Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID

A. DEFINISI
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk., 2005, hal 152).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007).
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi (Ovedoff, 2002: 514).
Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada
anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan
diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%). (Mansjoer, Arif. 1999).
B. ETIOLOGI
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah
lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang
terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan
oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas
humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus sel-
sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di
jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah bening mesenterika.

1
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui ductus
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi,
sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi
sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, dan
gangguan mental koagulasi).
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi usus.
Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat mengakibatkan
komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan, dan
gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi
hyperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi nekrosis pada minggu kedua dan
ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

D. PATHWAY

2
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30
hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian
menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap

3
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.

2. Gangguan pada saluran pencernaan


Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa
membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena
terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat
maupun oleh zat anti.
F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :

4
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan
darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang

5
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
H. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama
7 hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan ciproloxacin
sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat
antibiotik adalah
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam
3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
c. amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam
3-4 kali. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
d. kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.

6
e. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena,
selama 5-7 hari.
f. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
Bila tak terawat, demam thypoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai
sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin
untuk demam thypoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan
perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal
3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian
dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.

b. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
2) Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring

7
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
thypoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh.
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,
agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakit anaknya.

6) Pola sensori dan kognitif


Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat
suatu waham pada klien.
7) Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di
rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 –
410C, muka kemerahan.
2) Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
3) Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
4) Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
5) Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
6) Sistem gastrointestinal

8
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor
(khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut
terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
7) Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

8) Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus
halus
b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,
intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
3. Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus
halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
3) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan
ketidaknyamanan.
4) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik

9
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian
antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri

b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan


peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak mual
2) Tidak demam
3) Muntah
4) Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat
memenuhi kebutuhan cairan.
2) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan

dan turgor kulit


R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan
atau efek dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat
dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan
secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume
cairan tubuh

8) Kolaborasi pemberian cairan intravena


R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi
kebutuhan cairan yang hilang
c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah,
anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah

10
4) Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan
dalam keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator
intervensi selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan
muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan
yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang
dibutuhkan klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan

yang mengandung gas/asam, pedas


R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah
dan menurunkan asupan nutrisi
8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil :
1) Melaporkan tidur nyenyak
2) Klien tidur 8-10 jam semalam
3) Klien tampak segar
Intervensi:
1) Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya
2) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
3) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
4) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masasepunggung

sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
e. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan

11
Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil :
1) Tidak ada keluhan nyeri
2) Wajah tampak tampak rileks
3) Ttv dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk
mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga
merelaksasikan otot-otot.

3) Ajarkan tehnik nafas dalam


R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi
nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat
serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi

Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :


a. Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.
b. Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
c. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
d. Kebutuhan cairan terpenuhi

12
DAFTAR PUSTAKA

Arif mansjoer, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Penerbit media aesculapius.
Jakarta : fkui
Donna l.wong, dkk. 2002 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : egc
Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : egc
Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : egc
NANDA.2012.Diagnosis keperawatan.Nanda : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia.2003.Patofisiologi volume 2.Jakarta : egc
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : Jakarta
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim
Terjadi Pada Anak.PERKANI : Surabaya
Wahidiyat Iskandar. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Info Medika : Jakarta
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis:
Mosby Inc.

13

Anda mungkin juga menyukai