Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Nifas


2.1.1. Pengertian Masa Nifas
Menurut WHO (2010), masa nifas merupakan periode postnatal yang dimulai setelah
kelahiran bayi sampai enam minggu (42 hari) setelah lahir (Astuti dkk, 2015:3).
Pengertian lain, masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil (Asih dan Risneni,
2016:1).

2.1.2. Periode Masa Nifas


Masa nifas dibagi menjadi 3 periode menurut Sulistyawati (2015), yakni:
1. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Masa nifas dini berlangsung hingga 24
jam pertama (Astuti, 2015:6).
2. Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia,
yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama berminggu-
minggu, bulanan bahkan tahunan.

2.1.3. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Dikutip dalam buku Asuhan Kebidanan Masa Nifas karangan Sulistyawati (2015) :
1. Kunjungan 1 (6-8 jam postpartum)
Tujuan:
a. Mencegah perdarahan karena atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
cara mencegah perdarahan karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi abru lahir.
f. Menjaga bayi tetap hangat, mencegah hypotermi.
g. Tenaga kesehatan harus tinggal selama 2 jam setelah kelahiran sampai ibu
dan bayi stabil.
2. Kunjungan 2 (6 hari postpartum)
a. Memastikan involusi uteri tetap berjalan.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memerlihatkan tanda-tanda
penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3. Kunjungan 3 (2 minggu postpartum)
Agenda seperti kunjungan kedua.
4. Kunjungan 4 (6 minggu postpartum)
a. Menanyakan kepada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia dan bayi alami
b. Memberikan konseling KB secara dini.

2.1.4. Perubahan Fisik pada Masa Nifas


1. Uterus
Pengosongan rahim secara tiba-tiba membuat kehilangan tonusnya dan menjadi
lemah. Secara alami, kondisi atonia ini sangat singkat dan terjadi inisiasi
kontraksi setelah timbul kembali sebagai akibat dari adanya oksitosin yang
diproduksi secara alami dari hipofisis selama kala dua dan kala tiga. Namun
demikian, stimulasi eksternal sangat diperlukan agar kontraksi uterus lebih kuat.
Stimulasi eksternal dapat dicapai dengan adanya inisiasi dini karena kaki bayi
menendang rahim ibunya dan merangsang kontraksi (Astuti, 2015:11).
Menurut Sulistyawati (2015:74), perubahan uterus juga dapat diketahui dengan
mengukur tinggi fundus uteri.
a. Saat bayi lahir, TFU setinggi pusat dengan berat 1000 gram.
b. Akhir kala III, TFU teraba dua jari dibawah pusat.
c. 1 minggu postpartum, TFU teraba pertengahan simpisis dengan berat 500
gram.
d. 2 minggu postpartum, TFU teraba diatas simpisis dengan berat 350 gram.
e. 6 minggu postpartum, TFU hampir tak teraba dengan berat 50 gram.
Involusi uterus terjadi melalui 3 proses yang bersamaan, antara lain:
a. Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancurandiri sendiri yang terjadi pada otot
uteri. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebarnya dari
sebelum hamil. Sitoplasma sel yang berlebuhan akan tercerna sendiri
sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti
kehamilan.
b. Atrofi jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya esterogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalam iatrofi sebagai reaksi terhdap penghentian produksi
esterogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi
endometrium yang baru.
c. Efek oksitosin (kontraksi)
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir. Hal tersebut diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterine yang sangat besar. Hormone oksitosin yang dilepas dari kelenjar
hypofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
pembuluh darah, dan membantu homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uteri
yang akan mengurangi suplai darah ke uterus. Proses ini akan membantu
mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta memerlukan eaktu 8
minggu untuk sembuh yotal.
Selama 1-2 jam pertama post partum, intensitas kontraksi uterus dapat
berkurang dan menjadi teratur. Oleh karena itu, penting seklai untuk menjaga
dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Suntikan oksitosin
biasanya diberikan secara intavena dan intramuskuler, segera setelah kepala
bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang
pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada payudara.
Perubahan lochea pada ibu nifas menurut Asih dan Risneni (2016) sebagai
berikut:
a. Lochea rubra
Muncul pada hari pertama sampai hari kedua postpartum. Warnanya merah
mengandung darah dari luka bekas plasenta dan serabut desidua dan chorion.
b. Lochea sanguinolenta
Berwarna kuning, berisi darah lendir, hari 3-7 postpartum.
c. Lochea serosa
Muncul pada hari 7-14, berwarna kecoklatan mengandung lebih banyak
serum, lebih sedikit darah juga leukosit dan laserasi plasenta.
d. Lochea alba
Sejak 2-6 minggu postpartum, warna putih kekuningan mengandung leukosit,
selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan adanya
tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebakan oleh tertinggalnya
sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yag berlanjut dapat
menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada
abdomen dan demam. Nila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau
busuk yang disebut lokhea purulenta. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar
sisbut dengan lokhea statis.
(Sulistyawati, 2015)
2. Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah serviks agak menganga seperti
corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang
dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara krpus dan servks berbentuk semacam cincin.
Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh
darah. Komsitensinya lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan
kecil. Karena robekan kecl yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak
akan pernah kembali lagi kek keadaan seperti sebelum hamil.
Muara serviks yang tadinya berdilatasi 10 cm, akan menutup secara perlahan.
Setelah 2 jam postpartum, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke 6
postpartum, serviks sudah menutup kembali (Sulistyawati, 2015).
3. Sistem pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan megalami tekanan
yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan berlebih pada
awktu persalinan, kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya
kativitas tubuh.
Supaya buang air besar kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serat,
peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam 2-3
hari dapat diberikan obat laksansia.
Selain konstipasi, ibu juga mengalami anoreksia akibat penuruna sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi, serta penuruna
kebutuhan kalori yang menyebabkan kurang nafsu makan.
(Sulistyawati, Ari. 2015)
4. Sistem perkemihan
Ibu postpartum akan sulit BAK dalam 24 jam pertama karena refleks
penekanan aktivitas destrusor yang disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih
selama melahirkan. Ibu mungkin merasa kurang nyaman ketika diuresis muncul
setelah melahirkan. Kehamilan menyebabkan dilatasi peregangan pelvis renalis
dan ureter, tetapi akan kembali normal pada minggu keempat (Asih dan Risneni,
2016:187).
5. Sistem Musculoskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini
akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan.
Ligament-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur menjadi ciut dan pulih kembali sehinggan tak jarang
uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum
menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun”
setelah melahirkan karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia
menjadikendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastic kulit dan distensi ang berangsung
lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak
lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembali jaringan-
jaringan penunjang alat genetalia, serta otot-otot dinding perut dan dasar pangul,
dianjurkan utntuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum,
sudah dapat fisioterapi.
(Sulistyawati, 2015)
6. Sistem Endokrin
a. Hormon Plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalian. HCG (Human
Chrorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%
dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan sebagai pemenuhan mammae
pada hari ke-3 post partum.
b. Hormon pituitary
Prolactin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wqanita yang tidak
menyusui, prolactin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan
meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke-3) dan LH tetap rendah
hingga ovulasi terjadi.
c. Pemulihan Ovulasi dan menstruasi
Pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi sebelum 20
minggu, dan tidak terjadi di atas 28 minggu pada ibu yang melanjutkan
menyusui untuk 6 minggu pada ibu yang melanjutkan menyusui untuk 6
bulan. Pada ibu menyusui ovulasi dan mestruasi biasanya mulai antara 7-10
minggu.
(Asih, Yusari. 2016)
d. Kadar Esterogen
Setelah persalinan terjadi penurunan kadar esterogen yang bermakna sehingga
aktivitas prolactin juga sedang meningkat dapat memengaruhi kelenjar
mammae dalam menghasilkan ASI. (Sulistyawati, Ari. 2015)
e. Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar pituitary posterior dan bekerja terhdap
otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin di dalam sirkulasi darah
menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu yang sama membantu
proses involusi uterus.
(Sulistyawati, Ari. 2015)
7. Perubahan tanda-tanda vital
a. Suhu badan
Daam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit (37,5°C-
38°C) sebagai akibat kerja kerassewaktu melahirkan kehilangan cairan dan
kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu badan menjadi biasa. Biasanya pada
hari ke-3 suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI. Payudara
menjadi bengkak dan berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila suhu tidak
turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium (mastitis, tractus
genitalis, atau sistem lain).
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali permenit. Denyut
adi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Setiap denyut nadsi yang
melebihi 100 kali permenit adalah abnormal dan hal ini menunjukkan adanya
kemungkinan infeksi.
c. Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan leih
rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi
pada saat post partum dapat menandakan pre eklamsia post partum.
d. Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan denyut nadi. Bila
suhu dan nadi tidak normal maka pernapasan juga akan mengikutinya, kecuali
bia gangguan khusus pada saluran pencernaan.
8. Sistem kardiovaskular
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran
darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uteri.
Penarikan kembali esterogen menyebabkan diuresis yang terjadi secaracepat
sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini
terjadi dalam 2-4 jam perama setelah kelahiran bayi. Hilangnya pengesteran
membantu megurangi resistensi cairan yang melekat dengan meningkatnya
vaskiler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sam dengan trauma
masa persalinan. Pada persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml.
perubahan terdiri dari volume darah dan kadar HMt (hematocrit).
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relative akan bertambah. Keadaan ini akan enyebabkan beban pada jantung dan
akan menimbulkan decompensation cardia pada pasien dengan vitum cardio.
Keadaan ini dapat diatasi dengan meknisme kompensasi dengan tumbuhnya
haemokonsentrasi sehingga volum darah kembali seperti sediakala. Umunya, ini
terjadi pada 3-5 hari post partum. (Sulistyawati, Ari. 2015)
Cardiac output meningkat selama persalinan dan peningkatan lebih lanjut
setelah kala III, ketika besarnya volume darah dari uterus terjepit di dalam
sirkulasi. Penurunan setelah hari pertama puerpenium dan kembali normal pada
akhir minggu ketiga.
Meskipun terjadi penurunan di dalam aliran ke organ setelah hari pertama,
aliran darah ke payudara meningkat untuk mengadakan laktasi. Merupakan
perubahan umum yang penting keadaan normal dari sel darah merah dan putih
pada akhir puerpenium.
Pada beberapa hari pertama setelah kelahiran, fibrinogen, plasminogen, dan
faktor pembekuan menurun cukup cepat. Akan tetapi darah lebih mam pu untuk
melakukan koagulasi dengan peningkatan dan ini berakibat meningkatkan risiko
thrombosis.
(Asih, Yusari. 2016 )
9. Sistem hematologi
Selama berminggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma,
serta faktr-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari pertam
apostpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah
akan mengental sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis
yang meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selam
proses persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel
darah tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adan ya kondsi
patologis jika wanita tersebut mengalamo persalinan yang lama ( Sulistyawati,
2015 ).

10. Berat badan


Ibu nifas kehilangan 5-6 kg pada waktu melahirkan, dan 3 sampai 5 kg
selama minggu pertama masa nifas. Faktor-faktor yang mepercepat penurunan
berat bdan pada masa nifas diantarannya adalah peningkatan selama kehamilan,
primiparitas, segera kembali bekerja di luar rumah, dan merokok. Usia atau status
pernikahan tidak mempengaruhi penurunan berat badan. Kehilangan cairan
melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat
badan sekitar 2,5 kg selama masa pascasalin.
11. Kulit
Pada waktu hamil terjadi pigmentasi kulit pada beberapa tempat karena
proses hormonal. Pigmentasi ini berupa kloasma gravidarum di pipi,
hiperpigmentasi kulit sekitar payudara, hiperpigmentasi kulit dinding perut
(striae gravidarum). Setelah persalinan, hormonal berkurang dan hiperpigmen
tasi pun menghilang. Pada dinding perut akan menjadi putih mengkilap “striae
albican” (Asih, Yusari. 2016).

2.1.5. Perubahan Psikis pada Masa Nifas


1. Tahapan Rubin dalam adaptasi psikologis ibu nifas:
a. Fase taking in (fase ketergantungan)
Lamanya 3 hari postpartum. Fokus pada diri sendiri, tidak pada bayi, ibu
membutuhkan waktu untuk tidur dan istirahat. Pasif, ibumempunyai
ketergantungan dan tidak bisa membuat keputusan.
b. Fase taking hold (fase independen)
Akhir hari ke-3 sampai hari ke-10. Aktif, mandiri dan bisa membuat
keputusan. Memulai aktifitas perawatan diri, fokus pada bayi dan menyusui.
c. Letting go (fase interdependen)
Akhir hari ke-10 sampai minggu postpartum. Ibu sudah menyadari bahwa
bayi merupakan bagian darinya. Ibu sudah menjalankan perannya.
(Astuti dkk, 2015)
2. Post partum blues
Post partum blues merupakan gangguan suasana hati pasca persalinan yang dapat
berdampak pada perkembangan anak karena stress dan sikap ibu yang tidak tulus
terus-menerus akan membuat bayi tumbuh menadi anak yang mudah menangis,
mudah rewel, pemurung dan mudah sakit. Gejala post partum blues biasanya
muncul hari ke-3 atau ke-6. Ibu tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia,
tidak sabar, penakut, pemarah, tidak mau makan, mudah tersinggung, tidak
percaya diri dan insomnia. Gejala-gejala tersebut normalnya akan hilang setelah
beberapa hari pasca persalinan, namun bila masih berlanjut beberapa minggu
atau beberapa bulan akan lanjut pada depresi post partum (Asih dan Risneni,
2016). Kunci untuk mendukung dalam periode ini adalah berikan perhatian dan
dukungan yang baik baginya, serta yakinkan kepadanya bahwa ia adalah orang
yang penting bagi keluarga dan suaminya (Sulistyawati, 2015).
3. Kesedihan dan duka cita
a. Syok
Respon awal seseorang terhadap kehilangan. Manifestasi perilaku yakni
penyangkalan, murung, menangis, ketidakpercayaan, putus asa, mati rasa,
gelisah, mengasingkan.
b. Berduka
Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap
realitas yang harus ia lakukan terjadi dan upaya penyesuaian terhadap realita
yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Menangis merupakan
pelepasan emosi yang umum.
c. Resolusi
Fase menentukan hubungan baru yang bermakna. Selama periode ini yang
berduka menerima kehilangan penyesuaian telah komplet dan individu
kembali pada fungsinya secara penuh.
(Asih dan Risneni, 2016)

2.1.6. Kebutuhan Ibu Nifas


1. Nutrisil
Anjuran yang tepat untuk nifas mengenai pemenuhan nutrisi dan cairan yakni:
a. Mengkonsumsi makanan kalori tiap hari sebanyak 500 kkal.
b. Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral dan vitamin.
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap harinya.
d. Mengkonsumsi tablet Fe selama nifas.
e. Minum kapsul vit A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A dalam
ASI kepada bayinya.
(Sulistyawati, 2015)
2. Ambulasi
Ambulasi ini adalah kebijakan dimana selekas mungkin membimbing pasien
keluar dari tempat tidurnya untuk berjalan (Sulistyawati, 2015). Ambulasi dini
bagus untuk dilakukan pada ibu nifas kecuali ada indikasi lain yang masih
membutuhkan istirahat. Pada ibu dengan persalinan normal ambulasi dini paling
tidak dilakukan 6-12 jam post partum. Sedangkan pada ibu yang persalinan
dengan operasi paling tidak dilakukan setelah 12 jam post partum. Tahap
ambulasi diri yaitu miring kiri atau kanan terlebih dahulu, kemudian duduk dan
apabila ibu sudah cukup kuat berdiri maka ibu dianjurkan untuk berjalan-jalan.
Manfaat ambulasi dini yakni memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan
cairan vagina (lochea) dan mempercepat mengembalikan tonus otot dan vena
(Asih dan Risneni, 2016).
3. Eliminasi
Pengeluaran urin akan meningkat pada 24-48 jam pertama sampai hari ke-5 post
partum karena volume darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil tidak
diperlukan lagi setelah persalinan. Dengan mengosongkan kandung kemih secara
adekuat, tonus otot akan kembali biasanya akan pulih kembali 5-7 hari post
partum. Dalam 6 jam pertama ibu harus sudah bisa buang air kecil. Semakin
lama urine terkandung dalam kandung maka dapat mengakibatkan kesulitan
organ perkemihan dan menyebabkan residu urine atau infeksi. Sedangkan,
kesulitan BAB dapat terjadi karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitan
terbuka, atau karena haemorroid. Kesulitan ini dapat dibantu dengan mobilisasi
dini, mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup vitamin (Asih dan Risneni,
2016). Dalam 24 jam ibu juga diharapkan bisa BAB karena semakin lama feses
ditahan maka semakin susah untuk dikeluarkan atau mengalami konstipasi
(Sulistyawati, 2015).
4. Personal hygiene
Untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka jahitan maupun luka laserasi
mukosa vagina, maka ibu harus menjaga kebersihan diri secara menyeluruh.
a. Perawatan perineum
Mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air.
Membersihkannya dari sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang
kemudian membersihkan sekitar anus. Anjurkan untuk membersihkan vulva
setiap selesai BAK/BAB. Jika terdapat luka jahitan sarankan untuk tidak
menyentuhnya. Ganti pembalut setidaknya 2 kali sehari.
b. Pakaian sebaiknya longgar di daerah dada sehingga payudara tidak tertekan
dan selalu kering dan gunakan pakaian dari bahan yang mudah menyerap,
karena produksi keringat menjadi banyak. Demikian pula dengan pakaian
dalam, agar tidak terjadi iritasi pada daerah sekitarnya akibat lochea.
5. Istirahat
Pasien diingatkan untuk selalu tidur siang selagi bayinya tidur. Kebutuhan
istirahat ibu menyususi minimal 8 jam sehari. Kurang istirahat akan berpengaruh
pada kurangnya jumlah produksi ASI, memperlambatproses involusi uterus,
menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan merawat bayi dan dirinya
(Sulistyawati, 2015).
6. Seksual
Secara fisik, ibu dapat aman melakukan kontak seksual setelah perdarahan
berhenti. Ibu dapat memasukkan jarinya satu atau dua jari ke dalam vagina tanpa
merasa nyeri (Sulistyawati, 2015).
7. Senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan senam
nifas dilakukan seaal mungkin dengan catatan ibu menalani persalinan normal
dan tidak ada penyulit post partum (Sulistyawati, 2015).
Menurut Asih dan Risneni (2016) tujuan senam nifas yakni:
a. Memperlancar terjadinya proses involusi uteri (kembalinya rahim ke bentuk
semula)
b. Mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah melahirkan pada kondisi
semula
c. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul selama menjalani nifas
d. Memelihara dan memeprkuat kekuatan otot perut, otot dasar panggul, serta
otot pergerakan
e. Memperbaiki sirkulasi darah, sikap tubuh setelah hamil dan melahirkan,
tonus otot pelvis, regangan otot tungkai bawah
f. Menghindari pembengkakan pada pergelangan kaki dan mencegah timbulnya
varises
Latihan senam nifas:
a. Hari pertama, sikap tubuh telentang dan rileks, kemudian lakukan
pernapasan perut diawali dengan mengambil napas melalui hidung dan tahan
3 detik kemudian buang melalui mulut, lakukan 5-10 kali.
b. Hari kedua, sikap tubuh telentang, kedua tangan dibuka lebar hingga sejajar
dengan bahu kemudian pertemukan kedua tangan tersebut diatas muka.
Lakukan 5-10 kali.
c. Hari ketiga, sikap tubuh telentang, kedua kaki agak dibengkokkan sehingga
telapak kaki berada di bawah. Lalu angkat pantat ibu dan tahan hitungan
ketiga lalu turunkan pantat ke posisi semula. Ulangi 5-10 kali.
d. Hari keempat, tidur telentang dan kaki ditekuk ± 45⁰, kemudian salah satu
tangan memegang perut setelah itu angkat tubuh ibu ± 45 dan tahan hingga
hitungan ketiga.
e. Hari kelima, tidur telentang salah satu kaki ditekuk ± 45⁰, kemudian angkat
tubuh dan tangan yang berseberangan dengan kaki yang ditekuk usahakan
tangan menyentuh lutut. Gerakan ini dilakukan secara bergantian hingga 5
kali.

2.1.7. Proses Laktasi


Menyusui merupakan cara terbaik untuk memenuhi nutrisi bayi untuk mendukung
anak yang sehat, keluarga yang lebih kuat, dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Sejumlah komponen yang terkandung di dalamnya ASI sebagai sumber nutrisi untuk
pertumbuhan dan perlindungan pertama pada infeksi. Proses pembentukan ASI
merupakan suatu proses yang kompleks melibatkan hipotalamus, pituitari dan
payudara, yang sudah dimulai saat fetus hingga pasca persalinan.
1. Hormon-hormon yang terlibat dalam pembentukan ASI:
a. Progresteron : mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Kadar
progresteron dan esterogen menurun saat melahirkan. Hal ini menstimulasi
produk ASI secara besar-besaran.
b. Esterogen : menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.
c. Prolaktin : berperan dalam membesarnya alveoli pada masa
kehamilan.
d. Oksitosin : mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat
melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dengan orgasme.
2. ASI dibagi menjadi 3 stadium yakni
3. Langkah yang benar saat menyusui yakni:
4. Cara menyendawakan bayi
2.1.8. Inisiasi Menyusui Dini
2.1.9. Tanda Bahaya Masa Nifas
1. Perdarahan post partum
- Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
Perdarahan yang membutuhkan lebih dari satu pembalut dalam waktu satu atau
dua jam, sejumlah besar perdarahan berwarna merah terang tiap saat setelah
minggu pertama pascapersalinan. Perdarahan post partum adalah perdarahan
lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Menurut waktu
terjadinya dibagi atas dua bagian yaitu: Perdarahan Postpartum Primer (early
postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir dan
perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam, biasanya antara hari ke-5 sampai ke-15 postpartum.
- Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah :
Atonia uteri, perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus,
tertinggalnya sebagian dari plasenta seperti kotiledon atau plasenta
suksenturiata, endometritis puerperalis, penyakit darah.
- Pencegahan perdarahan postpartum
Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah
dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu
yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat
dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.
- Tanda dan gejala Perdarahan postpartum:
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir
(Atonia uteri).
b. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dan
keras, plasenta lengkap (Robekan jalan lahir).
c. Plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, uterus berkontraksi
dan keras (Retensio plasenta)
d. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap,
perdarahan segera (Sisa plasenta)
e. Sub-involusi uterus, nyeri tekan perut bawah dan pada uterus, perdarahan
sekunder, lokhia mukopurulen dan berbau. (Endometritis atau sisa fragmen
plasenta)
(Dewi, 2017).
2. Infeksi masa nifas
- Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
a. Setelah 24 jam pertama, suhu di atas 37⁰C lebih dari 1 hari. Tetapi kenaikan
suhu tubuh temporal hingga 41⁰C tepat seusai melahirkan (karena dehidrasi)
atau demam ringan tidak lebih dari 38⁰C pada waktu air susu mulai keluar
tidak perlu dikhawatirkan.
b. Rasa sakit atau tidak nyaman, dengan atau tanpa pembengkakan, di area
abdominal bawah usai beberapa hari melahirkan.
c. Rasa sakit yang tak kunjung reda di daerah perineal, setelah beberapa hari
pertama.
d. Bengkak di tempat tertentu dan/atau kemerahan, panas, dan keluar darah di
tempat insisi Caesar.
e. Rasa sakit di tempat tertentu, bengkak, kemerahan, panas, dan rasa lembek
pada payudara begitu produksi penuh air susu mulai berkurang yang bisa
berarti tanda-tanda mastitis.
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi
nifas. Suhu 38⁰C atau lebih yang terjadi antara hari ke 210 postpartum dan diukur
per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan
suhu pada masa nifas dianggap sebagai infeksi nifas apabila tidak ditemukan
sebab-sebab ekstragenital (Dewi, 2012).
Infeksi peurperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran
reproduksi selama persalinan atau puerperium. Organisme infeksius pada infeksi
puerperium berasal dari tiga sumber yaitu organisme yang normalnya berada
dalam saluran genetalia bawah atau dalam usus besar, infeksi saluran genetalia
bawah, dan bakteri dalam nasofaring atau pada tangan personel yang menangani
persalinan atau di udara dan debu lingkungan (Lyndon, 2014).
- Macam-macam infeksi nifas:
a. Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas,
dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus.
b. Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui
perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus,
dan getah mengandung nanah yang keluar dari ulkus. Penyebaran dapat
terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
c. Servisitis
Infeksi servik juga sering terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan
banyak gejala. Luka servik yang dalam, meluas, dan langsung ke dasar
ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering adalah endometritis. Kumankuman memasuki
endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu
singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman
yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan
desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrotis dan
mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keping-keping nekrotis serta
cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat
lapisan terdiri atas leukosit-leukosit. Pada infeksi yang lebih berat batas
endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
e. Septikemia dan piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kumankuman yang sangat
patogen biasanya Streptococcus haemolilyticus golongan A. Infeksi ini sangat
berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.
Adanya septikemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman
dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena di
uterus serta sinus-sinus pada bekas implantasi plasenta. Tromboflebitis ini
menjalar ke vena uterina, vena hipogastrika dan/atau vena ovarii. Dari
tempat-tempat trombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman
dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke dalam peredaran darah
umum dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat lain, diantaranya paru,
ginjal, otak, jantung, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat-
tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
f. Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam uterus
langsung mencapai peritonium dan menyebabkan peritonitis, atau melalui
jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan
parametritis ( selulitis pelvika).
g. Parametritis (selulitis pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau selulitis pelvika.
Peritonitis mungkin terbatas pada rongga pelvis saja (pelvioperitonitis) atau
menjadi peritonitis umum. Peritonitis umum merupakan komplikasi yang
berbahaya dan merupakan sepertiga dari sebab kematian kasus infeksi.
h. Mastitis dan abses
Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi pada setiap wanita,
mastitis semata-mata komplikasi pada wanita menyusui. Mastitis harus
dibedakan dari peningkatan suhu transien dan nyeri payudara akibat
pembesaran awal karena air susu masuk ke dalam payudara. Organisme yang
biasa menginfeksi termasuk S. aureus, streptococci dan H.parainfluenzae.
Cedera payudara mungkin Karena memar karena manipulasi yang kasar,
pembesaran payudara, stasis air susu ibu dalam duktus, atau pecahnya puting
susu. Bakteri berasal dari berbagai sumber diantaranya: tangan ibu, tangan
orang yang merawat ibu atau bayi, bayi, duktus laktiferus, darah sirkulasi.
Sedangkan tanda dan gejala mastitis diantaranya meliputi: peningkatan suhu
yang cepat dari 39,50C sampai 400C, peningkatan kecepatan nadi, menggigil,
malaise umum, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara
keras. Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Pencegahan
dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun antibakteri,
pencegahan pembesaran dengan menyusui sejak awal dan sering. Posisi bayi
yang tepat pada payudara, penyangga payudara yang baik tanpa konstriksi,
membersihkan hanya dengan air tanpa agen pengering, observasi bayi setiap
hari terhadap adanya infeksi kulit atau tali pusat dan menghindari kontak
dekat dengan orang yang diketahui menderita infeksi atau lesi stafilokokus.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % risiko terbentuknya abses.
Tanda dan gejala abses meliputi: Discharge puting susu purulenta, demam
remiten (suhu naik turun) disertai menggigil, pembengkakan payudara dan
sangat nyeri massa besar dan keras dengan area kulit berwarna berfluktuasi
kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi pus. Jika diduga
mastitis, intervensi dini dapat mencegah perburukan.
Intervensi meliputi beberapa tindakan higiene dan kenyamanan:
a. BH yang cukup menyangga tetapi tidak ketat
b. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
c. Kompres hangat pada area yang terkena
d. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu
e. Peningkatan asupan cairan
f. Istirahat
g. Membantu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stress.
h. Suportif, pemeliharaan perawatan ibu.
(Walyani, 2015)
3. Infeksi saluran kencing
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut: Sulit berkemih, rasa nyeri
atau terbakar saat berkemih, sering merasakan keinginan untuk kencing dan
hanya keluar sedikit, air kencing sedikit dan/atau berwarna keruh. Kejadian
Infeksi Saluran Kencing pada masa nifas relatif tinggi dan hal ini dihubungkan
dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan,
pemeriksaan dalam yang terlalu sering, kontaminasi kuman dari perineum, atau
kateterisasi yang sering . Sistisis biasanya memberikan gejala berupa: nyeri
berkemih (disuria), sering berkemih, tak dapat menahan untuk berkemih, demam
biasanya jarang terjadi, adanya retensi urine pasca persalinan umumnya
merupakan tanda adanya infeksi (Lyndon, 2014).
4. Subinvolusi uterus
Subinvolusi uterus adalah proses involusi rahim (pengecilan rahim) tidak
berjalan sesuai sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilan terlambat.
Tanda dan gejala terjadinya subinvolusi uterus sebagai berikut:
a. Uterus lunak dengan perlambatan atau tidak adanya penurunan tinggi fundus
uteri
b. Warna lokhia merah kecoklatan persisten atau berkembang lambat selama
tahap-tahap rabas lokhia diikuti perdarahan intermiten. (Lyndon, 2014).
5. Tromboflebitis dan emboli paru
Dengan tanda dan gejala secara umum sebagai berikut:
a. Rasa sakit hingga ke dada, yang bisa merupakan indikasi gumpalan darah
pada paru-paru (jangan dikacaukan dengan rasa nyeri dada yang biasanya
akibat mengejan terlalu kuat).
b. Rasa sakit di tempat tertentu, lemah dan hangat di betis atau paha dengan atau
tanpa adanya tanda merah, bengkak dan nyeri ketika menggerakkan kaki,
yang bisa merupakan tanda gumpalan darah pada saluran darah di kaki.
Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita penderita
varikositis atau yang mungkin secara genetik rentan terhadap relaksasi dinding
vena dan stasis vena. Tromboflebitis vena profunda ditandai dengan tanda dan
gejala sebagai berikut: kemungkinan peningkatan suhu ringan, takikardia ringan,
tiba-tiba nyeri sangat berat pada tungkai diperburuk dengan pergerakan atau saat
berdiri, edema pergelangan kaki, tungkai dan paha, tanda homan positif, nyeri
saat penekanan betis, nyeri tekan sepanjang aliran pembuluh darah yang terkena
dengan pembuluh darah dapat teraba.Risiko terbesar yang berkaitan dengan
tromboflebitis adalah emboli paru, terutama sekali terjadi pada tromboflebitis
vena profunda dan kecil kemungkinannya terjadi pada tromboflebitis superfisial.
Tiba-tiba takipnea, dispnea, dan nyeri dada tajam adalah gejala yang paling
umum. Penanganan meliputi berbaring, elevasi ekstremitas yang terkena,
kompres panas, stoking elastis, dan analgesia jika dibutuhkan. Rujukan ke dokter
konsultan penting untuk memutuskan penggunaan antikoagulan dan antibiotik.
(Dewi, 2012).
2.2 Konsep Teori Asuhan Manajemen Nifas
2.2.1 Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
a. Data Subyektif
1) Biodata
Nama suami/istri : Untuk dapat mengenal atau memanggil nama ibu dan suami dan
untuk mencegah kekeliruan bila ada nama yang sama (Romauli,
2011).
Umur : Umur ibu, terutama ibu nifas yang pertama kali hamil, bila umur
lebih dari 35 tahun kurang dari 16 tahun merupakan faktor penyebab
komplikasi masa nifas seperti HPP, postpartum blues, dan sebagainya
(Romauli, 2011).
Agama : Dalam hal ini berhubungan dengan perawatan penderita yang
berkaitan dengan ketentuan agama. Antara lain dalam keadaan yang
gawat ketika memberi pertolongan dan perawatan dapat diketahui
dengan siapa harus berhubungan, misalnya agama Islam memanggil
ustad dan sebagainya (Romauli, 2011).
Pendidikan : Mengetahui tingkat pengetahuan untuk memberikan konseling
sesuai pendidikannya. Tingkat pendidikan ibu nifas juga sangat
berperan dalam kualitas perawatan bayinya (Sulistyawati, 2009)
Pekerjaan : Untuk mengetahui aktivitas ibu atau suami setiap hari,
mengukur tingkat sosial ekonomi berhubungan dengan
kebiasaan sehari-hari ibu selama nifas (Saleha, 2009).
Penghasilan :Untuk mengetahui keadaan ekonomi ibu, berpengaruh sewaktu-
waktu apabila dirujuk.
Alamat : Mengetahui lingkungan ibu dan kebiasaan masyarakatnya
tentang nifas serta untuk kunjungan rumah jika diperlukan
2) Alasan datang
Merupakan alasan klien datang ke bidan untuk kontrol masa nifas atau
memeriksakan dirinya saat ada keluhan masa nifas.
3) Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui apa yang dirasakan tidak nyaman bagi
ibu saat datang ke fasilitas kesehatan. (Sulistyawati, 2009)
Keluhan yang dirasakan ibu saat masa nifas menurut Bobak (2005), seperti :
a) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses persalinan
b) Kurangnya pengetahuan Ibu tentang menyusui
c) Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan
dukungan di antara atau dari orang terdekat
d) Gangguan pola tidur akibat nyeri / ketidaknyamanan
e) Kurang pengetahuan mengenai perawatan bayi berhubungan dengan kurang
pemajanan / mengingat / tidak mengenal sumber informasi
4) Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan yang Lalu, Sekarang, dan Keluarga
Riwayat kesehatan baik riwayat kesehatan sekarang, yang lalu maupun kesehatan
keluarga perlu ditanyakan. Data ini dapat digunakan sebagai peringatan adanya
penyulit pada masa nifas. Adanya perubahan fisik dan fisiologis pada masa nifas
yang melibatkan seluruh sistem dalam tubuh akan mempengaruhi organ yang
mengalamigangguan. Data penting tentang riwayat kesehatan pasien yang perlu
diketahui, yaitu apakah pasien pernah atau sedang menderita penyakit seperti
penyakit jantung, diabetes mellitus, ginjal, hipertensi/hipotensi, atau hepatitis
(Sulistyowati, 2011).
5) Riwayat menstruasi
Beberapa data yang harus diperoleh dari riwayat menstruasi menurut Sulistyawati
(2011), antara lain:
a) Menarche : usia pertama kali mengalami menstruasi. Pada wanita Indonesia,
umumnya sekitar 12 – 16 tahun.
b) Siklus : jarak antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya dalam
hitungan hari. Biasanya 23 – 32 hari.
c) Volume : data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang
dikeluarkan. Kadang bidan akan kesulitan untuk mendapatkan data yang valid.
Sebagai acuan, biasanya bidan menggunakan kriteria banyak sedang dan sedikit.
Jawaban yang diberikan oleh klien bersifat subjekif, namun bidan dapat menggali
lebih dalam lagi dengan beberapa pertanyaan pendukung misalnya, sampai berapa
kali ganti pembalut dalam sehari.
d) Keluhan : beberapa wanita menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika
menstruasi misalnya sakit yang sangat pening sampai pingsan, atau jumlah darah
yang banyak. Ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh pasien dapat
menunjukan diagnosis tertentu.
Ditanyakan tentang keadaan menstruasi seperti umur pertama kali haid serta siklus
dan lamanya haid setiap bulan. Hal ini dikaji karena berhubungan dengan
penggunaan KB yang akan dilakukan.
6) Riwayat pernikahan
Beberapa yang harus ditanyakan :
Usia menikah pertama kali :............................................
Lama pernikahan : ...........................................
Menikah : (berapa kali)
Hal ini perlu dikaji guna untuk mengetahui apakah ini perkawinan yang sah atau
bukan karena bila melahirkan tanpa status yang jelas hal ini akan berkaitan dengan
psikologis ibu sehingga akan mempengaruhi proses nifas, serta untuk mengetahui
faktor resiko penularan PMS jika ibu dimungkinkan menikah lebih dari satu kali.
Dengan resiko Penyakit Menular Seksual (PMS) maka dimungkinkan dapat menular
kepada bayinya (Romauli, 2011).
7) Riwayat Obstetri
a) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Untuk mengetahui apakah selama kehamilan pernah ada penyulit atau gangguan
serta masalah-masalah yang mungkin akan mempengaruhi pada masa nifas.
Misalnya : pusing berlebihan, muka dan kaki bengkak, perdarahan, mual muntah
berlebihan, ketuban keluar sebelum waktunya. Berapa kali periksa di bidan,
keluhan selama hamil, kenaikan berat badan dari awal kehamilan sampai saat akan
persalinan, pernah mendapatkan terapi apa saja dari bidan. Pada saat persalinan,
ibu bersalin secara normal atau menggunakan alat. Dan pada saat nifas, apakah
ibu pernah mengalami pusing berlebihan, kaki bengkak, lemas, perdarahan atau
masalah-masalah yang lain yang mungkin dapat mempengaruhi masa nifas saat
ini.
b) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas terakhir
Data ini perlu ditanyakan karena riwayat persalinan dapat mempengaruhi masa
nifas ibu misalnya saat persalinan terjadi retensio plasenta, perdarahan, preeklamsi
atau eklamsi. Selain itu yang perlu ditanyakan adalah tanggal persalinan, jenis
persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi panjang badan (PB), berat
badan (BB), penolong persalinan. hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah
proses spersalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada
masa nifas saat ini. Dengan masalah-masalah selama masa persalinan yang terjadi,
maka hal ini dapat menentukan langkah asuhan pada saat nifas dan antisipasi jika
masalah tersebut berulang pada saat nifas. Misalnya pada saat persalinan terjadi
retensio plasenta. Dengan terjadinya retensio plasenta maka dapat terjadi
perdarahan sekunder pada saat nifas yang mungkin disebabkan oleh masih
tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus (Ambarwati, 2010).
8) Riwayat KB dan Rencana KB
Ditanyakan apakah ibu ikut KB dan apa jenisnya serta berapa lama serta rencana
akan menggunakan KB apa setelah melahirkan anak yang sekarang. KB pada ibu
nifas dilakukan saat ibu mulai mendapat haid lagi. Pada ibu menyusui ovulasi terjadi
± 190 hari, sedangkan yang tidak menyusui ovulasi dapat kembali dalam 27 hari, dan
sebanyak 40% wanita tidak menyusui, haid kembali dalam 6 minggu. Sehingga
sebaiknya setelah 6 minggu ibu menggunakan KB sesuai keinginannya.
9) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Nutrisi
Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin
yang cukup (4 sehat 5 sempurna), serta membutuhkan tambahan kalori 500 kkal.
Minum sedikitnya 3 liter tiap hari, hendaknya minum tiap kali menyusui. Zat besi
harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin.
Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali, yaitu 1 jam PP dan 24
jam setelah vitamin A yang pertama diminum.
b) Istirahat
Istirahat sangat penting bagi ibu masa nifas karena dengan istirahat yang cukup
dapat mempercepat penyembuhan serta akan mempengaruhi produksi ASI. Untuk
istirahat malam diperlukan waktu istirahat rata-rata 6-8 jam.
c) Aktivitas
Mobilitas dilakukan setelah 2 jam setelah persalinan (primi)
Mobilitas dilakukan sebelum 2 jam setelah persalinan (multi)
d) Eliminasi
BAK : Segera secepatnya setelah melahirkan
BAB : Harus dilakukan 3-4 hari setelah melahirkan
e) Kebersihan
Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air mengalir (dari arah depan ke
belakang / dari vulva ke anus)
f) Seksual
Boleh dilakukan setelah masa nifas selesai, atau 40 hari post partum atau jika
darah sudah berhenti dan saat dimasukkan jari ke dalam vagina tidak terasa nyeri.
g) Pola kebiasaan lain
Minum jamu-jamuan, merokok, minum alkohol.
10) Kehidupan Psikologi, dan Sosial Budaya
a) Aspek psikologi masa nifas
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3
tahap yaitu:
(1) Periode Taking In (ketergantungan)
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini terjadi
interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat
dikatakan sebagai psikis honeymoon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan menciptakan
hubungan yang baru.
(2) Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke-3 sampai ke-4 setelah persalinan. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
keterampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya BAK/BAB.
(3) Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung
jawab bayi.
b) Aspek budaya masa nifas
Untuk mengetahui klien dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan
menguntungkan atau merugikan klien khususnya pada masa nifas misalnya
kebiasaan pantangan tertentu pada makanan atau perawatan ibu nifas dan bayi
baru lahir yang masih dihubungkan dengan mitos dan takhayul. Dengan adanya
kebiasaan pantang makanan maka dapat mengakibatkan proses dari penyembuhan
luka selama nifas tidak berjalan dengan normal (Sulistyawati, 2009). Tradisi
seperti menggunakan stagen/bengkung dipercaya agar perutnya tidak kendor,
membuang ASI yang pertama keluar (colostrum) karena berwarna kuning dan
dianggap ASI kotor untuk bayi. Melaksanakan tasyakuran brokohan adalah
upacara sesudah lahirnya bayi dengan selamat, dengan membuat sajian nasi urap
dan telur rebus yang diedarkan kepada sanak-keluarga untuk memberitahukan
kelahiran sang bayi. Urap yang dibuat pedas mengabarkan kelahiran seorang bayi
laki-laki, sedangkan urap yang kurang pedas memberitahukan tentang lahirnya
bayi perempuan. Bersama nasi urap dan telur rebus ini disajikan pula bubur
merah-putih. Pada hari ke lima kelahiran bayi, diadakan upacara sepasaran untuk
memotong sedikit rambut bayi dan memberi nama kepadanya. Pada usia 35 hari
sesudah lahirnya, terdapat upacara selapanan untuk mencukur gundul sang bayi
dengan harapan agar kelak rambutnya tumbuh lebat (Swasono, Meutia F. 1997:6).
Aqiqah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seorang anak.
Hukumnya sunah muakkadah bagi mereka yang mampu, bahkan sebagian ulama
menyatakan wajib. Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan
syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Syarat akikah yaitu
hewan dari jenis kibsy (domba putih) sehat, umur minimal setengah tahun dan
kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki 2 ekor dan anak
perempuan 1 ekor, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk anak
laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala (Hadits Shahih riwayat
Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai).
b. Data Obyektif
1) Pemeriksaan Umum
KeadaanUmum : Baik sampai lemah
Kesadaran umum : Composmentis/somnolen
Tinggi badan : Tidak kurang dari 145 cm
Berat Badan : Cenderung turun
Tekanan darah : 90/60-130/60 mmHg (kenaikan sistol tidak
lebih dari 30 mmHg, distole tidak lebih dari 15
mmHg)
Nadi : Normal (60-100 x/menit). Denyut nadi diatas
100x/menit pada masa nifas mengindikasikan
adanya infeksi
Suhu : Normal (36,5-37,5o C). Kenaikan suhu yang
mencapai >38o C mengarah pada tanda-tanda
infeksi
Pernafasan : Normal (16 – 24 x/menit)
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Kepala : Bersih/tidak, rambut rontok/tidak
Muka : Pucat/tidak, cloasma gravidarum ada/tidak
Mata : Sklera putih/ikterus, konjungtiva merah
muda/pucat
Hidung : ada sekret/tidak, ada pernafasan cuping
hidung/tidak
Telinga : Simetris/tidak, ada sekret/tidak, ada gangguan
pendengaran/tidak
Mulut : Bibir pucat/tidak, lembab/kering, ada caries
gigi/tidak
Leher : ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak, ada
bendungan jugularis/tidak
Payudara : bersih/kotor, puting susu menonjol/datar/
tenggelam, colustrum sudah keluar atau belum
Abdomen : ada luka bekas operasi/tidak, striae gravidarum
ada/tidak, ada benjolan abnormal/tidak
Genetalia : Bersih/kotor, terdapat luka perineum/tidak,
pengeluaran lochea rubra/sanguinolenta/
serosa/alba
Anus : ada hemorrhoid/tidak
Ekstremitas : oedema/tidak, ada varises/tidak pada
ekstremitas atas dan bawah
b) Palpasi
Payudara : ASI (+), benjolan abnormal ada/tidak, ada nyeri
tekan/tidak
Abdomen : TFU sesuai masa involusi/tidak, diastasis rektus
abdominalis +/-
Ekstremitas : oedema/tidak, tanda Homan +/-
c) Auskultasi
Dada : wheezing +/-, ronchi +/-
d) Perkusi
Ekstremitas : refleks patella +/-
3) Pemeriksaan Bayi
Data Bayi (Sondakh, Jenny.2013:161-164) :
Penilaian BBL : Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah
bayi menderita asfiksia atau tidak.
Nama : Untuk menghindari kekeliruan
Jenis kelamin : Untuk mengetahui jenis kelamin
Tanggal lahir : Untuk mengetahui usia neonatus
BBL : BB bayi normal 2500-4000 gram
PBL : Panjang badan bayi lahir normal 48-52 cm
Suhu : Suhu bayi normal 36,5-37oC
HR : Normal 130-160 kali/menit
RR : Normal 30-60 kali/menit
LIKA : Lingkar kepala bayi normal 33-38 cm
LIDA : Lingkar dada normal 30-38 cm
LILA : Normal 10-11 cm
Pemeriksaan fisik :
Kepala : Tidak ada succedaenaum dan cephal
hematoma, sutura sudah menutup/belum
Wajah : Tidak tampak pucat dan kuning
Mata : Konjungtiva merah muda, sklera berwarna
putih
Hidung : Terdapat 2 lubang hidung, bersih/tidak, ada
pernapasan cuping hidung/tidak, ada
secret/tidak
Mulut : Reflek menghisap baik/tidak, ada
labiopalatoschizis/labioschizis / tidak
Telinga : Simetris/tidak, ada serumen/tidak
Dada : simetris / tidak, ada ronchi/tidak
Abdomen : ada kelainan/tidak, tali pusat belum
lepas/sudah belum, keadaan tali pusat
kering/basah
Genetalia : Perempuan (genetalia bersih, labia mayora
sudah menutup labioa minora), laki-laki
(testis sudah turun ke skrotum)
Anus : Tidak terdapat atresia ani
Ekstremitas : ada kelainan/tidak, ada polidactili/
sindactili/tidak, gerak aktif/tidak
4) Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang didapatkan melalui tes pada sampel yang akan di uji melalui laboratorium.
Misalnya adalah tes urin untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan gula darah dalam
darah atau tidak dan untuk mengetahui apakah terjadi protein urin atau tidak. Pemeriksaan
darah juga perlu dilakukan untuk menilai berapa hemoglobin (Hb) itu setelah melahirkan.
Normalnya pada pemeriksaan urin hasilnya akan negatif. Sedangkan untuk Hb normal saat
nifas adalah 11-12 gr% (WHO).
2.2.2 Identifikasi Diagnosa dan Masalah
Dx : P ... Ab .... Nifas hari ke ... dengan ....
Ds : Ibu melahirkan anaknya dengan persalinan normal, tanggal ....
pada jam....
Do :
Keadaan umum : baik/cukup/lemah
Kesadaran : composmentis/somnolen/koma
Tekanan darah : normal (90/60 – 130/90 mmHg)
Nadi : normal (60 – 100 x/menit)
Suhu : normal (36,5– 37,5 0c)
Pernafasan : normal (16 – 24 x/menit)
Abdomen : TFU sesuai waktu involusi uterus, kontraksi uterus baik (teraba keras),
ada nyeri tekan disamping kanan dan kiri luka operasi, tampak ada luka
bekas operasi tertutup kasa steril dan bersih
Genetalia : pengeluaran lochea, kemungkinan adanya jahitan bekas robekan jalan
lahir
Masalah Aktual (Sulistyawati, 2009 : 126) :
a. Nyeri pada luka jahitan episiotomi.
b. Rasa takut BAK/BAB akibat luka jahitan episiotomi.
c. Kurangnya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dan tali pusat.
d. Mules perut sehubungan dengan proses involusi uteri.
e. Kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang benar.
f. Kurangnya pengetahuan ibu tentang cara perawatan payudara selama masa laktasi.
2.2.3 Identifikasi Diagnosa Dan Masalah Potensial
Mengidentifikasi diagnosis atau masalah potensial yang mungkin terjadi berdasarkan masalah
atau diagnosis yang sudah diidentifikasi. Kemungkinan masalah potensial yang dialami ibu nifas
menurut Dewi dan Sunarsih (2014) adalah:
a. HPP
b. Infeksi postpartum
c. Tromboflebitis
d. Hematoma
e. Depresi postpartum

2.2.4 Identifikasi Kebutuhan Segera


Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan sesuai dengan kondisi pasien, antara lain :
a. Pemberian cairan infus
b. Dilakukan kompresi bimanual
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
2.2.5 Intervensi
Dx : P ... Ab .... Nifas hari ke ... dengan ....
Tujuan :
a. Ibu mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan fisiologis yang
terjadi.
b. Masa nifas berjalan normal tanpa komplikasi, ibu dan bayi dalam keadaan sehat.
Kriteria hasil :
a. Kontraksi uterus baik, uterus teraba tegang dan keras.
b. Tidak terjadi perdarahan post partum.
c. Tidak terjadi gangguan dalam proses laktasi atau pengeluaran ASI lancar.
d. TFU dan lochea sesuai masa involusi.
e. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi yakni REEDA.
f. Ibu BAK dan BAB tanpa gangguan.
g. Terjalin Bonding Attachment antara ibu dan bayi.
h. Ibu sanggup merawat bayinya.

Intervensi :
a. Beri tahu hasil pemeriksaan tentang kondisi ibu
R : Meningkatkan partisipasi ibu dalam pelaksanaan intervensi, selain itu penjelasan
dapat menurunkan rasa takut dan meningkatkan kontrol terhadap situasi
b. Ajarkan kepada ibu cara untuk mengurangi ketidaknyamanan yang terjadi pada masa
nifas seperti nyeri abdomen, nyeri luka perineum, konstipasi.
R : Terdapat beberapa ketidaknyamanan pada masa puerperium, meskipun dianggap
normal tetapi ketidaknyamanan tersebut dapat menyebabkan distress fisik yang
bermakna (Varney, 2007).
c. Motivasi ibu untuk istirahat cukup. Istirahat dan tidur yang adekuat (Medforth, 2012).
R : Dengan tidur yang cukup dapat mencegah pengurangan produksi ASI,
memperlambat proses involusi uteri dan memperbanyak perdarahan, depresi, dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya (Ambarwati, 2010).
d. Berikan informasi tentang makanan pilihan tinggi protein, zat besi dan vitamin. Diet
seimbang (Medforth, 2012).
R : Protein membantu penyembuhan dan regenerasi jaringan baru, zat besi membantu
sintesis hemoglobin dan vitamin C memfasilitasi absorbsi besi dan diperlukan untuk
sintesis hemoglobin. Cairan dan nutrisi yang adekuat penting untuk laktasi, untuk
membantu aktifitas gastrointestinal normal, dan mendapatkan kembali defekasi
normal dengan segera (Medforth, 2012).
e. Beritahu ibu untuk segera berkemih.
R : Urin yang tertahan dalam kendung kemih akan menyebabkan infeksi (Sulistyawati,
2011), serta kadung kemih yang penuh membuat rahim terdorong ke atas umbilikus
dan kesatu sisi abdomen dan mencegah uterus berkontraksi ( Bobak, 2005).
f. Lakukan latihan pascanatal dan penguatan untuk melanjutkan latihan selama minimal
6 minggu (Medforth, 2012). Latihan pengencangan abdomen, latihan perineum (Varney,
2007).
R : Latihan ini mengembalikan tonus otot pada susunan otot panggul (Varney, 2007).
Ambulasi dini untuk semua wanita adalah bentuk pencegahan (thrombosis vena
profunda dan tromboflebitis superficial) yang paling efektif (Medforth, 2012).
g. Anjurkan ibu untuk mobilisasi dini secara bertahap
R : Ambulasi dini mengurangi thrombosis dan emboli paru selama masa nifas
(Cunningham, 2005).
h. Menjelaskan ibu tanda bahaya masa nifas meliputi demam atau kedinginan, perdarahan
berlebih, nyeri abdomen, nyeri berat atau bengkak pada payudara, nyeri atau hangat
pada betis dengan atau tanpa edema tungkai, depresi (Varney, 2007).
R : Deteksi dini adanya komplikasi masa nifas
i. Jelaskan pada ibu tentang kunjungan berkelanjutan (Medforth, 2012), diskusikan
dengan ibu dalam menentukan kunjungan berikutnya, 1 minggu lagi jika ada keluhan.
R: Pemantauan yang rutin dapat mendeteksi secara dini adanya kelainan pada masa nifas.
Melanjutkan kontak dengan profesional asuhan kesehatan untuk dukungan personal dan
perawatan bayi (Medforth, 2012).
2.2.6 Implementasi
Pelaksanaan tindakan merupakan realitas daripada rencana tindakan yang telah ditetapkan pada
tahap perencanaan. Dalam melakukan ini, seorang bidan dapat melakukannya secara mandiri
maupun kolaborasi selama melakukan tindakan bidan mengawasi dan memonitor kemajuan
kesehatan klien. Pelaksanaan tindakan selalu diupayakan dalam waktu yang singkat, efektif, efisien
(Depkes RI, 1995 : 10).
2.2.7 Evaluasi
Menurut Depkes, (1995:57), hasil evaluasi tindakan nantinya dituliskan setiap saat pada lembar
catatan perkembangan dengan melaksanakan observasi dan pengumpulan data subyektif, obyektif,
mengkaji data tersebut dan merencanakan terapi atas hasil kajian tersebut. Jadi secara dini catatan
perkembangan berisi uraian yang berbentu SOAP, yang merupakan singkatan dari :
Dx : P... Ab... Nifas hari ke .... dengan ......
S : Menggambarkan klien setelah dilakukan implementasi
O : Menggambarkan pendokumentasian hasil implementasi
A : Menggambarkan hasil implementasi dan kriteria hasil yang telah
ditentukan
P : Merupakan penguatan kembali KIE dan melanjutkan intervensi
yang belum dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Asih dan Risneni. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyususi. Jakarta: TIM
Astuti dkk. 2015. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Jakarta: Erlangga
Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sulistyawati, Ari. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: ANDI
Yarsih, Rezeki Dwi. 2014. Jurnal tentang Pengaruh Bladder Training Terhadap Fungsi
Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) pada Ibu Postpartum Spontan di Klinik Nursyawaliah
dan Klinik Sulastri Medan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Abortus
    Abortus
    Dokumen36 halaman
    Abortus
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5
    Kelompok 5
    Dokumen17 halaman
    Kelompok 5
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Materi Aul & Maya
    Materi Aul & Maya
    Dokumen15 halaman
    Materi Aul & Maya
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Soal
    Soal
    Dokumen1 halaman
    Soal
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Makalah TTG
    Makalah TTG
    Dokumen21 halaman
    Makalah TTG
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii PNC
    Bab Ii PNC
    Dokumen28 halaman
    Bab Ii PNC
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Narkotika DLM Kehamilan
    Narkotika DLM Kehamilan
    Dokumen36 halaman
    Narkotika DLM Kehamilan
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Narkotika DLM Kehamilan
    Narkotika DLM Kehamilan
    Dokumen36 halaman
    Narkotika DLM Kehamilan
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal 2
    Jurnal 2
    Dokumen9 halaman
    Jurnal 2
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Kehamilan Ektopik Terganggu
    Kehamilan Ektopik Terganggu
    Dokumen4 halaman
    Kehamilan Ektopik Terganggu
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Makalah Fix New
    Makalah Fix New
    Dokumen32 halaman
    Makalah Fix New
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Aromaterapi
    Aromaterapi
    Dokumen12 halaman
    Aromaterapi
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Pentingnya Interpersonal Skill Dalam Komunikasi
    Pentingnya Interpersonal Skill Dalam Komunikasi
    Dokumen13 halaman
    Pentingnya Interpersonal Skill Dalam Komunikasi
    Putri Ayu Asmaningtyas Lintangsari
    Belum ada peringkat
  • BAB II Awal
    BAB II Awal
    Dokumen1 halaman
    BAB II Awal
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat
  • Managemenlaktasi
    Managemenlaktasi
    Dokumen39 halaman
    Managemenlaktasi
    Sefny Vay
    Belum ada peringkat
  • BAB II Awal
    BAB II Awal
    Dokumen1 halaman
    BAB II Awal
    Silviana Wahyu Nita Sari
    Belum ada peringkat