KEGIATAN BELAJAR 3
TUJUAN PEMBELAJARAN
POKOK-POKOK MATERI
Untuk menilai Komplikasi Persalinan dan penatalaksanaan, dalam modul ini yang pertama
kali Anda harus pahami adalah :
URAIAN MATERI
KOMPLIKASI PERSALINAN
A. DEFINISI PERSALINAN
Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. (Sarwono, 2002)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 1998)
Persalinan adalah proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan (yaitu,
janin yang viable, plasenta dan ketuban) dari dalam uterus lewat vagina ke dunia luar.
(Helen Farrer, 2001)
Persalinan adalah proses yang dimulai dengan kontraksi uterus yang menyebabkan
dilatasi progresif dari servik, kelahiran bayi dan plasenta, sedangkan persalinan normal
merupakan proses yang normal dengan janin cukup bulan, presentasi occiput, dilakukan
melalui jalan lahir spontan sesuai kurva partograf yang normal. (Depkes RI, 2003)
C. TANDA PERSALINAN
a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas
panggul terutama pada primigravida. Pada multipara tidak begitu terlihat, karena
kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri menurun.
c. Perasaan sering atau susah kencing (polakisuria) karena kandung kemih tertekan
oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari
uterus (false labor pains).
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa
bercampur darah (bloody show).
2. Tanda in-partu
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil
pada serviks.
c. Dapat disertai ketuban pecah dini.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan serviks.
1. Kala I : Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi atas 2 fase :
a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,
pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm dan fase dilatasi maximal dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 menjadi 9 cm dan fase deselerasi
pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm
menjadi lengkap 10 cm. Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada
multigravida 8 jam. Pembukaan primigravida 1 cm tiap jam dan multigravida 2 cm
tiap jam.
2. Kala II : Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin
didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam pada primigravida dan 0,5
jam pada multipara.
3. Kala III : Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Prosesnya 6-15
menit setelah bayi lahir.
4. Kala IV : Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi yang dilakukan
melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah,
nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya pendarahan.
Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia kandung
terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Komplikasi
persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan, dan
dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor
yang diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara lain usia,
pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin.
Faktor usia ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi
persalinan dikarenakan semakin muda usia ibu saat terjadi persalinan maka semakin
besar kemungkinan terjadi komplikasi akibat panggul ibu yang masih sempit serta alat-
alat reproduksi yang belum matur, usia kehamilan yang terlalu muda saat persalinan
mengakibatkan bayi yang dilahirkan menjadi premature. Status perkawinan ibu
mempengaruhi psikologis ibu selama proses kehamilan dan persalinan serta
keteraturan dalam memeriksakan kehamilan juga mempengaruhi terjadinya komplikasi
saat persalinan sebab apabila terjadi kelainan tidak dapat terdeteksi secara dini.
Pada penelitian yang dilakukan tahun 1990 yang diadakan oleh Assesment Safe
Motherhood, ditemukan beberapa hal yang dianggap sebagai penyebab terjadinya
komplikasi pada persalinan. Hal tersebut antara lain:
4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya
mampu melaksanakan deteksi resiko tinggi sedini mungkin
5. Belum semua rumah sakit kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas
mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik esensial
Menurut Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpAK, dokter spesialis anak dan ahli neonatologi
dari Brawijaya Women and Children Hospital, setiap proses kehamilan dan persalinan
memiliki faktor risiko. “Sekitar 90 persen kehamilan dan persalinan adalah normal, dan 10
persennya berisiko mengalami gangguan,”.
Senada dengan dr Rina, spesialis kebidanan dan kandungan Dr dr Ali Sungkar, SpOG,
juga memaparkan beberapa faktor penyebab yang bisa mempengaruhi tingginya risiko
terjadinya komplikasi selama kehamilan dan persalinan.
Riwayat medis atau kesehatan yang dimiliki ibu sangat berpengaruh pada janin selama
hamil. Beberapa penyakit yang dialami ibu selama hamil seperti penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, asma, kejang, sampai diabetes, akan sangat memengaruhi
perkembangan janin selama kehamilan dan proses persalinan.
Secara umum caesar dibagi menjadi dua jenis, yaitu seksio sesarea klasik dan seksio
sesarea transperitonealis profunda (SCTP). Pada caesar jenis klasik, peluang untuk
VABC (vaginal birth after caesarian, atau melahirkan normal setelah pernah caesar) akan
sulit dilakukan. Karena, pada operasi jenis ini dokter membuat sayatan memanjang di
badan rahim (korpus uretri) sepanjang 10 cm. Jika VABC dilakukan pada perempuan
yang pernah mengalami caesar klasik, ia akan berisiko mengalami ruptura uretri (robek
pada dinding rahim).
2. Riwayat obstetrik
Riwayat obstetri bisa disebut riwayat komplikasi kelahiran. Beberapa masalah yang
pernah dialami saat melahirkan, dan berpotensi menimbulkan komplikasi antara lain
adanya perbedaan Rh (rhesus) ibu dan janin, Rh sensitif, pernah mengalami perdarahan
hebat, dan melahirkan prematur.
Selain itu, masalah yang berhubungan dengan plasenta seperti plasenta previa (jalan
lahir tertutup plasenta), atau solustio plasentae (seluruh atau sebagian plasenta
lepas) yang pernah dialami juga akan memengaruhi proses persalinan dan kehamilan
selanjutnya.
3. Riwayat ginekologi
Riwayat ginekologi bisa menyebabkan komplikasi dalam kehamilan dan persalinan ibu
hamil. Bumil yang pernah memiliki riwayat kasus kehamilan ektopik (kehamilan yang
terjadi di luar rongga rahim), kemungkinan besar akan kembali mengalaminya pada
kehamilan selanjutnya. Cedera tuba (cedera pada tuba falopi, atau saluran telur) akan
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
Selain itu, riwayat ginekologi yang memengaruhi terjadinya komplikasi adalah adanya
kejadian inkompetensia serviks (ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan
kehamilan), dan uterine anomalies (dinding rahim rusak), sehingga meningkatkan risiko
keguguran.
4. Usia
Usia 35 tahun ke atas merupakan usia rawan untuk hamil. Hamil pada usia ini akan
memengaruhi tingginya morbiditas (terjadi penyakit atau komplikasi) dan
juga mortalitas (kematian janin). Risiko komplikasi pada ibu hamil akan meningkat drastis
karena dipengaruhi faktor kesehatan, obesitas, dan perdarahan sang ibu.
Jika proses persalinan berlangsung sangat lama, dokter mungkin akan memberikan
cairan intravena untuk membantu mencegah dehidrasi. Jika rahim tidak cukup
berkontraksi, dokter akan memberikan oxytocin, obat yang dapat mendorong
kontraksi yang lebih kuat. Dan jika leher rahim berhenti melebar padahal kontraksi
rahim sudah menguat, operasi cesar mungkin harus dilakukan.
b. Distosia
a. Atonia Uteri
Definisi
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (Depkes
Jakarta;2002)
persalinan. Atoria uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah
pada terjadinya syok hipovelemik.
Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain :
overdistention uterus seperti : gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas
tinggi, umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran
pendek, partus lama, malnutrisi, dapat juga karena salah penanganan dalam usaha
melahirkan plasenta, sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan : uterus tidak
berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum
primer).
Penatalaksanaan
b. Retensio Plasenta
Definisi
Etiologi
Secara fungsional dapat terjadi karena His kurang kuat dan plasenta sukar terlepas
karena tempatnya (insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta membranasea,
plasenta anularis), dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
Manifestasi Klinis
Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera,
kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang muncul : tali pusat putus akibat
traksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Penatalaksanaan
1. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengejan, dan jika anda
dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta tersebut.
2. Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan katerisasi
kandung kemih.
3. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 Unit IM, jika belum dilakukan
dalam penanganan aktif kala III
4. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus
terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali
5. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk mengeluarkan
plasenta secara manual. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7
menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
menunjukan koagulapati
6. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, secret vagina yang berbau), berikan
antibiotik untuk metritis.
7. Sewaktu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, akan
menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif.
8. Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual
uterus menggunakan teknik yang serupa dengan teknik yang digunakan untuk
mengeluarkan plasenta yang tidak keluar.
9. Keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar.
10. Jika pendarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.
Definisi
Ini merupakan komplikasi persalinan yang paling serius, namun sangat jarang
terjadi, yaitu ketika sejumlah kecil cairan ketuban yang melindungi janin dalam
rahim masuk ke aliran darah ibu, khusunya pada kasus persalinan yang sulit.
Cairan ini beredar ke paru-paru dan dapat menyebabkan pembuluh nadi paru-paru
menyempit. Penyempitan ini dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung,
irama jantung yang tidak beraturan, syok, bahkan henti jantung dan kematian.
Pembekuan darah yang meluas juga merupakan komplikasi yang umum terjadi dan
membutuhkan perawatan emergensi.
Etiologi
Adanya His yang kuat dan terutama terus menerus, misalnya pada pemberian
uteotonika yang berlebihan dimana ketuban sudah pecah, biasanya pada akhir kala
I atau segera setelah anak lahir.
Manifestasi Klinis
Pertama-tama penderita tampak gelisah, mual, muntah, dan diserati takikardi dan
takipnea. Selanjutnya timbul dipsnea dan sianosis, tekanan darah menurun, nadi
Penatalaksanaan
D. Inversio uteri.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali
ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah plasenta keluar. Menurut
perkembangannya inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu;
Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Gejala-gejala klinik
Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita
dengan atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena
batuk/ meneran, dapat menyebabkan masukmya fundus kedalam kavum uteri yang
merupakan permulaan inversion uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat Crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada talil pusat plasenta yang
belum lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala inversion uteri pada permukaan tidak
selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat,
seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri
yang keras disebabkan kareana fundus uteri menarik adneksa serta ligamentum
infundibulopelvikum dan ligamentum rotundum kanan dan kirinkedalam terowongan
inversion dan dengan demikian mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum
parietal. Kecuali jika plasenta yang seringkali belum lepas dari uterus masih
melekat seluruhnya pada dinding uterus, terjadi juga perdarahan.
Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion uteri. Pada
perdarahan dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempat yang lazim pada kala III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam
dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servik uteri/ didalam vagina, sehingga
diagnosis inversion uteri dapat dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor
yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat
biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah
persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada
persalinan cukup bulan/ hampir cukup bulan.
Prognosis.
Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala dengan
penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut
Penanganan.
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversion uteri.
Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan
apabila dicoba melakukan prasat Crede harus diindahkan sebelumnya syarat-
syaratnya.
Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu
diatasi terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah,
akan tetapi segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak waktu
antara terjadinya inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat
dilakukan. Untuk melakukan reposisi yang perlu diselenggarakan dengan
anesthesia umum, tangan seluruhnya dimasukkan kedalam vagina sedang jari-jari
tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks uteri yang mungkin sudah
mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan tetapi terus
menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri melewati serviks dan
inversio ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg ergometrin kemudian diberikan dan
jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal.
Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan
menurut Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi
dibuka, sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi
sedkit, kemudian luka dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.
Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah
persalinan, sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan
pembedahan pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).
TES FORMATIF
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Jakarta: EGC
Sweet B. R. (2000) Mayes Midwifery, 12 tahun editor, Baillier Tindall, London
Rachimhadi T. (1999), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka , Jakarta.
SyaifudinA. B. (2002) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal,
Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
Sellers P.Mc. (1993) Midwifery, Vol. 1-2, 1 st edition, Juta & Co. LTD South Africa
Helen Varnay (1997), Midwifery.
Prawiroharjo, (1998), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowiroharjo
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
2. Rukmono. 2002. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
3. Price,Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC