Anda di halaman 1dari 8

47

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Distribusi Kejadian Abortus Inkomplit
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Abortus Inkomplit Di RSUD
Lakipadada dari Januari sampai Agustus Tahun 2018

Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)

Abortus Inkomplit
Ya 80 76,9
Tidak 24 23,1

Total 104 100


Sumber : Data Sekunder, 2018

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 104 responden,

sebanyak 80 responden (76,9%) yang mengalami abortus inkomplit

dan sebanyak 24 responden (23,1%) mengalami abortus non

inkomplit (abortus komplit dan abortus imminens).

b. Distribusi Kejadian Anemia


Tabel 4.2
Distribusi frekuensi kejadian anemia dengan kejadian abortus
inkomplit di RSUD Lakipadada dari Januari sampai Agustus Tahun
2018
47
Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)

Anemia
48

Ya 12 15
Tidak 68 85

Total 80 100
Sumber : Data Sekunder, 2018

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 80 responden

yang mengalami abortus inkomplit yang anemia (kadar Hb < 11 gr%)

sebanyak 12 orang (15%) dan yang tidak anemia sebanyak 68 orang

(85%).
c. Distribusi Kejadian Hipertensi
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi kejadian hipertensi dengan kejadian abortus
inkomplit di RSUD Lakipadada dari Januari sampai Agustus Tahun
2018

Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)

Hipertensi
Ya 4 5
Tidak 76 95

Total 80 100
Sumber : Data Sekunder, 2018

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 80 responden

yang mengalami abortus inkomplit yang mengalami hipertensi (TD ≥

140/90 mmHg) sebanyak 4 orang (5%) dan yang tidak hipertensi

sebanyak 76 orang (95%).

d. Distribusi Kejadian Merokok

Tabel 4.4
Distribusi frekuensi kejadian merokok dengan kejadian abortus
inkomplit di RSUD Lakipadada dari Januari sampai Agustus Tahun
2018

Variabel Frekuensi (f) Persentase (%)


49

Merokok
Ya 2 2,5
Tidak 78 97,5

Total 80 100
Sumber : Data Sekunder, 2018
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 80 responde yang

mengalami abortus inkomplit yang merokok sebanyak 2 orang (2,5%)

dan yang tidak merokok sebanyak 78 orang (97,5%).

2. Analisa Bivariat
a. Hubungan Anemia dengan Kejadian Abortus Inkomplit
Tabel 4.5
Hubungan Anemia Dengan Kejadian Abortus Inkomplit Di RSUD
Lakipadada dari Januari sampai Agustus Tahun 2018

Abortus Inkomplit
Total p-
No. Anemia Ya Tidak
value
F % F % F %
1 Ya 41 87,2 6 12,8 47 100

2 Tidak 39 68,4 18 31,6 57 100 0,042

Jumlah 80 76,9 24 23,1 104 100


Sumber :Data Sekunder, 2018

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 104 responden,

sebanyak 41 orang (87,2%) mengalami abortus inkomplit dengan

anemia dan sebanyak 39 orang (68,4%) mengalami abortus inkomplit

tanpa anemia. Juga ada sebanyak 6 orang (12,8%) tidak mengalami

abortus inkomplit dengan anemia dan sebanyak 18 orang (31,6%)

tidak mengalami abortus inkomplit tanpa anemia.


Berdasarkan hasil analisis data dengan uji Chi-Square diperoleh

nilai p-value = 0,042 ( p < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan
50

yang bermakna antara anemia dengan kejadian abortus inkomplit.

Dengan kata lain Ha diterima atau Ho ditolak.

b. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Abortus Inkomplit


Tabel 4.6
Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian Abortus Inkomplit Di RSUD
Lakipadada dari Januari sampai Agustus Tahun 2018
c.

Abortus Inkomplit
Total p-
No. Hipertensi Ya Tidak
value
F % F % F %
1 Ya 4 100 0 0 47 100

2 Tidak 76 76 24 24 57 100 0,609

Jumlah 80 76,9 24 23,1 104 100


Sumber :Data Sekunder, 2018

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 104 responden,

sebanyak 4 orang (100%) mengalami abortus inkomplit dengan

Hipertensi dan sebanyak 0 responden (0%) mengalami abortus

inkomplit tanpa hipertensi. Juga ada sebanyak 76 orang (76%)

mengalami abortus inkomplit tanpa hipertensi dan sebanyak 24 orang

(24%) tidak mengalami abortus inkomplit tanpa hipertensi.


Berdasarkan hasil analisis data dengan uji Chi-Square diperoleh

nilai p-value = 0,609 ( p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian abortus

inkomplit. Dengan kata lain Ha ditolak atau Ho diterima.

c. Hubungan Merokok dengan Kejadian Abortus Inkomplit


Tabel 4.7
Hubungan Merokok Dengan Kejadian Abortus Inkomplit Di RSUD
Lakipadada dari Januari sampai Agustus Tahun 2018

No. Merokok Abortus Inkomplit Total


51

Ya Tidak p-
F % F % F % value
1 Ya 2 66,7 1 33,3 3 100

2 Tidak 78 77,2 23 22,8 101 100 1,000

Jumlah 80 76,9 24 23,1 104 100


Sumber :Data Sekunder, 2018

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 104 responden,

sebanyak 2 orang (66,7%) mengalami abortus inkomplit dengan

merokok dan sebanyak 78 orang (77,2%) mengalami abortus

inkomplit dan tidak merokok. Juga ada sebanyak 1 orang (33,3%)

tidak mengalami abortus inkomplit dengan merokok dan sebanyak 23

orang (22,8%) tidak mengalami abortus inkomplit dan tidak merokok.


Berdasarkan hasil analisis data dengan uji Chi-Square diperoleh

nilai p-value = 1,000 ( p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara merokok dengan kejadian abortus

inkomplit. Dengan kata lain Ha ditolak atau Ho diterima.

B. Pembahasan
1. Hubungan Anemia Dengan Kejadian Abortus Inkomplit
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat sebanyak 41 orang (87,2%)

mengalami abortus inkomplit dengan anemia dan sebanyak 39 orang

(68,4%) mengalami abortus inkomplit tanpa anemia.


Berdasarkan uji Chi-Square yang telah dilakukan menunjukkan nilai

p-value = 0,042 ( p < 0,05) yang berarti bahwa ada hubungan yang

bermakna antara anemia dengan kejadian abortus inkomplit.


Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Desi Darma Setia (2016) yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Abortus Inkomplit. Secara uji statistic (Chi-Square)


52

terdapat hubungan yang bermakna antara kadar Hb dengan kejadian

abortus inkomplit dimana α = 0,05 dan p-value 0,000 sehingga hipotesa

ada hubungan kadar Hb dengan kejadian abortus inkomplit pada ibu

hamil.
Dalam buku Bothamley, Boyle, 2011 WHO mendefenisikan anemia

dalam kehamilan sebagai kadar Hb kurang dari 11 g/dl, walaupun definisi

kadar Hb kurang dari 10,5 g/dl lebih banyak digunakan secara luas pada

trimester kedua, saat hemodilusi fisiologis mencapai nilai maksimal.


Kadar Hb 11gr% dianggap sebagai batas normal terendah dalam

masa kehamilan. Dalam kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar

Hb. Kadar Hb terendah terjadi sekitar umur kehamilan 30 minggu. Oleh

sebab itu pemeriksaan Hb harus dilakukan pada kehamilan dini

(kunjungan awal) untuk melihat data awal, lalu diulang pada umur

kehamilan 30 minggu (terjadi haemodelusi) (Bartini, 2012).


Bila Hb rendah (dibawah 9 gr%) harus dilakukan pemeriksaan dan

pengobatan yang sesuai. Kalau hanya terjadi anemia ringan, sebab paling

sering adalah defisiensi Fe, sehingga anjuran 60 mg/hari elemen zat besi

dan 50 mikro gram asam folat harus diberikan pada ibu hamil. Anjuran Fe

selama hamil adalah 90 tablet selama 3 bulan.


Salah satu pengaruh anemia terhadap kehamilan adalah yaitu dapat

terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan kembang janin dalam

rahim, KPD dan perdarahan antepartum.

2. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian Abortus Inkomplit


Berdasarkan Tabel 4.6 sebelumnya dapat dilihat bahwa dari 104

responden, sebanyak 4 orang (100%) mengalami abortus inkomplit


53

dengan Hipertensi dan sebanyak 0 responden (0%) mengalami abortus

inkomplit tanpa hipertensi.


Berdasarkan hasil analisis data dengan uji Chi-Square diperoleh nilai

p-value = 0,609 ( p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara hipertensi dengan kejadian abortus inkomplit.


Hipertensi berarti tekanan darah tinggi. Yang dimaksud hipertensi di

saat kehamilan adadlah tekanan darah menjadi lebih tinggi dari biasanya

sebelum ia hamil. Ibu hamil yang menderita hipertensi biasanya yang

berusia 30 tahun atau pada masa kehamilan kedua (Nirwana, 2011).


Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah

sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.

Signifikansi setiap pengukuran tekanan darah berhubungan dengan usia

gestasi dalam kehamilan dan umumnya semakin awal hipertensi terjadi

dalam kehamilan, semakin besar kemungkinan hipertensi tersebut

menjadi kronis (Robson, Waugh, 2011).

3. Hubungan Merokok Dengan Kejadian Abortus Inkomplit


Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari 104 responden,

sebanyak 2 orang (66,7%) mengalami abortus inkomplit dengan merokok

dan sebanyak 78 orang (77,2%) mengalami abortus inkomplit dan tidak

merokok.
Berdasarkan hasil analisis data dengan uji Chi-Square diperoleh

nilai p-value = 1,000 ( p > 0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara merokok dengan kejadian abortus inkomplit.


Merokok telah dikaitkan dengan peningkatan risiko abortus. Bagi

wanita yang merokok lebih dari 14 batang sehari, risikonya sekitar dua

kali lipat (Leveno, 2015). Tak hanya wanita perokok akan berdampak
54

pada janinnya, tetapi wanita hamil yang menghirup asap rokok pun akan

membahayakan si janin (Tandung, 2011).


Dampak negatif merokok pada kesehatan ibu dan janin telah

diketahui secara luas. Perempuan yang merokok atau terpapar asap rokok

selama kehamilan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap keguguran,

persalinan preterm, berat badan lahir rendah, ketuban pecah dini (KPD),

plasenta previa, abrupsio plasenta dan lahir mati (Laksmi W. et al., 2008).
Namun dari hasil penelitian, kejadian abortus yang terjadi di RSUD

Lakipadada tidak ada hubungannya dengan merokok.

Anda mungkin juga menyukai