Anda di halaman 1dari 12

[Type text]

KEGIATAN BELAJAR 3

KOMPLIKASI PERSALINAN DAN PENATALAKSANAANNYA

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah menyelesaikan Unit kegiatan belajar diharapkan Anda dapat menilai
komplikasi persalinan dan dapat melakasanakan asuhan kebidanan dalam komplikasi
persalinan.

Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah kegiatan belajar mengajar diharapkan mahasiswa mampu :
 Mampu memahami dan mengidentifikasi komplikasi persalinan dan
penatalaksanaannya

POKOK-POKOK MATERI

Untuk menilai Komplikasi Persalinan dan penatalaksanaan, dalam modul ini yang pertama
kali Anda harus pahami adalah :

 Komplikasi persalinan dan penatalaksanaanya :


a. Penyulit Kala I dan II:
b. Penyulit Kala III dan IV:
c. Menyiapkan dan mengobservasi klien yang sedang menjalani augmentasi atau
induksi persalinan.
d. Pertolongan persalinan abnormal
e. Persalinan post term
f. Melakukan persiapan untuk kolaburasi tindakan operatif kebidanan
g. Mempersiapkan dan kolaburasi pada penjahitan ruptur perineum tingkat III dan
IV

URAIAN MATERI

KOMPLIKASI PERSALINAN

A. DEFINISI PERSALINAN

Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. (Sarwono, 2002)

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 1998)

Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan (yaitu,
janin yang viable, plasenta dan ketuban) dari dalam uterus lewat vagina ke dunia luar.
(Helen Farrer, 2001)

Persalinan adalah proses yang dimulai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan
dilatasi progresif dari servik, kelahiran bayi dan plasenta, sedangkan persalinan normal
merupakan proses yang normal dengan janin cukup bulan, presentasi occiput, dilakukan
melalui jalan lahir spontan sesuai kurva partograf yang normal. (Depkes RI, 2003)

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

Ada beberapa faktor yang berperan dalam persalinan :


1. Power (Kekuatan)
Adalah tenaga atau kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi dan retraksi otot-otot
rahim, ditambah kerja otot-otot volunter dari ibu, yaitu kontraksi otot perut dan
diafragma sewaktu ibu mengejan.
2. Passenger (Janin)
Letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.
3. Passage (Jalan Lahir)
Janin harus berjalan lewat panggul, serviks, dan vagina sebelum dilahirkan. Untuk
dapat dilahirkan janin harus mengatasi tekanan atau resistensi yang ditimbulkan oleh
struktur dasar panggul dan sekitarnya.
4. Psikologi (Kejiwaan)
Persiapan fisik untuk melahirkan, pengalaman persalinan, dukungan orang terdekat
dan intregitas emosional.

C. TANDA PERSALINAN

1. Tanda Permulaan Persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita


memasuki bulannya atau minggunya atau harinya yang disebut kala pendahuluan
(preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut :

a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu terlihat, karena
kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri menurun.
c. Perasaan sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan
oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari
uterus (false labor pains).
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa
bercampur darah (bloody show).

2. Tanda in-partu

a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil
pada serviks.
c. Dapat disertai ketuban pecah dini.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan serviks.

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

D. TAHAPAN DALAM PERSALINAN

Tahap persalinan meliputi 4 fase/kala :

1. Kala I : Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase :
a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,
pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase deselerasi
pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm
menjadi lengkap 10 cm. Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada
multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan multigravida 2 cm
tiap jam.

2. Kala II : Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin
didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada primigravida dan 0,5
jam pada multipara.

3. Kala III : Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Prosesnya 6-15
menit setelah bayi lahir.

4. Kala IV : Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang dilakukan
melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah,
nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.

E. DEFINISI KOMPLIKASI PERSALINAN

Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia kandung
terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Komplikasi
persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan, dan
dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor
yang diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara lain usia,
pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin.

Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi
persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi persalinan maka semakin
besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul ibu yang masih sempit serta alat-
alat reproduksi yang belum matur, usia kehamilan yang terlalu muda saat persalinan
mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature. Status perkawinan ibu
mempengaruhi psikologis ibu selama proses kehamilan dan persalinan serta
keteraturan dalam memeriksakan kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi
saat persalinan sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini.

F. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO KOMPLIKASI PERSALINAN

Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh Assesment Safe
Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab terjadinya
komplikasi pada persalinan. Hal tersebut antara lain:

1. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan untuk hamil


2. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang
3. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini masih
kurang

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya
mampu melaksanakan deteksi resiko tinggi sedini mungkin
5. Belum semua rumah sakit kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas
mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik esensial

Faktor Resiko Terjadinya Komplikasi Kehamilan dan Persalinan

Menurut Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpAK, dokter spesialis anak dan ahli neonatologi
dari Brawijaya Women and Children Hospital, setiap proses kehamilan dan persalinan
memiliki faktor risiko. “Sekitar 90 persen kehamilan dan persalinan adalah normal, dan 10
persennya berisiko mengalami gangguan,”.

Senada dengan dr Rina, spesialis kebidanan dan kandungan Dr dr Ali Sungkar, SpOG,
juga memaparkan beberapa faktor penyebab yang bisa mempengaruhi tingginya risiko
terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan.

1. Riwayat medis dan pembedahan

Riwayat medis atau kesehatan yang dimiliki ibu sangat berpengaruh pada janin selama
hamil. Beberapa penyakit yang dialami ibu selama hamil seperti penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, asma, kejang, sampai diabetes, akan sangat memengaruhi
perkembangan janin selama kehamilan dan proses persalinan.

Penyakit-penyakit tersebut akan berpotensi menyebabkan pertumbuhan janin abnormal,


prematur, BBLR (berat bayi lahir rendah), sampai kematian. Penyakit yang paling banyak
menyebabkan komplikasi medis kehamilan adalah tekanan darah tinggi. Beberapa obat
penurun tekanan darah ternyata bisa menyebabkan kontraindikasi pada kehamilan.

Sedangkan riwayat pembedahan yang berisiko meningkatkan komplikasi kehamilan


adalah jika ibu pernah mengalami bedah caesar. Proses pembedahan yang pernah
dialami akan berpengaruh pada proses persalinan selanjutnya.

Secara umum caesar dibagi menjadi dua jenis, yaitu seksio sesarea klasik dan seksio
sesarea transperitonealis profunda (SCTP). Pada caesar jenis klasik, peluang untuk
VABC (vaginal birth after caesarian, atau melahirkan normal setelah pernah caesar) akan
sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini dokter membuat sayatan memanjang di
badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10 cm. Jika VABC dilakukan pada perempuan
yang pernah mengalami caesar klasik, ia akan berisiko mengalami ruptura uretri (robek
pada dinding rahim).

2. Riwayat obstetrik

Riwayat obstetri bisa disebut riwayat komplikasi kelahiran. Beberapa masalah yang
pernah dialami saat melahirkan, dan berpotensi menimbulkan komplikasi antara lain
adanya perbedaan Rh (rhesus) ibu dan janin, Rh sensitif, pernah mengalami perdarahan
hebat, dan melahirkan prematur.

Selain itu, masalah yang berhubungan dengan plasenta seperti plasenta previa (jalan
lahir tertutup plasenta), atau solustio plasentae (seluruh atau sebagian plasenta
lepas) yang pernah dialami juga akan memengaruhi proses persalinan dan kehamilan
selanjutnya.

3. Riwayat ginekologi

Riwayat ginekologi bisa menyebabkan komplikasi dalam kehamilan dan persalinan ibu
hamil. Bumil yang pernah memiliki riwayat kasus kehamilan ektopik (kehamilan yang
terjadi di luar rongga rahim), kemungkinan besar akan kembali mengalaminya pada

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

kehamilan selanjutnya. Cedera tuba (cedera pada tuba falopi, atau saluran telur) akan
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

Selain itu, riwayat ginekologi yang memengaruhi terjadinya komplikasi adalah adanya
kejadian inkompetensia serviks (ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan
kehamilan), dan uterine anomalies (dinding rahim rusak), sehingga meningkatkan risiko
keguguran.

4. Usia

Usia 35 tahun ke atas merupakan usia rawan untuk hamil. Hamil pada usia ini akan
memengaruhi tingginya morbiditas (terjadi penyakit atau komplikasi) dan
juga mortalitas (kematian janin). Risiko komplikasi pada ibu hamil akan meningkat drastis
karena dipengaruhi faktor kesehatan, obesitas, dan perdarahan sang ibu.

G. BENTUK (JENIS-JENIS) KOMPLIKASI PERSALINAN

1. Komplikasi Kala I dan Kala II

a. Persalinan macet (partus tidak maju)


Secara umum, penyebab persalinan yang macet adalah kondisi tulang panggul si
ibu yang terlampau sempit dan menyebabkan bayi susah untuk lahir. Persalinan
macet ini juga bisa disebabkan oleh gangguan beberapa penyakit yang
menyebabkan sang ibu kepayahan mengeluarkan kepala bayi saat persalinan. Hal
lain yang membuat proses persalinan macet adalah faktor usia sang ibu, paritas,
konsistensi mulut rahim, berat badan sang janin, gizi ibu, psikis si ibu dan penyakit
semisal anemia.

Jika proses persalinan berlangsung sangat lama, dokter mungkin akan memberikan
cairan intravena untuk membantu mencegah dehidrasi. Jika rahim tidak cukup
berkontraksi, dokter akan memberikan oxytocin, obat yang dapat mendorong
kontraksi yang lebih kuat. Dan jika leher rahim berhenti melebar padahal kontraksi
rahim sudah menguat, operasi cesar mungkin harus dilakukan.

b. Distosia

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan


tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir.

1) Distosia karena kelainan tenaga/his


 His Hipotonic/ Inersia Uteri
 His Hipertonic
 His yang tidak terkordinasi
2) Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
3) Distosia karena jalan lahir

2. Komplikasi Kala III dan IV

a. Atonia Uteri
Definisi
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes
Jakarta;2002)

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk


berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab pendarahan post partum
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

persalinan. Atoria uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah
pada terjadinya syok hipovelemik.

Etiologi

Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :
overdistention uterus seperti : gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi, umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran
pendek, partus lama, malnutrisi, dapat juga karena salah penanganan dalam usaha
melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.

Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan : uterus tidak
berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum
primer).

Penatalaksanaan

1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik).


Masase merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan masase sekaligus
dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus.
2. Bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
serviks. Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks
dapat menghalangi kontraksi uterus.
3. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,
lakukan katerisasi menggunakan teknik aseptik. Kandung kemih yang penuh
akan menghalangi kontraksi uterus.
4. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit. Kompresi ini memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi. Jika KBI selama 5 menit tidak berhasil
diperlukan tindakan lain.
5. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal.
Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal
selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya.
6. Keluarkan tangan perlahan-lahan.
7. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontra indikasi hipertensi) atau misoprostol 600-
1000 mc g. ergometrin dan misoprostol akan bekerja dan menyebabkan uterus
berkontraksi.
8. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 dan 18 dan berikan 500 cc
Ringer laktat + 20 unit oksitoksin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.
9. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, hal
ini bukan atonia sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di
fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.

b. Retensio Plasenta

Definisi

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam


setelah kelahiran bayi. Sewaktu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal,
maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaaan ini dapat
menimbulkan pendarahan.

Etiologi

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

Secara fungsional dapat terjadi karena His kurang kuat dan plasenta sukar terlepas
karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea,
plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).

Manifestasi Klinis

Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang muncul : tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

Penatalaksanaan

1. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan, dan jika anda
dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2. Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan katerisasi
kandung kemih.
3. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan
dalam penanganan aktif kala III
4. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
5. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk mengeluarkan
plasenta secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7
menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
menunjukan koagulapati
6. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan
antibiotik untuk metritis.
7. Sewaktu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, akan
menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.
8. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual
uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk
mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
9. Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.
10. Jika pendarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.

c. Emboli Air Ketuban

Definisi

Ini merupakan komplikasi persalinan yang paling serius, namun sangat jarang
terjadi, yaitu ketika sejumlah kecil cairan ketuban yang melindungi janin dalam
rahim masuk ke aliran darah ibu, khusunya pada kasus persalinan yang sulit.
Cairan ini beredar ke paru-paru dan dapat menyebabkan pembuluh nadi paru-paru
menyempit. Penyempitan ini dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung,
irama jantung yang tidak beraturan, syok, bahkan henti jantung dan kematian.
Pembekuan darah yang meluas juga merupakan komplikasi yang umum terjadi dan
membutuhkan perawatan emergensi.

Etiologi

Adanya His yang kuat dan terutama terus menerus, misalnya pada pemberian
uteotonika yang berlebihan dimana ketuban sudah pecah, biasanya pada akhir kala
I atau segera setelah anak lahir.

Manifestasi Klinis

Pertama-tama penderita tampak gelisah, mual, muntah, dan diserati takikardi dan
takipnea. Selanjutnya timbul dipsnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

cepat dan lemah, kesadaran menurun, disertai nistagmus dan kadang-kadang


timbul kejang tonik klonik. Bila ada penyumbatan kapiler paru-paru akan
menyebabkan edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan
payah jantung kanan.

Penatalaksanaan

Perawatan pertama ditujukan untuk mengatasi edema paru-paru dengan pemberian


zat asam dengan tekanan positif; digitalis dapat diberikan bila ada indikasi payah
jantung; dapat juga diberikan morphin 0.01-0.02 subcutan atau atropis 0.001-0.003
IV dan papaverin 0.004 IV. Perlahan-lahan pasang torniket pada lengan dan
tungkai untuk meringankan sisi kanan jantung, kembangkan antara tekanan sistolik
dan diastolik, kalau perlu pasang vena sekti, tidak boleh diberikan vasopresor.

D. Inversio uteri.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali
ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah plasenta keluar. Menurut
perkembangannya inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu;
 Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
 Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
 Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Gejala-gejala klinik
Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita
dengan atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena
batuk/ meneran, dapat menyebabkan masukmya fundus kedalam kavum uteri yang
merupakan permulaan inversion uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat Crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada talil pusat plasenta yang
belum lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala inversion uteri pada permukaan tidak
selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat,
seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri
yang keras disebabkan kareana fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum
infundibulopelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kirinkedalam terowongan
inversion dan dengan demikian mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum
parietal. Kecuali jika plasenta yang seringkali belum lepas dari uterus masih
melekat seluruhnya pada dinding uterus, terjadi juga perdarahan.

Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion uteri. Pada
perdarahan dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempat yang lazim pada kala III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam
dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servik uteri/ didalam vagina, sehingga
diagnosis inversion uteri dapat dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor
yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat
biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah
persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada
persalinan cukup bulan/ hampir cukup bulan.

Prognosis.
Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala dengan
penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi(15-70%). Reposisi


secepat mungkin memberikan harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

Penanganan.
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversion uteri.
Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan
apabila dicoba melakukan prasat Crede harus diindahkan sebelumnya syarat-
syaratnya.
Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu
diatasi terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah,
akan tetapi segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak waktu
antara terjadinya inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat
dilakukan. Untuk melakukan reposisi yang perlu diselenggarakan dengan
anesthesia umum, tangan seluruhnya dimasukkan kedalam vagina sedang jari-jari
tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah
mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tetapi terus
menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri melewati serviks dan
inversio ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg ergometrin kemudian diberikan dan
jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal.
Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan
menurut Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi
dibuka, sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi
sedkit, kemudian luka dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.
Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah
persalinan, sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan
pembedahan pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).

E. Perdarahan Masa Nifas

Perdarahan postpartum atau pendarahan pasca persalinan adalah


perdarahan dengan jumlah lebih dari 500 ml setelah bayi lahir. Ada dua jenis
menurut waktunya, yaitu perdarahan dalam 24 jam pertama setelah melahirkan dan
perdarahan nifas.
Penyebab tersering adalah atoni uteri, yakni otot rahim tidak berkontraksi
sebagaimana mestinya segera setelah bayi lahir. Normalnya, setelah bayi dan
plasenta lahir otot-otot rahim akan berkontraksi sehingga pembuluh darah akan
menutup dan perdarahan akan berhenti. Namun, terjadi atoni uteri, rahim tidak
dapat berkontraksi dengan baik, sehingga pembuluh darah tetap terbuka. Dengan
demikian terjadilah perdarahan postpartum.
Perdarahan post partum dalam 24 jam pertama biasanya masih berada
dalam pengawasan. Dalam dua jam pertama, kondisi Anda terus dipantau, salah
satunya untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan post partum.
Sementara itu, perdarahan masa nifas dapat terjadi ketika Anda sudah tidak berada
di rumah sakit lagi. Oleh karena itu Anda harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya perdarahan post partum. Beberapa hal yang lajim, misalnya wajah
tampak pucat, nadi teraba cepat dan kecil, kulit kaki dan tangan dingin, serta
perdarahan melalui vagina yang terjadi berulang, banyak, dan menetap, atau
perdarahan di vagina yang disertai bau busuk. Jika mengalami hal seperti itu
segera pergi ke dokter atau rumah sakit terdekat.
Penanganan dilakukan tergantung penyebab dan banyaknya perdarahan.
Perdarahan pada 24 jam pertama persalinan umumnya disebabkan oleh
robekan/trauma jalan lahir, adanya sisa plasenta ataupun atoni uteri. Apabila
penyebabnya adalah atoni uteri, penanganannya disesuaikan dengan derajat
keparahannya. Jika perdarahan tidak banyak, dokter akan memberikan uterotonika
(obat perangsang kontraksi rahim), mengurut rahim, dan memasang gurita. Bila
perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan
tranfusi darah, lalu dokter akan melakukan beberapa teknik (manufer). Dan bila
belum tertolong juga maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber
perdarahan dengan dua cara yaitu mengikat pembuluh darah atau mengangkat
rahim (histerektomi).

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

Perdarahan pada masa nifas umumnya disebabkan oleh infeksi. Jika


perdarahan disertai pasca persalinan, maka selain pemberian uterotonika, dokter
akan memberikan juga anti biotik yang memakai adekuat

F. Robekan Jalan Lahir


1. Robekan Jalan Lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap
dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut
berasal dari perlukaan jalan lahir. Robekan jalan lahir merupakan
penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat
terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan
uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik
atau vagina.
2. Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang
tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan servik uteri.
3. RobekanVagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan speculum. Robekan perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
Berdasarkan luas robekan laserasi jalan lahir diklasifikasikan
menjadi empat derajat robekan :
a. Derajat 1 : robekan sampai mengenai mukosa vagina dan kulit
perineum.
b. Derajat 2 : robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum
dan otot perineum
c. Derajat 3 : robekan sampai mengenai mukosa vagina, kulit perineum,
otot perineum, dan otot spingter ani eksternal.

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

d. Derajat 4 : robekan sampai mengenai mukosa vagina kulit perineum


otot perineum otot spingter ani eksternal dan mukosa rectum.

TES FORMATIF

DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Jakarta: EGC
Sweet B. R. (2000) Mayes Midwifery, 12 tahun editor, Baillier Tindall, London
Rachimhadi T. (1999), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka , Jakarta.
SyaifudinA. B. (2002) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
Sellers P.Mc. (1993) Midwifery, Vol. 1-2, 1 st edition, Juta & Co. LTD South Africa
Helen Varnay (1997), Midwifery.
Prawiroharjo, (1998), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowiroharjo
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
2. Rukmono. 2002. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
3. Price,Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI


[Type text]

MODUL PEMBELAJARAN OBSTETRI

Anda mungkin juga menyukai