Anda di halaman 1dari 31

CASE REPORT

Thyroid Eye Disease

Perceptor :
dr. Rani Himayani, Sp.M

Oleh :
Noviyanti Choirunnisa Hasibuan, S.Ked
1618012038

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA


RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat sebagai

rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Radiologi RSUD Dr.

Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Dengan ketulusan hati penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada dr. Tantri Dwi Kaniya, Sp.Rad. selaku dosen pembimbing di bagian

Radiologi, atas semua bantuan dan kesabarannya membimbing penulis

sehingga penulis dapat menjalani kepaniteraan klinik di bagian Radiologi

RSUD Dr. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak terlepas dari kekurangan

karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat

diperlukan masukan dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I STATUS PASIEN ...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
2.1 Definisi ............................................................................................ 12
2.2Anatomi dan fisiologi ....................................................................... 12
2.3 Klasifikasi ....................................................................................... 15
2.4 Patogenesis ....................................................................................... 17
2.5 Gejala klinis ...................................................................................... 18
2.6 Diagnosa .......................................................................................... 19
2.7 Penatalaksanaan ............................................................................... 20
BAB III ANALISIS KASUS .................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

iii
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas
Nama : Tn. H
Usia : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Dusun Budi Jaya B Kec. Tanjung Sari, Lampung Selatan
Masuk RSUAM : 25 Januari 2018

1.2 Anamnesa

Keluhan utama : mata kanan tidak dapat melihat dan mata kiri buram disertai
mata merah dan nyeri bila terkena cahaya sejak ± 1 minggu yang lalu
Keluhan tambahan : mata sering berair

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan mata kanan tidak dapat melihat sejak 3 bulan
yang lalu dan mata kiri buram sejak ± 1 minggu sebelum datang ke rumah
sakit. Keluhan tersebut mulai dirasakan ± 3 bulan yang lalu dan semakin
memberat. Keluhan juga disertai dengan mata merah dan terasa nyeri terutama
bila melihat cahaya. Pasien juga mengatakan matanya sering berair. Mata
kanan pasien satu tahun yang lalu terkena getah karet dan membuat mata kanan
pasien menjadi buram dan terasa nyeri, merah serta berair. Pasien rutin berobat
ke RS Imanuel namun tidak ada perbaikan. Sekitar 3 bulan terakhir mata kanan
pasien tidak dapat melihat sama sekali dan keluhan pada mata kiri mulai
dirasakan. Pasien mengeluh juga sering gemetaran dan jantung terasa berdebar
sejak beberapa bulan yang lalu. Keluarga pasien juga sering mengatakan mata
pasien tampak melotot sejak 1 tahun yang lalu dan mata tidak dapat menutup
sempurna ketika tidur. Penurunan berat badan disangkal. Pasien tidak memiliki

4
riwayat hipertensi, diabetes dan asma. Riwayat trauma disangkal. Pasien tidak
memiliki riwayat penggunaan kacamata dan penglihatan ganda disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :


Anggota keluarga tidak ada yang mengalami penyakit mata dengan gelaja
yang sama. Riwayat hipertensi (-), diabetes (-)

Riwayat Kebiasaan :
Merokok (+), alkohol (-), konsumsi obat-obatan tertentu (-).

1.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 92x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC

Status Generalis
Kepala
- Bentuk : normocephal
- Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : palpebra edema +/+, sekret -/+, eksoftalmus
- Hidung : septum deviasi (-)
- Telinga : simetris
- Mulut : simetris, labioschisis (-)

Leher

5
- Inspeksi : simetris
- Palpasi : tidak ada pembesaran KGB
- JVP : tidak ada peningkatan JVP

Thoraks
- Paru : simetris, statis, dinamis, vesikuler +/+
- Jantung : BJ I/II reguler

Abdomen
- Hepar : pembesaran hepar (-)
- Lien : pembesaran limpa (-)

Ekstremitas : simetris, edema-/-

1.4 STATUS OFTALMOLOGIS

Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)


0 Visus 1/60
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Skiaskopi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Sensus coloris Tidak dilakukan
Exoftalmus (+), strabismus (-) Bulbus okuli Exoftalmus (+), hipotropia (+)
Tidak ada kelainan Supersilia Tidak ada kelainan
Tidak ada Parese/paralise Tidak ada
Edema (+), hiperemis (-), Palpebra superior Edema (+), hiperemis (+), Ptosis
Ptosis (-), trikiasis (-), (-), trikiasis (-), ektropion (-),
ektropion (-), entropion (-), entropion (-), lagoftalmus (+)

6
lagoftalmus (+)
Trikiasis (-) Palpebra inferior Trikiasis (-)
Hiperemis (+) Conjungtiva Hiperemis (+)
palpebra
Hiperemis (+) Conjungtiva fornix Hiperemis (+)
Injeksi siliar (+) Conjungtiva bulbi Injeksi siliar (+), sekret (+)
Anikterik Sklera Anikterik
Keruh (+), edema (+), Kornea Ulkus kornea ± 4x4mm,
keratopati (+), tampak berbatas tegas, warna putih
bayangan iris di kornea,
buldging (+), thinning (+)
Tidak dapat dinilai Camera Oculi Dangkal
Anterior
Sulit dinilai Iris Bombe (-), sinekia posterior (+)
Sulit dinilai Pupil Sulit dinilai
Sulit dinilai Lensa Sulit dinilai
Negatif Fundus Refleks Negatif
Tidak dilakukan pemeriksaan Corpus vitreum Tidak dilakukan pemeriksaan
Meningkat (palpasi) Tensio okuli Meningkat (palpasi)
Normal Sistem Canalis Normal
Lakrimalis

OD OS
Tes konfrontasi tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai
Gerakan Mononocular terbatas terbatas
Gerakan Binocular terbatas terbatas

-4 -4 -4 -4

-4 -4 -4 -4

-4 -4 -4 -4

7
Okuli dextra

Okuli sinistra

Oculi dextra sinistra

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tanggal 25 januari 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 15,6 g/dL 14-18 g/dL
Leukosit 9.000 /uL 4.800-10.800 /uL

8
Trombosit 168.000 /uL 150.000-450.000 /uL
CT 10’ 9-15 menit
BT 2’ 1-3 menit
Gula Darah Sewaktu 192 mg/dL < 140 mg/dL
Ureum 29 mg/dL 13-43 mg/dL
Creatinine 0,50 mg/dL 0,72-1,18 mg/dL

Pemeriksaan darah tanggal 26 Januari 2018


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
T3 5,15 nmol/L 0,92-2,33
Hipertiroid >3
T4 214,44 nmol/L L : 59,0-135,00
P : 71,00-142,00
TSH <0,05 uUI/mL 0,25-5,00
Hipotiroid >7
Hipertiroid <0,15

Konsul ke bagian penyakit dalam


Grave’s disease dengan oftalmopati.
Keratitis bilateral (ulkus kornea ODS)
DM tipe 2 dd reaksi DM ec metil prednisolon
Saran :
- Metil prednisolon sesuai dokter spesialis mata
- Thiamazole 1x10mg
- Metformin 2x500mg
- Kurva gula darah jam 6.00, 11.00 dan 16.00
- Propanolol 3x10mg

V. RESUME
Pasien laki-laki, 51 tahun datang dengan keluhan mata kanan tidak dapat
melihat sejak 3 bulan yang lalu dan mata kiri buram sejak ± 1 minggu sebelum
datang ke rumah sakit. Keluhan tersebut mulai dirasakan ± 3 bulan yang lalu

9
dan semakin memberat. Keluhan juga disertai dengan mata merah dan terasa
nyeri terutama bila melihat cahaya. Pasien juga mengatakan matanya sering
berair. Mata kanan pasien satu tahun yang lalu terkena getah karet dan
membuat mata kanan pasien menjadi buram dan terasa nyeri, merah serta
berair. Pasien rutin berobat ke RS Imanuel namun tidak ada perbaikan. Sekitar
3 bulan terakhir mata kanan pasien tidak dapat melihat sama sekali dan keluhan
pada mata kiri mulai dirasakan. Pasien mengeluh juga sering gemetaran dan
jantung terasa berdebar sejak beberapa bulan yang lalu. Keluarga pasien juga
sering mengatakan mata pasien tampak melotot sejak 1 tahun yang lalu dan
mata tidak dapat menutup sempurna ketika tidur. Penurunan berat badan
disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes dan asma.
Riwayat trauma disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan
kacamata dan penglihatan ganda disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah 160/90, nadi 92 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 36,5oC.
Status Oftalmologis:
Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)
0 Visus 1/60
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Skiaskopi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Sensus coloris Tidak dilakukan
Exoftalmus (+), strabismus (-) Bulbus okuli Exoftalmus (+), hipotropia (+)
Tidak ada kelainan Supersilia Tidak ada kelainan
Tidak ada Parese/paralise Tidak ada
Edema (+), hiperemis (-), Palpebra superior Edema (+), hiperemis (+), Ptosis
Ptosis (-), trikiasis (-), (-), trikiasis (-), ektropion (-),
ektropion (-), entropion (-), entropion (-), lagoftalmus (+)
lagoftalmus (+)
Trikiasis (-) Palpebra inferior Trikiasis (-)
Hiperemis (+) Conjungtiva Hiperemis (+)
palpebra
Hiperemis (+) Conjungtiva fornix Hiperemis (+)

10
Injeksi siliar (+) Conjungtiva bulbi Injeksi siliar (+), sekret (+)
Anikterik Sklera Anikterik
Keruh (+), edema (+), Kornea Ulkus kornea ± 4x4mm,
keratopati (+),tampak berbatas tegas, warna putih
bayangan iris di kornea,
buldging (+), thinning (+)
Tidak dapat dinilai Camera Oculi Dangkal
Anterior
Sulit dinilai Iris Bombe (-), sinekia posterior (+)
Sulit dinilai Pupil Sulit dinilai
Sulit dinilai Lensa Sulit dinilai
Negatif Fundus Refleks Negatif
Tidak dilakukan pemeriksaan Corpus vitreum Tidak dilakukan pemeriksaan
Meningkat (palpasi) Tensio okuli Meningkat (palpasi)
Normal Sistem Canalis Normal
Lakrimalis

Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah pada tanggal 25 Januari


2018 didapatkan kesan adanya peningkatan gula darah dan pada pemeriksaan
tanggal 26 Januari 2018 didapatkan kesan hipertiroid.

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN


- CT scan orbita dengan kontras

11
12
13
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Ulkus kornea exposure ODS + eksoftalmus e.c. thyroid eye disease
- Glaukoma sekunder ODS
- Tumor orbita

VIII. DIAGNOSIS KERJA


- Ulkus kornea exposure ODS + eksoftalmus e.c. thyroid eye disease (late) +
glaukoma sekunder ODS + compressive optic neuropathy ODS

IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- Moksifloksasin 1 tetes / 1 jam ODS
- C-Lyteers 1 tetes / 1 jam ODS
- Timolol Maleat 0,5% 2 x 1 tetes ODS
- Natamycin 1 tetes / 1 jam OS
- Asetazolamid tab 3 x 250 mg
- Aspar K tab 2x1 tab
- Ceftriaxon 2x1gr IV
- Ketorolac drip
- Metil prednison 250mg/6 jam IV
- Ranitidin 2x50 mg
- Amlodipin 1x10 mg PO
- Metformin 2x500mg
- Thiamazole 1x10mg
- Propanolol 3x10mg

X. PROGNOSA

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : ad malam
Quo ad sanationam : ad malam

14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi
Thyroid eye diseases (TED) dapat juga disebut sebagai TED, thyroid
associated orbitopathy (TAO), atau orbitopathy dystyroid. Penyakit ini
didefinisikan sebagai suatu kondisi autoimun yang dihubungkan dengan
status kadar tiroid yang tidak normal, dimana terdapat inflamasi berat yang
menyebabkan remodelling jaringan orbita, termasuk akumulasi
makromolekul ekstraseluler dan lemak (Rajat, 2012). Kondisi ini ditandai
dengan retraksi kelopak mata, proptosis (penonjolan bola mata ke luar),
miopati ekstraokluler restriktif, dan neuropati optik (Vaughan, 2009).
Proses inflamasi pada oftalmopati tiroid umumnya berhubungan dengan
berbagai kelainan tiroid berikut ini :
- Hipertiroidisme Graves : 80%
- Tiroiditis Hashimoto : 10-15%
- Abnormalitas imun kelenjar tiroid : 5%
Beberapa keadaan yang dapat mempengaruhi perjalanan penyakit
oftalmopati tiroid antara lain :
- Keadaan hipertiroidisme yang berat dan lama.
- Pengobatan dengan I131.
- Merokok
- Pengobatan kelainan mata yang terlambat atau tidak tepat.
- Polimorfisme genetik.
- Anatomi orbita yang sempit.

2. 2. Anatomi dan Fisiologi


Orbita
"Orbita" adalah salah satu istilah anatomis yang kurang tepat. Kata
tersebut berasal dari kata "orbit" (lingkaran), tetapi pengamatan cepat pada
tengkorak dapat segera dipastikan bahwa Aditus orbitalis tidak seutuhnya
berbentuk lingkaran tetapi berkontur oval. Di tepi nasal Aditus orbitalis,
struktur tulang Canalis nasolacrimalis membuka ke arah orbita. Dinding
orbita membentuk piramid curam yang mengarah ke bagian dalam orbita,

15
dengan dinding atas dan bawahnya ditembus oleh dua fisura besar
(Fissurae orbitales superior dan inferior) sehingga memungkinkan banyak
saraf dan pembuluh darah yang melaluinya. Canalis nervi optici terletak di
ujung piramid ini.

Bulbus Oculi
Bulbus oculi (Latin. "bulbus": bawang) sebenarnya lebih menyerupai
bawang daripada bola. Dapat kita bayangkan seperti bawang dengan
banyak lapisan, berkecambah pada satu kutub dan berakar pada kutub
yang lain. Demikian pula, Bulbus oculi tersusun atas banyak lapisan.
Bulbus oculi terdiri dari kornea transparan melengkung seperti kaca.jam
(Cornea) dan nervus opticus (N. opticus illl) masing-masing pada kutub
anterior dan posteriornya.
Lapisan luar (fibrosa) bola mata (Tunica fibrosa bulbi) terdiri dari Sclera
dan Cornea serta tersusun atas jaringan ikat kolagenosa kuat. Otot-otot
ekstraokular {lihat bawah) dikaitkan pada bagian yang dianggap sebagai
"bagian putih mata", yaitu Sclera. Sclera berubah menjadi Cornea yang
transparan, avaskular dan terutama terdiri dari kolagen.
Lapisan tengah (vaskular) bola mata (Tunica vasculosa bulbi) terdiri dari
Choroidea, Corpus ciliare dan lris. Lapisan tersebut kaya pembuluh darah
{cabang-cabang Aa. ciliares) dan berpigmen banyak. Lapisan vaskular
pada mata juga terdiri dari otot-otot intraokular yang"involunter. Dari
luar,dapat terlihat lris, bagian anterior Tunica vasculosa, dan pupil
(Pupilla). Otot-otot yang terletak dalam iris berfungsi untuk konstriksi atau
dilatasi pupil (adaptasi). Sepanjang dan di belakang akar iris (pinggir luar),
Tunica vasculosa membentuk tonjolan melingkar yang dikenal sebagai
Corpus ciliare. Musculus ciliaris menetap dalam Corpus ciliare. Corpus
ciliare mendapatkan nama tersebut karena serat-serat zonula radial (Fibrae
zonulares) yang melingkar ke arah tengah untuk memantapkan posisi lensa
(Lens) tepat di belakang pupil. Dalam keadaan normal, lensa bersifat
transparan dan elastis. Fungsi serat-serat zonula dan Corpus ciliare pada
bentuk lensa menyebabkan perubahan daya refraksi lensa sehingga
menimbulkan akomodasi mata. Lapisan vaskular yang sebenarnya
memisahkan Sclera dan Retina dan menutupi separuh posterior Bulbus
oculi.
Lapisan dalam bola mata (Tunica interna bulbi, syn. Retina) terdiri dari
bagian bebas {otoreseptor (yaitu nonvisual, Pars caeca retinae) dan
fotoreseptor {yaitu visual, Pars optica retinae). Pars caeca berupa epitel
tipis, berpigmen kuat, serta menutupi bagian posterior iris cian Corpus
ciliare. Lapisan ini berubah menjadi Pars optica yang lebih tebal di
sepanjang Ora serrata, tepat di belakang corpus ciliare. Namun, Pars optica
"yang melihat" ini memiliki bintik buta {Discus nervi optici), tempat

16
Nervus opticus meninggalkan Retina dan cabang- cabang A. centralis
retinae menembus ke dalam Retina.
Semua lapisan Bulbus oculi dan diferensiasinya mengelilingi Corpus
vitreum yaitu bagian interior mata yang seluruhnya transparan dan berupa
gelatinosa. Corpus vitreum memantapkan seluruh struktur membranosa
mata dengan tekanan pembengkakannya {tekanan intra-okular)-sama
seperti udara dalam bola sepak yang memantapkan lapisan kulitnya.

Struktur-Struktur Tambahan
Struktur tambahan mata terdiri dari kelopak mata (Palpebrae), konjungtiva
(Tunica conjunctiva), Apparatus lacrimalis, enam otot ekstra- okular dan
tiga saraf motoriknya (cranial), banyak pembuluh darah, dan badan lemak
orbita (Corpus adiposum orbitae).

Kelopak mata (Palpebrae) tidak hanya berperan untuk melindungi bola


mata tetapi menyebarkan film air mata melewati permukaan mata sambil
berkedip secara konstan. Hal tersebut mencegah permukaan mata menjadi
kering. Banyak kelenjar sebasea khusus (glandula MEIBOMIAN;
Glandulae tarsales) yang terletak dalam kelopak mata dan menyebabkan
sekresi lemak ke film air mata.

Conjunctiva (Tunica conjunctiva) adalah lapisan epitel transparan,tipis


serta menutupi bagian dalam Palpebrae dan bagian Sclera yang dapat
dilihat. Sekresi mukusnya merupakan komponen film air mata. Pada
Limbus corneae, Conjunctiva bertransisi menjadi epitel kornea.

Kelenjar lakrimal (Glandula lacrimalis), terletak pada sudut luar atas


(lateral) orbita, dan banyak kelenjar asesorius (Glandulae lacrimales
accessoriae) terletak pada kelopak mata, menghasilkan air mata
(Lacrimae). Selama penutupan kelopak mata film air mata menghapus ke
arah canthus medialis {nasal, Comisura palpebra nasalis} yang berisi
Caruncula lacrimalis, tempat air mata terkumpul membentuk danau
lacrimalis (Lacus lacrimalis). Puncta lacrimalia, satu bermuara ke atas dan
yang lain ke bawah Caruncula, dihubungkan dengan dua Canaliculi
lacrimales. Canaliculi mendrainase air mata ke dalam Saccus lacrimalis,
yang bermuara ke dalam Ductus nasolacrimalis dan membawa air mata ke
dalam Cavitas nasi.

Keenam otot ekstra-okular berinsertio di Bulbus oculi dan


menggerakkannya dengan arah yang berbeda. Sebagian besar berasal dari
Anulus tendineus communis yang mengelilingi N. opticus [ll] pada tempat
masuknya ke dalam orbita. Kecuali otot mata oblik inferior yang terletak

17
pada dasar orbita dan secara langsung berorigo dari lateral muara Canalis
nasolacrimalis. Otot-otot ekstra-okular membentuk conus otot di belakang
bola mata dengan ujung yang mengarah ke Canalis nervi optici. Terletak di
tengah Canalis nervi optici, A. ophthalmica dan N. opticus Illl mencapai
polus posterior bulbus oculi. Tiga saraf yang mempersarafi otot
ekstraokular, berbagai cabang N. ophthalmicus [V/11, serta cabang-cabang
V. ophthalmica terletak di dalam atau berdekatan dengan conus. Celah
yang tersisa di antara struktur diisi oleh jaringan adiposa, Corpus
adiposum orbitae.

2. 3. Klasifikasi
American Thyroid Association (ATA) mengklasifikasikan TED menjadi
enam kelas (Bartalena, 2009).
Kelas 0 : Tidak ada gejala dan tanda
Kelas 1 : Hanya terdapat tanda, tanpa ada gejala (tanda yang ditemukan
terbatas pada retraksi kelopak mata, dengan atau tanpa kelopak mata yang
tertinggal dan proptosis ringan)
Kelas 2 : Keterlibatan jaringan lunak dengan tanda (sebagaimana yang
terdapat pada Kelas-1) dan gejala pada produksi air mata, fotophobia,
pembengkakan kelopak mata atau konjungtiva
Kelas 3 : Proptosis yang cukup terlihat
Kelas 4 : Keterlibatan otot ekstraokular (pembatasan gerak dan diplopia)
Kelas 5 : Keterlibatan kornea (keratitis exposure)
Kelas 6 : Penglihatan yang berkurang akibat keterlibatan saraf penglihatan
dengan diskus yang pucat atau papil yang edem dan defek dari lapang
pandang

Demi kepraktisan mendiagnosis, TED dibagi menjadi dua bagian yaitu


early (meliputi kelas 1 dan 2) dan late (kelas 3 sampai 6).

2.4. PATOGENESIS
Patogenesis penyakit Graves masih belum diketahui secara pasti. Meski
demikian, patogenesis diperkirakan berkaitan dengan gangguan
imunologik, baik humoral maupun seluler. Autoantibodi tiroid terhadap
tiroglobulin dan fraksi mikrosom sel tiroid sering dijumpai pada penyakit
Hashimoto dan lebih jarang pada penyakit Graves. Sekarang diperkirakan
terdapat dua komponen patogenik pada penyakit Graves. Pertama,
kompleks imun tiroglobulin-anti tiroglobulin berikatan dengan otot-otot
ekstra okuler, sehingga menimbulkan miositis. Kedua, zat-zat penyebab
eksoftalmos bekerja dengan imunoglobulin oftalmik untuk menyingkirkan
thyroid stimulating hormone dari membran retro orbita, yang
menyebabkan peningkatan lemak retro orbita.

18
Pada penyakit mata tiroid, dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai
berikut:
1. Hipertropi otot ekstraokuler
Hipertropi otot ekstraokuler umumnya disebabkan oleh peningkatan
glikosaminoglikans (GACs) pada jaringan orbita. Pada beberapa kasus,
otot ekstraokuler dapat membesar delapan kali lipat dari ukuran
normalnya.

2. Infiltrasi seluler
Pada stadium kongesti, terdapat infiltrasi jaringan oleh sel limfosit, sel
plasma, makrofag dan sel mast. Sel-sel tersebut akan mengenali
antigen yang dikeluarkan oleh tiroid dan orbita, lalu melakukan
infiltrasi pada jaringan orbita dan otot-otot ekstraokuler. Setelah
infiltrasi sel-sel limfosit T, maka reseptor limfosit T pada CD4+ akan
mengenali antigen dan mensekresi cytokines, yang akan mengaktifkan
limfosit T CD4+ dan autoantibody-producing B cells. Selain itu,
cytokines akan merangsang terbentuknya molekul-molekul major
histocompatibility complex class II heat dan shock protein 72 (HSP
72) yang berperan pada pengenalan antigen. Terakhir, cytokines juga
merangsang fibroblas untuk membentuk dan mensekresi GACs yang
akan menarik cairan menuju ke ruang retro orbita, sehingga terjadi
pembengkakan periorbita, proptosis, dan pembengkakan otot-otot
ekstraokuler.

3. Proliferasi lemak orbita


Pada penderita penyakit mata tiroid juga terjadi proliferasi lemak
orbita, jaringan ikat, dan kelenjar lakrimal dengan retensi cairan dan
akumulasi glikosaminoglikan.7 Sel-sel preadiposit, yang merupakan
bagian dari fibroblas orbita, akan mengalami diferensiasi menjadi sel-
sel adiposit, sehingga menyebabkan peningkatan volume jaringan
lemak retroorbita.

2.5. GEJALA KLINIS


Gejalan TED meliputi: mata kering, mata merah, diplopia, nyeri pada
gerakan mata dan perubahan kosmetik. Tanda-tanda meliputi: proptosis
(exophthalmos), retraksi kelopak, kemosis, injeksi konjungtiva, prolaps
lemak orbital, keratopati, pembengkakan periorbital, miopati restriktif dan
neuropati optik. Namun, tanda klinis yang paling umum adalah retraksi
kelopak mata (terjadi pada 90% pasien dengan TED), diikuti oleh
exophthalmos (60%) dan pembatasan gerakan mata (40%). Dua tanda
paling serius adalah neuropati optik dan keratopati paparan karena

19
keduanya dapat menyebabkan kebutaan secara tiba-tiba dan karena itu
keadaan darurat mata (McAlinden, 2014).
Retraksi palpebra pada oftalmopati tiroid sering pula disertai dengan
miopati restriktif, yang menyebabkan gangguan atau adanya hambatan
pada pergerakan bola mata. Miopati pada mulanya melibatkan musculus
rectus inferior, kemudian melibatkan otot-otot rectus yang lain (Krassas,
2006).
Otot-otot yang paling sering terlibat adalah musculus rectus inferior dan
musculus rectus medialis. Pada keadaan yang lebih berat, hal ini dapat
pula menyebabkan strabismus dengan deviasi ke bawah (hipotropia) atau
deviasi ke nasal (esotropia) (Kanski, 1994).
Miopati restriktif dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan forced ductions.
Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan penyebab gangguan
pergerakan bola mata karena gangguan neurologis atau restriksi mekanik.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mendorong konjungtiva yang
sudah dianestesi ecara pasif dengan forsep. Jika penyebabnya adalah
restriksi mekanik, maka pendorongan secara pasif tidak dapat dilakukan
(McCance, 2010).
Selain forced ductions, dapat pula dilakukan pemeriksaan tekanan
intraokular, yaitu terjadinya peningkatan tekanan dengan pergerakan bola
mata. Misalnya, pada pasien hipotropik, terjadi peningkatan tekanan
intraokular pada saat menggerakkan bola mata ke atas (McCance, 2010).

2.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan jika ditemukan dua dari tiga tanda berikut:
(American Academy Of Ophthalmology, 2016).
1. Sedang dalam perawatan imun karena disfungsi tiroid akibat satu atau
lebih penyakit dibawah ini:
a. Graves hipertiroidisme
b. Hashimoto tiroiditis
c. Terdapatnya antibodi tiroid tanpa keadaan distiroid yang bersamaan
(pertimbangan parsial diberikan): antibodi reseptor TSH (TSH-R),
imunoglobulin penghambat pengikatan tiroid (TBll), immuno-globulin
stimulasi tiroid (TSI), antibodi antimikrosomal

2. Tanda-tanda khas orbital (satu atau lebih dari tanda-tanda berikut):


a. Retraksi kelopak mata unilateral atau bilateral dengan khas kemerahan
di sebelah temporal (dengan atau tanpa lagoftalmus).
b. Proptosis unilateral atau bilateral
c. Strabismus restriktif dengan pola yang khas
d. Neuropati optik kompresif
e. Edema/eritema kelopak mata flukuatif

20
f. Kemosis

3. Bukti radiografi (pembesaran fusiform unilateral/ bilateral dari satu atau


lebih otot berikut):
a. Otot rektus inferior
b. Otot rektus medial
c. Otot rektus/levator kompleks superior
d. Otot rektus lateral

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes fungsi tiroid
Seperti pada penyakit hipertiroid didapatkan kadar T3 dan T4 yang
meningkat, FT4 meningkat, dan TSH menurun.
2. Pemeriksaan visual
Pada pemeriksaan visus bisa didapatkan penurunan visus sampai pada
kebutaan. Sedangkan pada pemeriksaan persepsi warna dapat pula pasien
salah mengenali warna karena terdapat gangguan pada penglihatan warna.
3. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi perubahan pada otot ekstraokuler yang
terjadi pada kasus derajat 0 dan 1 dan dapat membantu diagnosis secara
cepat. Selain ketebalan otot, erosi dinding temporal orbita, penekanan
lemak retroorbita dan inflamasi saraf optik juga dapat terlihat pada
beberapa kasus.
4. CT Scan
Computed tomography merupakan alat pencitraan yang paling sering
digunakan untuk mengevaluasi TED. Computed tomography lebih sensitif
daripada magnetic resonance imaging (MRI) dalam mendeteksi
pembesaran otot ekstraokuler. Pemeriksaan ini penting terutama jika pada
pasien direncanakan tindakan operatif untuk dekompresi. Pada
pemeriksaan CT scan dapat terlihat empat tanda kardinal dari kelainan
pada orbita yaitu proptosis, penebalan otot bola mata, penebalan saraf
optik, dan prolaps septum orbita ke arah anterior karena hipertrofi
jaringan lemak dan atau penebalan otot (Kunimoto, 2004).

2.7. Penatalaksanaan
Secara umum, pasien perlu diinformasikan mengenai perjalan penyakit ini
yang lama dan tidak terdapat cara penyembuhan secara cepat. Pasien juga
perlu diedukasi untuk berhenti merokok untuk menurunkan resiko
orbitopati kongestif. Tidur dengan kepala sedikit terangkat dapat
menurukan edema palpebra pada pagi hari.
European Group on Graves Orbitopathy (EUGOGO) merekomendasikan
terapi sebagai berikut :

21
- Secara umum untuk meringankan gejala:
 Mencapai eutiroid
 Berhenti merokok
 Penggunaan tetes mata dan salep mata pada malam hari untuk
gejala akibat pajanan kornea
 Penggunaan kacamata untuk diplopia simtomatik
 Untuk mengurangi retraksi palpebra, dapat diberikan injeksi
botulinum toxin tipe A oleh dokter yang berpengalaman.
- Terapi untuk exopthalmus ringan
 Terapi secara umum dan kontrol adanya perubahan gejala
- Terapi untuk exopthalmus sedang – berat
 Steroid IV secara Pulse Therapy dimana total dosis
metilprednisolone tidak melebihi 8 g
 Pemeriksaan adanya disfungsi hepar, hipertensi, ulkus peptik,
diabetes, infeksi saluran kemih, dan glaukoma sebelum
memulai terapi steroid dosis tinggi.
 Apabila terapi steroid > 3 bulan, maka pertimbangkan
pemberian biphosphonate.
 Radiasi orbita dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
diplopia atau adanya restriksi pergerakan bola mata dengan
dosis kumulatif 10 Gy namun metode ini dihindari pada pasien
dengan retinopati diabetik dan hipertensi berat dan hati- hati
pada pasien < 35 tahun. Radiasi orbita dapat diberikan
bersamaan dengan terapi steroid
 Analog somatostatin, azathioprine dan IVIG tidak disarankan
 Pemberian siklosporin akan menurunkan kebutuhan akan
steroid
- Terapi untuk exopthalmus berat
 Steroid IV dosis tinggi adalah terapi utama untuk neuropati
optik distiroid
 Pertimbangkan dekompresi orbita pada pasien dengan
neuropati optik distiroid yang tidak respon dengan terapi

22
steroid dosis tinggi 1-2 minggu, dengan kerusakan kornea,
ataupun pada pasien yang tidak mampu mentoleransi steroid.
 Terapi rehabilitatif dilakukan pada pasien dengan penyakit
inaktif > 6 bulan dengan urutan
a. Dekompresi orbita
b. Pembedahan strabismus
c. Pemanjangan palpebra
d. Blepharoplasty
American Thyroid Association / American Association of Clinical
Endocrinologists (ATA/AACE) memberikan beberapa rekomendasi tentang
oftalmopati grave :
Pada pasien hipertiroid dengan oftalmopati Grave ataupun terdapat faktor
resiko terjadinya oftalmopati, maka harus dilakukan tindakan untuk
mencapai keadaan eutiroid secepatnya
- Pada pasien non-perokok tanpa gejala klinis oftalmopati, dapat
dipikirkan terapi radioiodine tanpa steroid, methimazole ataupun
tiroidektomi.
- Anjurkan pasien untuk berhenti merokok
- Terapi methimazole, radioiodine, dan tiroidektomi merupakan
terapi yang bermanfaat pada pasien dengan hipertiroid grave
dengan oftalmopati aktif yang ringan tanpa resiko perburukan
penyakit mata ataupun pasien dengan oftalmopati yang inaktif.
- Apabila pasien Grave dengan oftalmopati aktif ringan memilih
untuk terapi radioiodine maka diberikan terapi steroid secara
bersamaan
- Pasien dengan Grave dan oftalmopati sedang hingga berat ataupun
oftalmopati yang mengancam jiwa, maka diberikan terapi dengan
methimazole ataupun pembedahan.

Steroid
Terapi dengan steroid digunakan pada pasien dengan inflamasi berat
ataupun adanya neuropati optik akibat kompresi. Steroid dapat menurukan

23
produksi mukopolisakarida oleh fibroblas. Steroid diberikan melalui
intravena secara pulse therapy (mis. Metilprednisolone 1 g 2 hari sekali
selama 3-6 kali pemberian). Dosis untuk neuropati optik dapat lebih besar.
Apabila setelah 48 jam tidak terdapat perbaikan, maka perlu dilakukan
dekompresi dan pemberian steroid tetap dilanjutkan. Apabila perlu dapat
diberikan penambahan siklosporin, ocreotide dan IVIG untuk kompresi
optik. Apabila respon terhadap steroid baik, maka dapat dipertimbangkan
radiasi orbita. Pada kasus yang berat, terapi kombinasi steroid, radiasi dan
pembedahan dapat dilakukan.

Terapi potensial lainnya


Imunoterapi pada oftalmopati grave masih merupakan suatu kesulitan
dikarenakan mediator imun yang berperan dalam penyakit ini juga
berperan dalam sistem imun adaptif sehingga tidak dapat diprediksikan
apakah suatu agen biologik yang efektif dalam penyakit imun lain dapat
berguna jugapada oftalmopati grave. Agen biologik yang dapat diberikan
pada oftalmopati grave dapat dilihat dalam tabel dibawah.
Antioksidan seperti selenium 200 mcg perhari dapat bermanfaat pada
oftalmopati grave.

Radiasi Orbita
Radiasi orbita dilakukan pada pasien dengan gejala sedang hingga berat,
adanya diplopia, dan kehilangan penglihatan. Radiasi 1500-2000 cGy
dalam 10 fraksinasi diberikan dari lateral dengan angulasi posterior.
Radiasi akan merukak fibroblas orbita dan mungkin juga limfosit. Radiasi
membutuhkan beberapa minggu untuk menimbulkan efek dan dapat
menyebabkan inflamasi sementara sehingga pasien perlu tetap diberikan
steroid. Terapi radiasi yang dikombinasi dengan steroid memberikan hasil
yang lebih baik. Terapi paling baik diberikan pada pasien dengan inflamasi
aktif dalam 7 bulan sejak onset oftalmopati.
Radiasi dapat menyebabkan katarak, retinopati radiasi, dan neuropati optik
apabila terapi radiasi tidak diberikan secara benar. Diabetes mellitus

24
merupakan kontraindikasi relatif pada karena dapat terjadi perburukan
retinopati. Untuk mencegah progresi orbitopati akibat iodin radioaktif
maka dapat diberikan steroid dosis rendah (0.5-2 mg/kg/hari) sebelum dan
hingga 2 bulan setelah terapi radiasi.

Pembedahan
Pembedahan dilakukan selama masa penyakit tenang, kecuali bila terdapat
neuropati optik kompresi ataupun adanya pajanan kornea yang berat.
Dilakukan pengambilan gambar dan perimetri sebelum pembedahan.
Urutan pembedahan juga penting, apabila terdapat proptosis, strabismus
dan kelainan palpebra, maka pembedahan dilakukan dengan urutan seperti
telah dijelaskan sebelumnya.
a. Dekompresi Orbita
Teknik ini dilakukan sebagai terapi awal neuropati optik
kompresi atau apabila terapi medis gagal. Biasanya dekompresi
dilakukan pada dinding medial dan lateral. Dekompresi dasar
orbita harus dihindari karena secara teoritis dapat mengurangi
resiko diplopia post-op. Apabila pembesaran dominan terjadi pada
jaringan lemak, maka dilakukan dekompresi jaringan lemak orbita.
b. Pembedahan Strabismus
Tujuan pembedahan ini adalah untuk meminimalisir
diplopia dan posisi membaca. Harus dijelaskan kepada pasien
bahwa kadang memerlukan beberapa kali pembedahan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Untuk mencegah sindrom iskemik
okular, maka tindakan pembedahan lebih dari 2 otot per mata
dihindari.
c. Pembedahan Pemanjangan palpebra (Lid-Lengthening Surgery)
Tindakan ini dilakukan apabila retraksi tidak membaik
setelah keadaan eutiroid. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
pajanan kornea dan untuk menyamarkan proptosis. Apabila pasien
menolak teknik ini, maka dapat diberikan injeksi toxin botulinum
pada palpebra superior dan triamsinolon subkonjungtiva.

25
d. Blepharoplasty
Teknik ini adalah fase terakhir dalam pembedahan oftalmopati
tiroid. Dapat dilakukan dacryopexy apabila terjadi prolaps kelenjar
lakrimal.

26
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Apakah diagnosa pada pasien ini sudah benar?


Pasien laki-laki, 51 tahun datang dengan keluhan mata kanan tidak dapat
melihat sejak 3 bulan yang lalu dan mata kiri buram sejak ± 1 minggu
sebelum datang ke rumah sakit. Keluhan tersebut mulai dirasakan ± 3 bulan
yang lalu dan semakin memberat. Keluhan juga disertai dengan mata merah
dan terasa nyeri terutama bila melihat cahaya. Pasien juga mengatakan
matanya sering berair. Mata kanan pasien satu tahun yang lalu terkena getah
karet dan membuat mata kanan pasien menjadi buram dan terasa nyeri, merah
serta berair. Pasien rutin berobat ke RS Imanuel namun tidak ada perbaikan.
Sekitar 3 bulan terakhir mata kanan pasien tidak dapat melihat sama sekali
dan keluhan pada mata kiri mulai dirasakan. Pasien mengeluh juga sering
gemetaran dan jantung terasa berdebar sejak beberapa bulan yang lalu.
Keluarga pasien juga sering mengatakan mata pasien tampak melotot sejak 1
tahun yang lalu dan mata tidak dapat menutup sempurna ketika tidur.
Penurunan berat badan disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetes dan asma. Riwayat trauma disangkal. Pasien tidak memiliki riwayat
penggunaan kacamata dan penglihatan ganda disangkal. Pasien merokok dan
tidak mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah 160/90, nadi 92 x/menit,
pernapasan 20x/menit, suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan oftalmologis,
didapatkan bulbus okuli terlihat menonjol keluar, palpebra superior terdapat
edema dan hiperemis serta lagoftalmos, pada kornea okular dekstra dan
sinistra terdapat ulkus berbatas tegas, berwarna putih berukuran ± 4x4mm
pada mata kiri dan ± 10mm pada mata kanan. Dari pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan darah pada tanggal 25 Januari 2018 didapatkan kesan
adanya peningkatan gula darah dan pada pemeriksaan tanggal 26 Januari
2018 didapatkan kesan hipertiroid.

27
Berdasarkan tinjauan pustaka, lagoftalmus, proptosis (penonjolan bola mata
ke luar), disertai gemetar, jantung berdebar dan keringan dingin dan pada
pemeriksaan penunjang juga didapatkan adanya kesan hipertiroid merupakan
tanda thyroid eye disease.
Pada thyroid eye disease juga dapat terjadi neuropati optik yang ditandai
dengan pandangan kabur, kehilangan penglihatan, diskromatopsia, atau
penurunan lapangan pandang. europati optik terjadi akibat kompresi oleh
otot-otot ekstraorbital yang mengalami pembesaran, atau dapat pula terjadi
karena iskemia nervus optik.
Pada pasien ini juga ditemukan adanya gejala ophtalmopathy yang berupa
eksopthalmus. Adanya eksopthalmus disebabkan karena antibodi IgG juga
dapat bekerja pada jaringan ikat di sekitar orbita yang memiliki protein yang
menyerupai reseptor TSH. Pengaktifan reseptor tersebut menyebabkan
pembentukan sitokin, membantu pembentukan glikosisaminoglikan yang
hidrofilik pada jaringan fibroblast di sekitar orbita yang berakibat pada
peningkatan tekanan osmotik, peningkatan volume otot ekstra okular,
akumulasi cairan dan secara klinis menimbukan ophtalmopathy.
Mata yang tidak dapat tertutup dengan sempurna dapat mengakibatkan mata
bagian depan terpapar oleh udara, sedangkan proses penggantian tears film
oleh kelopak mata juga terganggu. Akibatnya kornea mata menjadi kering
dan mudah terjadi infeksi seperti konjungtivitis dan keratitis. Pada
eksoftalmos berat, terjadi paparan kornea yang dapat menyebabkan ulkus
kornea akibat adanya iritasi berulang karena kornea tidak dilindungi oleh
palpebra.
Jadi dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada pasien ini sudah tepat.

3.2 Apakah terapi pasien ini sudah tepat?


Pasien ini diberikan terapi berupa Moksifloksasin 1 tetes / 1 jam ODS, C-
Lyteers 1 tetes / 1 jam ODS, Timolol Maleat 0,5% 2 x 1 tetes ODS,
Natamycin 1 tetes / 1 jam OS, Asetazolamid tab 3 x 250 mg, Aspar K tab 2x1
tab, Ceftriaxon 2x1gr IV, Ketorolac drip, Metil prednison 250mg/6 jam IV,
Amlodipin 1x10 mg PO, dan setelah dikonsulkan ke spesialis penyakit dalam,

28
ditambahkan obat Metformin 2x500mg, Thiamazole 1x10mg, dan Propanolol
3x10mg.
Antibiotik berupa moksifloksasin dan ceftriaxon serta antijamur berupa
natamycin diberikan untuk mengatasi infeksi pada ulkus kornea. Dipilihkan
moksifloksasin dan ceftriaxon yang merupakan antibiotik spektrum luas
karena pada pasien ini belum dilakukan kultur untuk mengetahui kuman apa
yang menyebabkan terjadinya ulkus. Pemberian natamycin juga diberikan
untuk mengatasi infeksi pada ulkus bila penyebab ulkus tersebut adalah
jamur. Cendo Lyteers merupakan air mata buatan. Pemberian tetes ini
bertujuan untuk menjaga mata agar tetap lembab sehingga mencegah
perlukaan yang lebih dalam lagi.
Timolol maleat dan asetazolamid diberikan untuk menurunkan tekanan
intraokular pasien. Timolol maleat merupakan golongan beta blocker yang
menurunkan tekanan di dalam bola mata dengan mengurangi cairan yang
menumpuk pada ruang bagian depan lensa mata. Acetazolamide bekerja
secara reversibel menghambat enzim karbonat anhidrase yang berakibat
terjadinya reduksi ion hidrogen pada tubulus ginjal dan meningkatkan Na, K,
bikarbonat dan air. Hal ini akan menghambat produksi aqueous humour dan
juga menghambat kerja karbonat anhidrase pada sistem saraf pusat yang
mengalami pelepasan neuron secara tidak normal yang terjadi pada penderita
epilepsi. Tidak hanya pada mata, obat ini juga dapat membatasi pengeluaran
cairan pada organ lain seperti edema pada kasus gagal jantung atau masalah
kesehatan lainnya. Karena asetazolamid bekerja mengeluarkan banyak
elektrolit dan dapat menimbulkan hipokalemia maka pasien diberikan
tambahan asupan kalium berupa aspar K.
Terapi dengan steroid digunakan pada pasien dengan inflamasi berat ataupun
adanya neuropati optik akibat kompresi. Steroid dapat menurukan produksi
mukopolisakarida oleh fibroblas. Steroid diberikan melalui intravena secara
pulse therapy (mis. Metilprednisolone 1g 2 hari sekali selama 3-6 kali
pemberian). Pada pasien ini metil prednisolon diberikan 250mg setiap 6 jam
secara IV. Untuk mengurang keluhan nyeri pada pasien juga diberikan terapi
ketorolac drip. Amlodipin juga diberikan kepada pasien ini karena tekanan

29
darah pasien mencapai 160/90mmHg. Amlodipine adalah obat calcium
channel blockers untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Amlodipine
bekerja melebarkan pembuluh darah sehingga darah dapat mengalir lebih
mudah.
Thiamazole adalah obat yang digunakan untuk mengobati hipertiroidisme
seperti pada penyakit Graves, suatu kondisi yang terjadi saat kelenjar tiroid
mulai menghasilkan hormon tiroid berlebih. Methimazole, carbimazole, dan
propylthiouracil adalah obat utama yang menghambat sintesis hormon tiroid.
Mereka sering digunakan dalam upaya untuk mencapai remisi atau sebagai
terapi preparatif sebelum pemberian yodium radioaktif atau operasi tiroid.
Setelah konsentrasi aktif oleh tiroid, obat menghambat tiroksinase tiroid
peroksidase dimediasi tirosin residu dalam thyroglobulin. Propylthiouracil
memiliki manfaat tambahan untuk menghambat konversi perifer tiroksin (T4)
menjadi triiodothyronine (T3).
Propranolol merupakan obat golongan beta blocker. Pemberian propanolol
pada pasien ini berfungsi untuk mencegah adrenalin dan senyawa sejenis
lainnya agar tidak memiliki efek pada bagian tubuh yang berbeda. Pasien
penyakit Graves telah meningkatkan kepekaan terhadap adrenalin, dan seiring
dengan meningkatnya hormon tiroid dalam darah, ini menghasilkan denyut
jantung yang cepat, berkeringat, tremor, kegelisahan, kehilangan berat badan,
dan intoleransi terhadap panas. ß-blocker membantu meringankan gejala ini
bila diberikan bersamaan dengan obat antitiroid atau yodium radioaktif dalam
upaya membuat pasien lebih nyaman sambil menunggu kembalinya fungsi
tiroid normal. Propranolol dan β-blocker lainnya tidak memiliki efek
antitiroid yang penting. Namun, dapat menyebabkan sedikit penurunan dalam
konversi hormon tiroid utama, tiroksin (T4) menjadi bentuk aktif biologisnya
triiodothyronine (T3).

30
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Of Ophthalmology. 2015-2016. Basic and Clinical


Science Course Section 2 : Orbit, Eyelids, and Lacrimal System.
2. Bartalena L, Baldeschi L, Dickinson A et al. 2008. Consensus statement of
the European Group on Graves’ Orbitopathy (EUGOGO) on management
of GO. Eur J Endocrinol 158: 273-285.
3. Bartalena L., Tanda ML. 2009. Graves’ Ophthalmopathy. N Engl J Med.
360:994-1001.
4. Ilyas, Sidharta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
5. Kanski JJ. 1994. Dysthyroid Ophthalmopathy. Dalam: Clinical
Ophthalmology, Third Edition. London: Butterworth-Heinemann.
6. Krassas GE., Wiersinga W. 2006. Smoking and autoimmune thyroid
disease:The plot thickens. Eur J Endokrinol. 2006;154:777-80.
7. Kunimoto D, Kanitkar K & Makar M. 2004. The Wills Eye Manual. Office
and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. Fourth
Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
8. McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Editor, Rote NS, Editor. 2010.
Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children
5th edition. Missouri: Mosby Elsevier.
9. Rajat M., Weis E. 2012. Thyroid Associated Orbitopathy. Indian J
Ophtalmol. 2012;60(2): 89-93.
10. Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P. 2009. General Ophthalmology.
United States of America. Prentice-Hall International, Inc.
11. Verity DH, Rose GE. 2013 Acute thyroid eye disease (TED): principles of
medical and surgical management. Eye (Lond). 2013;27(3):308.

31

Anda mungkin juga menyukai