TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau seluruh vili korialisnya
(Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH) secara histologis ditandai oleh kelainan
vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema
2.2 Epidemiologi
Serikat adalah 108 per 100.000 kehamilan; di Itali 62 per 100.000 kehamilan, di Indonesia
993 per 100.000 kehamilan, dan di Cina 667 per 100.000 kehamilan (Benirschke K, 2005).
kehamilan di Jepang dan Cina, dan 12/1000 kehamilan di Indonesia, India, dan Turki. Di
Amerika Utara dan Eropa, rata-rata insiden mencapai 0,5-1/1000 kehamilan (Kruger TF,
2007). Perlu dicatat bahwa hampir semua data epidemiologi merujuk terutama untuk MHK
dan relatif sedikit yang diketahui tentang epidemiologi MHP (Fox H, 2007).
MH cenderung lebih sering terjadi pada wanita dengan usia reproduksi yang ekstrim
oleh karena itu populasi MH pada kehamilan usia dini dan usia tua diharapkan lebih tinggi
dibanding dengan kehamilan pada rentang usia yang lebih terbatas. Hal ini dapat
menjelaskan beberapa perbedaan observasi regional tetapi tentu tidak semuanya (Fox H,
2007).
Upaya untuk mendefinisikan peranan etnik, gizi, dan sosioekonomi dalam
keragaman MH secara regional pada umumnya tidak berhasil, namun pada penemuan baru-
baru ini dalam insiden MH di bagian Asia, faktor sosioekonomi harus diikutsertakan.
Kehamilan kembar mola, yang terdiri dari normal fetus dan MHK, jelas tidak biasa namun
Kehamilan kembar dengan MHK serta janin dan plasenta normal kadang-kadang
salah diagnosis sebagai MHP diploid sebaiknya keduanya diupayakan dibedakan, karena
kehamilan kembar yang terdiri dari satu janin normal dan satu MHK memiliki kemungkinan
50% untuk menyebabkan penyakit trofoblastik persisten dibandingkan dengan angka yang
2.3 Etiologi
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai sekarang
belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Oleh karena itu, pengetahuan pengetahuan
tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindari terjadinya MH, seperti tidak
bentuk sitologinya. Yang dimaksud vilus trofoblas adalah trofoblas yang tumbuh bersama
vili korionik, sedangkan ekstravilus trofoblas adalah trofoblas yang menginfiltrasi ke dalam
desidua, miometrium dan pembuluh darah plasenta. Trofoblas dibagi menjadi tiga tipe :
dan bentukan diantara keduanya adalah trofoblas intermediet yang bertanggung jawab atas
dengan cepat dan mencapai puncaknya pada minggu ke-8 sampai ke-10 kehamilan. Pada
hari ke-12 kehamilan human Placental Lactogen (hPL) juga terdapat di sinsitiotrofoblas.
Produksi terus meningkat selama kehamilan. Sitotrofoblas merupakan sel trofoblas primitif,
tidak memproduksi hCG dan hPL. Trofoblas intermediet tumbuh ke dalam desidua dan
miometrium, dan mpembuluh darah berada di antara sel-sel normal. Pada awal hari ke-12
setelah konsepsi, trofoblas intermediet memproduksi hPL. Puncak sekresi pada minggu ke-
2.5 Patogenesis
Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas.
Diantaranya Hertig et al, mengatakan bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran darah
akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi penimbunan
cairan dalam jaringan mesenhim vili dan terbentuklah kista-kista kecil yang makin lama
makin besar, sampai pada akhirnya terbentuklah gelembung mola. Sedangkan proliferasi
trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi (Martaadisoebrata,
2005).
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas
yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasi maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini
disertai pula dengan fungsi yang abnormal, dimana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan
ke vili. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian
Reynolds mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke 13 dan 21,
mengalami kekurangan asam folat dan histidine, akan mengalami gangguan pembentukan
thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan
menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Seperti diketahui, kehamilan
yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional (anak)
dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air
Imprint gen mempunyai peranan yang penting pada perkembangan MH. Pencetakan
(imprinting) merupakan proses di mana gen spesifik mengalami metilasi sehingga mereka
tidak lagi dapat ditranskripsi. Perkembangan embrio normal membutuhkan satu set gen yang
dicetak secara maternal dan gen lain dicetak secara paternal. Pada MH, dua set gen yang
dicetak secara paternal. Pada keadaan ini trofoblas displasia, namun janin tidak terberntuk
Studi yang dilakukan pada mencit memperlihatkan bahwa gen yang berasal dari
paternal mempunyai peranan dalam perkembangan plasenta dan gen yang berasal dari
paternal dapat menyebakan proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pada MHK hanya punya
DNA paternal sehingga terjadi proliferasi trofoblas yang banyak bila dibandingkan MHP
(Lumongga, 2009).
maka banyak dikembangkan teknik pemeriksaan yang berasal dari paternal kromosom.
Pemeriksaan tersebut antara lain adalah : Polymerase Chain Reaction (PCR). DNA
a. Usia ibu
Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang ekstrim
(terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF, hal ini
TF, 2007). Ovum patologis terjadi karena gangguan pada proses meiosis, sehingga
ovum tidak memiliki inti sel (Martaadisoebrata, 2005). Jika ovum patologis tersebut
dibuahi oleh satu sel sperma maka karyotipe yang dihasilkan adalah 46,XX
homozigot dan ini adalah karyotipe tersering yang ditemukan pada MHK (90%)
(Berek, 2007).
Menurut Berek, ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan terhadap
pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko untuk MHK meningkat
2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun dan 7,5 kali lipat untuk wanita
b. Status gizi
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini
dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang
Studi kasus kontrol dari Italia dan Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa
kehamilan MHK. Daerah dengan tingginya insiden kehamilan mola juga memiliki
frekuensi tinggi kekurangan vitamin A. Faktor diet, karena itu, sebagian dapat
atau lemak hewan sebagai faktor penyerapan vitamin A, yang mungkin menjadi
(Berek, 2009).
c. Riwayat obstetri
Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan riwayat aborsi
faktor resiko yang kuat (Berek, 2009). Ibu multipara cenderung beresiko terjadi
d. Genetik
Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian
sitogenetik Kajii et al dan Lawler et al, menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih
banyak ditemukan kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi
normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan, pada wanita dengan kelainan
sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis berupa
nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya tidak
resiko lebih dari 2 kali lipat (Berek, 2009). Pada salah satu penelitian efek ini terbatas
pada pengguna estrogen dosis tinggi, meskipun pada penelitian yang lain
menyebutkan pil tidak berefek pada komplikasi pascaMH (Hoskins WJ, 2005).
f. Golongan darah
Ibu dengan golongan darah A dan ayah dengan golongan darah A atau O
lain . Penemuan ini mendukung faktor genetik atau faktor imunologik berkaitan
merokok lebih dari 15 batang per hari adalah 2,6 dibandingkan 2,2 pada wanita yang
merokok kurang dari 15 batang per hari. Lama waktu merokok berhubungan dengan
insiden GTD. Peran alkohol dan infeksi (Human Papilloma virus, Adenovirus, dan
2.7 Klasifikasi
dan karyotip (Daftary dan Desai, 2006). MHP harus dipisahkan dari MHK, karena antara
keduanaya terdapat perbedaan yang mendasar, baik dilihat dari segi patogenesis
MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya
stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua lapisan trofoblas (Sastrawinata
S, 2004).
Pada waktu yang lalu MHK rata-rata terjadi pada usia kehamilan 16 minggu, tetapi
pada saat ini dengan kemajuan teknologi ultrasonografi, MHK dapat didetiksi pada usia
kehamilan yang lebih muda. Secara klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar dari
usia kehamilan dan pasien melihatkan gejala toksik kehamilan. Abortus terjadi dengan
perdarahan abnormal dan disertai dengan keluarnya jaringan mola. Pada pemeriksaan
Merupakan keadaan dimana perubahan mola bersifat lokal serta belum begitu jauh
dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion. Umumnya janin mati pada bulan
a. Perdarahan
Perdarahn uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak
sampai perdarahn berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau,
yang lebih sering, terjadi secara intermitten selama beberapa minggu sampai bahkan
bulan. Efek delusi akibat hipervolumia yang cukup berat dibuktikan terjadi pada
yang tertutup di dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan kadang-
karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan folat trofoblas yang cepat
b. Ukuran Uterus
Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah kelainan yang
etrsering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi
secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara, karena konsistensiny
sangat membesar akibat kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus
c. Aktivitas janin
bunyi jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin terdapat
sementara plasenta lain dan janinya tampak normal (gambar 2.12). demikian juga,
walaupun sangat jarang, plasenta mungkin mengalami perubahan mola yang luas
d. Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan muntah yang berat.
Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24
minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada MH dengan tinggi fundus uteri lebih
dari 24 minggu. Pada kehamilan MH, jumlah hormon estrogen dan gonadotropin
Preeklamsia pada MHK tidak berbeda dengan kehamilan biasa, bisa ringan,
berat, bahkan sampai eklamsia. Hanya saja pada MHK terjadinya lebih dini. Hal
2004).
Pada banyak kasus MH, ovarium mengandung banyak kista teka lutein yang
gonadotropin korion (hCG) dalam jumlah besar, dapat mengalami torsio infark, dan
dilakukan, kecuali jika ovarium mengalami infark yang luas (Leveno KJ, 2004).
h. Embolisai
i. MHP biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis sebagai
hCG yang mirip tirotropin, kadar tiroksin plasma pada wanita dengan MH sering
meningkat, tetapi biasanya jarang terjadi gejala klinis hipertiroidisme (Leveno KJ,
2004).
b. Terdapat komplikasi
1) Tirotoksikosis (2-5%)
2. Pemeriksaan palpasi
a. Uterus
4. Pemeriksaan laboratorium
Sejak sel trofoblas (yang memproduksi hCG) mengalami hiperplastik pada MH,
adanya MHK dicirikan oleh peningkatan hCG yang nyata. Tingkat hCG lebih besar
dari 100.000 mIU per mililiter sebelum evakuasi yang diamati pada 30 dari 74 pasien
dengan MHK (41%) dalam satu seri dan 70 dari 153 pasien dengan MHK (46%)
disertai dengan peningkatan hCG yang tinggi. Dilaporkan tingkat hCG serum yang
lebih besar dari 100.000 mIU per mililiter pada presentasi hanya 2 dari 30 pasien
dengan mola parsial. Demikian pula, hanya 1 dari 17 pasien dengan mola parsial
2.7 Penatalaksanaan
a. Koreksi dehidrasi
b. Transfusi darah bila anemia berat
c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan
protokol.
d. Penatalaksanaan hipertiroidisme.
menghambat konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan
level T3 dan T4 serum dengan cepat seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras
yang mengandung iodine) yang merupakan terapi pilihan dalam mencegah krisis
konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak tersedia, PTU
disukai daripada metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300
mg setiap 6 jam (perrektal atau melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x
sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8
ß-bloker digunakan untuk mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi
saraf simpatis. Propanolol dimulai pada dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena
(dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-
Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum
uteri sudah kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks
masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh
jaringan dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati
selama proses evakuasi dengan kuret hisap atau kuret tajam. Untuk menghentikan
a. Kuretase
b. Histerektomi
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan
misalnya pada usia tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi
dianggap tidak bermanfaat. Asam folat adalah antidote dari MTX, Cursil
a. Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter,
c. Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca evakuasi.
d. Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal,
a. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal, baik anatomis,
laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya kadar Β-
hCG dan kembalinya fungsi haid.
b. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan, terutama pada tingkat
yang sangat dini. Pada umumnya para pakar sepakat bahwa lama foll0w up
berlangsung selama satu tahun, tetapi ada juga yang sampai dua tahun.
Dalam tiga bulan pertama pascaevakuasi, penderita diminta datang untuk
kontrol setiap dua minggu. Kemudian, tiga bulan berikutnya, setiap satu
bulan. Selanjutnya dalam enam bulan trakhir, tiap dua bulan.
Bila dalam tiga kali pemeriksaan berturut-turut, ditemukan salah satu dari tanda-
tanda di atas, penderita harus dirawat kembali, untuk pemeriksaan yang lebih intensif,
seperti USG, foto toraks dan lain-lain. Follow up dihentikan bila sebelum satu tahun
wanita sudah hamil normal lagi, atau bila setelah setahun, tidak ada keluhan, uterus dan
kadar Β-hCG dalam batas normal, serta fungsi haid sudah normal kembali.
Selama follow up, kepada wanita dianjurkan untuk tidak hamil dahulu, karena
dapat menimbulkan salah interpretasi. Salah satu ciri adanya keganasan adalah
meningginya kembali kadar Β-hCG , sedangkan pada kehamilan, Β-hCG yang tadinya
normal, akan meninggi lagi. Dalam keadaan seperti ini, kadang-kadang kita ragu apakah
kenaikan kadar ΒhCG ini disebabkan oleh kehamilan baru atau oleh proses keganasan
(Martadisoebrata, 2005).
Jenis kontrasepsi yang dianjurkan adalah kondom, atau kalau ΒhCG sudah
normal, atau haid sudah normal kembali, dapat menggunakan pil kombinasi. Bila pil
antihamil diberikan sebelum Β-hCG normal, kemungkinan terjadinya keganasan lebih
besar. Jangan menggunakan IUD atau preparat progesteron jangka panjang, seperti
DepoProvera atau Norplant, karena kedua-duanya dapat menyebabkan gangguan
perdarahan, yang bisa menyerupai salah satu tanda adanya transformasi keganasan
(Martaadisoebrata, 2005).
Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar Β-hCG akan menurun secara perlahan-
lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu ratarata yang diperlukan untuk
mencapai kadar normal (<5 mIU/ml) adalah 12 minggu. Ada beberapa jenis kurva
regresi antara lain yang dibuat oleh Mochizuki. Menurut Mochizuki pada keadaan
normal, β-hCG akan turun sebagai berikut:
Bila terjadi distorsi dari kurva regresi yang normal, berarti terjadi keganasan.
Karena itu, diagnosis dini TTG ditegakkan dengan memperhatikan kurva regresi ini,
dengan syarat penderita harus patuh melakukan follow up.
Mungkin harus dipikirkan cara yang lebih sederhana yang dapat dilakukan di
daerah, misalnya sebagai berikut. Seperti diketahui , menurut Mochizuki, β-hCG akan
menjadi normal (<5mIU/ml) pada minggu ke-12. Sampai minggu ke-12, sebaiknya
follow up dilakukan secara klinis saja. Kalau sampai minggu ke-12 tidak ditemukan
hal-hal yang mencurigakan, baru diperiksa β-hCG secara semi kuantitatif, misalnya
dengan Test Pack (Abbot). Test Pack mempunyai sensitivitas 25 mIU/ml di urine,
berarti 50 mIU/ml di darah (Nishimura). Jadi, bila pada minggu ke-12 Test Pack positif,
berarti sudah ada distorsi dari kurva regresi dan diagnosis TTG dini sudah dapat
ditegakkan. Selanjutnya baru diperiksa β-hCG secara kuantitatif untuk kepentingan
prognosis dan terapi. Secara teoritis pola pikir ini dapat dibenarkan. Untuk
membuktikan kebenarannya perlu dilakukan penelitian. Bila terbukti benar, akan
sangat memudahkan follow up, yang pada gilirannya akan memperbaiki prognosis
(Martaadisoebrata, 2005).
2.9 Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi mola secara lengkap, sebagian besar penderita
MHK akan sehat kembali, kecuali 15%-4% yang mungkin akan mengalami keganasan
(TTG). Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko
tinggi, seperti :
Saat ini, sudah hampir tidak ada kematian karena MHK. Dibanding MHK,
prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan
derajat keganasannya rendah (4%). Walaupun demikian, dalam kepustakaan ditemukan
laporan tentang kasus MHP yang disertai metastasis ke tempat lain . penderita MHP
harus di follow up sama ketatnya seperti MHK (Martaadisoebrata, 2005).
Hamil yang sehat dianjurkan paling muda pada usia 20 tahun, karena pada usia
20 tahun alat kandungan dan penyangganya sudah cukup matang. Semasa remaja, alat
kandungan belum terbentuk sempurna. Demikian pula dengan alat-alat yang
melengkapi rahim. Otot-otot rahim, fungsi hormon rahim, dan fungsi hormon indung
telur belum sempurna. Namun hamil terakhir sebaiknya tidak melebihi usia 34 tahun.
Kehamilan sebaiknya juga tidak terjadi setelah berusia 35 tahun. Kehamilan pada ibu
yang sudah lebih tua tergolong tidak sehat. Kemungkinan dapat membuahkan anak
yang tidak sehat. Bayi yang cacat lahir sering berasal dari kehamilan ibu pada usia di
atas 35 tahun (Nadesul H, 2001).
Usia ibu secara konsisten terbukti meningkatkan resiko MH pada wanita yang
lebih muda dari 20 tahun dan lebih tua dari 35 tahun, terkait dengan kerusakan pada
pembentukan dan fungsi oosit pada usia reproduksi yang ekstrim, dan hanya terkait
dengan MHK saja (Altman AD, 2008). Ovum dari wanita yang lebih tua lebih rentan
terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko untuk MHK
meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun dan 7,5 kali lipat
untuk wanita yang lebih tua dari 40 tahun (Berek, 2007).
Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang ekstrim
(terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF, hal ini berhubungan
dengan keadaan patologis ovum premature dan postmature (Kruger TF, 2007). Ovum
patologis terjadi karena gangguang pada proses meiosis, sehingga ovum tidak memiliki
inti sel (Martaadisoebrata, 2005). Jika ovum patologis tersebut dibuahi oleh satu sel
sperma maka karyotipe yang dihasilkan adalah 46,XX homozigot dan ini adalah
karyotipe tersering yang ditemukan pada MHK (90%) (Berek, 2007). Sedangkan jika
ovum yang tanpa inti sel tersebut dibuahi oleh dua sel sperma maka karyotipe yang
dihasilkan adalah 46 XX heterozigot (Berek, 2007). Jadi, kromosom MHK itu seperti
wanita, tetapi kedua Xnya berasal dari ayah sehingga disebut dengan diploid
androgenik. Karena tidak ada unsur ibu, maka pada MHK tidak ada bagian embrional
(janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa vili korialis
yang mengalami degenarasi hidrofik seperti anggur (Martaadisoebrata, 2005)..
PEMBAHASAN
Contoh pembahasan
Pasien ini didiagnosis mola hidatidosa komplit dengan ditemukan adanya perdarahan pada
kehamilan muda, disertai dengan adanya gelembung seperti mata ikan (+). Pemeriksaan fisik
didapatkan adanya pembesaran uterus melebihi usia kehamilan yang seharusnya, serta DJJ (-
). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan USG yang menunjukkan
gambaran snowstorm, vesicular pattern, dan ditemukan kista lutein. Namun, pemeriksaan ini
belum tepat karena masih perlu dilakukan pemeriksaan β hCG untuk diagnosanya.
Pemeriksaan fungsi tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kemungkinan komplikasi yang
mungkin timbul. Terapi yang diberikan adalah kuretase dan terapi farmakologis. Tatalaksana
pasien sudah cukup baik hanya saja mungkin perlu ditambahkan jumlah cairan untuk
kebutuhan maintenancenya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah. M.N. dkk. 1994. Mola Hidatidosa Pedoman Diagnosis Dan Terapi Lab/Upf.
Kebidanan Dan Penyakit Kandungan RSUD Dokter Soetomo Surabaya. Hal 25-28.
2. Benirschke K, 2005, Pathology of the Human Placenta,5th ed, Springer, USA.
3. Berkowitz RS GD. 2009. Molar pregnancy. N Engl J Med. 1:360.
4. Berek JS, Novak E, 2007, Berek and Novak’s Gynecology, 14th ed, Lippincott Williams &
Wilkins, USA.
5. Cuninngham. F.G. dkk. Penyakit Trofoblastik Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2.
Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta. 2006. Hal 930-938.
6. Daftary SN, Desai SV, 2006, Obstetrics and Gynaecology-2 For Postgraduates and
Practitioners, BI Publications Pvt Ltd, New Delhi
7. Fox H, 2007, Pathology of The Placenta, 3rd ed, Saunders Elsevier, USA,
8. Heffner LJ, Schust DJ, 2005, At a Glance Sistem Reproduksi, ed 2, Erlangga, Jakarta.
9. Hoskins WJ, 2005, Principles and Practice of Gynecologic Oncology, 4th ed, Lippincott
Williams & Wilkins, USA.
10. Lumongga F, 2009, Images Analysis Densitas DNA Pada Mola Hydatidiform, Departemen
Patologi Anatomi USU, Medan.
11. Mansjoer, A. dkk. 2001. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta. Hal 265-267
12. Martaadisoebrata. D, Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta & Selaput Janin. ILMU
KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO PRAWIROHARDJO. Jakarta. 2002 Hal
341-348.
13. Mochtar. R. Penyakit Trofoblas. SINOPSIS OBSTETRI. Jilid I. Edisi2. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG. Jakarta. 1998. Hal. 238-243.
14. Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. ILMU KANDUNGAN. Yayasan Bina
Pustaka SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta. 1999. Hal . 262-264
15. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. ELSTAR OFFSET. Bandung. 1981.
Hal38-42.
16. Saleh ZA, 2005, Kanker Ginekologi : Klasifikasi dan Petunjuk Pelaksanaan Praktis, ed 3,
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/RSMH, Palembang.