KASUS DIFTERI DI PONPES BAITUL MUKMIN QURANI, DESA NGADILUWIH, KECAMATAN MATESIH,
KABUPATEN KARANGANYAR, JAWA TENGAH
PENDAHULUAN
Difteri merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh Corynebacterium
diptheriae dengan gejala dan tanda klinis demam + 38º C, pseudomembrane putih keabu-abuan yang
tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring atau tonsil, sakit waktu menelan, leher
membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertai stridor. Difteri merupakan penyakit
serius dengan angka kematian rata-rata 5 – 10 % pada anak usia kurang 5 tahun dan pada dewasa
(diatas 40 tahun) angka kematian dapat meningkat menjadi 20 %. Penyakit difteri dapat dicegah
dengan pemberian Imunisasi yang mengandung komponen difteri (DPT, DT atau Td) dengan minimal
3 dosis saat bayi ditambah booster pada batita dan anak sekolah.
Distribusi penyakit difteri menyebar di seluruh dunia, pada tahun 2010 kasus difteri dilaporkan
sebanyak 4.797 kasus dengaan estimasi kematian pada tahun 2008 sebanyak 59.000. penyakit mulai
menurun setelah dilaksanakan pemberian imunisasi toxoid difteri. Seiring dengan meningkatnya
cakupan DPT3 maka terjadi penurunan kasus difteri yang sangat signifikan dari 100.000 kasus pada
tahun 1980 menjadi 4.797 kasus pada tahun 2010. (Black RE at.al Global Regional and national causes
of child mortality in 2008:systematic analysis 2010 jun 5).
Di Indonesia, sebelum program Imunisasi DPT dilaksanakan secara nasional pada 1984,
merupakan Negara endemis difteri dan seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi yang mencapai
UCI (Universal Child Immunization) pada 1990, jumlah kasus difteri menurun bahkan di beberapa
provinsi tidak ditemukan lagi. Incidence rate tahun 1989 mencapai 0.46 – 0.8 per 10,000 penduduk
dan menurun dari tahun ke tahun sebagai berikut pada 1993: 0.1 – 0.2 dan 1996: 0.03 – 0.1, namun
pada tahun 2000 terjadi peningkatan kasus di provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera
Utara, dan Kalimantan Selatan. (Buku Data Subdit surveilans tahun 1989-2000). Sejak tahun 2002 –
2009, jumlah kasus difteri di Indonesia mencapai paling rendah namun jumlah kasus kembali
meningkat dari tahun 2010 (432 kasus) hingga puncaknya pada tahun 2012 (1.192 kasus) Case fatality
rate dengan kisaran 3 – 10% dan sebagian besar kasus terjadi di provinsi jawa timur. (Laporan data
surveilans PD3I Subdit Surveilans tahun 2012).
Pada tahun 2014 jumlah kasus difteri di dunia sebesar 7347 meningkat dari tahun 2013 yang
berjumlah 4680 kasus. Kenaikan yang sangat signifikan berasal dari region SEAR, yang pada tahun 2013
sejumlah 4080 menjadi 7217 pada tahun 2014. Dengan kata lain 98% kasus difteri di dunia berasal dari
SEAR pada tahun 2014. Jumlah kasus difteri di Indonesia sebesar 775 pada tahun 2013 (19% dari total
kasus SEAR) menurun menjadi 430 pada tahun 2014 (6% dari total kasus SEAR). Penurunan ini terjadi
karena telah dilakukan upaya Outbreak Response Immunization di daerah yang terjadi KLB dan
penguatan imunisasi rutin.
TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran epidemiologi kasus kontak difteri di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
b. Tujuan Khusus
1. Identifikasi kontak dan kasus kontak di Kabupaten Karanganyar dengan kasus difteri di Cirebon
2. Identifikasi kemungkinan luas daerah penularan dan faktor risikonya.
3. Pengambilan sampel kontak
4. Membuat rencana upaya penanggulangan difteri di lokasi terjangkit
WAKTU DAN TEMPAT
Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan 3 hari (Minggu-Selasa) dari tanggal 11-13 Juni 2017 di
Kabupaten Karanganyar.
TIM INVESTIGASI
Investigasi dilakukan secara tim yang terdiri dari Kementerian Kesehatan (4 orang dari Subdit
Surveilans dan 3 orang dari BBTKL Jogjakarta), Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah (2 orang), DKK
Karanganyar (4 orang), dan Puskesmas Matesih (1 orang)
DEFINISI OPERASIONAL
1. Difteri Klinis
Demam yang disertai dengan sakit menelan (laryngitis, pharyngitis, tonsilitis) dan adanya selaput
putih abu-abu yang melekat dan bila diangkat akan mudah berdarah (WHO recommanded
standard surveilans 2003)
2. Klasifikasi Kasus Difteri
a. Kasus Probabel
Yaitu kasus yang memenuhi kriteria klinis
b. Kasus Konfirmasi Laboratorium
Kasus probabel yang laboratoriumnya positif atau ada hubungan epidemiologi dengan kasus
konfirm
3. KLB Difteri
a. Timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian penyakit difteri yang bermakna secara
epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
b. Atau munculnya 1 kasus difteri di daerah yang belum pernah terjadi kasus difteri sebelumnya.
METODOLOGI
1. Wawancara
2. Observasi (pengamatan) faktor risiko termasuk cakupan imunisasi di wilayah kasus.
3. Pengambilan sampel swab tenggorokan dan hidung kontak
1. Kronologi :
Kasus Pertama: M. Abbas Azahurrahman, laki-laki, lahir tanggal 29 Juli 2003, santri
pondok pesantren, asal Ponpes Arroyan, Jln. Arjuna No. 67,
RT/RW 018/005, Desa Kasugengan Lor, Kecamatan Depok,
Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat
Senin, 05 Juni 2017 M. Abas menderita gejala demam, sakit menelan
Selasa, 06 Juni 2017 Berobat ke Mantri Haris di Desa Metesih
Rabu, 07 Juni 2017 Jam 6.30 pagi berobat ke dr. Sulistyo Wibowo dengan gejala demam
37,8 derajat celcius, nyeri telan, berlendir, ada bullneck, dan stridor,
faring hiperemi. Kasus diberikan obat, karena tidak mau makan dan
minum kasus di infus terlebih dahulu dan disarankan dokter agar
dirawat di RSUD.
Informasi tambahan menurut dokter Sulistyo bahwa di sekitar klinik
dalam 1 minggu tersebut ada banyak kasus parotitis namun tidak ada
kasus suspek difteri seperti Abbas. Selama dokter tersebut praktek
sejak 2004 belum pernah ada kasus difteri di tempatnya praktek.
Kamis, 8 Juni 2017 Jam 09.00 pagi penderita oleh orang tuanya dibawa pulang paksa
dari Klinik dr. Sulistyo Wibowo untuk dirawat di RSUD Gunung Jati
Cirebon. Kasus tiba di RSUD Gunung Jati pada malam hari.
Sabtu, 10 Juni 2017 Pada hari Sabtu Tanggal 10 Juni 2017 pukul 04.30 WIB penderita
meninggal dunia.
Faktor risiko kasus pertama: imunisasi DPT tidak lengkap
Yang menjadi pertanyaan: dimana kasus pertama ini tertular apakah di Karanganyar atau di Cirebon.
Informasi tambahan:
6 bulan yang lalu sekitar bulan Januari 2017 M. Abbas pernah pulang ke Cirebon liburan
semester. Cirebon adalah salah satu kabupaten terjangkit difteri tahun 2016 pernah
ditemukan kasus difteri sebanyak .... kasus.
Kasus difteri terakhir di Karanganyar ditemukan pada tahun 2005 (sudah kurang lebih 11
tahun tidak ada)
Ada 1 orang santri yang berasal dari Kabupaten Magetan Jawa Timur. Jawa Timur adalah
daerah endemis difteri.
Sementara kasus masih terlokalisir di Ponpes. Kemungkinan penularan kasus yang berasal dari santri
Ponpes ke tempat lain kecil karena semua kontak telah diberikan profilaksis dan diharapkan
pengobatan atau profilaksis tersebut dilakukan dengan baik sesuai dosis dan tidak putus. Mobilisasi
santri selama masa inkubasi kasus pertama dan kedua hanya berada di Ponpes saja.
Tetapi selama karier masih belum ditemukan dan cakupan imunisasi DPT maupun DT BIAS tidak
optimal maka ada kemungkinan tertular di daerah kantong.
Cakupan imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Matesih terlampir
Kesimpulan:
1. Telah terjadi KLB Difteri di Desa Ngadiluwih Matesih dengan jumlah penderita sebanyak 2 orang
(1 orang meninggal) dengan kontak berisiko sebanyak 85 orang.
2. Telah dilakukan upaya penanggulangan KLB Difteri
Tim investigasi
Tim Investigasi
1. Kementerian Kesehatan
a. Edy Purwanto, SKM, M.Kes
b. Aisyah Mella, SKM
c. Prasetiadi, SKM
d. Bahtiar
2. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
a. Sutarman, SKM, Mkes
b. Agus Priyana, SKM, MKes
3. DKK Karanganyar
a. Rita Sari Dewi, SKM, M.Kes (Kabid P2P)
b. Diah Ariani, SKM, M.Kes (Kasie Surveilans dan Imunisasi)
c. Wiji Prihatin, SKM
4. BBTKL Jogjakarta
a. Dien Arsanti, SKM, M.Env
b. Dr. Dwi Amalia, MPH
c. Ignatius Irvan (analis)
5. Puskesmas Matesih
a. Suharto, SKM