakan yang akan dikukan, prognosa dan pengobatan
setelah operasi
5. Konsultasi : Konsul dokter spesialis bedah umum
Rencana Pemeriksaan:
dan Sonografi
Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Lab Darah Rutin tanggal 15 Juni 2016
Gambar 2 : USG
2.8 Prognosis
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal S O A Terapi
RR : 18 x/i
Temp:36,70C
RR : 20 x/i
Temp :36,90C
16/6/2016 Nyeri perut kanan Sens : CM Appendisitis IVFD RL 20 gtt/I
H+3 bawah (+) mual Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
(+) muntah (-) TD : 140/90 Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
demam (-) BAK mmHg
(N) BAB (-) Rencana Hari ini Operasi
HR : 84x/i Appendektomi
RR : 20 x/i
Temp :36,50C
17/6/2016 Nyeri luka post Sens : CM Post IVFD Asering 20 gtt/I
H+4 operasi (+) mual Appendektomi Inj. Ambacin 1 Gram/12 j
(-) muntah (-) TD : 120/80 (H+1) Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
demam (+) BAK mmHg Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
(N) BAB (-) Inj. Chrome 1 Amp/8 j
HR : 80x/i
Aminofluid Flas/Hari
RR : 20 x/i
Temp :39,00C
10
Tanggal S O A Terapi
Temp :37,00C
19/6/2016 Nyeri luka post Sens : CM Post IVFD Asering 20 gtt/I
H+6 operasi (-) mual (- Appendektomi Inj. Ambacin 1 Gram/12 j
) muntah (-) TD : 110/80 (H+3) Inj. Ranitidine 1 Amp/12 j
demam (+) BAK mmHg Inj. Ketorolac 1 Amp/8 j
(N) BAB (-) Inj. Chrome 1 Amp/8 j
HR : 76x/i
Aminofluid Flas/Hari
RR : 18 x/i
Temp :36,90C
20/6/2016 Nyeri luka post Sens : CM Post Oral :
H+7 operasi (-) mual (- Appendektomi Cefixime 2 x 1 Tab
) muntah (-) TD : 90/80 (H+4) Paracetamol 4 x 1 Tab
demam (+) BAK mmHg Omeprazole 2 x 1 Tab
(N) BAB (-)
HR : 72x/i Pasien sudah PBJ
RR : 18 x/i
Temp :36,60C
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek
Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal (74%), pelvic (21%), patileal (5%),
vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica.
Arteri apendiks termasuk end arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.
12
Gambar 3 : Apendiks
caecum. Jika terjadi hambatan, maka akan terjadi apendisitis akut. GALT ( Gut
3.2 APENDISITIS
3.2.1 Definisi
disebut juga umbai cacing. Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat
dilaporkan terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Apendisitis akut
umum berbahaya. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada
di sekitar apendiks
3.2.2 Epidemiologi
Pria lebih banyak daripada wanita, sedang bayi dan anak sampai berumur 2
tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%.
Frekuensi mulai menanjak setelah usia 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar
Walaupun appendisitis dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak insiden
3.2.3 Etiologi
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.
Ulserasi merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada
diikuti oleh infeksi. Obstruksi terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
hyperplasia jaringan limfoid (60%), 35% karena statis fekal, tumor apendiks,
benda asing dalam tubuh (4%) dan cacing askaris serta parasit dapat pula
yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan
penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus
apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa
2. Faktor bakteri
mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal
tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan
supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Infeksi
enterogen merupakan faktor primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam
lumen apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan meperberat infeksi
karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur
kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan
aerob <10%.
3. Kecenderungan familiar
organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik, dan letaknya
yang mudah terjadi apendisitis. Kejadian ini juga dihubungkan dengan kebiasaan
makan dalam keluarga terutama diet rendah serat yang dapat mempermudah
Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih
tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun, sekarang terjadinya
sebaliknya. Bangsa kulit putih justru merubah kebiasaan makannya ke pola makan
tinggi serat. Negara berkembang yang dulu mempunyai kebiasaan makan tinggi
serat, kini beralih ke pola makan rendah serat, sehingga memiliki resiko
Selain infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
3.2.4 Patofisiologis
bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus. Obstruksi pada lumen
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas pada dinding apendiks
dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi
menjadi apendisitis komplit yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
Penyumbatan
Fekalit
secret mukus
Mukus >>
Obstruksi
lumen
appendiks
Bendungan
mukus
Peningkatan Gangguan edema,
tekanan aliran limfe diapedesis
intraluminal bakteri, dan
ulserasi mukosa
Edema
>> Nyeri daerah
infark dinding
epigastrium
apendiks
bakteri akan
menembus dinding
apendiks.
gangren
Peradangan Appendisitis
peritoneum Supuratif akut
apendisitis
ganggrenosa Nyeri perut
kanan
bawah
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat pula keluhan lain seperti anoreksia, malaise, dan demam
yang tidak terlalu tinggi. Biasanya pula terdapat keluhan konstipasi, tak jarang
Pada permulaan, timbulnya penyakit ini belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin
progresif dan dengan pemeriksaan yang seksama akan dapat ditunjukkan satu titik
dengan nyeri yang maksimal. Perkusi ringan di kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya akan
muncul. Bila ada tanda Rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin
3.2.6. Diagnosis
1. Anamnesa
akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu
rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara
37,50 – 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
2. Pemeriksaan Fisik
perut.
Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.
Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
22
kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
3. Pemeriksaan Penunjang
sekum.
a. Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective.
prominent.
appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada
apendisitis. Pada kelainan ini terdapat keluhan muntah dan diare yang lebih
sering. Demam dan leukosit meningkat dengan jelas dan tidak sesuai dengan nyeri
perut yang timbul. Lokasi nyeri yang dirasakan tidak jelas dan dapat berpindah-
biasanya berlangsung akut dan perlu adanya observasi berkala untuk menegakkan
diagnosis gastroenteritis.
biasanya diawali infeksi saluran napas. Lokasi nyeri perut di bawah kanan tidak
nyeri mungkin lebih ke arah medial, namun kriteria ini bukan kriteria diagnosis
yang dapat digunakan sebagai penegakan diagnosis penyakit ini. Kelainan baik
ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir
bawah.
3.2.8 Komplikasi
menjadi progresif dan terjadi perforasi. Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam
pertama, oleh karen itu observasi untuk penegakan diagnosis ini aman dilakukan
Tanda terjadinya perforasi antara lain adalah peningkatan nyeri, spasme otot
dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses
yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan makin jelasnya leukositosis. Bila
perforasi disertai peritonitis umum atau pembentukan abses terjadi sejak pasien
Bila terjadi peritonitis umum, terapi spesifik yang dilakukan adalah tindakan
operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang
adalah pasien diharapkan untuk tirah baring dalam posisi Fowler medium
pemberian antibiotik sesuai hasil kultur, transfusi untuk menangani anemia, dan
Jika telah terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan
bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum dan vagina. Terapi awal
klindamisin. Adanya sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi
dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus
segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum
komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis,
3.2.9 Penatalaksanaan
Perawatan Kegawatdaruratan
melalui mulut.
pasien.
Antibiotik Pre-Operatif
28
anaerob diindikasikan.
pembedahan.
Tindakan Operasi
3.2.10 Prognosis
tepat, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan
BAB IV
KESIMPULAN