Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/312793196

KAJIAN TINGKAT AKURASI KOREKSI GEOMETRIK CITRA SATELIT TEGAK


RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE ORTHOREKTIFIKASI SECARA PARSIAL

Article · December 2016

CITATIONS READS

0 2,330

2 authors:

Danang Setiaji Maslahatun Nashiha


Badan Informasi Geospasial Badan Informasi Geospasial
1 PUBLICATION   0 CITATIONS    2 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

orthorectification of high resolution satellite images View project

All content following this page was uploaded by Maslahatun Nashiha on 25 January 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Artikel Artikel
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.15 saat ini, BIG sebagai lembaga yang bertugas dalam
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan penyediaan peta dasar untuk seluruh Indonesia belum
KAJIAN TINGKAT AKURASI KOREKSI GEOMETRIK Ruang, jangka waktu penyusunan dan penetapan dapat memenuhi kebutuhan pemerintah daerah
rencana rinci tata ruang paling lama adalah 24 bulan karena keterbatasan waktu dan biaya.
Citra Satelit Tegak Resolusi Tinggi dengan Metode terhitung sejak pelaksanaan penyusunan rencana Berdasarkan waktu dan jumlah anggaran yang
rinci tata ruangnya. Penyusunan rencana rinci tata ada, sebagian besar pemerintah daerah yang memiliki
Orthorektifikasi Secara Parsial ruang di sini tidak hanya terbatas pada penyusunan
substansinya saja, tetapi juga penyusunan petanya,
anggaran mengadakan data citra satelit secara
swakelola serta melakukan koreksi geometris dengan
hal ini dikarenakan peta merupakan bagian yang tidak dibantu oleh pihak ketiga atau dengan kerjasama
Oleh: Danang Setiaji dan Maslahatun Nashiha terpisahkan dari substansi. bersama instansi pemerintah lain. Sementara itu,
Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan masih banyak pemerintah daerah yang belum memiliki
Penyusunan peta dasar yang digunakan untuk peta rencana detail tata ruang harus Umum No.20/PRT/M/2011 tentang Pedoman citra satelit dikarenakan keterbatasan yang ada. Oleh
menggunakan sumber data yang sesuai untuk dapat mencapai akurasi dalam tingkat Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan karena itu pada tahun 2015, BIG bekerja sama dengan
ketelitian skala 1:5.000. Teknologi yang ada saat ini, untuk menghasilkan peta dasar Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, diatur bahwa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
tersebut dapat menggunakan data baku berupa citra satelit resolusi tinggi atau foto peta rencana detail tata ruang disusun dalam tingkat (LAPAN) melakukan pengadaan berupa pembelian
udara. Namun perlu dilakukan proses koreksi geometrik (orthorektifikasi) untuk ketelitian skala 1:5.000. Penyusunan peta dasar yang citra satelit resolusi tinggi dalam format raw data
mendapatkan tingkat ketelitian yang dibutuhkan. Sebagian besar raw data citra digunakan harus menggunakan sumber data yang (data mentah) untuk beberapa lokasi di Indonesia. Hal
satelit hasil pengadaan oleh LAPAN pada tahun 2015 merupakan citra satelit dengan sesuai untuk dapat mencapai akurasi dalam tingkat tersebut dimaksudkan untuk membantu penyediaan
cakupan wilayah yang cukup besar. Dalam satu hamparan citra, luasnya bisa mencakup ketelitian skala tersebut. Teknologi yang ada saat data citra satelit yang diperlukan oleh pemerintah
beberapa wilayah administrasi. Sementara data yang dibutuhkan oleh pemerintah ini, untuk menghasilkan peta dasar tersebut dapat daerah yang belum memiliki. Area of Interest (wilayah
daerah yang akan menyusun rencana detail hanya sebagian kecil dari citra (sekitar menggunakan data baku berupa citra satelit resolusi cakupan) dari pembelian citra tersebut dapat dilihat
3-5 kecamatan). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui akurasi dari citra tinggi ataupun dengan menggunakan foto udara. pada Gambar 1.
satelit yang diorthorektifikasi secara parsial sesuai dengan wilayah perencanaan, Namun perlu dilakukan proses koreksi geometrik Setelah pengadaan citra dilakukan, selama
apakah masih memenuhi persyaratan akurasi geometris yang sesuai untuk pembuatan (orthorektifikasi) untuk mendapatkan tingkat tahun 2015-2016, BIG juga melakukan pengukuran ti-
peta dasar RDTR skala 1:5.000 dengan menggunakan Metode Toutins. Hasil pengujian ketelitian yang di butuhkan. tik kontrol tanah atau Ground Control Point (GCP) dan
menunjukkan bahwa dari 34 titik ICP, dengan nilai D2 sebesar 18,112 didapatkan Proses pengadaan citra satelit resolusi tinggi orthorektifikasi. Namun karena keterbatasan waktu,
nilai RMSEr sebesar 0,730, serta nilai akurasi horizontal CE90 sebesar 1,108m. Nilai atau foto udara serta koreksi geometris pada data personil serta anggaran, proses tersebut baru dapat
tersebut memenuhi standar ketelitian yang dipersyaratkan, sehingga citra yang telah tersebut tidak murah dan tidak mudah. Diperlukan dilakukan di beberapa lokasi. Beberapa wilayah yang
terorthorektifikasi tersebut dapat digunakan sebagai sumber pembuatan peta dasar metode tertentu dan waktu untuk menghasilkan sudah dilakukan proses tersebut antara lain adalah
rencana detail untuk skala 1: 5.000. data dengan tingkat ketelitian yang diinginkan. Data citra yang meliputi seluruh Pulau Bali dan Pulau Lom-
tersebut cukup mahal dikarenakan untuk merekamnya bok, citra yang meliputi seluruh Provinsi Jawa Tengah
memerlukan wahana satelit untuk mendapatkan dan DI. Yogyakarta, serta citra yang meliputi Kota Ku-
Pendahuluan Kepulauan (RTR Pulau/Kepulauan), Peta Rencana data citra, ataupun wahana pesawat udara untuk pang dan wilayah sekitar Danau Toba di Provinsi Su-
Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN), mendapatkan data foto udara. Sementara hingga matera Utara.
Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah Peta Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi
sedang melakukan proses penyusunan rencana (RTR KS Provinsi), Peta Rencana Tata Ruang Kawasan
tata ruang, baik di level nasional maupun regional. Strategis Kabupaten/Kota (RTR KS Kabupaten/Kota),
Berdasarkan Undang-undang No.26 Tahun 2007 dan Peta Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota
tentang Penataan Ruang, pemerintah (dalam hal (RDTR Kabupaten/Kota).
ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah) Saat ini, sebagian peta rencana umum tata
berkewajiban untuk membuat peta tata ruang ke ruang telah selesai disusun baik pada level nasional yang
dalam beberapa level penataan ruang dari skala dibuat oleh Kementerian/Lembaga (RTRW Nasional),
paling kecil sampai yang paling besar. Peta tata ruang maupun pada level Regional (RTRW Provinsi, RTRW
tersebut harus dibuat secara berkesinambungan dan Kabupaten/Kota) dengan menggunakan peta dasar
sinkron antara peta yang satu dengan yang lain. yaitu Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang dibuat oleh
Peta rencana tata ruang yang harus disusun Badan Informasi Geospasial (BIG) berdasarkan skala
ke dalam 2 klasifikasi, yaitu Peta Rencana Umum yang dibutuhkan dan dimutakhirkan menggunakan
Tata Ruang (RUTR) dan Peta Rencana Rinci Tata citra satelit resolusi menengah. Pemutakhiran data
Ruang (RRTR). Peta RUTR terdiri atas Peta Rencana peta dasar tersebut menyesuaikan dengan tahun
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRW Nasional), Peta pembuatan peta rencana tata ruang. Pembuatan peta
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW Provinsi), RUTR tersebut memang belum selesai sepenuhnya Wilayah cakupan citra
serta Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ untuk seluruh wilayah di Indonesia, tetapi sebagian
Kota (RTRW Kabupaten/Kota). Sementara untuk peta besar sudah bisa disusun berdasarkan data yang ada.
Gambar 1. Area of Interest (AOI) pengadaan citra satelit tahun 2015.
RRTR terdiri atas Peta Rencana Tata Ruang Pulau/
22 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 23
Artikel Artikel
Beberapa pemerintah daerah yang belum kesulitan dalam koordinasi dan birokrasi dengan Metode Penelitian nilai spektral pada data digital (Setiawan, F., 2011).
memiliki citra satelit berinisiatif untuk memperoleh wilayah administrasi lain yang bersebelahan. Kesulitan Proses masking ini dilakukan secara otomatis pada
raw data citra satelit yang telah disediakan oleh dalam koordinasi dan birokrasi tersebut dikarenakan Peta RDTR yang disusun oleh pemerintah perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan
BIG. Pemerintah daerah tersebut melakukan proses survei dilakukan pada beberapa wilayah administrasi daerah dibuat pada skala 1: 5.000 sehingga orthorektifikasi. Dengan melakukan proses mas king
pengukuran GCP dan orthorektifikasi secara swakelola yang berbatasan, sementara wilayah administrasi memerlukan data baku yang sesuai dengan skala ini, maka hasil citra yang telah ter-othorektifikasi
dengan ketersediaan anggaran yang dimiliki. Akan terkait belum tentu membutuhkan data tersebut atau tersebut. Data baku dalam pembuatan peta tersebut hanya dilakukan pada batasan area masking yang
tetapi, permasalahan lain yang muncul adalah belum melakukan penganggaran untuk melakukan adalah citra satelit resolusi tinggi yang telah diinginkan dan tidak melalui proses cropping sebelum
sebagian besar raw data yang diperoleh merupakan orthorektifikasi di area tersebut. Oleh karena itu terorthorektifikasi. Proses tersebut dilakukan dengan diorthorektifikasi, sehingga tidak ada metadata atau
citra satelit dengan cakupan wilayah yang cukup besar. sampai saat ini, beberapa pemerintah daerah menggunakan data Ground Control Point (GCP) serta parameter yang hilang serta proses orthorektifikasi
Dalam 1 (satu) hamparan (scene) citra, luasnya bisa mengalami ketidakpastian, karena orthorektifikasi data titik cek atau Independent Check Point (ICP) menjadi lebih cepat.
mencakup beberapa wilayah administrasi. Sementara tidak dapat dilakukan hanya pada wilayahnya saja, dari hasil pengukuran di lapangan menggunakan Titik GCP diambil secara merata pada AOI
data yang dibutuhkan oleh salah satu pemerintah namun juga tidak diperkenankan membeli citra satelit GPS geodetik dengan jumlah tertentu. Data GCP citra dengan jarak ± 6 km antar titik pada batasan
daerah yang akan menyusun rencana detail, untuk sesuai area yang akan dipetakan karena citra satelit digunakan sebagai titik ikat posisi citra satelit resolusi area di 1 scene citra. Titik GCP yang digunakan
kurun waktu 1 tahun sesuai dengan perencanaan, pada area tersebut sudah tersedia. Oleh karena itu tinggi dalam format raw data ke dalam koordinat pada area tersebut berjumlah 25 titik, (Gambar
hanya sekitar 3-5 kecamatan saja. Ilustrasinya dapat diperlukan solusi bagaimanapemerintah daerah dapat sebenarnya, serta dibantu data DEM untuk proses 3). Orthorektifikasi citra dilakukan menggunakan
dilihat melalui Gambar 2. Selain itu, ada beberapa memperoleh citra satelit yang telah terorthorektifikasi penegakannya. Setelah proses orthorektifikasi selesai, perangkat lunak PCI Geomatica 2013 dengan
wilayah perencanaan yang berada pada scene yang sesuai area yang dibutuhkan. dilakukan uji akurasi menggunakan data ICP. menggunakan Metode Toutin. Orthorektifikasi dapat
berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Lokasi kajian yang digunakan dalam penelitian dilakukan dengan beberapa metode. Terdapat 2
Aturan yang berlaku di BIG menjelaskan mengetahui akurasi dari 1 (satu) scene citra satelit ini adalah Kabupaten Mojokerto. Lokasi ini dipilih (dua) metode yang umum digunakan yaitu Rational
bahwa orthorektifikasi citra satelit harus dilakukan yang diorthorektifikasi secara parsial sesuai dengan karena memiliki karakteristik topografi yang beraneka Polynomial Function (RPF) Mathematical model dan
pada 1 (satu) scene. Hal tersebut dikarenakan jika wilayah perencanaan, apakah masih memenuhi ragam dari dataran landai hingga daerah pegunungan. Rigorous Mathematical model, dikenal pula sebagai
pada citra tersebut dilakukan proses pemotongan persyaratan akurasi geometris yang sesuai untuk Citra yang akan diuji adalah citra Pleiades yang terdiri Toutin Model atau Metode Toutin. Model ini dipilih
(cropping) sebelum dilakukan proses orthorektifikasi, pembuatan peta dasar RDTR skala 1:5.000. Penelitian atas 1 (satu) scene citra utuh yang akan di lakukan berdasarkan hasil penelitian oleh Ok, A.O., dan M.
maka akan ada metadata dan parameter yang hilang, ini juga bertujuan untuk memberikan metode orthorektifikasi secara parsial. Luas wilayah pada 1 Turker (2006) dimana hasil yang didapatkan dengan
sehingga mengurangi tingkat akurasi citra. Sementara alternatif dalam orthorektifikasi citra satelit kepada (satu) scene utuh adalah 3.658 km2, sedangkan area Metode Toutin merupakan hasil dengan nilai akurasi
itu, untuk dapat melakukan orthorektifikasi pada pemerintah daerah untuk memperoleh citra satelit yang akan diorthorektifikasi secara parsial adalah 951 terbaik dibandingkan model matematika lainnya
1 (satu) scene citra satelit, pemerintah daerah yang terorthorektifikasi dengan akurasi yang sesuai km2. Spesifikasi citra dapat dilihat melalui Tabel 1. seperti RPF, PF (Polynomial Function), dan metode
terhambat oleh beberapa kendala. Kendala tersebut untuk peta dasar RDTR dengan biaya, waktu, dan Sebelum dilakukan proses orthorektifikasi, lainnya. Pemilihan Model Toutin ini dilakukan juga
antara lain adalah keterbatasan anggaran serta tenaga yang lebih efisien. dilakukan proses masking terhadap citra. Masking karena dari hasil pemeriksaan metadata pada scene
dilakukan untuk membatasi suatu wilayah sehingga citra satelit raw yang digunakan, terdapat data navigasi
wilayah tersebut tidak menjadi error (Trisakti, B., 2010). satelit saat perekaman citra, serta parameter sensor
Masking citra merupakan teknik untuk memisahkan (panjang fokus dan distorsi) yang diperlukan untuk
suatu objek tertentu (yang diinginkan) dengan objek pengolahan menggunakan Model Toutin (Soetaat,
Batas Wilayah Perencanaan
lain (yang tidak diinginkan) dengan pengelompokan 2014).

Tabel 1. Spesifikasi Citra Satelit

Citra Satelit DS_PHR1A_201509160253189_FR1_


PX_E112S08_0609_16671 (Pleiades)

Tahun Perekaman September 2015


AOI Masking Wilayah Kajian
Titik GCP
Level Produk RAW (sensor)

Incident Angle 9.48°

Tutupan Awan 4.7%

DEM Terrasar-X

Gambar 2. Ilustrasi cakupan wilayah perencanaan dalam 1 scene citra satelit Gambar 3. Sebaran titik GCP dan AOI masking wilayah kajian
pada citra yang akan diorthorektifikasi

24 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 25


Artikel Artikel
Proses orthorektifikasi secara parsial dimulai dengan mengumpulkan Pada saat dilakukan pengecekan, citra yang belum dilakukan
data yang diperlukan seperti data pengukuran GPS (titik GCP), data DSM (Digital orthorektifikasi memiliki akurasi yang kurang baik dan posisi geometris suatu
Surface Model) yaitu data DEM Terrasar-X, raw data citra satelit Pleiades, serta objek pada permukaan tanah bisa bergeser dengan selisih yang cukup jauh.
batasan masking AOI yang digunakan. Masking AOI pada proses orthorektifikasi Perbandingan akurasi citra satelit pada waktu sebelum dan sesudah orthorektifikasi
menggunakan PCI Geomatika 2013 hanya bisa dilakukan dalam bentuk persegi dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Simbol berwarna kuning menunjukkan
dengan membatasi koordinat pada 4 sudut batas AOI (tidak bisa langsung sesuai titik koordinat objek pada citra yang didapatkan dari hasil intepretasi sebelum
dengan batas wilayah perencanaan). Setelah dilakukan proses orthorektifikasi, citra diorthorektifikasi, sementara simbol berwarna merah merupakan koordinat
dilakukan clipping atau pemotongan sesuai dengan area pengukuran yang objek dari hasil pengukuran GPS di lapangan (titik GCP). Perbandingan tersebut
dilakukan. Tahap terakhir adalah melakukan uji akurasi terhadap citra yang sudah dilakukan pada objek yang sama dengan membandingkan koordinat dari hasil
terorthorektifikasi. Secara lebih terstruktur, diagram alir pelaksanaan kajian ini pengamatan GPS dengan perbandingan posisi koordinat dari intepretasi di citra
dapat dilihat melalui Gambar 4. satelit. Pada Gambar 7 ditunjukkan nilai pergeseran posisi sejauh 892 m pada
citra satelit yang belum dilakukan koreksi geometris, sedangkan pada Gambar
8, pada citra satelit yang telah terorthorektifikasi, pergeseran yang terjadi hanya
sejauh 0.43 m.

Koordinat hasil interpretasi


Koordinat hasil pengukuran

Gambar 4. Diagram alir penelitian Gambar 6. Citra satelit yang belum terorthorektifikasi

Hasil Penelitian topografi permukaan bumi (Marjuki, B., 2014). Untuk


lebih mudahnya, konsep orthorektifikasi tersebut
Orthorektifikasi adalah proses koreksi dapat digambarkan melalui Gambar 5. Koordinat hasil interpretasi
geometrik citra satelit atau foto udara menggunakan Koordinat hasil pengukuran
metode matematik dan data digital elevation model Inset
(DEM) untuk memperbaiki kesalahan geometrik citra
yang bersumber dari pengaruh topografi, geometri
sensor dan kesalahan lainnya pada raw image atau
citra mentah (Geomatics, P.C.I., 1998). Metode
tersebut dilakukan dengan menghasilkan metode
untuk menghitung posisi dan orientasi sensor satelit
pada saat citra satelit tersebut di rekam datanya
(sesuai waktu perekaman pada metadata). Hasil dari
orthorektifikasi adalah citra tegak. Citra tegak adalah
citra satelit yang posisi geometrisnya telah terkoreksi
pada aspek internal seperti kemiringan sudut
perekaman citra akibat kemiringan sensor kamera
yang menyebabkan pergeseran relief sehingga posisi
objek pada permukaan bumi bergeser dari posisi Gambar 5. Konsep orthorektifikasi
sebenarnya dan aspek eksternal seperti pengaruh Gambar 7. Citra satelit yang telah terorthorektifikasi

26 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 27


Artikel Artikel
Peraturan Kepala BIG No. 15 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar
menjelaskan tentang standar ketelitian untuk peta
dasar dalam beberapa tingkatan skala. Secara lebih
terperinci standar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan standar, untuk peta dasar skala 1 : 5.000
idealnya memiliki akurasi 1 m dihitung menggunakan
rumus CE90, dan minimal harus memiliki akurasi Keterangan:
sebesar 2,5 m. n = jumlah total pengecekan pada peta
Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan D = selisih antar koordinat yang diukur di lapangan dengan
data ICP yang merupakan data titik koordinat koordinat pada peta
yang didapatkan dari pengukuran menggunakan x = nilai koordinat pada sumbu X Titik GCP
y = nilai koordinat pada sumbu Y
GPS geodetik dan dilakukan bersamaan pada saat Titik ICP
pengukuran GCP, tetapi tidak digunakan pada saat Batas Wilayah Perencanaan (BWP)
orthorektifikasi citra satelit. Pengujian ketelitian Setelah dilakukan proses orthorektifikasi dan
posisi mengacu pada perbedaan koordinat (X,Y,Z) clipping sesuai batas wilayah perencanaan, luas area
citra yang akan diuji akurasi adalah seluas 951 km2. Gambar.8. Sebaran ICP untuk Uji Akurasi
antara titik uji pada gambar atau peta dengan lokasi
Jumlah titik ICP yang digunakan untuk melakukan
sesungguhnya dari titik uji pada permukaan tanah. Kesimpulan peta RDTR.
Pengukuran akurasi menggunakan root mean square uji akurasi adalah 34 titik. Sebaran titik ICP yang Berdasarkan hasil penelitian, metode
error (RMSEr) atau circular error. digunakan untuk uji akurasi dapat dilihat pada Gambar orthorektifikasi secara parsial dapat dilakukan pada
Pemetaan RDTR memerlukan data dasar
Pada pemetaan dua dimensi yang perlu di- 8. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dari 34 titik area wilayah tertentu saja dari citra yang memiliki
yang akurat untuk menghasilkan peta rencana
perhitungkan adalah koordinat (X, Y) titik uji dan posisi cek, dengan nilai D2 adalah 18,112 didapatkan nilai liputan wilayah yang cukup besar dengan catatan,
detil tata ruang yang memiliki tingkat akurasi yang
sebenarnya di lapangan. Analisis akurasi posisi meng- RMSE¬r sebesar 0,730, nilai akurasi horizontal CE90 diperlukan proses masking citra sebelum citra tersebut
sesuai dengan ketelitian skala yang berlaku. Data
gunakan root mean square error (RMSE), yang meng- sebesar 1,108 m. Nilai tersebut memenuhi standar diorthorektifikasi. Hasil pengujian menunjukkan
dasar tersebut selain akurat juga diharapkan dapat
gambarkan nilai perbedaan antara titik uji dengan titik ketelitian yang dipersyaratkan, sehingga citra yang bahwa citra satelit yang dihasilkan cukup akurat
diperoleh dengan lebih mudah dan lebih cepat
sebenarnya. RMSE digunakan untuk menggambarkan telah terorthorektifikasi tersebut dapat digunakan dan sesuai dengan tingkat ketelitian minimal yang
dikarenakan proses penyusunan dan pengesahan
akurasi meliputi kesalahan random dan sistematik. Ni- sebagai sumber pembuatan peta dasar rencana detail disyaratkan untuk pembuatan peta RDTR pada skala
Peraturan Daerah tentang RDTR dibatasi oleh waktu
lai RMSE pada koordinat 2 (dua) dimensi dirumuskan untuk skala 1: 5.000. 1: 5.000. Perlu kajian lain yang lebih mendalam,
dan peraturan yang berlaku. Semakin lama peraturan
sebagai berikut: Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat sehingga hasil penelitian ini dapat diterima sebagai
daerah tersebut dibuat, semakin lama juga penerapan
disimpulkan bahwa orthorektifikasi secara parsial salah satu metode alternatif dalam melakukan proses
rencana tata ruang yang yang diharapkan sehingga
dapat dilakukan pada area wilayah tertentu saja dari orthorektfikasi citra secara parsial, baik dari metode
proses pembangunan akan terhambat. Metode yang
citra yang memiliki liputan wilayah yang cukup besar serta proses maupun hasilnya.
dilakukan dalam kajian ini diharapkan dapat menjadi
dengan catatan, diperlukan proses masking citra se-
salah satu terobosan dalam percepatan penyusunan Penulis 1 adalah Surveyor Pemetaan Pertama, BIG
belum citra tersebut diorthorektifikasi.
Penulis 2 adalah Peneliti Pertama, BIG

Tabel 2. Ketelitian peta dasar dalam beberapa tingkatan skala peta Daftar Pustaka

Geomatics, P. C. I. (1998). About PCI Geomatics. OrthoEngine reference manual, PCI Geomatics, Ontario.
Indonesia, P. R. (2007). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID):
Sekretariat Negara.
Indonesia, P. R. (2010). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
Marjuki, B., 2014. http://pixelcooker.blogspot.co.id/2014/02/tutorial-orthorektifikasi-citra-satelit.html, diakses pada tang-
gal 24 Oktober 2016.
Ok, A.O., dan Turker, M., 2006. “Comparison of Different Mathematical Models on the Accuracy of the Orthorectification of
Aster Imagery”. International Society for Photogrammetry and Remote Sensing Archives, Vol. XXXVI-1/W41.
Peraturan Kepala, B. I. G. No. 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar.
Setiawan, F., 2011.https://firmans08.files.wordpress.com/2011/12/modul-pengolahan-identifikasi-mangrove.pdf, diakses
pada tanggal 27 Oktober 2016.
Soetaat, Lisa R. 2014. Orthorectification (3d) of High Resolution Satellite Images, Jakarta: PT. Waindo SpecTerra Indonesia.
Trisakti, B. (2010). Ekstraksi Otomatis Informasi DEM dari Citra Stereo PRISM-ALOS. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengola
han data Citra Digital,4(1).
Umum, D. P. (2010). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: No.20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Ren
cana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
http://www.pcigeomatics.com/geomatica-help/common/concepts/ortho_explainrigorous.html, diakses pada tanggal 31
Oktober 2016.
28 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 GEOtangkas Vol. 1. No. 2 - 2016 29

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai