Anda di halaman 1dari 5

Statement of Authorship

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni
hasil pekerjaan saya sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.

Materi ini belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas pada mata ajaran
lain kecuali saya menyatakan dengan jelas bahwa saya menyatakan menggunakannya.

Saya memahami bahwa tugas yang saya kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama : Redi Sunarta


NPM : 1606888216
Mata ajaran : Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Kelas : Ek. SDAL-C
Judul tugas : Deskripsi Singkat Kondisi Energi Baru Terbarukan di Indonesia
Dosen : Tezza Napitupulu,

Depok, 17 Maret 2018

ttd.

Redi Sunarta
1. Pendahuluan
Konsumsi energi primer Indonesia tahun 20121 mencapai 170.54 MTOE (Million Tonnes Oil
Equivalent) atau meningkat 37.6% dibandingkan tahun 2006 atau naik sekitar 7% setiap tahun, seiring
dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi. Ketergantungan terhadap minyak masih dominan
dengan pangsa 32,7% (47,7%, tanpa biomasa), diikuti oleh biomasa 25,1%, batubara 13%, gas bumi
10,8%, listrik 8,8%, dan sisanya disumbang oleh LPG, produk BBM lainnya, dan briket . Dari data
tersebut, 95% (tanpa biomasa) energi yang kita gunakan berasal dari energi yang diperkirakan akan
habis dua sampai tiga dekade kedepan. Kondisi semakin berat karena sejak tahun 2003 Indonesia sudah
menjadi negara net importer minyak, berdampak terhadap meningkatnya beban APBN untuk subsidi
BBM. Agar mengatasi ketergantungan terhadap minyak, hal termudah adalah menggantikan minyak
dengan gas yang suplainya relatif masih besar. Meskipun begitu, gas tidak bisa diandalkan sepenuhnya
untuk menopang kebutuhan energi Indonesia karena rata-rata peningkatan produksi gas 1,8% per tahun
masih lebih rendah dari peningkatan konsumsi gas yaitu 3,9% per tahun dan produksi gas diperkirakan
akan mulai menurun secara permanen mulai 2019. Alternatif terbaik agar Indonesia terbebas dari krisis
energi di masa depan adalah mengembangkan dan menggunakan energi baru terbarukan (EBT) dan
konservasi energi.

2. Analisis dan Bahan Diskusi


2.1 Potensi Energi Baru Terbarukan
Menurut UU No. 30 tahun 2007, energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh
teknologi baru baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan,
antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified
coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). Sedangkan, energi terbarukan adalah sumber energi yang
dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi,
angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
Indonesia memiliki potensi besar akibat letak dan kondisi geografisnya guna menghasilkan energi dari
berbagai sumber energi baru dan terbarukan. Sesditjen EBTKE, Djadjang Sukarna, bahkan mengatakan
potensi dari EBT bisa mencukupi kebutuhan energi nasional selama 100 tahun. Angka tersebut
berdasarkan asumsi dari pertumbuhan rata-rata konsumsi energi Indonesia setiap tahun sebesar 7%,
hasil perhitungan potensi EBT dari riset terbaru dan tingkat efisiensi pengolahan energi saat ini.
No. Sumber Energi Potensi Kapasitas terpasang
1 Panas Bumi 16.502 MW (Reserve) 1.314 MW
2 Hidro 75.000 MW (Resource) 7.059 MW
3 Mini-Mikrohidro 769,7 MW (Resource) 512 MW
4 Biomasa 13.662 Mwe (Reserve) 1.364 Mwe
5 Surya 4,80 kWh/m2/hari 42,78 MW
6 Angin 3 – 6 m/s 1,33 MW
7 Uranium 3.000 MW 30 MW
8 Gas Metana batubara 453 TSCF (Resource)
9 Shale Gas 574 TSCF (Resource)
Tabel 1. Sumber alternatif energi baru dan terbarukan di Indonesia, Directorate General of NRE&EC, 2013

Secara keseluruhan, pemanfaatan EBT tahun 2012 memang masih sekitar 5% (tanpa biomasa).
Pemerintah melalui Dewan Energi Nasiaonal sedang merancang Kebijakan Energi Nasional yang mana
tindak lanjut dari PP No. 5 tahun 2006, dalam draft rancangan tersebut menargetkan bauran EBT
1
sudut pandang waktu dalam keseluruhan tulisan pada titik awal tahun 2013
sebesar 25% (tanpa biomasa) pada tahun 2025. Jika kita lihat rata-rata pertumbuhan dari 2010 bauran
EBT yang hanya sebesar 5.8%, maka kita patut pesimis akan terpacainya target tersebut.

2.2 Hambatan Energi Terbarukan di Indonesia


Masalah ketergantungan dan minimnya pemanfaatan EBT juga merupakan masalah global, hal
tersebut disadari dan upaya menangani masalah itu tercermin dari tren investasi energi global di EBT
delapan tahun terakhir naik enam kali lipat lebih walaupun dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2012
mengalami penurunan 12%. Kenaikan investasi yang signifikan tersebut mengeser dominasi batu bara
dan gas sebagai tempat investasi energi terbesar periode sebelumnya. Kondisi serupa terjadi di
Indonesia, contohnya kucuran dana senilai 174 juta dolas AS untuk Proyek Wampu 45 MW di Sumatera,
yang dikembangkan oleh Korea Midland Power, Mega Power Mandiri dan Posco Engineering, tapi nilai
investasi energi tidak terbarukan masih lebih tinggi dari nilai investasi EBT.
Menurut Kardaya Warnika, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, ada enam kendala utama dalam
mengembangkan energi baru dan terbarukan. Pertama adanya subsidi BBM, sehingga BBN kurang laku.
Kedua tumpang tindih lahan beberapa jenis energi seperti panas bumi dan tenaga air yang seringkali
berada di kawasan hutan. Kendala lain adalah pendanaan dan harga jual listrik yang belum ekonomis
serta belum adanya dukungan industri hulu.
2.2.1. Subsidi Energi Konvensional Pemerintah
Subsidi BBM dan listrik terus diberikan membuat BBN kurang laku karena perbedaan harga jual
yang cukup besar. Walaupun, Subsidi tersebut membuat anggaran pemerintah saat ini mengalami
tekanan akibat kenaikan harga minyak dunia, sehingga menyebabkan defisit pemerintah terus
membengkak. Subsidi-subsidi ini terus diberikan notabene digunakan untuk alasan politik populis.
Masalah subsidi energi ini Indonesia telah menjadi korban dari kesuksesannya sendiri (Fabby Tumiwa,
2012).
2.2.2. Insentif Investasi
Kurangnya insentif keuangan yang memadai dan subsidi harga untuk energi konvensional
merupakan hambatan utama dalam pengembangan terbarukan selama ini. Dari tahun 2006 sampai
2010 berlaku Kepmen ESDM no. 02 tahun 2006 untuk mendorong pemanfaatan pembangkitan listrik
dari EBT sampai dengan kapasitas 10 MW dari sebelumnya hanya 1 MW. Besarnya tarif dikaitkan
langsung dengan harga pokok pembangkitan listrik menurut PLN, dan jumlahnya ditetapkan sebesar 60-
80% dari harga pokok. Akan tetapi, kebijakan tersebut masih tidak menarik untuk investor karena harga
lsitrik dari EBT masih tetap belum kompetitif dibandingkan energi konvensional yang disubsidi.
2.2.3. Tumpang Tindih Lahan
Beberapa jenis energi seperti panas bumi dan tenaga air sebagian besar berada di kawasan
hutan. Padahal, pemerintah berkomitmen untuk melakukan moratorium selama dua tahun mengenai
pembangunan kehutanan di bawah kesepakatan iklim senilai 1 miliar dolar AS dengan Norwegia yang
bertujuan mengurangi emisi dari deforestasi dan juga berkomitmen terhadap kebijakan deforestasi
jangka panjang dengan target pengurangan emisi secara sukarela sebesar 26 % pada tahun 2020 ketika
KTT Perubahan Iklim (COP) di Kopenhagen.
2.2.4. Tumpang Tindih Regulasi
Satu sisi pemerintah membuat target agar bauran EBT meningkat dan bauran Minyak dan Batu
bara diturunkan. Akan tetapi, komitmen untuk mencapai target tersebut bertolak belakang. Seperti
contohnya, pemerintah melakukan investasi pada 20 GW kapasitas batubara baru, yang didukung oleh
pertambangan baru dan sekarang berupaya menerapkan ambang kualitas ekspor batubara untuk
melindungi pasar batubara domestik karena dalam jangka pendek batu bara lebih menguntungkan.
2.3 Perkembangan Energi Baru Terbarukan
Menteri ESDM Jero Wacik (Mei, 2012) mengatakan pemerintah akan memberikan lima
insentif untuk mempercepat pengemabangan EBT. Insentif itu yakni pemerintah akan meningkatkan
tarif energi melalui kebijakan harga berdasarkan biaya atau feed in tariff, insentif fiskal, insentif pada
pendanaan, insentif dukungan pasar dan memberikan kemudahan perizinan dan penyelesaian tumpang
tindih lahan. Pemerintah juga sudah memberikan jaminan atas kemampuan pembayaran energi yang
akan dibeli oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Jika PLN tak membelinya, maka pemerintah yang akan
mengganti pembayarannya. Selain itu, pemerintah juga sudah bicara dengan Bank Indonesia untuk
pembentuan green bangking yang akan membantu pembiayaan energi baru dan terbarukan. Wacana
pemberian insentif tersebut pasti membutuhkan anggaran yang banyak ditengah defisit anggaran
pemerintah setiap tahun, mungkin hanya akan menjadi sekadar rencana.
Perkembangan EBT juga didukung oleh trend biaya produksi sistem pembangkit listrik
berbasis EBT menunjukkan penurunan tajam di pasar global terutama yang memanfaatkan tenaga surya
dan angin. Penurunan tersebut membuat daya saing EBT semakin mendekati teknologi bahan bakar fosil
bahkan ketika biaya emisi karbon dari batubara dan gas tidak dimasukkan. Jika biaya produksi tersebut
terus menurun seperti halnya yang terjadi pada harga surya dan angin, maka sistem pembangkit listrik
EBT akan sepenuhnya kompetitif sehingga tidak diperlukan kembali insentif dari pemerintah.

3. Kesimpulan
Cadangan energi fosil yang terus menurun setiap tahun menjadikan pemanfaatan Energi Baru
Terbarukan harus terus dioptimalkan selain karena alasan penghematan anggaran negara juga alasan
ketahanan energi dan komitmen mengurangi emisi. Indonesia memiliki potensi besar untuk memenuhi
kebutuhan energi domestik. Akan tetapi, pertumbuhan EBT setiap tahun masih kecil, meskipun berbagai
program dan kebijakan sebenarnya telah dirancang untuk mendukung pengembangan EBT–artinya tidak
efektif. Secara garis besar, subsidi energi konvensional yang terus diberikan pemerintah, kurangnya
insentif yang pantas, dan regulasi pemerintah yang tumpamg tindih, merupakan hambatan utama dalam
pengembangan EBT. Untuk menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan sinergi semua pihak terkait, di
antara lain pemerintah, investor, peneliti, dan politikus, sehingga bauran EBT meningkat secara
signifikan dan konsisten setiap tahun demi keberlangsungan hidup masyarakat.
4. Referensi

Bppt. Indonesia Energy Outlook 2012. 2012,


https://www.researchgate.net/profile/Agus_Sugiyono/publication/275644686_Outlook_Energi_In
donesia_2012/links/5552ea0a08ae980ca606c818/Outlook-Energi-Indonesia-2012.pdf.
Hutapea, Maritje. Strategi Dan Program Kerja Untuk Meningkatkan Akses Energi Di Perdesaan Dan
Perkotaan. IESR, 2012, pp. 1–14, http://iesr.or.id/wp-content/uploads/EBTKE1.pdf.
KataData. Perkembangan Energi Terbarukan Pembangkit Listrik Di Indonesia 2005 - 2010.
Katadata.co.id, 2016, p. 1,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/05/12/perkembangan-energi-terbarukan-
pembangkit-listrik-di-indonesia-2005--2010.
Kementrian ESDM RI. Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia Cukup Untuk 100 Tahun. Esdm.go.id,
2012, http://www3.esdm.go.id/berita/energi-baru-dan-terbarukan/323-energi-baru-dan-
terbarukan/6071-potensi-energi-baru-terbarukan-indonesia-cukup-untuk-100-tahun-.html.
kontan.co.id. Ini 5 Insentif Pengembang Energi Terbarukan. Industri.kontan.co.id, 2012,
https://industri.kontan.co.id/news/ini-5-insentif-pengembang-energi-terbarukan.
Kusumaputra, R.Adhi. Ancaman Krisis Energi Sebabkan EBTKE Mendesak Dilakukan. Kompas.com,
2012,
https://ekonomi.kompas.com/read/2012/05/25/23363192/Ancaman.Krisis.Energi.Sebabkan.EBTK
E.Mendesak.Dila.
Majalah RESPECT. Feed-i Tariff U tuk Listrik Berbasis E ergi Terbaruka  : Filipi a Me perke alka ,
Indonesia Menyempurnakan. Thepresidentpostindonesia.com, 2012,
https://thepresidentpostindonesia.com/2012/10/15/feed-in-tariff-untuk-listrik-berbasis-energi-
terbarukan-filipina-memperkenalkan-indonesia-menyempurnakan/.
Martha, Luhur Fajar, and Ratna Sri Widyastuti. SOS Energi Terbarukan Indonesia. Kompas.com, 2012,
https://nasional.kompas.com/read/2011/03/18/04354012/sos.energi.terbarukan.indonesia.
Nicole Aspinall, et al. Global Trends in Renewable Energy Investment 2013. 2013, http://fs-unep-
centre.org/system/files/globaltrend.
Pemerintah Indonesia. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007. 2007, pp. 1–
20, http://www.batan.go.id/ref_utama/uu_30_2007.pdf.
Wilcox, Jeremy. Indonesia’s Energy Transit: Struggle to Realize Renewable Potential.
Renewableenergyworld.com, 2012,
http://www.renewableenergyworld.com/articles/print/volume-15/issue-5/solar-
energy/indonesias-energy-transit.html.

Anda mungkin juga menyukai