Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni
hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.
Materi ini belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas pada mata ajaran
lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya menyatakan menggunakannya.
Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
ttd.
Redi Sunarta
1. Pendahuluan
Konsumsi energi primer Indonesia tahun 20121 mencapai 170.54 MTOE (Million Tonnes Oil
Equivalent) atau meningkat 37.6% dibandingkan tahun 2006 atau naik sekitar 7% setiap tahun, seiring
dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi. Ketergantungan terhadap minyak masih dominan
dengan pangsa 32,7% (47,7%, tanpa biomasa), diikuti oleh biomasa 25,1%, batubara 13%, gas bumi
10,8%, listrik 8,8%, dan sisanya disumbang oleh LPG, produk BBM lainnya, dan briket . Dari data
tersebut, 95% (tanpa biomasa) energi yang kita gunakan berasal dari energi yang diperkirakan akan
habis dua sampai tiga dekade kedepan. Kondisi semakin berat karena sejak tahun 2003 Indonesia sudah
menjadi negara net importer minyak, berdampak terhadap meningkatnya beban APBN untuk subsidi
BBM. Agar mengatasi ketergantungan terhadap minyak, hal termudah adalah menggantikan minyak
dengan gas yang suplainya relatif masih besar. Meskipun begitu, gas tidak bisa diandalkan sepenuhnya
untuk menopang kebutuhan energi Indonesia karena rata-rata peningkatan produksi gas 1,8% per tahun
masih lebih rendah dari peningkatan konsumsi gas yaitu 3,9% per tahun dan produksi gas diperkirakan
akan mulai menurun secara permanen mulai 2019. Alternatif terbaik agar Indonesia terbebas dari krisis
energi di masa depan adalah mengembangkan dan menggunakan energi baru terbarukan (EBT) dan
konservasi energi.
Secara keseluruhan, pemanfaatan EBT tahun 2012 memang masih sekitar 5% (tanpa biomasa).
Pemerintah melalui Dewan Energi Nasiaonal sedang merancang Kebijakan Energi Nasional yang mana
tindak lanjut dari PP No. 5 tahun 2006, dalam draft rancangan tersebut menargetkan bauran EBT
1
sudut pandang waktu dalam keseluruhan tulisan pada titik awal tahun 2013
sebesar 25% (tanpa biomasa) pada tahun 2025. Jika kita lihat rata-rata pertumbuhan dari 2010 bauran
EBT yang hanya sebesar 5.8%, maka kita patut pesimis akan terpacainya target tersebut.
3. Kesimpulan
Cadangan energi fosil yang terus menurun setiap tahun menjadikan pemanfaatan Energi Baru
Terbarukan harus terus dioptimalkan selain karena alasan penghematan anggaran negara juga alasan
ketahanan energi dan komitmen mengurangi emisi. Indonesia memiliki potensi besar untuk memenuhi
kebutuhan energi domestik. Akan tetapi, pertumbuhan EBT setiap tahun masih kecil, meskipun berbagai
program dan kebijakan sebenarnya telah dirancang untuk mendukung pengembangan EBT–artinya tidak
efektif. Secara garis besar, subsidi energi konvensional yang terus diberikan pemerintah, kurangnya
insentif yang pantas, dan regulasi pemerintah yang tumpamg tindih, merupakan hambatan utama dalam
pengembangan EBT. Untuk menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan sinergi semua pihak terkait, di
antara lain pemerintah, investor, peneliti, dan politikus, sehingga bauran EBT meningkat secara
signifikan dan konsisten setiap tahun demi keberlangsungan hidup masyarakat.
4. Referensi