Anda di halaman 1dari 7

PANNDUAN KLINIK (PPK)

RSNU KABUPATEN JOMBANG

2013 – 2015
Katarak Senilis
1. Pengertian (Definisi) Setiap kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut
Menurut tebal tipisnya kekeruhan lensa, katarak senil
dibagi menjadi 4 bagian :
1. Katarak insipient
Kekeruhan lensa tampak terutama di bagian perifer
korteks berupa garis-garis yang melebar dan makin
senral menyerupai ruji disebuah sepeda. Biasanya
pada stadium ini tidak menimbulkan gangguan tajam
penglihatan dan masih bisa dikoreksi sampai
mencapai 6/6.
2. Karatak imatur
Kekeruhan terutama di bagian posterior nukleus dan
belum mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi
pencembungan lensa karena lensa menyerap cairan,
akan mendorong iris ke depan yang menyebabkan
bilik mata depan menjadi dangkal dan bisa
menimbulkan glaukoma sekunder. Lensa yang
cembung akan meningkatkan daya bias, sehingga
kelainan refraksi menjadi lebih miopia.
3. Katarak matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna
menjadi putih keabu-abuan. Tajam penglihatan
menurun tinggal melihat gerakan tangan atau persepsi
cahaya positif.
4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan menjadi
pencairan korteks dan nukleus tenggelam ke bawah
(katarak morgagnian) atau lensa akan terus
kehilangan cairan dan keriput (katarak shrunken).
Operasi pada stadium ini kurang menguntungkan
karena menimbulkan penyulit.

2. Anamnesis Tajam penglihatan makin menurun, makin tebal kekeruhan


pada lensa, tajam penglihatan makin mundur.
Bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa, penderita
merasa lebih kabur dibandingkan bila kekruhan terletak di
perifer.
Penderita merasa lebih enak membaca dekat tanpa
kacamata seperti biasanya karena miopisasi.
Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita
mengeluh silau dan penurunan penglihatan pada keadaan
tenang.
3. Pemeriksaan Fisik Kekeruhan pada lensa, pada katarak cuneiform berbentuk
jeruji. Pada awalnya berwarna keputihan dan kemudian pada
nukleus berwarna kecoklatan (brunescent cataract)
Leukokoria : pupil berwarna putih, pada katarak matur
Tes bayangan iris pada lensa : positif pada katarak imatur,
negatif pada katarak matur
Refleks fundus berwarna jingga akan menjadi gelap (refleks
fundus negatif) pada katarak matur
Cara pemeriksaan katarak
 Optotip snellen : untuk mengetahui tajan
penglihatan penderita, pada stadium insipient dan
imatur bisa dicoba dengan koreksi dengan lensa
kacamata terbaik
 Lampu senter : refleks pupil terhadap cahaya pada
katarak masih normal. Tampak kekeruhan pada
lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih
keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks
senil. Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah
pada katarak matur untuk mengetahui keadaan
retina secara garis besar
 Oftalmoskopi : untuk pemeriksaan ini, sebaiknya
pupil dilebarkan. Pada stadium insipien dan imatur
tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar
belakang jingga (refleks fundus negatif)
 Slit lamp biomikroskop : untuk evaluasi tebal, luas
dan lokasi kekeruhan pada lensa
4. Kriteria Diagnosis Riwayat penyakit, penurunan penglihatan perlahan
pemeriksaan slitlamp dengan midriatikum, didapatkan
kekeruhan pada lensa
fundus refleks negatif pada katarak matur
5. Diagnosis Kerja Katarak senilis
6. Diagnosis Banding  Refleks senil : pada orang tua dengan lampu senter
tampak warna pupil keabu-abuan mirip katarak, tapi
pada pemeriksaan refleks fundus positif
 Katark komplikata : akibat koplikasi dari penyakit
lain (uveitis anterior, diabetes mellitus)
 Katarak karena penyebab lain : missal obat-obatan
(kortikosteroid), radiasi, rudapaksa mata, dll
 Kekeruhan badan kaca
 Ablasio renita
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi
2. Retinometer
8. Terapi Pencegahan sampai saat ini belum ada
Pembedahan dilakukan apabila kemunduran tajam
penglihatan penderita telah mengganggu pekerjaan sehari-
hari dan tidak dapat dikoleksi denga kaca mata
Pembedahan dapat dikerjakan dengan cara :
1. Intrakapsuler ; massa lensa dan kapsul dikeluarkan
seluruhnya
2. Ekstrakapsuler ; massa lensa dikeluarkan dengan
merobek kapsul anterior dan meninggalkan kapsul
bagian posterior
3. Fakoemulsifikasi ; inti lensa dihancurkan di dalam
kapsul dan sisa massa lensa dibersihkan dengan
irigasi aspirasi
Koreksi afakia (mata tanpa lensa) dapat dengan ;
1. Implantasi lensa intra okuler : d lensa intra okuler
ditanam setelah lensa mata diangkat
2. Kaca mata : kekurangannya adalah distorsi yang
cukup besar dan lapangan pandangan terbatas.
Kekuatan lensa yang diberikan sekitar +10 D bila
sebelumnya emetropia
3. Lensa kontak : diberikan pada afakia monokuler di
mana penderita kooperatil, trampil dan kebersihan
terjamin
Kacamat dan lensa kontak diberikan apabila
pemasangan lensa intra okuler tidak dapat dipasang
dengan baik atau merupakan kontra indikasi
9. Edukasi Pencegahan sampai saat ini belum ada
10. prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam: dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Tajam penglihatan
Jenis dan ketebalan katarak
15. Kepustakaan Vaughan D Asbury : general ophthalmolog, 15th ed. Lange
medical publisher, california, 1995, pp 160, 164 – 165

Basic and clinical science course : lens and cataract, the


fundamental of the American academy of ophthalmology,
2001 – 2001, pp 40-45, 96-110
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN JOMBANG
NOMOR : 188.4 / 87A /415.44 / 2016

TENTANG

SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS


ATAS NAMA dr. RIRIN FAUJIAH, SpJP

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN JOMBANG

Menimbang : Bahwa sesuai Surat Ketua Komite Medik Nomor 066/KM/VI/2016


tanggal 12 Juli 2016 tentang Hasil Krendensial Tenaga Medis an dr. Ririn
Faujiah, SpJP maka perlu adanya penetapan rincian kewenangan klinis oleh
Diretur.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan menteri Kesehatan Nomor 1045/ Menkes/ Per/ XI/ 2006
tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen
Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/ Menkes/ Per/ IV/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/ Mekes/ SK/ II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983 tentang
berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia bagi para Dokter di
Indonesia;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 772/Menkes/SKNI/2002 tentang
Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit;
9. Keputusan Bupati Jombang Nomor 188.4.45/192/415.12/2008 tentang
Penetapan Penerapan Status Pola pengelolaan keuangan Badan Layanan
umum Daerah (PPK – BLUD) pada Rumah Sakit Umum Sakit Daerah
Kabupaten Jombang
10. Peraturan Direktur Nomor 188.4/353/415.44/2014 tentang Kebijakan
Pelayanan Pasien di Rumah Sakit UMum Daerah Kabupaten Jombang.
MEMUTUSKAN
SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS
ATAS NAMA dr. RIRIN FAUJIAH, SpJP

Menetapkan :
PERTAMA : Memberikan penugasan klinis kepada dr. Ririn Faujiah, SpJP sebagai dokter
Spesialis Jantung dengan rincian kewenangan klinis terlampir yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dalam Surat Keputusan ini;

KEDUA : Memberikan penugasan Klinis pada dr. Ririn Faujiah, SpJP dengan Kewenangan
Klinis tersebut;

KETIGA : Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Surat Keputusan ini akan diatur tersendiri

KEEMPAT : Keputusan ini berlaku selama 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan dan apabila
di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

DITETAPKAN DI : JOMBANG
PADA TANGGAL : 18 Juli 2016

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMU DAERAH


KABUPATEN JOMBANG,

dr. PUDJI UMBARAN, M.KP


Pembina Tk. I
NIP. 19680410 200212 1 006
RINCIAN KEWENANGAN KLINIK
DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
(CLINICAL PRIVILEGE)

Dr. RIRIN FAUJIAH, SpJP

Disetujui Kemampuan
NO. RINCIAN KEWENANGAN KLINIS Klinik

1 2 3 4
Pengobatan & perawatan penderita jatunga &
1. pembuluh darah dari usia bayi-lanjut
Pengelolaan program promosi, prevensi, primer,
2. prevensi sekuder dan rehabilitasi penyakit jantung &
pembuluh darah
3. Pengobatan dan perawatan penyakit kardiovaskuler
4. Pemantauan hemodinamik secara non invasive
5. Pengelolaan ekspertise klinik pemeriksaan uji latih
jantung
6. Pengelolaan ekspertise klinik pemeriksaan
elektrikardiogram standar
7. Pengelolaan ekspertise klinik ambulatory
elektrokardiogram
8. Interprestasi hasil-hasilpemeriksaan laboratorium untuk
pemeriksaan penyakit jantung & pembuluh darah
9. Interprestasi hasil-hasil pemeriksaan radiologi yang
berkaitan dengan penyakit jantung & pembuluh darah
10. Interprestasi klinik dan pemeriksaan ekokardiografi
11. Interprestasi klinik pada penyakit-penyakit pembuluh
darah dengan menggunakan modalitas non invasive
12. Interprestasi pemeriksaan perdamaian radioisotope
(nuclear cardiology)

KETERANGAN KEMAMPUAN KLINIK DOKTER SPESIALIS :


Tingkat Kemampuan 1 : Mengenali gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit
Tingkat Kemampuan 2 : Mampu membuat diagnosis klinik
Tingkat Kemampuan 3 : Mampu mendiagnosis klinik, member terapi pendahuluan
Tingkat Kemampuan 4 : Mampu mendiagnosis klinik, memutuskan dan mampu
menangani problem itu secara mendiri hingga tuntas

NO. RINCIAN KEWENGAN KLINIS Disetujui Keterampilan


Klinik
1 2 3 4

1 Pengelolaan tindakan-tindakan ACLS


2 Pemantauan hemodinamik secara invasive
3 Pengelolaan kateterisasi jantung dan pembuluh darah
4 Pengelolaan prosedur-prosedur intervensi non bedah
5 Interprestasi klinik pada penyakit-penyakit pembuluh
darah dengan menggunakan modalitas invasive
6 Pengelolaan alat pacu jantung
7 Pengelolaan alat bantu hemodynamic (assist devices)

KETERANGAN KETERAMPILAN KLINIK DOTER SPESIALIS :


Tingkat Keterampilan 1 :
Tingkat Keterampilan 2 :
Tingkat Keterampilan 3 :
Tingkat Keterampilan 4 :

Anda mungkin juga menyukai