Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian
Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang
harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis
pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban
kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban kerja fisik dapat berupa beratnya
pekerjaan seperti mengangkat, merawat, mendorong. Sedangkan beban kerja
psikologis dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang
dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000).
Beban Kerja Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah
besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan
merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008).
Beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan
dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja dari
organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau pengalaman
(Peraturan Pemerintah RI Nomor 97 tahun 2000 dalam Nurcahyaningtyas,
2006).
Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan / aktifitas yang dilakukan
oleh seorang perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan
(Marquish dan huston, 2000 dalam Nurcahyaningtyas, 2006).
2. Jenis Beban Kerja
Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar
(2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :
a. Beban kerja kuantitatif, meliputi :
1) Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja.

1
2) Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus
dikerjakan.
3) Kontak langsung perawat pasien secara terus menerus selama jam
kerja.
4) Rasio perawat dan pasien
b. Beban kerja kualitatif, meliputi :
1) Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat tidak mampu
mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.
2) Tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien
kritis.
3) Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas.
4) Tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien.
5) Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.
6) Tugas memberikan obat secara intensif.
7) Menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan
kondisi terminal.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Menurut Manuaba (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi beban
kerja antara lain :
a. Faktor eksternal, yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti;
1) Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang,
tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan
tugas-tugas yang bersifat psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan,
tingkat kesulitan, tanggung jawab pekerjaan.
2) Organisasi kerja, seperti lama bekerja, lamanya waktu bekerja, waktu
istirahat, shift kerja, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur
organisasi, pendidikan, pelimpahan tugas dan wewenang.
3) Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.

2
b. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri
akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi :
1) Faktor somatis : jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan
kondisi kesehatan
2) Faktor psikis : motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan
kepuasan.

Beban kerja yang tinggi dapat meningkatkan terjadinya komunikasi yang


buruk antar perawat dengan pasien, kegagalan kolaborasi antara perawat
dan dokter, keluarnya perawat dan ketidakpuasan kerja perawat. Untuk
memperkirakan beban kerja perawat pada sebuah unit, manajer harus
mengumpulkan data tentang jumlah pasien yang masuk pada unit itu setiap
hari/bulan/tahun, kondisi atau tingkat ketergantungan pasien di unit tersebut,
rata-rata hari perawatan, jenis tindakan yang dibutuhkan pasien, frekuensi
masing-masing tindakan keperawatan yang dilakukan, rata-rata waktu
yang dibutuhkan untuk memberi tindakan keperawatan (Gillies, 1996).
Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian Trisna (2007), Kegiatan perawat
tidak langsung merupakan kegiatan yang banyak dilakukan di ruang rawat
inap dan faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja adalah jumlah pasien,
jumlah perawat, jumlah aktifitas. Faktor-faktor yang dimaksud adalah
kondisi keperawatan pasien, kondisi medis pasien, karakteristik yang
memberikan perawatan terhadap pasien, tindakan keperawatan yang
diberikan dan lingkungan kerja. Selain faktor-faktor yang disebutkan diatas,
masih ada faktor-faktor lain dapat memperberat beban kerja perawat
selama episode melakukan kegiatan pelayanan keperawatan yaitu, beratnya
tanggung jawab, tuntutan atau permintaan dalam waktu bersamaan,
kejadian-kejadian yang tidak diantisipasi, interupsi dan kejadian-kejadian
yang berisik atau gaduh.
4. Mengukur Beban Kerja Perawat

3
Untuk mengukur beban kerja dikembangkan berdasarkan sistim
klasifikasi pasien, (Gillies, 1994). Perhitungan ini menghasilkan
perhitungan beban kerja yang lebih akurat karena dalam sistem klasifikasi
pasien dikelompokkan sesuai tingkat ketergantungan pasien atau sesuai
waktu, tingkat kesulitan serta kemampuan yang diperlukan untuk
memberikan perawatan.
Lebih jauh Swansburg & Swansburg dalam ilyas (2004) membagi tingkat
ketergantungan pasien menjadi lima kategori yaitu :
a. Kategori 1: perawatan mandiri
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai
berikut: makan dan minum dapat di lakukan sendiri atau dengan
sedikit bantuan, merapikan diri dapat melakukan sendiri dan
kebutuhan eliminasi dapat ke kamar mandi sendiri serta mengatur
kenyamanan posisi tubuh dapat di lakukan sendiri.
2) Keadaan umum baik, masuk ke RS untuk prosedur diagnosik, simpel
atau bedah minor.
3) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi: membutuhkan
penjelasan untuk tiap prosedur tindakan, membutuhkan
penjelasan/orientasi waktu, tempat dan orang tiap shift.
4) Tindakan dan pengobatan tidak ada atau hanya tindakan dan
pengobatan sederhana.
b. Kategori 2: perawatan minimal
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai
berikut: makan/minum perawat membantu dalam mempersiapkan,
masih dapat makan dan minum sendiri, merapikan diri perlu sedikit
bantuan demikian juga dengan penggunaan urinal, kenyamanan posisi
tubuh perlu sedikit bantuan.
2) Keadaan umum: tampak sakit sedang, perlu monitoring tanda-tanda
vital, urine diabetik, drainage atau infus.

4
3) Kebutuhan pendidikan kesehatan: dibutuhkan 5-10 menit setiap shift,
klien mungkin sedikit bingung atau agitasi tetapi dapat dikendalikan
dengan obat.
4) Pengobatan dan tindakan: diperlukan waktu 20-30 menit setiap shift. Di
perlukan evaluasi terhadap aktifitas pengobatan dan tindakan. Perlu
observasi status mental setiap 2 jam.
c. Kategori 3: perawatan moderat.
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini di uraikan sebagai
2) berikut: makan dan minum disuapi, masih dapat mengunyah dan
menelan makanan, merapikan diri tidak dapat dilakukan sendiri,
eliminasi di sediakan pispot atau urinal, ngompol 2x setiap shift,
kenyamanan posisi tergantung pada perawat.
3) Keadaan umum: gejala sakit dapat hilang timbul, perlu observasi fisik
dan emosi setiap 2-4 jam. Infus monitoring setiap 7 jam.
4) Kebutuhan pendidikan kesehatan dan dukungan emosi perlu 10-30
menit setiap shift, gelisah, menolak bantuan dapat dikendalikan
dengan obat.
5) Pengobatan dan tindakan: perlu 30-60 menit per shift, perlu sering di
awasi terhadap efek samping atau reaksi elergi. Perlu observasi status
mental setiap 1 jam.
d. Kategori 4: perawatan ekstensif (semi total)
1) Aktifitas kehidupan sehari-hari pada kategori ini diuraikan sebagai
2) berikut: makan dan minum, tidak bisa mengunyah dan menelan, perlu
sonde, merapikan diri perlu dibantu semua, dimandikan, perawatan
3) rambut dan kebersihan gigi dan mulut harus dibantu, eliminasi sering
ngompol lebih dari 2x setiap shift. Kenyamanan posisi perlu dibantu dua
orang.
4) Keadaan umum: tampak sakit berat, dapat kehilangan cairan atau
darah, gangguan sistem pernapasan akut, perlu sering di pantau.

5
5) Kebutuhan pendidikan dan kesehatan dan dukungan emosi: perlu lebih
dari 30 menit setiap shift, pasien gelisah, agitasi dan tidak dapat di
kontrol atau di kendalikan dengan obat.
6) Pengobatan atau tindakan: perlu lebih dari 60 menit per shift.
Pengobatan lebih banyak dilakukan dalam 1 shift. Observasi status
mental perlu lebih sering (kurang dari satu jam).
e. Kategori 5: perawatan intensive (total)
1) Pasien yang termasuk dalam kategori ini memerlukan pengawasan
2) secara itensive terus menerus dalam setiap shift dan di lakukan satu
perawat untuk satu pasien.
3) Semua kebutuhan pasien diurus/dibantu oleh perawat. (Johnson, 1984
dalam Swansburg and Swansburg, 1999). Pada pasien mandiri
memerlukan pendidikan kesehatan yang tekait dengan perawatan diri di
rumah (discharge planning).
4) Menurut Meyer (dalam Gillies, 1994) dibutuhkan waktu 15 menit
untuk pendidikan kesehatan. Untuk shift malam hari kegiatan
langsung yang diterima oleh pasien hanya berupa tindakan dan
pengobatan, sebab pasien perlu beristirahat dan tidur. Jadi pendidikan
kesehatan umumnya diberikan pada shift pagi dan sore.
5) Perhitungan beban kerja berdasarkan tingkat ketergantungan atau
klasifikasi pasien dapat dilakukan berdasarkan kegiatan keperawatan
selama memberi asuhan keperawatan.
6) Kegiatan keperawatan seperti kegiatan keperawatan langsung dan
kegiatan keperawatan tidak langsung (Johnson, 1984 dalam
Swansburg & Swansburg, 1999

5. Tujuan Menghitung Beban Kerja (Work Load)


Menghitung beban kerja perawat memiliki beberapa alasan penting, seperti
yang dikemukakan Gillies (1999), menyebutkan alasan diukurnya beban
kerja perawat adalah: untuk mengkaji status kebutuhan perawatan pasien,

6
menentukan dan mengelola staff, kondisi kerja dan kualitas asuhan,
menentukan dan mengeluarkan biaya alokasi sumber-sumber yang adekuat
dan untuk mengukur hasil intervensi keperawatan.

6. STANDAR BEBAN KERJA

Menurut Gillies (1998), dalam Nurcahyaningtyas (2006), standar beban kerja


perawat sebagai berikut.
Dinas pagi
Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit. Beban kerja :
K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.
Dinas sore
Jam dinas = 420 menit. Jumlah jam efektif = 357 menit. Beban kerja :
K1=357. K2=714. K3=1071. K4=1428.
Dinas malam
Jam dinas = 600 menit. Jumlah jam efektif = 510 menit. Beban kerja :
K1=510. K2= 1020. K3=1530. K4=2040.
Keterangan :
a. K1: kategori klien dengan perawatan mandiri dan diberi bobot 1
b. K2: kategori klien dengan perawatan minimal dan diberi bobot 2
c. K3: kategori klien dengan perawatan moderat dan diberi bobot 3
d. K4: kategori klien dengan perawatan ekstensif dan diberi bobot 4
e. Untuk standar normal beban kerja dinas pagi didapatkan dengan
penghitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 = (714 +1071)/2 = 892,5
unit
f. Untuk standar normal beban kerja dinas sore adalah 892,5 unit sama
dengan dinas pagi karena jam dinasnya sama yaitu tujuh jam (420
menit)
g. Untuk standar normal beban kerja dinas malam dengan jam dinas 10
jam (600 menit) didapatkan hitungan sebagai berikut : (K2 + K3)/2 =
(1020 + 1530)/2 =1275 unit.

7
7. Teknik Perhitungan Beban Kerja Menghitung beban kerja personal secara
sederhana dapat dilakukan dengan mengobservasi apakah beban kerja yang
ada dapat di selesaikan dengan baik dan tepat waktu dengan
menunjukkan langsung pada yang bertugas, hasilnya bersifat kualitas
sehingga sulit untuk menggambarkan beban kerja personal tesebut dan sangat
subjektif.
Ilyas (2004), menjelaskan pada work sampling dapat di amati hal-hal spesifik
terhadap pekerjaan seperti:
a. Aktifitas apa yang sedang dilakukan personal pada waktu jam kerja
b. Apakah aktifitas personal tesebut berkaitan dengan fungsi dan
tugasnya pada waktu jam kerja
c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau
tidak produktif
d. Pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam
kerja.
Masih menurut Ilyas (2004) dengan cara work sampling peneliti akan
mendapatkan informasi yang tepat dari sejumlah personal yang di teliti
mengenai kegiatan dan banyaknya pengamatan kegiatan dari mulai
datang sampai pulangnya responden.
Beberapa tahap yang harus dilakukan dalam melakukan survey adalah:
a. Menentukan jenis personal perawat yang ingin diteliti.
b. Bila jenis personel ini jumlahnya banyak, perlu dilakukan simple
random sampling.
c. Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang diklasifikasikan
sebagai kegiatan produktif atau tidak produktif atau
diklasifikasikan kegiatan langsung dan tidak langsung.
d. Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan
menggunakan work sampling. Pengamat diharapkan memiliki latar

8
belakang sejenis dengan subjek yang ingin diamati. Setiap peneliti/
pengamat akan mengamati 5-8 orang perawat yang bertugas saat itu.
e. Pengamatan kegiatan perawat dilakukan dengan interval 215 menit
tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan perawat.
Semakin tinggi tingkat mobilitas pekerjaan yang diamati, maka makin
pendek waktu pengamatan, semakin pendek jarak pengamatan
semakin banyak sampel pengamatan yang dapat diambil oleh
peneliti sehingga akurasi penelitian menjadi lebih
akurat.pengamatan dilakukan selama jam kerja (7 jam) dan bila jenis
tenaga yang di teliti berfungsi 24 jam atau 3 shift, maka
pengamatan di lakukan sepanjang hari.
Secara teknis proses pengamatan kegiatan dengan menggunakan teknik
work sampling ini adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan semua peralatan yang di butukan untuk pengamat,
b. Setiap pelaksana pengamatan (observer) mengamati 5 orang
tenaga
c. perawat di 1 ruangan,
d. Memulai pelaksanaan kegiatan pengamatan mulai pukul 07.00 pagi
dan menetapkan waktu interval pengamatan setiap 5 menit,
Bentuk pengamatan sebagai berikut:
1) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat A.
2) Pada lima menit kedua observer mengamati kegiatan perawat B.
3) Pada lima menit ketiga observer mengamati kegiatan perawat C.
4) Pada lima menit keempat observer mengamati kegiatan perawat D.
5) Pada lima menit kelima observer mengamati kegiatan perawat E.
6) Pada lima menit keenam observer kembali mengamati kegiatan
perawat
7) demikian seterusnya. Pengamatan pada hari kedua dan
seterusnya dapat dilakukan pada perawat yang berbeda

9
sepanjang perawat tersebut masih bertugas pada ruangan yang
sedang diobservasi beban kerjanya.
Teknik work sampling merupakan cara yang efektif dalam
mengumpulkan data mengenai jenis dan waktu perawatan karena laporan
tersebut sedikit bias oleh minat pribadi. Jadi jumlah pengamatan dapat
dihitung sebagai contoh : bila diamati kegiatan 5 perawat selama 24 jam (3
shiftnya), dalam 6 hari kerja. Dengan demikian jumlah pengamatan = 5
(perawat) x 60 menit/5 menit x 24 jam x 6 (hari kerja) = 8640 sampel
pengamatan. Dengan jumlah data pengamatan yang besar ini menghasilkan
data yang akurat yang menggambarkan kegiatan personel yang sedang
diteliti

8. Dampak Beban Kerja


Beban kerja yang terlau berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik
maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu
sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang
menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena
tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian
pada pekerjaan. sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba,
2002)
Beban kerja yang dapat menimbulkan stres terbagi menjadi dua
(Susanto,2011) :
a. Role overload
Role overload terjadi ketika tuntutan-tuntutan melebihi kapasitas dari
seorang manajer atau karyawan untuk memenuhi tuntutan tersebut
secara memadai.
b. Role underload
Role underload adalah pekerjaan di mana tuntutan-tuntutan yang
dihadapi dibawah kapasitas yang dimiliki seorang karyawan.

10
Adapun beban kerja yang dihadapi perawat IGD fluktuatif tergantung dari
jumlah pasien yang dilarikan ke IGD dan tingkat keparahan dari setiap pasien
yang nantinya berpengaruh pada jenis tindakan medis yang harus diberikan
kepada pasien.Selain beban kerja yang fluktuatif, perawat IGD juga memiliki
tugas keperawatan yang beragamyang harus dilakukan. Hal-hal tersebut dapat
menjadi stressor untuk perawat yang bertugas di IGD. Jika hal ini dibiarkan,
dengan kondisi tugas dan beban kerja yang sedemikian rupa, perawat IGD
dikhawatirkan dapat mengalami burnout apabila beban kerja yang mereka
terima telah melebihi kapasitas kerja mereka (overload). Hal tersebut
sebagaimana diungkapkan oleh Togia (2005) bahwa beban kerja yang tinggi
dan tugas rutin yang berulang dapat menyebabkan burnout.
Burnout merupakan kumpulan gejala yang muncul akibat penggunaan
energi yang melebihi sumber daya seseorang sehingga mengakibatkan
munculnya kelelahan fisik, emosional dan mental (Greenglass & Schaufeli,
2001).
Burnout merupakan istilah populer untuk kondisi penurunan energi mental
atau fisik setelah periode stres kronik yang tidak sembuh-sembuh berkaitan
dengan pekerjaan, terkadang dicirikan dengan pekerjaan atau dengan penyakit
fi sik (Potter & Perry, 2005).
Burnout menurut Maslach dan Jackson (dalam Sarafi no, 2002) memiliki
tiga komponen, yaitu emotional exhaustion (keterlibatan emosi yang
menyebabkan energi dan sumber-sumber dirinya terkuras oleh satu
pekerjaan), depersonalization (sikap dan perasaan yang negatif terhadap klien
atau pasien), dan perceive inadequacy of professional accomplishment
(penilaian diri negatif dan perasaan tidak puas dengan performa pekerjaan).
Maslach dan Jackson pada pekerja-pekerja yang memberikan bantuan
kesehatan yang dibedakan antara perawat-perawat dan dokter-dokter
menunjukkan bahwa pekerja kesehatan ini beresiko mengalami emotional
exhaustion (kelelahan emosi) (Sarafi no, 2002). Rating tertinggi dari burnout
ditemukan pada perawat-perawat yang bekerja di dalam lingkungan kerja

11
yang penuh dengan stres, yaitu perawat yang bekerja pada instansi intensive
care (ICU), emergency (UGD), atau terminal care (Mallet, Price, Jurs, &
Slenker, 1991; Moos & Schaefer dalam Taylor, 1999). Selain burnout, beban
kerja perawat yang berat dikhawatirkan pula dapat menurunkan keandalan
perawat IGD dalam bekerja.

B. Kerangka Teori
Gillies (1994) mengemukakan bahwa semangat/motivasi perawat
dalam melaksanakan tugasnya dipengaruhin oleh keseimbangan dan
ketepatan jumlah tenaga perawat yang ada. Bila jumlah tenaga perawat
kurang dari kebutuhan maka mengarah terjadinya frustrasi, keletihan,
kekecewaan dan perselisihan antar individu perawat. Perbandingan terjadi
karena beban kerja yang tinggi sehingga nantinya menurunkan kinerja
dan kualitas asuhan keperawatan yang berdampak pada menurunkan kepuasan
klien. Hal ini sesuai dengan pendapat ilyas (2000) yang menyatakan
bahwa salah satu faktor yang dapat menurunkan motifasi kerja personel
adalah tingginya beban kerja.
Berdasarkan penjabaran teori dari Nursalam (2002), Munandar (2001),

Nursalam (2003), I lyas (2004), Manuaba (2000), Gillies (1994), maka

didapat kerangka teori sebagai berikut:

12
Bagan kerangka konsep

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


 Faktor eksternal
Beban kerja
1. Tugas-tugas yang bersifat fisik
1. kuantitatif,
2. Organisasi kerja
3. Lingkungan kerja
2. Kualitatif
 Faktor internal
1. faktor somatis
2. faktor psikis

Dampak Beban Kerja


 Role overload
 Role underload

Burn out
 Kelelahan fisik
 Kelelahan emosional
 Kelelahan mental

13

Anda mungkin juga menyukai