2
Mengapa Reformasi Fiskal harus dilakukan?
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
Kebutuhan untuk
mendukung Reformasi 1997-1999: 2012 - sekarang
Struktural Ke-1 Harga komoditas melemah;
pertumbuhan ekonomi 1988 - 1996:
Asian Financial
Crisis Rebalancing Ekonomi Tiongkok;
15%
1979 Pertumbuhan Normalisasi Ekonomi AS;
• Minimal 6+ % p.a 2nd Oil Tinggi
Kondisi Geopolitik Tidak Menentu
1998
2005
2012
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2013
2014
2015
2016
populasi.
Global 2008 – 2009:
-5%
Oil Shock Global Financial Crisis
• Minimal tumbuh 8% p.a
untuk memanfaatkan
secara optimal -10%
Rata-rata pertumbuhan Sebelum AFC Rata-rata pertumbuhan
demographic dividen guna ‘60 – ’97 : 7,2% p.a ’02 – ’17 : 5,4% p.a
menghindari Middle
Income Trap -15%
3
Sumber: BPS, BKF diolah
Mengapa Reformasi Fiskal harus dilakukan?
Untuk memperkuat ketahanan
(resilience) ekonomi Indonesia
• Kondisi ekonomi global dan nasional
tidak selalu linier dan stabil.
Indonesia perlu menjaga “fiscal
space/buffer” untuk ketahanan ekonomi
menghadapi shock (counter cyclical)
Pengalaman AFC 1998 dan GFC 2008,
ketahanan ekonomi tergantung pada
kesiapan dan ketahanan suatu negara
menghadapi krisis.
Fiscal Spaces sudah banyak digunakan
untuk mendukung perekonomian selama
periode post AFC 1998 dan GFC 2008
• Masih ada contingent liability yang
akan bisa menjadi beban fiscal
pemerintah.
Sistem Jaminan social
Pemilikan pemerintah BUMN
UU Bank Indonesia
Jaminan terhadap Simpanan Masyarakat
• Ruang Fiskal harus dibangun
teruatama pada saat ekonomi kondisi
baik untuk melakukan counter cycical
dan antisipasi / penanganan krisis
apabila terjadi 4
Mengapa Reformasi Fiskal harus dilakukan?
Kebutuhan untuk mengurangi
Angka Kemiskinan (%) Ketimpangan (GINI Ratio)
kemiskinan dan memperbaiki
ketimpangan ekonomi.
0.41
16.6 0.41 0.41 0.41
• Mekanisme pasar tidak cukup dan 0.41 0.41
15.4
tidak mampu bekerja untuk
mengurangi kemiskinan. 14.2 0.39
13.3
Tidak cukup insentif bagi pelaku 12.5
12 0.38
ekonomi untuk menciptakan 11.4 11.3 11.2
10.7 0.39
kegiatan ekonomi bagi kelompok
rumah tangga berpendapatan
0.36
rendah. 10.12
0.35 Gini Rasio September 2017
• Kegagalan mekanisme pasar
0,391, menurun dibanding
cenderung menciptakan posisi Maret 2017 0,393
pemusatan kekuatan ekonomi.
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
mekanisme pasar terhadap inequality
5
Tetapi pengeluaran pemerintah terhadap PDB masih di
bawah pola normal
Gambar 1: Pengeluaran Pemerintah sebagai Persentase terhadap GDP Per Kapita (2011 PPP), 2011
70.0
R² = 0.4072
50.0
40.0
30.0
20.0
Indonesia
10.0
0.0
0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000
60.0
50.0
y = 0.0005x + 21.803
R² = 0.4799
40.0
30.0
20.0
10.0
Indonesia
0.0
0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000
53.1
50.1
44.6
44.5
43.0
39.6
38.9
36.3
35.5
33.7
32.6
31.4
30.7
29.5
28.1
27.7
24.2
22.9
22.7
22.3
22.0
21.4
20.8
19.7
19.6
19.3
16.6
14.1 3.0 2.4
0.1 -2.5 -0.4 -0.4
-3.0 -5.2 -3.4 -3.3 -4.1
-6.7 -6.5
-10.4
India
Malaysia
Singapore
China
Japan
Brazil
Norway
Philippines
Vietnam
Germany
United States
Thailand
Indonesia
United Kingdom
Revenue Expenditure Surplus/Deficit
Sumber: IMF, diolah 8
Alokasi pengeluaran Pemerintah belum optimal untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
Mengurangi kesenjanagan
Minyak tanah 0,20 -0,08 0,77
Transportasi public * 0,88 *
Sumber: Penghitungan LPEM FEUI, 2003
9
Outline Kuliah
11
Track 1a: Tax Reform
1. Perluasan Basis Pajak
• Pembayar pajak di Indonesia jauh dari harapan
• Pelajaran dari Tax Amnesty 2016-2017:
kontributor pembayar tax amnesty adalah pembayar pajak yang telah
berkontribusi. Artinya pembayar pajak yang tergolong “patuh” pun tidak
membayar pajak seperti yang seharusnya.
Pembayar pajak baru masih minimal. Masih banyak penduduk Indonesia yang
seharusnya membayar pajak tetapi tidak patuh dan tidak membayar pajak.
2. Perbaikan tax administration
• Sistem IT yang ada jauh dari memadai. Perlu perbaikan secara
menyeluruh untuk memperbaiki tax payer’s confidence dan integritas
sistem perpajakan
12
Kepatuhan Pajak Masih Rendah
Jumlah Pegawai Pajak Juga Masih Terbatas
63%
30 jt *per April 2018 (ytd)
60% 60%
59%
60%
56%
20 jt 38.7
36.0
30.0 32.8
27.4 50%
24.3
10 jt
17.7 18.4 18.2 20.2 17.7
16.6
10.0 10.9 11.0 12.7 12.1 10.6
0 jt 40%
2013 2014 2015 2016 2017 2018*
25.0
13.3%
23.3
11.9% 11.9%
22.2
1400 13%
11.2% 11.4% 10.7% 11.0%
1200 11.8% 11%
11.1%
10.3%
1000 9%
16.0
15.6
1495.9
800 7%
1283.6
1240.4
11.8
11.5
1146.9
1077.3
10.9
10.8
10.4
600 5%
980.5
873.9
723.3
658.7
619.9
400 3%
200 1%
0 -1%
Australia
Tiongkok
Indonesia
Amerika Serikat
Jerman
Kanada
Malaysia
Thailand
Perancis
Inggris
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
15
Struktur pajak masih belum seimbang – masih mengandalkan
penerimaan dari perusahaan – yang subject to business cycle
16
Tarif pajak masih kompetitif
17
Indonesia mempunyai potensi menaikkan penerimaan
pajak dalam jangka menengah
IMF (2013)1 estimated Indonesia’s
tax effort between 0.42-0.47 in Stochastic Frontier
Analysis
2011
IMF (2013)2 also estimated
Indonesia’s total revenue gaps of
5.0% of GDP
IMF (2011, 2014)3 and Sugana-
Hidayat (2013)4 estimated VAT gaps
between 47-60% of the current
revenue Source: IMF2
1 Fenochietto, R and Pessino, C, “Understanding Countries’ Tax Effort, Working Paper 13/244, IMF, November 2013
2 ___,”Taxing Times”, Fiscal Monitor, World Economic and Financial Surveys, IMF, October 2013
3 FAD, “Revenue Mobilization in Developing Countries”, IMF, March 2011; IMF Mission, “Tax Policy and Administration: Setting the Strategy for the Coming Years”, Fiscal Affairs Department, IMF,
December 2014
4 Sugana, R and Hidayat A, “Analysis of VAT Revenue Potential and Gaps in Indonesia 2013”, Journal of Indonesian Economy and Development, University of Indonesia, July 2014. 18
Tujuan reformasi pajak
• Peningkatan penerimaan pajak per PDB dengan menutup
“compliance gap”.
• Perbaikan iklim investasi dengan mengurangi biaya tax compliance
dari wajib pajak.
• Efisiensi Tax Administration dengan meminimalkan biaya
pemerintah dalam menjalankan sistem perpajakan
• Membangun public trust and confidence terhadap integritas
sistem perpajakan.
19
Prinsip-prinsip reformasi pajak
• Simplicity: tax system and tax • Transparency: Actions taken by tax
administration should be easy to comply administration should be subject to
• Predictability: tax law and regulation scrutiny and results widely publicized
should be clear, accessible and • Efficiency : paper-based should be
consistently applied. minimized through investment in modern
• Effectiveness: Tax Payer services and technology.
enforcement programs should be tailored • Quality : problems should be identified
to the specific characteristic of large, and resolved before they become disputes
medium and small tax payers. • Fairness: Dispute resolution should be
• Integrity: zero tolerance for corruption fast, lost cost and imparsial
• Performance: There should be incentives • Professionalism : Tax officer should be
for high performance and accountability competent and highly motivated.
for result.
20
Sequencing reformasi perpajakan
21
Arah Reformasi Perpajakan
KONDISI SEKARANG PILAR REFORMASI KONDISI DIHARAPKAN
Institusi perpajakan perlu Organisasi Proses Bisnis Institusi perpajakan yg kuat,
pembenahan: organisasi kredibel, akuntabel dengan
dan SDM; sistem informasi, Teknologi proses bisnis yg efektif dan
basis data, dan proses bisnis; Informasi dan efisien untuk optimalisasi
dan regulasi. Basis Data penerimaan negara.
Sumber Daya Peraturan Undang-
Sinergi antar lembaga perlu Sinergi antar lembaga
Manusia Undang
dioptimalkan. optimal
Kepatuhan WP rendah. Kepatuhan WP yang tinggi
TAX RATIO = 11% TAX RATIO = 14%
1) Tim Observer yang bertugas melakukan pengamatan, memberikan masukan dan pandangan
Pihak sesuai dengan latar belakang dan pengalaman dalam bidang yang dikuasainya (Perwakilan
Eksternal Organisasi Internasional, Perwakilan Pelaku Usaha, Perwakilan Awak Media).
Yg Terlibat 2) Tim Advisor yang bertugas memberikan masukan dan pandangan berdasarkan pengalaman,
teori, dan keilmuan (Praktisi Perpajakan). 22
From the theory to actions :
Inisiatif reformasi perpajakan hingga 2019
Jangka Pendek Jangka Panjang
Rp Triliun Persen
PNBP SDA Pendapatan dari KND PNBP Lainnya Pendapatan BLU Rasio thd PDB
600 3.7 3.8 4.0
3.5
500
Perkembangan PNBP cenderung meningkat saat harga minyak tinggi, seperti tahun 2012-2014. Selanjutnya, PNBP turun drastis pada tahun 2015
saat harga minyak turun;
Komposisi PNBP sedikit berubah, dominasi penerimaan SDA berkurang dan PNBP Lainnya meningkat (dilihat dari realisasi 2016);
Permasalahan PNBP a.l: masih relatif rendahnya harga beberapa komoditas utama dan lifting minyak yang sulit untuk meningkat; lemahnya
penggeloaan PNBP sehingga pelayanan belum maksimal; dan beberapa harga dan tarif PNBP masih terlalu rendah.
Upaya perbaikan a.l: penguatan landasan hukum (law enforcement), peningkatan pelayanan dan kualitas pengelolaan PNBP, serta 24
implementasi program Pemerintah.
Track 1 b: Reformasi PNBP
Upaya reformasi PNBP SDA:
1. Penguatan landasan hukum melalui revisi UU PNBP No.20/1997
2. Optimalisasi penerimaan negara atas pengelolaan SDA, al: perubahan
skema pengusahaan SDA oleh kontraktor (melalui skema gross split dalam
migas)
3. Penguatan BUMN dalam meningkatkan laba, dan sekaligus menjalankan
penugasan Pemerintah
4. Pengenaan PNBP atas pelayanan kepada masyarakat (K/L) diarahkan untuk
tidak meningkatkan beban biaya masyarakat
5. Penerapan sistem online dalam administrasi PNBP
25
Track 2: perbaikan alokasi anggaran
Fakta
• Belanja infrastruktur masih dibawah
kebutuhan untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi, penurunan
kemiskinan dan penurunan kemiskinan.
• Belanja subsidi yang tidak mencapai
sasaran seperti subsidi energi, pupuk
masih cukup dominan.
• Belanja untuk mendukung proteksi sosial
maupun kebutuhan nutrisi masih belum
memadai.
26
Reform actions:
1. Perbaikan kualitas penyerapan belanja modal pemerintah.
2. Peningkatan alokasi anggaran infrastruktur (baik melalui K/L, Transfer ke
Daerah, dan Pembiayaan).
3. Mendorong efisiensi pemanfaatan anggaran infrastruktur sehingga menjadi
lebih terarah dan berorientasi hasil.
4. Memastikan belanja subsidi yang dialokasikan dalam APBN efektif
mengurangi kemiskinan dan ketimpangan
5. Penajaman sasaran target penerima subsidi
6. Menyempurnakan mekanisme penyaluran subsidi pupuk melalui perbaikan
data yang diselaraskan dengan NIK
7. Penguatan dan efektifitas Bansos a.l.;
• Review besaran bantuan PIP, PKH;
• Perluasan sasaran Bidik Misi & PKH
27
Penguatan Alokasi Belanja Negara
Realokasi subsidi energi ke belanja yang lebih produktif: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur
2014
2013
2015
2016
outlook
APBN
2018
2017
30
Peningakatan anggaran infrastruktur antara lain karena adanya mandatory
bagi Pemda untuk mengalokasikan 25 persen dari DTU untuk infrastruktur
31
Berbagai mekanisme dukungan dalam APBN
untuk akselerasi infrastruktur
PENDAPATAN NEGARA BELANJA NEGARA
Belanja K/L
• Tax Allowance (kemen PU Pera, Kemenhub, Kemen ESDM,
Above the line
Kementan dll)
• Tax Holiday Belanja Non K/L
(al. VGF, Hibah, PSO)
• Insentif Fiskal
Transfer ke daerah dan Dana Desa
(al. DAU (25%), DAK Fisik, Dana Desa)
PEMBIAYAAN
Below the line
Subsidi
250
200
150
100
50
0
2013 2014 2015 2016 2017 Outlook 2018 APBN
BBM 210 239.9 60.8 43.7 44.5 46.9
Listrik 99.9 101.8 58.3 63.1 45.4 47.7
Pangan (Rastra) 20.3 18.2 21.8 22.1 19.8
Pupuk 17.6 21 31.3 26.9 31.2 28.5
Benih 0.4 0.3 0.1 0.4 1.3
Bunga Kredit Program 1.1 2.8 1.9 5.1 13 18
PSO 0.4 0.3 3.2 3.7 4.3 4.4
BBM Listrik Pangan (Rastra) Pupuk Benih Bunga Kredit Program PSO 33
Studi empiris menunjukkan program perlindungan sosial belum
optimal, namun upaya perbaikan terus dilakukan
Subsidi Subsidi Subsidi
Keterangan LPG Listrik Solar
Rastra PKH PIP
Nilai yang diterima RT (per tahun)* Rp17,7T Rp66,0T Rp2,1T Rp7,6T Rp2,6T Rp7,3T
Perubahan Gini Ratio (poin) -0,26 -0,63 0,01 -0,17 -0,11 -0,21
Efektivitas Penurunan Kemiskinan (%/ tr Rp) 0,030 0,039 0,005 0,009 0,150 0,079
Efektivitas Penurunan Gini (poin / tr Rp) 0,015 0,010 -0,006 0,022 0,041 0,028
Sumber: Perhitungan PKEM BKF
* menggunakan data SUSENAS 2014
target
2018 Program Keluarga
Penerima Bantuan Iuran
dalam rangka JKN
Program Indonesia
Harapan Pintar
35
PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS SDM
Mewujudkan SDM Indonesia Yang Berkualitas Baik
36
Track 3: Efisiensi belanja pemerintah
• Belanja K/L masih belum efisien dan efektif – belum sepenuhnya mengikuti
performance based oriented.
Belanja Pendidikan yang meningkatkan secara dramatis sejak tahun 2006 belum
mempunyai dampak yang memadai terhadap perbaikan outcomes.
• Transfer ke daerah yang meningkat secara dramatis sejak tahun 2000 belum
menghasilkan dampak yang seperti yang dijanjikan.
Dampak desentralisasi terhadap perbaikan jasa publik memang tidak memburuk tetapi
masih dibawah potential frontier.
Begitu pula dengan dampak fiscal equalization walaupun sudah lebih baik tetapi belum
optimal hasilnya.
• Transfer dana desa : masih mencari bentuk yang tepat.
37
Manajemen Utang Pemerintah
Dikelola Dengan Bijak, Debt to GDP Ratio Indonesia cukup rendah
Manajemen Utang Pemerintah
Dikelola Dengan Bijak, Debt to GDP Ratio Indonesia cukup rendah
53.69%
Posisi
Indonesia
44.90%
Debt to GDP Ratio Indonesia 2004-2017
37.03%
33.40%
30.23%
26.46% 27.45% 28.33% 28.29% 27.90%
24.50% 23.10% 22.95% 24.88% 24.68%
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
89% 27,9%
http://www.visualcapitalist.com
Tantangan dalam pemanfaatan Anggaran Pendidikan
Alokasi anggaran pendidikan 20% dari belanja negara sudah diterapkan sejak
tahun anggaran 2009 dan nilai nominalnya terus meningkat, namun beberapa
tantangan masih harus dituntaskan, antara lain:
• Sebagian besar anggaran pendidikan digunakan untuk belanja gaji dan TPG,
sedangkan kualitas guru dan kualitas proses belajar mengajar perlu terus
dibenahi.
• Jumlah sekolah/kelas yang rusak masih cukup besar, meskipun
Kemendikbud dan Pemda (melalui DAK) sudah mengalokasikan bantuan
pembangunan kelas/sekolah baru.
• Jumlah siswa putus sekolah relatif besar, meskipun sudah ada program
Kartu Indonesia Pintar.
40
Reform action
1. Konsolidasi dan sinergi antara Pemerintah Pusat (Kemendikbud
dan Kemenag) dengan Pemerintah Daerah perlu diperkuat
dalam mendukung kesuksesan program pendidikan;
2. Penghematan belanja barang non operasional di Kementerian
Lembaga (K/L)
3. peningkatan TKDD perlu diarahkan pada perbaikan distribusi
dan penguatan kualitas belanja di daerah
4. peningkatan alokasi dana desa perlu diikuti dengan perbaikan
distribusi serta akselerasi pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa
41
Penguatan Kualitas Dan Efisiensi Belanja K/L
Pertumbuhan Alokasi belanja K/L dalam APBN 2017 lebih realistis, namun alokasi belanja barang
masih dominan dan belanja modal masih kecil
2016 2017
Belanja Pemerintah Pusat
(triliun Rupiah) LKPP % thd growth Realisasi % thd growth
APBNP APBNP
Audited APBNP (%) Sementara APBNP (%)
1. Belanja K/L 767,8 684,2 89,1 (6,5) 798,6 759,6 95,1 11,0
2. Belanja Non K/L 538,9 469,8 87,2 4,1 568,4 500,0 88,0 6,4
al. a. Pembayaran Bunga Utang 191,2 182,8 95,6 17,1 219,2 216,6 98,8 18,5
b. Subsidi 177,8 174,2 98,0 (6,3) 168,9 166,3 98,5 (4,6)
(1) Subsidi Energi 94,4 106,8 113,2 (10,3) 89,9 97,6 108,7 (8,6)
a. Subsidi BBM & LPG 43,7 43,7 100,0 (28,1) 44,5 47,0 105,7 7,7
b. Subsidi Listrik 50,7 63,1 124,5 8,2 45,4 50,6 111,5 (19,8)
(2) Subsidi Non Energi 83,4 67,4 80,9 0,8 79,0 68,6 86,9 1,8
JUMLAH 1.306,7 1.154,0 88,3 (2,5) 1.367,0 1.259,6 92,1 9,1
• Realisasi belanja K/L 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun 2016 dengan kinerja penyerapan terhadap pagu APBN
yang lebih baik
• Perbaikan kualitas belanja Pemerintah Pusat tercermin dari:
Perbaikan pola penyerapan anggaran, peningkatan efisiensi belanja barang, dan peningkatan kinerja pada belanja modal
Menjamin pencapaian output outcome
Simplifikasi pertanggungjawaban anggaran untuk meningkatkan efisiensi;
• Subsidi dan bantuan sosial lebih tepat sasaran 42
• Penghematan bunga utang akibat perbaikan nilai tukar dan perbaikan kredibilitas APBN
Efisiensi Belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)
peningkatan TKDD perlu diarahkan pada perbaikan distribusi dan penguatan kualitas belanja di daerah
Triliun Rp Persen
Indeks Wiliamson 2011-2015
1,000 45
38.2 36.8 0.84
34.5 40 0.78
800 32.9 33.1 31.8 32.2 32.4 764.9 0.81
29.7 31.1 710.3 35 0.76
623.1 30 0.61
573.7 0.53
600 513.3
480.6 25 0.52
411.3 0.49
344.7 20 0.48 0.44
400 308.6
292.4 15 0.26
0.24
200 10 0.13
0.11
5
0 0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
APBN 2011 2012 2013 2014 2015
DBH DAU
DAK Fisik DAK Non Fisik
Dana Insentif Daerah Otsus dan Dana Keistimewaan D.IY
Sumatera Jawa Balinustra Kalimantan Sulawesi Malpapua Nasional
Dana Desa % thd Belanja Negara
1. Anggaran transfer ke daerah dan dana desa meningkat tiap tahun, namun
di sisi lain masih terjadi ketimpangan output ekonomi secara nasional yang Share Belanja Daerah per Jenis (%)
masih tinggi yaitu 0,78 (IW > 0,5). 44.4
2. Pulau Sumatera dan Jawa mempunyai tingkat ketimpangan yang rendah 35.8 Pegawai
dibandingkan dengan pulau lain. Barang/Jasa
3. Kualitas belanja daerah cenderung belum ideal karena belanja pegawai 20.4 20.9 21.2 22.8 20.2 Modal
cenderung masih tinggi 14.3
Lain-Lain
4. Perlunya perbaikan distribusi serta peningkatan dan pemerataan supply
side antar daerah terutama pada infrastruktur dan penyediaan layanan
dasar publik (DAU, DAK, dan Dana Desa).
5. Alokasi anggaran daerah lebih diarahkan untuk belanja bersifat produktif 2011 2015 43
Evaluasi Kebijakan Dana Desa
peningkatan alokasi dana desa perlu diikuti dengan perbaikan distribusi serta akselerasi
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
Triliun rupiah Distribusi Dana Desa per pulau 2015-2017 (Rp Triliun)
100.0 75,200
90.0 Pagu Dana Desa 74,954 18.0 18.6
75,000
80.0 Real Dana Desa
74,754 2015 2016 2017
74,800 14.1 14.6
70.0
60.0 Jumlah Desa 74,600
50.0 74,400
40.0 74,093 6.5 6.9 7.5
74,200 6.3 5.3 5.4 5.9
30.0
4.1
20.0
74,000
2.93.8 2.4 2.5
73,800 1.3 1.8
10.0 20.8 20.8 47.0 46.7 60.0
- 73,600
Sumatera Jawa Bali dan Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku dan
2015 2016 2017
Tenggara Papua
Pemerintahan
1. Pagu alokasi Dana Desa (DD) meningkat sangat signifikan (288,9%) dari sebesar
Kemasyarakatan
3.54%
6,72% Rp20,77 T (2015) menjadi Rp60 T (2017).
Pemberdayaan
2. Distribusi dana desa per pulau masih di dominasi oleh Sumatera dan Jawa karena
7.57% jumlah desa terbanyak berada di Sumatera dan Jawa
Lain-lain 3. Hampir 80% lebih pemanfaatan dana desa digunakan untuk pembangunan desa,
0,07% antara lain untuk pembangunan jalan dan irigasi. Sedangkan pada pemberdayaan
masyarakat desa digunakan antara lain untuk BUMDesa, PAUD, dan pelatihan.
4. Pembangunan desa perlu diarahkan secara swakelola dan pemanfaatan input dari
desa bersangkutan sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian desa.
5. Kapasitas SDM Perangkat Desa belum memadai dan jumlah tenaga pendamping
masih terbatas sehingga perlu peningkatan kapasitas dan kompetensi bagi
Tahun 2015 perangkat desa maupun tenaga pendamping desa.
Pembangunan
82.11%
Tahun 2016
44
Outline Kuliah
45
Tantangan-tantang untuk melakukan reformasi fiskal
1. Fiscal reform is political action. Meyakinkan politisi untuk melakukan
reformasi tidak mudah.
• Vested interests di semua level baik dalam birokrasi maupun executive dan
legislative branches.
Praktek ini terjadi di seluruh dunia.
• Tantangan – some times you have to accept the second best solution even the
second worst is better than the worst.
3. Talking in theory is easy but putting them into the reality is difficult
46
Pengelolaan APBN memiliki banyak tantangan
Penerimaan
Belanja Pembiayaan
Proyeksi &
Komitmen Sustainability
Estimasi
9.6
surplus/defisit fiskal (%) pertumbuhan PDB (%) 7.5
5.6
3.6 3.9 3.5 3.9 3.3
2.4 2.7 2.6 2.4 2.8
1.1 1.5 1.6 1.2 1.4
0.9 0.5
Italy
India
China
Mexico
Germany
Australia
Brazil
United Kingdom
Saudi Arabia
Korea
South Africa
Japan
Argentina
Russia
Indonesia
France
Canada
United States
Sumber: World Economic Outlook – IMF, Oktober 2016 & CEIC, diolah 48
Sehingga utang publik Indonesia merupakan salah satu yang
paling rendah
80,000
Utang Per kapita (US$) Rasio Utang (RHS) 250%
70,000
250% 62,020
60,000 200%
50,000
150%
40,000
32,224
30,000 78% 100%
108% 62% 68%
89% 52% 57% 56% 52%
20,000 43%
32% 28% 33% 50%
10,000 7,200 6,017 4,945 17%
4,226 2,917 2,501 2,468 1,665 1,339 1,157 997 934
0 0%
Malaysia
Brazil
Russia
US
UK
Argentina
Mexico
Turkey
Japan
Thailand
S Africa
India
Philippines
Indonesia
Vietnam
Sumber: World Economic Outlook – IMF, Oktober 2016, diolah 49
TERIMA KASIH
PENGAJAR
SRI MULYANI INDRAWATI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA