Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional merupakan suatu transformasi ekonomi, sosial dan

buadaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang di

inginkan (Adisasmita, 2013). Kelangsungan dalam pembangunan nasional

disamping untuk meningkatkan pendapatan nasional, sekaligus juga harus

menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat.

secara keseluruhan menuju kondisi yang lebih baik untuk meningkatkan taraf hidup

maupun kesejahteraan suatu kehidupan masyarakat (Mustika, 2009) Bukan hanya

untuk mencapai masyarakat dengan tingkat kemakmuran tinggi, melainkan juga

untuk mewujudkan masyarakat yang adil (Hakim, 2010).

Pembangunan nasional suatu negara dapat dilakukan dengan cara

peningkatan pertumbuhan ekonominya. Kegiatan peningkatan pertumbuhan

perekonomian ini terkait dengan peningkatan sektor-sektor Industri yang ada.

Indonesian adalah salah satu negara agraris yang mayoritas penduduknya adalah

sebagai petani (Mustaniroh, 2011).

Disamping itu Indonesia merupakan negara yang sedang melaksanakan

pembangunan disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

diandalkan, karena sektor pertanian sampai saat ini masih memegang peranan

penting dalam menunjang perekonomian nasional. Peranan penting sektor

pertanian yaitu untuk mengatasi kemiskinan, pembangunan pertanian yang

1
2

berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan upaya peningkatan

kesejahteraan pertanian dan upaya menanggulangi kemiskinan khususnya di daerah

perdesaan (UPTD BPT, 2010). Selain itu sektor pertanian juga menambah

penerimaan devisa dan memperluas kesempatan kerja dalam meningkatkan

pendapatan masyarakat di sektor pertanian, kegiatan meningkatan pertumbuhan

perekonomian ini terkait dengan peningkatan perekonomian daerah termasuk

meningkatkan produk domestik bruto (PDB).

Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB di Indonesia pada tahun 2011-

2016. PDB tertinggi menurut harga yang berlaku mengalami penurunan selama 4

tahun pada thun 2011-2014 dan pada tahun 2015 kontribusinya naik menjadi

13,49% kemudian mengalami penurunan kembali pada tahun 2016 sebesar 13,45%.

sedangkan perhitungan PDB menurut harga konstan mengalami fluktuasi,

Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 4,20% dibandingkan pada

tahun 2011 yang hanya sebesar 3,37%. Dan Kontribusi paling lambat terjadi pada

tahun 2016 yaitu sebesar 3,25% yaitu sebagai sumbangan terhadap PDB oleh sektor

pertanian.
3

Tabel 1.1
Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia
Berdasarkan Harga Berlaku dan Harga KonstanTahun 2011-2016

No Tahun Harga Berlaku Harga Konstan


1 2011 13,51 3,37
2 2012 13,37 4,20
3 2013 13,36 3,44
4 2014 13,34 3,29
5 2015 13,49 3,77
6 2016 13,45 3,25
Rata-rata (%) 13,420 3,553
Sumber: Badan Pusat Statistik PDB (2011-2016).

Berdasarkan data PDB diatas dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian

berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami fluktuasi. Jika

di tinjau dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDB. Sektor pertanian masih

menjadi sektor penting dalam pembangunan ekenomi nasional. (Saragih, 2001)

menyatakan, kegiatan ekonomi yang berbasis pada tanaman pangan dan

hortikultura merupakan kegiatan yang sangat penting atau stategis di Indonesia.

13.52
13.5
13.48
Harga Berlaku (persen)

13.46
13.44
13.42
13.4
13.38
13.36
13.34
13.32
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun
4

Gambar 1.1
Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2011-2016

4.5
4
Harga Konstan (persen)

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tahun

Gambar 1.2
Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2011-2016

Gambar 1.1 Diatas merupakan grafik dari kontribusi sektor pertanian

terhadap PDB yang cemderung mengalami perlambatan, pertumbuhan kontribusi

sektor pertanian terhadap PDB dapat terlihat pada tahun 2014 ke tahun 2015 yaitu

pada tahun 2015 kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebesar 13,49 meskipun

masih berada di bawah angka tahun 2011 yang pencapaian kontribusinya sebesar

13,51%. Karna memang setiap tahunnya Indonesia terus melakukan pembangunan

dan lahan pertanian menjadi semakin sempit sehingga kontribusinya cenderung

mengalami penurunan menurut perhitungan harga yang berlaku. Pada gambar 1.2

kontribusi sektor pertanian tahun 2011-2016 mengalami fluktuasi hal tersebut di


5

karenakan semakin sempitnya sektor pertanian, karena semakin tahun

pembangunan di Indonesia cenderung ke arah pembangunan industri dari pada

pembangunan di sektor agraris. Mengetahui luas lahan indonesia di sektor pertanian

yang cukup luas, pertumbuhan lahan di sektor pertanian adalah luas lahan untuk

sawah sebesar 9.10% kemudian disusul dengan luas lahan untuk ladang sebesar

0,21%.

Tabel 1.3 Luas lahan dan Produksi Tebu di Indonesia Tahun 2012 – 2017*
Luas areal Pertumbuhan Pertumbuhan
Tahun Produksi
(ha) (%) (%)
2012 451.255 2.591.687
2013 469.227 4% 2.551.026 -2%
2014 478.108 2% 2.579.173 1%
2015 454.171 -5% 2.497.997 -3%
2016 445.520 -2% 2.222.971 -12%
2017* 453.456 2% 2.465.450 10%

Rata-rata 2.751.737 0% 14.908.304 -1%


Keterangan*): Angka sementara

Menurut Tabel 1.3 Luas areal lahan tebu di Indonesia pada periode 2012-

2017 mampunyai rata-rata yaitu sebesar 2.751.737 ha dan rata-rata produksi sebesar

14.908.304 ton. Luas lahan tertinggi terdapat pada tahun 2014 yaitu 478.108 ha

dengan produksi sebesar 2.579.173 ton, luas lahan terendah terdapat pada tahun

2016 yaitu 445.520 ha dengan produksi sebesar 2.222.971 ton. Pertumbuhan

produksi tebu cenderung mengalami fluktuasi, dengan pertumbuhan rata-rata -1%.


6

480,000
475,000
470,000
Luas areal (ha)

465,000
460,000
455,000
450,000
445,000
440,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

Gambar 1.3 Luas areal

2,650,000
2,600,000
2,550,000
2,500,000
Produksi

2,450,000
2,400,000
2,350,000
2,300,000
2,250,000
2,200,000
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun

Gambar 1.4 Produksi

Perkembangan luas lahan tebu di jawa timur disajikan pada tabel 1.3 luas

lahan tebu di Indonesia cukup banyak pada tahun 2012 hasil produksi tebu

mencapai sebesar2.591.687 hal tersebut dapat dilihat pada diagram yang telah di

sajikan di atas pada gambar 1.3 adalah gambar grafik dari luas area lahan dan 1.4

merupakan gambar dari banyaknya produksi yang dihasilkan tiap tahuns elama 6

tahun terakhir yaitu dari tahun 2012 sampai tahun 2017. Hasil produski terendah
7

terjadi pada tahun 2016 dimana hasil produksi di bawah 2.250.000 yaitu sebesar

2.222.971 dan meningkat kembali pada tahun 2017 sebesar2.465.450.

Pada provinsi jawa timur luas lahan produksi tebu cukup luas di bandingkan

jawa tengah dan jawa barat hal tersebut dapat dilihat pada table 1.4

Tabel 1.4 Luas Lahan dan Produksi Tebu di Jawa Tinur


Tahun 2012-2017
Luas Panen Pertumbuhan Produksi Pertumbuhan
Tahun (ha) (%) (ton) (%)
2012 178.389 1.137.976
2013 185.125 0,036 1.117.976 -0,02
2014 189.997 0,026 1.353.416 0,17
2015 182.514 -0,041 1.076.240 -0,26
2016 181.814 -0,004 927.576 -0,16
2017 184.121 0,013 1.056.574 0,12
rata-
rata 183.660 -0,003 1.111.626 0,05
Sumber : Direktorat Jemdral Perkebunan 2016 (diola)
Luas lahan produksi tebu pada kabupaten Lumajang dalam 5 tahun terakhir

menunjukkan luas lahan pada tahun 2012 sebesar 12.388,00 ha, kemudian

mengalami kenaikan sebesar 0,01 % menjadi 12.504,00 ha. Tiap tahunnya Luas

panen produksi tebu terus mengalami fluktuasi dan luas panen tertinggi terjadi pada

tahun 20116 dengan angka mencapai 13.035.00 ha. Lebih jelasnya dapat dilihat

pada table 1.5 dibawah ini.


8

Tabel 1.5 Luas Lahan dan Produksi Tebu di Kabupaten


Lumajang 2012-2016
Luas panen Pertumbuhan Produksi Pertumbuhan
Tahun (ha) (%) (ton) (%)
2012 12.388,00 848.555,52
2013 12.504,00 0,01 1.054.875,00 0,20
2014 12.550,00 0,00 1.018.876,00 -0,04
2015 12.425 -0,01 1.020.515,00 0,00
2016 13.035,00 0,05 1.075.075,20 0,05
rata-rata 12.580,40 0,01 1.003.579,34 0,05
Sumber : Direktorat Jemdral Perkebunan 2016 (diola)
Luas lahan pada tahun 2016 terlihat bahwa ada 1 kecamatan tidak memiliki

areal tanaman tebu, ada berbagai macam penyebab mulai dari letak geografis

kecamatan tersebut dan luas areal kecamatan. Dalam penghasil tebu terbesar di

kabupaten lumajang terdapat di kecamatan Randuagung dengan luas lahan sebesar

2.239 ha, dan produksi tebu sebesar 179.567,8 ton. Sedangkan hasil produksi tebu

terendah pada tahun 2016 berada didesa pronojiwo dengan hasil produksi 8.330,4

ton hal ini dikarenakan sebagian besar lahan berada di dataran tinggi.

Karena di kecamatan Randuagung banyak sekali kelompok-kelompok tani

yang memiliki tanaman tebu. Tebu memiliki prospek perkembangan yang cukup

baik dan tidak mudah terserang penyakit. Tebu merupakan salah satu tanaman

tropis yang banyak diminati oleh konsumen setelah menjadi gula didalam negeri

maupun diluar negeri. Hal ini yang menarik untuk dikaji apakah usaha pengelola

tebu mampu memberikan benefit yang layak ditinjau dari aspek finansial. Dan

usaha pengelola tebu masih layak untuk dilaksanakan apabila ada kenaikan dan

penurunan input dan output.


9

Tabel 1.6Luas Lahan dan Produksi Tanaman Tebu Per Kecamatan di Kabupaten
LumajangTahun 2016

No Kecamatan luas panen Produksi


1 Tempursari - -
2 Pronojiwo 117 8.330,4
3 Candipuro 138 10.391,4
4 pasirian 317 25.423,4
5 Tempeh 523 44.611,9
6 lumajang 152 12.965,6
7 sumbersuko 232 19.789,6
8 tekung 380 34.314,0
9 Kunir 750 67.575,0
10 yosowilangon 790 71.179,0
11 rowokangkung 314 28.322,8
12 Jatiroto 455 45.500,0
13 randuagung 2.239 179.567,8
14 sukodono 143 11.454,3
15 padang 1.897 146.069,0
16 pasrujambe 181 13.665,5
17 Senduro 211 15.867,2
18 Gucialit 363 26.136,0
19 kedungjajang 1.847 157.364,4
20 Klakah 1.429 114.605,8
21 Ranuyoso 557 41.942,1
jumlah 13.035 1.075.075,2
10

1.2 Rumusan Masalah


1) Seberapa besar tingkat keuntungan usahatani tebu yang diperoleh petani
antar skala usaha di kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang?
2) Seberapa besar tingkat produktifitas lahan usahatani tebu antar skala di
Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang?
3) Bagaimana tigkat efisiensi biaya usahatani tebu di Kecamatan
Randuagung Kabupaten Lumajang?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui tingkat keuntungan usahatani tebu antara lahan sempit dan
lahan luas di kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang.
2) Mengetahui produktifitas lahan usahatani tebu antara lahan sempit dan
lahan luas di Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang.
3) Mengetahui tingkat efisiensi biaya usahatani tebu antara lahan sempit
dan lahan luas di Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dan faedah yang dapat di harapkan dari penelitian yang di
lakukan adalah :
1) Bagi peneliti, kegiatan penelitian ini merupakan langkah awal dari
penerapan ilmu pengetahuan dan sebagai pengalaman yang dapat
dijadikan refrensi untuk melakuakan penelitian lebih lanjut di masa yang
akan datang.
2) Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi para petani tebu untuk
pengembangan usahanya.
3) Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan khususnya bagi peneliti
selanjutnya di bidang sosisal ekonomi pertanian.
11

Bab II

Tinjauan pustaka

2.1 Teori Usahatani

Menurut Suratiyah (2006: 8) ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari

bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi

berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat

yang sebaik-baiknya. Melalui produksi pertanian yang berlebih maka diharapkan

memperoleh pendapatan tinggi. Dengan demikian, harus dimulai dengan

perencanaan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor

produksi pada waktu yang akan datang secara efisien sehingga dapat diperoleh

pendaapatan yang maksimal.

Kegiatan usahatani dikatakan efektif menurut soekartawi (1995) bila petani

atau produsen mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik-baiknya, dan

dikatakan efesien apabila pemanfaatan sumberdaya dapat menghasilkan keluaran

(output) yang melebihi masukan (input). Dalam proses produksi usahatani secara

teknis dipergunakan input untuk menghasilkan output yang pada akhirnya dinilai

dengan uang. Input adalah semua yang dimasukkan dalam proses produksi seperti

lahan usaha, tenaga kerja petani dan keluarganya, serta setiap tenaga kerja diupah,

bibit, pupuk, obat-obatan, dan alat-alat pertanian.

Menurut Mubyarto (1995) Usahatani yang baik adalah usahatani yang

produktif dan efesien. Usahatani yang produktif berarti usahatani tersebut

produktifitasnya tinggi, dimana produktifitasnya ditentukan oleh penggunaan


12

faktor produksi input. Usahatani yang efesien adalah usahatani yang secara

ekonomis menguntungkan, biaya atau pengorbanan yang dilakukan untuk produksi

lebih kecil dari harga jual atau hasil penjualan yang diterima dari hasil produksi.

Kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu

untunk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto

yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis

produktivitas merupakan perkalian antara efesien (usaha) dan kapasitas (tanah).

Lebih lanjut Mubyarto menyatakan bahwa tujuan usahatanin adalah

memperoleh harga setinggi mungkin dengan biaya serendah-rendahnya. Usahatani

yang produktif berarti usahatani tersebut produktivitasnya tinggi, sedangkan

usahatani yang efesien adalah usahatani yang secara ekonomis menguntungkan,

biaya dan pengorbanan-pengorbanan yang dilakukan untuk produksi lebih kecil

dari harga jual yang diterima dari hasil produksi.

2.2 Teori Produksi

Produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumberdaya yang telah

tersedia yang nantinya diharapkan mewujudkan hasil yang lebih baik dari bentuk

korbanan yang telah diberikan untuk menghasilkan suatu produk. Sumberdaya yang

telah tersedia merupakan barang alami dan barang buatan. Barang-barang alami

disini beruapa (zat organik, tanah, dan pengaruh unsur-unsur iklim), sedangkan

barang-barang buatan berupa (permodalan, peralatan, zat-zat anorganik dan tenaga

kerja) yang secara terpadu dapat dilibatkan dalam kegiatan proses produksi.

Sumberdaya-sumberdaya diatas merupakan kekayaan dari lingkungan dan


13

perorangan yang keadaan dan kemampuan pengadaannya serba terbatas, sehingga

dari sini pendayagunaannya perlu pengaturan yang lebih baik. Produksi dalam

bidang pertanian yang diusahakan oleh masing-masing petani akan bervariasi, baik

secara kuantitas maupun kualitas. Hal ini dapat dimengerti karena tinggi rendahnya

produk yang dihasilkan oleh petani tergantung dari kualitas dan kuantitas

sumberdaya yang dikorbankan.

Teori produksi mempelajari tentang perilaku produsen dalam menentukan

berapa output yang dihasilkan dan ditawarkan pada berbagai tingkat harga sehingga

keuntungan maksimal dapat tercapai. Produksi adalah suatu proses mengubah input

menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Input adalah barang atau

jasa yang digunakan sebagai masukan pada suatu proses produksi, sedangkan

output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Lebih

lanjut teori produksi mempelajari bagaimana hubungan antara masukan (input) dan

keluaran (ouput) di dalam suatu proses produksi.

Hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor produksi (input)

ditunjukkan oleh suatu fungsi yang disebut fungsi produksi. Untuk dapat

menggambarkan fungsi produksi secara jelas dan menganalisa peranan masing-

masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor-faktor produksi salah satu faktor

produksi dianggap variabel (berubah-ubah) sedangkan faktor lainnya dianggap

konstan. Bentuk matematis sederhana dari fungsi produksi dituliskan sebagai

berikut (Mubyarto, 1995) :

Y  f (X )
Y  f ( X 1 , X 2,..... X n )
14

dimana :

Y = Hasil Produksi Fisik


Xi = Faktor-faktor Produksi

Hubungan kuantitatif antara satu faktor atau variabel dengan produksi dapat

mempunyai bentuk salah satu atau kombinasi dari tiga bentuk yang mungkin

terdapat, yaitu kenaikan hasil tetap (constant return), kenaikan hasil bertambah

(increasing return), dan kenaikan hasil berkurang (decreasing return).

Hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang dapat ditunjukkan melalui

hubungan antara kurva TPP (Total Physical Product) atau kurva TP (Total Produk),

kurva MPP (Marginal Physical Product) atau Marjinal Produk (MP), dan kurva

APP (Average Physical Product) atau produk rata-rata dalam grafik fungsi produksi

(Miller dan Meiners, 2000).

Grafik pada fungsi produksi terbagi pada tiga tahapan produksi yang lazim

disebut Three Stages of Production. Tahap pertama, kurva APP dan kurva MPP

terus meningkat. Semakin banyak penggunaan faktor produksi, maka semakin

tinggi produksi rata-ratanya. Tahap ini disebut tahap tidak rasional, karena jika

penggunaan faktor produksi ditambah, maka penambahan output total yang

dihasilkan akan lebih besar dari penambahan faktor produksi itu sendiri.

Pada umunya hubungan antara faktor-faktor produksi tersebut akan

cenderung berbentuk kombinasi dari kenaikan hasil yang bertambah dan kenaikan

hasil yang berkurang, yang digambarkan dalam hukum kenaikan hasil yang makin

berkurang (The Law of Diminishing return). Grafik pada fungsi produksi terbagi

pada tiga tahapan produksi yang lazim disebut Three Stages of Production. Tahap

pertama, kurva APP dan kurva MPP terus meningkat. Semakin banyak penggunaan
15

faktor produksi, maka semakin tinggi produksi rata-ratanya. Tahap ini disebut tahap

tidak rasional, karena jika penggunaan faktor produksi ditambah, maka

penambahan output total yang dihasilkan akan lebih besar dari penambahan faktor

produksi itu sendiri.

Q
I II III
C

B
Total Produk

Total Produk fisik


Fisik

X
Q/X Input Variabel
XX

Produk fisik rata-


rata
X
Input Variabel
Produk fisik marginal

Gambar 2.1
Kurva Hubungan Input Output
(Boediono, 1997)

Dari gambar 2.1 Tahapan dari Suatu Produksi di atas dapat dibagi menjadi

tiga bagian daerah produksi, yaitu pada saat AP naik hingga AP maksimum (daerah

I), dari AP maksimum hingga TP maksimum atau MP = 0 (daerah II) dan daerah

TP yang menurun (daerah III). Pada daerah I dikatakan ‘irrasional region’ karena

penggunaan input masih menaikkan TP sehingga pendapatan masih dapat terus

diperbesar. Daerah II adalah ‘rasional region’ karena pada daerah ini


16

dimungkinkan pencapaian pendapatan maksimum, pada daerah ini pula tercapai TP

maksimum.

Sedangkan pada daerah III adalah ‘irrasional region’ karena TP adalah

menurun. Pada saat AP mencapai maksimum, MP berpotongan dengan AP. Hal ini

disebabkan karena pola dari MP. Pada saat MP naik maka AP juga naik. Pada saat

MP menurun maka AP akan naik selama nilai MP>AP. Pasa saat MP terus turun

dan nilai MP<AP maka AP akan menurun. Karena pola seperti inilah maka MP

memotong AP pada saat AP maksimal.

Menurut Boediono (1982), Marginal Physical Product (MPP) adalah

tambahan output yang dihasilkan dari penambahan satu unit input variabel.

Q
MPPX 1 
X 1

Oleh sebab itu, The Law of Diminishing Returns sering pula disebut The Law

of Diminishing Marginal Physical Product, jadi menurut hukum ini (input-input

lain tetap) mulai dari titik tertentu akan terus menurun. Demikian pula (input-input

lain tetap), akan menurunkan mulai dari titik tertentu.

Demikian pula:

Q Q Q
, ,...,
X 3 X 4 X k

Kurva Total Physical Product (TPP) adalah kurva yang menunjukkan tingkat

produksi total (= Q) pada berbagai tingkat penggunaan input variabel (input-input

lain dianggap tetap). TPP = f(X) atau Q = f(X). Kurva Marginal Physical Product

(MPP) adalah kurva yang menunjukkan tambahan(atau kenaikan) dari TPP, yaitu
17

ΔTPP atau ΔQ, yang disebabkan oleh penggunaan tambahan1 (satu) unit input

variabel.

TPP Q df ( X )
MPP x   
X X dX

Kurva Average Physical Product (APP) adalah kurva yang menunjukkan hasil rata-

rata per unit input variabel pada berbagai tingkat penggunaan input tersebut.

TPP Q f (X )
APP   
X X X

2.4. Teori Produktivitas

Produktivitas adalah rasio dari total output dengan input yang dipergunakan

dalam produksi (Heady, 2002). Selanjutnya, Heady menjelaskan bahwa berkenaan

dengan lahan, produktivitas lahan berkesesuaian dengan kapasitas lahan untuk

menyerap input produksi dan menghasilkan output dalam produksi pertanian.

Produktivitas yang tinggi menyebabkan tingkat produksi yang sama dapat

dicapai dengan biaya yang lebih rendah. Dengan kata lain, produktivitas dan biaya

mempunyai hubungan terbalik. Jika produktivitas semakin tinggi, maka biaya

produksinya akan lebih rendah. Perilaku biaya juga berhubungan dengan periode

produksi. Dalam jangka pendek ada faktor produksi tetap yang menimbulkan biaya

tetap, yaitu biaya produksi yang besarnya tidak tergantung pada tingkat produksi.

Dalam jangka panjang karena semua factor adalah variabel, biayanya juga variabel,

artinya besarnya biaya produksi dapat disesuaikan dengan tingkat produksi

(Soekartawi, 2002).
18

Konsep dasar yang dipergunakan untuk menganalisis produktivitas adalah

fungsi produksi. Dewasa ini telah banyak fungsi produksi yang dikembangkan dan

dipergunakan. Soekartawi (1994) menjelaskan bahwa fungsi-fungsi yang sering

dipergunakan dalam analisis usahatani antara lain : (1) fungsi linier; (2) fungsi

kuadratik; (3) fungsi produksi Cobb-Douglas; (4) fungsi produksi Constant

Elasticity of Substitution (CES); (5) fungsi transcendental dan (6) fungsi translog.

2.5. Teori Biaya Produksi

Menurut Soekartawi (1995), sebuah usahatani dalam menjalankan usahanya

membutuhkan biaya produksi yang meliputi pengeluaran untuk faktor-faktor

produksi dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Biaya usahatani dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

Menurut Boediono (1982), pengertian dari total biaya tetap (TFC) adalah

Total biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi, yang besar kecilnya dari

jumlah biaya tersebut tidak tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan,

contohnya adalah alat pertanian, biaya pajak, iuran irigasi, dan lain sebagainya.

Sedangkan Total Biaya Variabel (TVC) adalah total biaya yang dikeluarkan untuk

proses produksi, yang ditentukan oleh tinggi rendahnya produksi yang dihasilkan,

contohnya adalah pupuk, bibit, obat-obatan, dan upah tenaga kerja. Biaya total

(Total Cost/TC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan

output, penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variabel sama dengan biaya

total dan secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Boediono, 1982):

TC = TFC + TVC
19

di mana:

TC = biaya total (total cost)

TFC = total biaya tetap (total fixed cost)

TVC = total biaya variabel (total variable cost)

Gambar 2.3

Grafik TC, TFC dan TVC (Boediono, 1982)

Kurva TFC mendatar pada Gambar 2.3 menunjukkan bahwa besarnya biaya

tetap tidak tergantung pada jumlah produksi. Kurva TVC membentuk huruf S

terbalik, menunjukkan hubungan terbalik antara tingkat produktivitasnya dengan

besarnya biaya. Kurva TC sejajar dengan TVC menunjukkan bahwa perubahan

biaya total semata-mata ditentukan oleh perubahan biaya variabel (Rahardja, 2000).

Selanjutnya menurut Rahardja (2000), biaya rata-rata adalah biaya yang harus

dikeluarkan oleh produsen dalam memproduksi satu unit output. Besarnya biaya

rata-rata adalah biaya total dibagi jumlah output. Oleh karena TC = FC + VC, maka

biaya rata-rata sama dengan biaya tetap rata-rata ditambahkan dengan biaya

variabel rata-rata, sehingga dapat diketahui rumus berikut:


20

ATC = AFC + AVC


di mana:

ATC = Biaya Total Rata-rata (Average Total Cost)

AFC = Biaya Tetap Rata-rata (Average Fixed Cost)

AVC = Biaya Variabel Rata-rata (Average Variable Cost)

Keterangan:

1. Kurva AFC terus menurun, karena biaya tetap persatuan output semakin kecil

dengan meningkatnya output. Walaupun demikian, kurva AFC tidak pernah

menjadi nol (asimtotik).

2. Kurva ATC polanya sama dengan kurva AVC, mula-mula menurun, akan

tetapi tidak pernah berpotongan (asimtotik). Pola ini berkaitan dengan hukum

kenaikan hasil yang semakin menurun (The Law of Diminishing Returns).

3. Kurva AVC dan ATC adalah minimum bila keduanya memotong kurva MC

(Marginal Cost).

2.6. Teori Keuntungan Usahatani

Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya. Biaya ini

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya

tetap dapat berupa sewa tanah, pembelian alat-alat pertanian, sedangkan biaya tidak

tetap dapat berupa biaya yang diperlukan untuk pembelian benih, pupuk, obat-

obatan, sertapem bayaran tenaga kerja (Soekartawi, 1990).


21

Menurut Sukirno (2001), keuntungan adalah perbedaan nilai uang dari hasil

penjualan yang diperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Keuntungan

adalah selisih dari total penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Secara

matematis, keuntungan dapat diformulasikan sebagai berikut :

  TR  TC
  P.Q  C

di mana:

π = Keuntungan

TR = Total Revenue (Total Penerimaan)

TC = Total Cost (Total Biaya)

P = Harga produksi

Q = Jumlah produksi

C = Total biaya

Menurut Soekartawi (1990), asumsi yang berlaku dalam pendugaan fungsi

keuntungan adalah:

1. Petanian atau pengusaha selalu berusaha untuk memaksimumkan

keuntumgan usahanya.

2. Petanian atau pengusaha adalah price takers (suatuharga yang ditentukan oleh

kekuatan pasar (pasar persaingans empurna) atau melalui pengendalian harga

yang dilakukan pemerintah).

3. Fungsi produksi dalam fungsi keuntungan adalah berbentuk concave

(cekung).
22

Jika terjadi pengurangan atau penambahan volume output (penjualan), maka

keuntungan totalnya justru menurun. Dengan demikian, keuntungan maksimum

tercapai ketik aposisi Marginal Revenue (MR) sama dengan Marginal Cost (MC)

atau dirumuskan sebagai berikut:

MR  MC

TR TC

Q Q

Gambar grafisnya sebagai berikut:


Rp TC
TR

Keuntungan Total
Q
0

Gambar 2.4

Kurva Keuntungan (Boediono, 1982)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Gambar 2.5 adalah keuntungan total

(TR - TC) yang maksimum, yang ditunjukkan oleh jarak vertical antara kurva TR

dan TC yang paling lebar. Posisi ini menunjukkan slope dari garis singgung TR

sama dengan slope dari garis singgung TC.


23

2.7. Teori Efisiensi Biaya

Prinsip optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi adalah bagaimana

cara menggunakan faktor-faktor produksi tersebut seefisien mungkin.

(Soekartawi,1993), menyatakan bahwa pengertian efisiensi dalam ilmu ekonomi

digolongkan menjadi tiga, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga (alokatif), dan

efisiensi ekonomi. Produsen mendapatkan keuntungan dari kegiatan usahanya,

misalnya karena pengaruh harga maka produsen tersebut dapat dikatakan

mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga.Efisiensi harga (alokatif)

tercapai bila nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang

bersangkutan. Efisiensi ekonomis terjadi bila usaha yang dilakukan mencapai

efisiensi teknis sekaligus efisiensi biaya. Efisiensi merupakan upaya untuk

mencapai tujuan dengan menggunakan sumber-sumber seminimal mungkin.

Efisiensi dalam praktek selalu dikaitkan dengan perbandingan biaya (korbanan)

dengan output atau hasil (Mubyarto, 1996).

Efisiensi biaya produksi dapat diukur dengan analisis R/C yang merupakan

perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi. Nilai R/C menunjukkan

besarnya penerimaan yang diperoleh untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk

produksi. Tingginya nilai R/C dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan biaya

total yang dikeluarkan petani. Nilai R/C lebih besar dari 1 berarti dalam berbagai

skala usaha layak diusahakan atau dengan kata lain usaha tersebut secara ekonomis

efisien dan layak untuk dikembangkan. Secara sistematis analisis R/C dapat

diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi, 1995).


24

A = R/C

R = Py.Y

C = FC + VC

Py.Y
A=
FC  VC

di mana:
A=efisiensi biaya
R=revenue (penerimaan)
C=cost(total biaya)
Py=price (harga output/unit)
Y=output
FC=fixed cost (biaya tetap)
VC=variable cost (biaya variabel)

2.8. Penelitian Terdahul

Enggo (2008) dalam penelitiannya: Analisis Usahatani Jeruk siem di

Kabupaten Jember menemukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

hasil produksi jeruk siem adalah luas lahan, jumlah tanaman, sarana produksi yang

terdiri dari Bibit, NPK, Urea, SP36, Pupuk Kandang, Fungisida, Insektisida, PPC,

dan Tenaga Kerja dan pendapatan rata-rata usahatani jeruk siem berbeda nyata pada

berbagai skala. Dan Investasi usahatani jeruk siem di Kabupaten Jember relatif

menguntungkan apabila dilihat dari rentabilitasnya.

Hasil penelitian Nuryanti (2003) tentang Usahatani tebu pada Lahan Sawah

dan Tegalan di Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah dapat disimpulkan bahwa

menurut jenis lahannya usahatani tebu menurut di lahan sawah secara umum lebih

meguntungkan daripada tegalan, Khususnya apabila diusahakan tanam, tanaman


25

keprasan lebih mengun tungkan diusahakan baik di lahanan sawah maupun tegalan

dengan skala kurang dari satu hektar. Berdasarkan skala usahatani, secara umum

peningkatan skala usaha pada lahan sawah lebih menguntungkan dibandingkan

tegalan dan dapat meningkatkan kelayakan finansial lebih dari 50%

Demikian pula hasil penelitian Agustina pada tahun 2010 tentang Analisis

Efesiensi Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Tebu (Studi Kasus di Desa

Banjarejo, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang mengungkapkan bahwa rata-

rata biaya total per hektar per musim tanam 2008-2009 adalah Rp. 38.703.895,91,

penerimaan sebesar Rp. 52.554.569,64, dan pendapatan sebesar Rp. 13.850.673,72.

Analisis fungsi produksi menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi luas lahan,

pupuk ZA, pupuk Phonska, pupuk Urea dan tenaga kerja (x1,x2,x3,x4,x5) secara

bersama-sama memiliki pengaruh terhadap usahatani tebu. Faktor produksi yang

berpengaruh nyata terhadap usahatani tebu di daerah pe nelitian adalah luas lahan.

Sedangkan faktor produksi pupuk ZA, pupuk Phonska, pupuk Urea, dan tenaga

kerja belum berpengaruh nyata terhadap usahatani tebu. Faktor produksi luas lahan

walaupun berpengaruh nyata terhadap usahatani tebu tetapi masih belum efesien.

Sementara itu, hasil penelitian Aksin, dkk. (2005) tentang Analsis Daya

Saing Tebu di Jawa Timur menyimpulkan bahwa : 1) Rata-rata produktivitas tebu

di lahan sawah mencapai lebih dari 100 ton per hektar, lebih tinggi daripada di lahan

tegalan. Produktivitas tebu di lahan kering di Kabupaten Malang dan Jember lebih

kecil di bandingkan dengan di Kabupaten Madiun dan Kediri; 2) Proporsi biaya

tenaga kerja dan sewa lahan usahatani tebu di lahan sawah dan tegalan di Jawa

Timur mencapai sekitar 70 persen terhadap total biaya usahatani tebu, sewa lahan
26

di Kabupaten Madiun dan Kediri lebih mahal dibandingkan dengan Kabupaten

Malang dan Jember; 3) Usahatani tebu di Provinsi Jawa Timur secara finansial

menguntungkan, dimana rata-rata keuntungan sebesar Rp 2,5 juta – 8 juta per

hektar. Terdapat kecenderungan, keuntungan usahatani tebu yang ditanam di lahan

tegalan lebih tinggi daripada di lahan sawah dan pada tanam awal lebih tinggi

daripada kepras, dan 4) Walaupun secara finansial usahatani tebu menguntungkan,

namun secara ekonomi menunjukkan kebalikannya. Secara ekonomi, kerugian

yang dialami petani di Kabupaten Madiun dan Kabupaten Kediri sebesar Rp 2 juta

– 4 juta per hektar. Perbedaan ini disebabkan adanya distorsi pasar yang

ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah.


27

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Program pembangunan pertanian pada hakekatnya merupakan rangkaian

upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya sistem

agribisnis dan usaha-usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,

berkelanjutan dan desentralisasi guna mengkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan pertanian diarahkan kepada pencapaian tujuan pembangunan

pertanian jangka panjang, yaitu sektor agribisnis sebagai andalan pembangunan

nasional. Pengembangan usaha di bidang pertanian dimaksudkan untuk

mengoprasionalkan pembangunan sistem dan usaha agribisnis secara produktif

sehingga mampu memanfaatkan sumberdaya yang ada secara optimal dan

menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki nilai tambah serta berdaya

saing tinggi, baik di pasar domestik maupun pasar internasional (Saragih, 2001).

Usahatani adalah suatu kegiatan petani dalam menentukan dan

mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang seefektif mungkin, sehingga

produksi pertanian dapat mendapatkan pendapatan bagi petani semaksimal

mungkin. Proses produksi pertanian adalah kompleks dan terus menerus berubah

mengikuti perkembangan teknologi baru. Proses produksi secara teknis juga

mempergunakan input untuk menghasilkan output pada akhirnya dinilai dengan

uang (Rijanto dkk, 1995).


28

Dalam melakukan usaha pertanian, seorang petani akan selalu berfiki

bagaimana mengalokasikan input seefesien mungkin untuk dapat memperoleh

produksi yang maksimal. Pemikiran tersebut wajar mengingat petani melakukan

konsep bagaimanamemaksimumkan keuntungan. Dalam ilmu ekonomi cara

berfikir demikian sering disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan

(profit maximizition). Petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam

melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana

meningkatkan keuntungan tersebut dengan kendala usahatani yang terbatas. Suatu

tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang

lebih besar dengan menekan biaya produksi yang sekecil-kecilnya atau dikenal

dengan istilah meminimumkan biaya (cost minimization).

Prinsip kedua pendekatan tersebut adalah bagaimana memaksimumkan

keuntungan yang diterima petani dengan cara mengalokasikan penggunaan

sumberdaya yang seefesien mungkin. Dalam artian, petani besar seringkali

berprinsip bagaimana memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya melalui

pendekatan profit maximization karena tidak dihadapkan pada keterbatasan

pembiayaan. Sebaliknya, petani kecil sering bertindak bagaimana memperoleh

keuntungan dengan keterbatasan sumberdaya yang mereka miliki.

Keuntungan dalam kegiatan usahatani di tentukan oleh penerimaan yang

diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Semakin tinggi penerimaan akan semakin

tinggi keuntungan. Penerimaan akan ditentukan oleh besarnya produksi dan harga

jual. Penerimaan akan semakin besar apabila produksi yang dihasilkan dari kegiatan

usahatani juga semakin tinggi atau harga jual yang diterima petani juga semakin
29

tinggi pula. Berarti produksi dan harga jual berpengaruh positif terhadap tingkat

keuntungan yang diperoleh petani.

Meningkatnya permintaan gula akhir-akhir ini, untuk kebutuhan pangan

maupun industri mendorong Pabrik Gula (PG) bergerak untuk melakukan budidaya

tanaman tebu dengan prinsip saling menguntungkan. Bagi PG sendiri pelaksanaan

sistem kerjasama sangat yang menguntungkan karena PG tidak terbebani biaya

overhead dan harga produk sudah pasti. Bagi petani sendiri mendapat keuntungan

kepastian harga yang di sepakati awal.

Upaya yang harus dilakukan oleh petani adalah menekan penggunaan input

yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya

sehingga keuntungan yang diperoleh dapat maksimal. Kegiatan uasahatani tebu ini

melibatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi dan keuntungan

dalam berusahatani adalah harga jual output, dan biaya-biaya yang dikeluarkan

dalam kegiatan usahatani. Oleh karena itu maka, faktor-faktor yang mempengaruhi

keuntungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan antara lain luas lahan,

jumlah tenaga kerja, biaya produksi, produksi, harga jual output, dan manajemen.

Faktor produksi manajemen menjadi semakain penting kalau dikaitkan

dengan kata efesien,walaupun faktor produksi tanah, pupuk, obat-obatan, tenaga

kerja, dan modal dirasa cukup, tetapi kalau tidak di kelola dengan baik (miss

management) maka produksi yang tinggi yang diharapkan juga tidak akan tercapai.

Manajemen diukur dengan menggunakan pendekatan umur, pendidikan dan

pengalaman bertani tebu. Sementara itu harga jual juga mempengaruhi perilaku
30

petani, dengan harga yang baik petani terangsang untuk memacu produksi agar

lebih meningkat lagi. Besar kecilnya harga jual sangat berpengaruh terhadap

keuntungan petani karena semakin tinggi harga jual makan semakin besar

keuntungan yang akan diperoleh. Dalam usahatani tebu petani mengharapkan

produktivitas dan keuntungan yang optimal, produktivitas diukur dari produksi

dibagi dengan luasan lahan.

Oleh karna iitu, dalam penelitian ini pendekatan analisis yang digunkan

untuk mengetahui tingkat keuntungan, efisien ekonomi dan produktivitas lahan

antara petani luas dan petani sempit digunakan uji t-2 arah. Secara skematis

kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada gambar 3.1

3.2 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran di atas, maka di ajukan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Ada perbedaan tingkat keuntungan usahatani tebu antara petani lahan luas

dan petani lahan sempit di kecamatan Randuagung kabupaten Lumajang.

2. Ada perbedaan produktivitas lahan usahatani tebu petani lahan luas dan

petani lahan sempit di kecamatan Randuagung kabupaten Lumajang.

3. Ada perbedaan tingkat efisien biaya usahatani tebu rakyat anatara lahan

sempit lahan luas di kecamatan Randuagung kabupaten Lumajang.


31

Usahatani Tebu
Rakyat

Faktor Ptoduksi
Proses Produksi Output Nilai Output
1. Luas Lahan Produksi
2. Jumlah Tanaman
3. Pupuk
4. Pestisida
5. Tenaga Kerja
Tingkat Keuntungan Keuntungan
x=TR – TC dan uji t 2
arah

Efisiensi RC-Rasio
Biaya Produksi
dan uji t 2 arah

Produktivitas Indek
Luas Lahan Produktivitas Lahan
dan uji t 2 arah

Gambar 3.1

Kerangka Pemikiran Penelitian


32

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tipe dan Metode Penelitian

Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif dan metode

penelitian adalah menggunakan metode survey. Tipe deskriptif adalah suatu metode

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan peristiwa secara sistematis,

faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan hubungan antar fenomena

yang terjadi masa sekarang. Sedangkan metode survey pada umumnya merupakan

cara untuk pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam jangka waktu

tertentu secara bersamaan. Metode survey juga melakukan wawancara secara

langsung kepada petani responden.

4.2 Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Randuagung Kabupaten

Lumajang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara Purposive Sampling atas

pertimbangan bahwa kecamatan Randuagung merupakan salah satu wilayah di

Kabupaten Lumajang dengan lahan usahatani tebu rakyat terluas. Waktu penelitian

Usahatani Tebu dilaksanakan pada tahun 2018.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Responden dalam penelitian ini terdiri dari beberapa populasi petani

produsen tebu, baik yang memiliki lahan sendiri ataupun hanya penyewa. Oleh

karena itu, agar sampel yang terpilih nantinya mencerminkan keadaan populasi

yang sebenarnya, maka dipergunakan metode Purposive Sampling atau sengaja.


33

Dalam penelitian ini dipilih Petani yang mempunyai jenis petani luas dengan luas

lahan > 1 hektar, petani sempit dengan luas < 1 hektar. Dengan demikian jumlah

responden dalam penelitian ini diambil 30 orang petani tebu yang tersebar di 2 desa

sampel yang ditentukan secara propotional simpel random sampling sebagaimana

tergambar dalam tabel berikut.

Tabel 4.1

Distribusi Populasi dan Sampel Petani Tebu Di Kecamatan Randuagung


Kabupaten Lumajang

Petani
No Desa
Populasi Petani
1 Tunjung 63 13
2 Gedang Mas 97 20
3 Ledok Tempuro 35 7
Jumlah 3 185 40
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang 2018

Pengambilan sample responden dilakukan di tiga desa yaitu Desa Tunjung,

Gedang Mas, dan Ledok Tempuro. Dengan Pertimbangan desa tersebut tingkat

Produksi Tertinggi.

4.4 Metode Pengunpulan Data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan terdiri dari dua macam yaitu

data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara

yaitu data berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya.

Sementara itu, data sekunder dikumpulkan dari instansi yang relevan dengan

penelitian ini.
34

4.5 Metode Analisis Data

Sebelum menganalisis data terlebih dahulu harus diketahui jumlah produksi

gula, nilai gula dan nilai tetes. Nilai tebu dapat di ketahui berdasarkan jumlah

kuintal tebu yang diterima pabrik dari petani. Untuk mengetahui kuintal tebu dari

masing-masing petani digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan Rumus

Jumlah Produksi 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 (ℎ𝑎)


Tebu Individu (kw) 𝑋 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑏𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑒𝑏𝑢 𝐷𝑂
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐷𝑂 (ℎ𝑎)

Nilai Gula (kw) Jumlah Produksi Tebu (kw) X Rendemen

Penerimaan (Rp) a. Nilai Gula (kw) X Harga Gula (Rp)


(a + b) b. Nilai Tetes (kw) X Harga Tetes (Rp)

Sumber : Data diolah

1. Untuk menguji hipoesis pertama tenhtang keuntungan dilakukan dengan

menggunakan pendekatan teori keuntungan dimana persamaan keuntungan

dirumuskan sebagai berikut:

𝜋 = TR –TC

𝑇𝑅 = 𝑌. 𝑃𝑦

TC = TFC + TVC

Keterangan:

𝜋 = keuntungan (Rp)
TR = total penerimaan (Rp)
TC = total biaya (Rp)
y = harga produksi per kg (Rp)
Y = produksi (kg)
35

TFC =total biaya tetap (Rp)


TVC = total biaya variabel (Rp)

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tingkat keuntungan antara usahatani tebu

lahan sempit dengan lahan luas digunakan uji-t 2 arah, yaitu:

𝐻0 : 𝜇1 = 𝜇2

𝐻𝑎 : 𝜇1 ≠ 𝜇2
di mana :

𝜇1 = rata-rata produktivitas pada usahatni tebu lahan sempit

𝜇2 = rata-rata produktivitas pada usahatni tebu lahan luas


Hipotesis di uji dengan menggunakan uji t :

( 1   2  ( x1  x2 )
t
(n1  1) S12  (n2  1) S 22 1 1
. 
n1  n2  2 n1 n2

di mana :

𝑥1 𝑑𝑎𝑛 𝑥2 = nilai rata-rata produktivitas yang dibandingkan

𝑆1 𝑑𝑎𝑛 𝑆1 = standar deviasi sampel yang dibandingkan

𝑛1 𝑑𝑎𝑛 𝑛2 = jumlah sampel yang dibandingkan

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≠ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 : berarti ada ,beda nyata antara nilai rata-rata yang dibandingkan,
atau Ho ditolak

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 : berarti tidak ada beda nyata antara nilai rata-rata yang
dibandingkan, atau Ho diterima

2. Untuk menguji hipotesis kedua, yaitu guna mengetahui tingkat produktivitas

lahan usahatani tebu digunakan perhitungan sebagai berikut:

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Produktivitas lahan = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
36

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tingkat produktivitas lahan antara

usahatani tebu lahan sempit dengan lahan luas digunakan uji-t 2 arah sebagaimana

pengujian hipotesisnya analog dengan hepotesis pertama.

3. Untuk menguji hipotesis ketiga tentang efesiensi biaya produksi digunakan

analisis RC-ratio dengan formulasi sebagai berikut:

𝑇𝑅
RC-ratio =
𝑇𝐶
di mana:
TR = total revenue
TC = total cost

Kriteria pengambilan keputusan :

a. R/C > 1, penggunaan biaya pada usahatani tebu efesien.

b. R/C ≤ 1, penggunaan biaya pada usahatani tebu tidak efesien.

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tingkat efesiensi antara usahatani

tebu lahan sempit dengan lahan luas digunakan uji-t 2 arah, analog dengan uji 1

4.6. Definisi dan Pengukuran Variabel

1. Usahatani adalah segala kegiatan atau kegiatan manusia yang berhubungan

dengan pertanian yang berkaitan dengan pilihan terhadap penggunaan

sumberdaya untuk menghasilkan tanaman, ternak, dan bahan-bahan lain untuk

di makan manusia.

2. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang di ukur

dalam satuan rupiah.


37

3. Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produksi yang dihasilkan dengan

harga produksi pada saat penelitian dengan satuan rupiah.

4. Total penerimaan adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output yang

diperoleh dari hasil produksi (Rp).

5. Biaya adalah semua beban yang harus ditanggung untuk dijadikan mbarang

agar siap dipakai oleh konsumen.

6. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk produksi, yang besar

kecilnya tidak tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan. Misalnya :

sewa lahan, iuran pengairan dan pajak tanah.

7. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk produksi, yang

besar kecilnya tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan. Misalnya:

tenaga kerja, pupuk, bibit, dan obat-obatan.

8. Efesiensi biaya adalah perbandingan antara total penerimaan usahatani dengan

biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi.

9. Luas lahan adalah lahan yang digarap oleh petani untuk usahatani dengan

berbagai pola tanam yang dinyatakan dalam satuan hekta (ha).

10. Petani lahan luas adalah petani yang mempunyai lahan garapan > 1 ha.

11. Petani lahan sempit adalah petani yang mempunyai lahan garapan < 1 ha.

12. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang bekerja dalam usahatani tebu baik pria

maupun wanita atau ternak serta mesin yang berasal dari lingkungan sendiri

maupun luar keluarga (JKP).

13. Harga jual adalah nilai jual tiap kilogram gula yang dinyatakan dalam rupiah

(Rp/kg).
38

14. Petani responden adalah petani yang melaksanakan usahatani tebu pada daerah

yang akan diteliti.

15. Produksi adalah jumlah dari hasil usahatani tebu dalam bentuk gula (kg).

16. Biaya produksi adalah pengeluaran meliputi biaya tetap dan biaya variabel

untuk pengadaan faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi tebu

dalam waktu satu kali tanam.

17. produktivitas adalah nilai seluruh hasil dari proses produksi usahatani tebu

dibagi dengan luasan lahan yang dimiliki untuk setiap responden, dan

dinyatakan dalam satuan ton ton/ha.

18. pengalaman bertani yaitu, berapa kali petani melakukan usahatani tebu (th).

19. Bibit adalah salah satu input faktor produksi yang digunakan untuk

menghasilkan tebu yang di nyatakan dalam satuan ruas.

20. Pestisida adalah salah satu faktor produksi yang digunakan untuk

meningkatkan hasil usahatani tebu dan dinyatakan dalam satuan liter.

21. Pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh petani tebu secara

formal yang didapatkan di dalam sekolah (SD,SMP,SMA, perguruan tinggi).

22. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang menjadi

pekerja dalam usahatani tebu.

Anda mungkin juga menyukai