Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR SEMESTER

MANUSIA DAN MASYARAKAT INDONESIA

Disusun oleh:

Redi Sunarta
1606888216

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS INDONESIA
2017
Statement of Authorship

Penulis yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir
adalah murni hasil pekerjaan penulis sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
penulis gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas pada
mata ajaran lain kecuali penulis menyatakan dengan jelas bahwa penulis menyatakan
menggunakannya.

Penulis memahami bahwa tugas yang penulis kumpulkan ini dapat diperbanyak
dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama : Redi Sunarta

NPM : 1606888216

Mata Kuliah : Manusia dan Masyarakat Indonesia

Kelas : MMI - H

Judul tugas : Laporan Akhir Semester ”Kehidupan Agus yang Keras”

Dosen : Darlis Rabai S.E., M.A.

Depok, 21 Desember 2017

Redi Sunarta

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
izin-Nya penulis dapat membuat dan menyelesaikan Laporan Wawancara Lapangan ini
tepat waktu sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Laporan ini penulis
susun dalam rangka memenuhi tugas akhir semester dalam mata kuliah wajib dari
Rumpun Sosial yaitu Manusia dan Masyarakat Indonesia di Universitas Indonesia.

Kedua, penulis haturkan terima kasih kepada Bapak Darlis Rabai selaku dosen
MMI-H atas bimbingan dan nasehat beliau untuk melakukan observasi yang baik.
Terakhir, penulis sangat berterima kasih kepada narasumber penulis, Agus, untuk
berbagi waktu, pengalaman, dan pengetahuan yang beliau sampaikan kepada penulis
yang mana sebagian tertuang dalam laporan.

Selain itu, penulis berharap laporan ini dapat digunakan dan bermanfaat untuk
menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang realitas kecil masyarakat
Indonesia. Laporan Akhir Semester ini merupakan hasil kelanjutan, ektensi, dan revisi
dari Laporan Tangah Semester yang sudah dibuat sebelumnya. Akhir kata, penulis
mohon maaf jika ada kata-kata yang salah dan kurang berkenan karena penulis
menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.

Depok, 22 Desember 2017

Redi Sunarta

2
DAFTAR ISI

Statement of Authorship ................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ 3
1. Pendahuluan .............................................................................................................. 4
2. Isi ............................................................................................................................... 5
2.1 Deskripsi Setting : Kondisi Setting Dan Lingkungan Setting ................................ 5
2.2 Deskripsi Narasumber Observasi ............................................................................ 6
2.3 Deskripsi Tindakan dan Interaksi ........................................................................... 8
2.4 Peran dan Fungsi Narasumber .............................................................................. 10
2.5 Nalar...................................................................................................................... 11
2.6 Nilai dan Norma.................................................................................................... 13
3. Penutup .................................................................................................................... 14
3.1 Refleksi Penulis ............................................................................................... 14
3.2 Kesimpulan ........................................................................................................... 15

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lokasi Observasi berwarna abu tua ................................................................ 5
Gambar 2. Deskripsi bahwa Agus merupakan nama samaran ......................................... 7
Gambar 3. Kondisi di hampir setiap wawancara yaitu minum kopi ................................ 8
Gambar 4. Kondisi beskem saat interaksi ........................................................................ 9
Gambar 5. Tukang Parkir di Minimarket ....................................................................... 10
Gambar 6. Pak Ogah di Jalan ......................................................................................... 10

3
1. Pendahuluan

Mata kuliah rumpun merupakan mata kuliah wajib yang dikembangkan oleh
rumpun keilmuan di lingkungan Universitas Indonesia. Mata kuliah Manusia dan
Masyarakat Indonesia (MMI) merupakan mata kuliah wajib pada fakultas rumpun sosial
humaniora, yang dilaksanakan di 5 fakultas keilmuan yaitu; FEB, FIB, FISIP, FPSI, dan
FH. Di FEBUI sendiri sebenarnya MMI bernama lengkap: Manusia dan Masyarakat
Indonesia: Melatih Kepekaan Diri Memaknai Arti Kehidupan Bersama.

Tujuan dari mata kuliah ini mengantarkan mahasiswa agar mampu mengasah
dan memunculkan kepekaan diri terhadap realitas sosial budaya di dalam masyrakat
Indonesia, sehingga mampu menangkap tanda-tanda logika/rasionale dari realitas sosial
budaya, sesuai dengan tingkat kemampuan dari mahasiswa yang bersangkutan; yang
pada pembelajaran tingkat permulaan ini ditekankan pada kemampuan menangkap
aspek interaksi sosial dan hal ihwal keteraturan untuk melangsungkan kehidupan
bersama dalam berbagai konteks masyarakat.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis menerapkan sistem pembelajaran dalam mata


kuliah ini dengan observasi lapangan dimana mahasiswa turun langsung kelapangan
untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat sekitar1 secara langsung agar lebih
efektif mencapai tujuan pembelajaran yang sudah diutarakan diatas. Setelah melakukan
pengamatan langsung ke lapangan setiap minggu, mahasiswa membuat catatan
kemudian disampaikan kepada dosen yang bersangkutan. Terakhir, mahasiswa dituntut
untuk membuat laporan tentang hasil observasi yang bersangkutan sebanyak dua kali
dalam satu semester sebagai pengganti dari Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir
Semester.

1
Satu Mahasiswa harus memilih minimal satu narasumber sebagai objek observasi

4
2. Isi

2.1. Deskripsi Setting : Kondisi Setting Dan Lingkungan Setting

Observasi lapangan dalam memenuhi tugas Mata kuliah MMI penulis lakukan
pertama kali pada hari jumat, 15 September 2017, setelahnya diteruskan dengan
frekuensi satu minggu sekali observasi narasumber2 yang sudah dipilih oleh masing-
masing mahasiswa. Lokasi pengamatan telah disepakati oleh MMI 2017 kelas H di
daerah Jalan Kapuk RW 01. Lokasi observasi berada di wilayah Kelurahan Pondok
Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, seberang Kampus D Universitas Gunadarma.
Lokasi dapat diakses dari Jalan Margonda jika menggunakan kendaraan dan Jalan
Stasiun Pondok Cina jika jalan kaki kemudian menggunakan jembatan penyebrangan
orang. Penulis, yang tergabung dalam satu kelompok dapat memilih objek hanya di area
sebelah kanan jalan–jika dari arah Jalan Margonda.

Gambar 1. Lokasi Observasi berwarna abu tua

2
Diselingi dengan diskusi dan presentasi hasil observasi di kelas

5
Wilayah Kapuk merupakan salah satu wilyah padat penduduk dekat Kali
Ciliwung, oleh karena itu, aktivitas area ini menjadi sangat ramai entah dari mahasiswa
dan masyarakat sekitar. Disisi lain, cocok untuk area bisnis kecil dan properti dengan
pangsa pasar utamanya adalah mahasiswa, khususnya yang berasal dari Univeristas
Gunadarma, Universitas Indonesia, dan para pekerja pengguna kereta computer line.

Disepanjang jalan banyak warga yang membuka usaha kecil yang didominasi
jenis usaha seperti rumah makan, warteg, ada yang menggunakan gerobak, warung
kopi, ruko, penjual pulsa, dan warung klontong. Dari segi sosial yang ada disekitar
tempat jualan yang beragam tersebut, penulis bisa melihat para warga yang juga
merupakan seorang pedagang, melakukan aktivitas usaha mereka dengan tertib tanpa
ada saling merasa tersaingi. Kehidupan yang bisa dibilang penuh keamanan, saling
toleransi disetiap warga, dan saling menjalankan peranan masing-masing dengan
berjualan usaha masing-masing.

2.2. Deskripsi Narasumber Observasi

Berdasarkan pengalaman penulis hari pertama observasi lapangan, menemukan


subjek pengamatan bisa dikatakan sulit. Banyak faktor yang memengaruhi, pertama
adalah waktu, hal ini sejak awal sudah dikuatirkan menjadi hambatan karena jam
pengematan merupakan jam kerja. Kedua adalah batasan wilayah, karena kesepakatan
pembagian area observasi per kelompok mendapatkan satu wilayah RT, kenyataannya
terdapat wilayah RT yang sepi dan sedikit peluang mendapatkan narasumber observasi.
Sementara dosen kami cenderung untuk tidak merekomendasikan memilih subjek dari
masyarakat dengan mobilitas tinggi, seperti tukang ojek, karena keberadaan mereka
tidak tetap sehingga sulit untuk melakukan pengamatan rutin.Adapun opsi lain adalah
penjaga indekos atau karyawan fotokopi, namun tidak diprioritaskan karena minimnya
interaksi yang dapat direkam.

Secara kebetulan, penulis memiliki satu teman sebagai warga masyarakat di


daerah tersebut yang mana penulis kenal saat masa sekolah. Kenapa penulis menggap
narasumber sangat menarik dan berbeda karena penulis dan narasumber memiliki latar
belakang yang sama, yaitu kami sama-sama tumbuh saat masa remaja di lingkungan
“begajulan” yang penuh dengan kenakalan-kenakalan remaja. Kamipun sama-sama

6
lulusan sekolah teknik menengah–STM. Penulis sadar dengan latar belakang tersebut
yang mana memiliki citra buruk di masyarakat akan sangat menarik jika penulis angkat
dalam tulisan untuk mata kuliah MMI ini.

Gambar 2. Deskripsi bahwa Agus merupakan nama samaran

Narasumber hanya meminta syarat satu yaitu mensamarkan identitas beliau jika
penulis ingin melakukan observasi karena latar belakang dan pengalaman yang
narasumber ceritakan merupakan suatu hal dianggap negatif untuk masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu, penulis memberikan nama samara “Agus” untuk merujuk
kepada narasumber.

Saat ini, Agus merupakan seorang pekerja di sektor informal karena setiap hari
beliau berperan sebagai tukang pakir di sebuah minimarket, membantu keluar masuk
kendaraan atau lebih dikenal “Pak Ogah” atau “Polisi Cepe” 3, dan biasa membantu
keperluan tetanga misalkan jika ingin belanja ke pasar. Oleh karena itu, sesuai dengan
ciri-ciri yang disampaikan Hendri Saparani dan M. Chatib Basri tentang pekerja
informal yaitu tidak memiliki upah tetap, tempat kerja tidak memiliki job security dan
tidak permanen, serta tidak dalam perlindungan negara.4

3
Selanjutnya akan disingkat PO
4
Oleh karena itu, Agus bebas dari membayar Pajak

7
2.3. Deskripsi Tindakan dan Interaksi

Pertama-tama penulis hanya sekadar menanyakan kabar Agus saat ini atau basa-
basi belaka. Kemudian penulis meminta izin untuk melakukan wawancara setiap
minggu lalu menceritakan hasilnya di catatan mingguan. Penulis sudah memiliki
rencana tiap minggu yang akan menjadi fokus wawancara.

Secara berutun penulis memiliki fokus di minggu kedua adalah (1) untuk
retrospeksi kehidupan narasumber di masa lalu, kemudian hal-hal yang bisa diambil
pelajaran dan hikmah, entah dari kesalahan narasumber ataupun kebaikan yang dia
lakukan. Agus menceritakan ketika masa-masa sekolah dan sesudah lulus SMK, setelah
lulus Agus melamar pekerjaan ke banyak tempat kemudian mengikuti semua alur
penerimaan karyawan, tapi sering mandeg di tahap wawancara, sampai akhirnya
mendapatkan kerja di satu perusahaan otomotif di kawasan Pulogadung sebagai
operator pabrik dengan kontrak satu tahun. Akan tetapi, kontrak kerja tersebut tidak
diperpanjang, Agus kembali mengirim banyak lamaran kerja hingga akhirnya turun
semangat karena membuat lamaran dan mengkuti tahapan penerimaan kerja juga
mengeluarkan uang yang tidak sedikit

Minggu selanjutnya (2) lebih terfokus terhadap keadaan Agus saat ini, yang
mana penulis bisa mengetahui apa saja yang Agus kerjakan baru - baru ini, alih-alih
menceritakan apa yang biasa dikerjakan, Agus malah mengajak penulis untuk mengikuti
aktivitas dia seharian melebih jam mata kuliah sampai malam hari.

Gambar 3. Kondisi di hampir setiap wawancara yaitu minum kopi

8
Minggu observasi (3) penulis rancang hanya ingin menanyakan dua
pertanyaaan, pertama, harapan Agus untuk masa depannya, kedua, apa upaya yang
sudah dan sedang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Wawancara dilakukan
sambil minum kopi santai bersama seperti biasanya. Mayoritas obrolan termasuk tidak
relevan terhadap tujuan penulis, tetapi penulis berusaha mencuri momen agar tetap
mendapatkan jawaban untuk dua pertanyaan tersebut dari Agus.

Dua minggu terakhir observasi (4), penulis mengubah rencana awal yang
seharusnya observasi saat ini lebih memperdalam dua pertanyaan minggu lalu yang
belum mendapatkan jawaban maksimal dari Agus. Akan tetapi, apa yang diharapkan
tidak bisa terwujud karena ingatan terbatas dan seringnya miskomunikasi dari Agus.
Oleh karena itu, observasi ini langsung penulis alihkan menuju bahasan terhadap
kondisi sosial masyarakat di lingkungan Agus terkhusus kondisi teman-teman
sebayanya atau satu tongkrongan. Dua minggu ini, penulis wawancara di beskem
tempat dimana Agus dan teman - temannya berkumpul. Mereka menceritakan apa saja
yang penulis tanyakan mengenai kondisi sosial anak - anak tongkrongan sampai
melewati batas jam observasi 16.30. kemudian penulis baru bergegas pulang setelah
waktu isya tiba.

Gambar 4. Kondisi beskem saat interaksi

9
2.4. Peran dan Fungsi Narasumber

Pagi hari Agus biasa berperan sebagai PO di persimpangan jalan bersama


teman-temannya. Saat dirasa jumlah kendaraan, khususnya mobil semakin jarang, Agus
pulang ke rumah atau sekadar nongkrong di beskem. Sore hari yang mana ketika
penulis diajak mengikuti kegitannya,

Agus menjadi tukang parkir di salah satu mini market Jalan Margonda.
Penulispun ikut membantu sekadar mengatur posisi sepeda motor agar lebih rapi dan
muat untuk kendaraan lain. Hal tersebut, Agus lakukan sampai sekitar jam sembilan
malam.

Gambar 5. Tukang Parkir di Minimarket Gambar 6. Pak Ogah di Jalan

Setelah itu, Agus dan teman-teman menjadi PO kembali tapi kali ini di Jalan
Margonda, dia membuka pembatas jalan untuk kendaraan putar arah yang biasanya
ditutup. Sebagai infomarsi tambahan, ternyata menjadi PO dan tukang parkir tersebut
mempunyai jadwal yang terbagi diantara para pemuda lain di sekitar Margonda. Jadi,
Agus tidak setiap hari menjadi PO dan tukang parkir di daerah tersebut karena teman-
teman lain juga memerlukan pemasukan uang hasil dari pekerjaan tersebut.

10
Agus mengucapkan syukur dengan pekerjaan tersebut masih bisa digunakan
untuk makan atau ngopi dan rokok, jika berlebih Agus memberikannya ke orang tuanya.
Disisi lain, penulis yang sudah mengetahui garis besar kehidupan teman - teman
tongkrongan Agus, ada juga yang bekerja serabutan seperti Agus, untuk makan sehari-
hari biasanya mereka ada yang mengamen, jaga parkir, jadi pak ogah, tukang ojek, jaga
ronda (dibayar dari iuran) atau cuci kendaraan (khususnya motor).

2.5. Nalar

Agus tumbuh kembang di pemukiman padat penduduk, seperti halnya yang


umum terjadi di pusat perekonomian seluruh kabupaten/kota di Indonesia karena
urbanisasi. Biasanya daerah dengan latar tersebut sesungguhnya memiliki penduduk
yang tingkat ekonomi dan pendidikan yang relatif rendah dan membuat kehidupan
seseorang menjadi buruk.

Mayoritas orang seperti Agus masuk SMK karena kondisi ekonomi tersebut,
mereka berharap setelah lulus agar langsung mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi SMK
yang sangat identik sering melakukan keonaran. Diluar sekolahpun tidak jauh berbeda,
bahkan sekarang sudah diwadahi organisasi entah dalam bentuk geng motor, kelompok
suporter klub sepak bola, atau lembaga swadaya masyarakat. Kemudian, lulus sekolah
menjadi pengangguran tidak memiliki kompetensi. Ini mungkin menjadi salah satu
alasan dari 7,02 juta pengganguran di Indonesia mayoritas berasal dari lulusan SMK.
Dari sudut pandang ekonomi, Agus merupakan salah satu dari 70,30 juta pekerja
informal yang ada di Indonesia dan angka tersebut semakin meningkat setiap tahun, hal
ini bukanlah pertanda baik.

Penulis teringat, terkadang orang-orang seperti Agus ini dianggap sebagai


sampah masyarakat karena yang mereka lakukan termasuk pungutan liar. Ditambah,
tidak semua warga masyarakat ikhlas ketika member uang recehan mereka kepada
Agus. Akan tetapi, dari sudut pandang lain, penulis belajar realitas kehidupan, Agus
hanya satu dari 27,77 juta orang miskin yang ada di Indonesia, entah ulah karena
mereka sendiri atau hanya sebagai korban sistem yang tidak adil kepada mereka.

11
Agus tentu saja tidak menginginkan kehidupannya seperti ini terus menerus,
beliau ingin beranjak meninggalkan kesusahan hidupnya. Akan tetapi, apa daya
sekarang beliau sudah terjebak dalam poverty trap. Agus memberikan beberapa contoh
betapa sulitnya untuk keluar, misalkan Agus ingin berwirausaha dia harus meminjam
modal ke bank atau institusi keuangan lain, tetapi dengan latar belakang Agus seperti
sekarang bisa dikatakan mustahil institusi tersebut memberikan pinjaman kepada Agus,
kemungkinan lain yaitu dengan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, sekali lagi
biaya (nominal dan riil) yang dikeluarkan akan sangat mahal terlebih jika masuk
perguruaan swasta, untuk makan sehari-hari saja rasanya sudah sulit, kemungkinan lain
adalah kembali melamar pekerjaan formal, lagi-lagi Agus dibatasi, contoh yang sangat
sepele adalah kriteria pekerjaan dengan batasan umur yang sudah dilampaui Agus.

Penulis sempat memberikan beberapa saran secara implisit agar berkesan tidak
megurui, misalnya mengikuti pelatihan - pelatihan gratis yang biasa ada di Disnaker
setempat, membentuk kelompok usaha bersama pemuda setempat, atau belajar/kursus
online gratis yang banyak disediakan seperti di Edx, Coursera, Khan Academy, atau
Udacity yang mana situs tersebut cukup menurut penulis tak perlu masuk universitas
jika hanya menginginkn ilmu yang diajarkan.

Dari dua observasi terakhir, penulis bisa memperlebar cakupan sudut pandang
dari hanya satu orang Agus saja ke kehidupan teman - teman satu beskem. Hasilnya
Penulis bagi dua kelompok dari kondisi teman – teman agus, pertama orang yang tidak
bekerja rutin sama sekali, dan kedua orang yang bekerja dan orang yang bekerja dibagi
kembali menjadi orang yang bekerja formal dan orang yang bekerja informal. Jika
dilihat dari kondisi ini sebenarnya Agus akan digolongkan kepada orang yang tidak
bekerja atau pengangguran karena kelompok yang disebut bekerja harus minimal
bekerja 40 jam dalam seminggu. Para pekerja formal akan berada di lingungan rumah
hanya sektiar 85 jam dalam seminggu termasuk untuk tidur/istirahat, sedangakan
kelompok yang bekerja informal rata-rata dalam seminggu paling tinggi adalah 35 jam,
sisa waktu luang mereka akan jauh lebih tinggi dari pekerja formal, dan pengangguran
merupakan kelompok yang memiliki waktu luang paling tinggi diantara yang lain.

12
Penulis bisa mengambil kesimpulan bahwa orang yang bekerja secara formal
akan memiliki waktu luang nongkrong paling sedikit diantara kelompok lain, dan waktu
luang untuk nongkrong ini akan memengaruhi intensitas interaksi di dalam pergaulan
pemuda lingkungan Agus berada yang mana sebenarnya interaksi yang mereka jalankan
tidak produktif atau bahkan merugikan masyarakat. Jadi semakin banyak orang yang
bekerja di sektor informal dalam konteks lingkungan Agus berada akan semakin
memperkecil peluang inefisien output dalam masyarakat.

2.6. Nilai dan Norma

Penulis hanya ingin memberikan nilai dan norma yang terjadi di kaum muda
seperti Agus sebagai cakupannya. Secara umum nilai dan norma yang berlaku itu sama
seperti nilai dan norma yang terjadi di daerah urbanisasi, yang mana terjadi banyak
penyimpangan dan perubahan jika dilihat dari nilai dan norma orang - orang pedesaan
tempat dulu mereka tinggal, contoh dari penyimpangan atau kenakalan remaja yang
terjadi di kalangan seperti Agus seperti, anak-anak sudah mulai merokok dari sekolah
dasar, bahkan mabuk-mabukan karena alkohol, masa sekolah menengah pertama sudah
mulai muncul bibit-bibit perilaku kekerasan, contohnya tawuran antar sekolah, ‘malak’
minta jatah, atau ‘sparing’ duel hanya karena masalah sepele; coba-coba narkoba;
bahkan free sex.

Dari beberapa contoh kebiasaan penyimpangan diatas seperti merokok, mabuk,


nyabu, atau ‘ngegele’, tentu saja dengan tingkat ekonomi yang rendah mereka tidak bisa
terus-menerus melakukan hal karena pasti membutuhkan biaya. Mereka biasa
melakukan patungan untuk mengatasi masalah tersebut, saling berbagi satu sama lain.
Kebersamaan seperti di pedesaan tersebut masih bisa dirasakan dan yang paling dirasa
berharga oleh Agus, diluar konteks dipergunakan untuk hal yang negatif.

Kebersamaan lain yang mereka tunjukan seperti ketika berada di beskem.


Beskem sebagai tempat paling intens mereka berinteraksi, entah cuma ngobrol biasa,
minum kopi atau miras jika sedang kumat dan punya uang, makan, main game bersama
di ponsel (misalnya Ludo atau Mobile Legend), atau sekadar menyanyi diiringi suara
gitar, di tempat yang sama atau mereka sebut basecamp.

13
Nilai toleransi juga masih mengakar kuat dalam diri mereka. Mereka yang
umumnya merupakan warga pindahan walaupun sudah lama, notabene berasal dari suku
bangsa yang berbeda tapi saling mengaharigai satu sama lain tidak ada yang
melecehkan suku bangsa orang lain. Mereka bebas melakukan kebiasaan - kebiasaan
yang biasa dilakukan dalam budaya asal mereka. Jika lebih spesifik ke perbedaan
agama, tidak ada dari mereka yang menghalang - halangi orang lain melakukan ibadah
sesuai agama mereka, apalagi melecehkan agamanya.

Walaupun mereka bisa bebas melakukan apapun, tapi tetap norma sosial juga
berlaku agar tidak terjadi kekacauan di masyarakat. Contohnya norma hukum, pertama
mereka tidak segan - segan akan menindak jika ada kekerasan yang dilakukan, kedua
pencurian, pencuri pasti akan dibawa ke polisi tapi sebelumnya biasanya mereka
memberikan hadiah pukulan, contoh terakhir pasangan melakukan hubungan badan
diluar nikah atau yang selingkuh, pasangan tersebut akan langsung diusir dari wilayah
mereka. Jadi tidak semua terjadi penyimpangan di daerah urbanisasi, nilai dan norma
yang sudah ada dulupun masih tetap berjalan.

3. Penutup

3.1 Refleksi Penulis

Jika dibandingkan dengan kehidupan penulis, maka penulis merasa bersyukur


tidak menjalani kehidupan yang berat seperti Agus sekarang. Penulis masih bisa makan
setiap hari tidak perlu repot memeras keringat, bisa pergi kemanapun yang penulis mau,
memiliki tumbuh kembang saat remaja yang baik, dan dapat melanjutkan Pendidikan ke
jenjang lebih.

Berhubungan kembali dengan Agus memberikan kesadaran tentang realitas


kehidupan di sekitar kita bahwa kemiskinan itu sangat menyakitkan dan sudut pandang
lain tentang sebagian kehidupan remaja dalam dinamika masyarakat Indonesia dengan
berbagai penyimpangan yang terjadi. Hal tersebut merupakan masalah serius dan harus
ditangani juga dengan serius. Jika tidak, penulis bisa memastikan masalah tersebut akan
membawa dampak sangat merusak bagi bangsa dan negara.

14
Satu pelajaran lagi yang bisa dipetik adalah tidak berhenti belajar walaupun
sudah lulus dari sekolah karena penulis melihat hal ini yang paling terlihat dari orang-
orang seperti Agus yaitu mereka berhenti belajar ketika sudah lulus sekolah mengah
atas. Hal tersebut membuat mereka tidak berkembang karena ilmu pengetahuan
merupakan alat yang paling ampuh dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan.
Penulis berharap bisa terus belajar sepanjang masih hidup.

3.2 Kesimpulan

Mata kuliah Manusia dan Masyarakat Indonesia memberikan sudut pandang


baru bagi penulis mengenai contoh kecil kehidupan yang ada di Indonesia. Penulis
merasa lebih terbuka untuk hidup dalam bermasyarakat demi mewujudkan
kesejahteraan hidup dalam masyarakat beragam yang memiliki perbedaan baik itu
budaya, sosial, ekonomi maupun kepribadiaan dan karakter. Jadi, penulis dapat
mengetahui apa saja tantangan dan masalah dalam sosial budaya dalam masyarakat
urban, sehingga di waktu yang akan dating penulis bisa mencari - cari solusi untuk
masalah tersebut.

15

Anda mungkin juga menyukai