Anda di halaman 1dari 2

Terapi Obat Anti-Tiroid (OAT) pada penderita hipertiroid

Yang termasuk ke dalam terapi hipertiroid adalah obat anti-tiroid (OAT), terapi iodium radioaktif
(RAI), atau operasi pengangkatan kelenjar tiroid (tiroidektomi), serta obat-obatan untuk mengurangi
keluhan. Terapi yang disebut di atas tidak dapat diberikan pada penderita hipertiroid dengan nilai
tangkap tiroid yang rendah (seperti pada tiroiditis subakut).
Dokter yang sering merawat penderita hipertiroid, biasanya tidak akan memberikan OAT pada
penderita yang mengalami kelainan darah atau hepatitis (radang hati). Hal ini perlu disampaikan
kepada pasien sebelum pemberian OAT, pasien harus diberikan informasi atau penjelasan tertulis
mengenai efek samping dan komplikasi dari pemberian OAT.
Lebih dari 100 panduan berdasarkan bukti ilmiah telah disusun oleh American Thyroid Association
(ATA) dan American Association of Clinical Endocrinologist dalam menangani penderita
hipertiroid.
Obat Anti-Tiroid (OAT)
OAT (seperti: methimazole, propylthiouracil) telah digunakan untuk penderita hipertiroid sejak
tahun 1940-an. OAT pertama kali digunakan untuk mengendalikan hipertiroid pada anak, remaja,
dan ibu hamil (PTU hanya diberikan untuk ibu hamil). Pada wanita yang tidak hamil, OAT hanya
untuk mengendalikan keluhan hipertiroid, sebelum diberikan terapi RAI sebagai terapi pilihan
untuk hipertiroid. Berdasarkan survey yang dilakukan pada dokter spesialis di Amerika Serikat,
terapi pilihan yang paling sering diberikan adalah terapi RAI.
OAT menghambat proses produksi dari hormon tiroid, sehingga kadar hormon tiroid akan menurun
secara bertahap dalam waktu 2-8 minggu atau lebih. PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi
T3. T3 merupakan bentuk yang lebih aktif dari hormon tiroid. Penurunan kadar T3 dalam darah
secara cepat berhubungan dengan perbaikan keadaan umum dari penderita hipertiroid.
Penyesuaian dosis OAT dilakukan setiap 4 minggu hingga fungsi kelenjar tiroid menjadi normal.
Sebagian penderita penyakit Graves' akan sembuh setelah pemberian terapi selama 12-18 bulan,
sehingga OAT dapat dihentikan. Namun, separuh dari pasien tersebut akan mengalami kekambuhan
pada tahun berikutnya. Hipertiroid dengan nodul (penyakit Plummer dan adenoma toksik)
merupakan kondisi yang permanen sehingga tidak disarankan untuk diberikan OAT.
OAT pilihan untuk wanita penderita hipertiroid yang tidak hamil adalah methimazole. FDA telah
memberikan peringatan mengenai peningkatan risiko terjadinya gagal hati pada penderita
hipertiroid yang diberikan methimazole pada kehamilan trimester pertama. Methimazole juga
berhubungan dengan kelainan kulit pada janin ketika diberikan pada awal kehamilan, sehingga
OAT perlu diganti dengan PTU pada kehamilan trimester pertama. Setelah 12 minggu, OAT
kembali diganti dengan methimazole. Methimazole bekerja lebih efektif dan lebih lama di dalam
tubuh, sehingga cukup diberikan sekali atau dua kali sehari.
PTU masih merupakan obat pilihan untuk kondisi kegawatan tiroid seperti hipertiroid berat/krisis
tiroid karena memiliki mekanisme tambahan dengan memghambat konversi T4 menjadi T3.
Pemberian PTU dilakukan setiap 6-8 jam. Penurunan kadar T3 secara teori dapat membantu
mengurangi keluhan hipertiroid lebih cepat dibandingkan dengan methimazole. Saat kadar hormon
tiroid mencapai normal, OAT dapat langsung diganti menjadi methimazole.
Efek samping dari OAT
Efek samping dari OAT yang paling sering terjadi adalah reaksi alergi seperti demam, kulit merah,
gatal, dan nyeri sendi. Reaksi alergi ini terjadi pada 1-5% penderita yang diberikan OAT, dan
biasanya terjadi dalam minggu pertama pemberian OAT. Efek samping yang lebih berat seperti
kelainan darah, anemia, hepatitis, radang sendi, dan radang pembuluh darah seperti lupus juga dapat
terjadi pada pemberian OAT. Semua efek samping ini, kecuali kelainan darah, lebih sering terjadi
pada PTU. Kelainan darah dapat terjadi pada 0.2-0.5% penderita yang diberikan methimazole atau
PTU.
FDA menemukan 32 kasus (22 dewasa dan 10 anak-anak) yang menderita kerusakan hati setelah
pemberian PTU. Pada pasien dewasa, 12 orang meninggal dunia dan 5 orang menjalani
transplantasi hati, sedangkan pada penderita anak-anak, 1 anak meninggal dunia dan 6 anak
menjalani transplantasi hati. PTU diberikan untuk mengatasi hipertiroid akibat penyakit Graves'.
Laporan FDA ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan risiko toksisitas terhadap hati pada
pemberian PTU. Walaupun demikian, pada pemberian methimazole juga dilaporkan kejadian 5
kasus kerusakan hati yang berat (3 kasus dengan kematian).
PTU sebaiknya diberikan sebagai pilihan kedua setelah methimazole, kecuali pada penderita yang
alergi terhadap methimazole, atau pada ibu hamil semester pertama. Methimazole yang diberikan
pada ibu hamil semester pertama dilaporkan dapat menyebabkan kelainan janin, berupa kelainan
pada kulit. Oleh sebab itu pada ibu hamil semester pertama tersebut, OAT diganti dengan PTU
untuk sementara.
Pemantauan yang ketat perlu dilakukan untuk mendeteksi tanda dan gejala dari kerusakan hati,
terutama pada 6 bulan pertama pemberian OAT. Pada penderita yang dicurigai mengalami
kerusakan hati, penghentian OAT dan perawatan untuk kerusakan hati tersebut harus segera
dilakukan.
PTU sebaiknya tidak diberikan pada penderita anak-anak, kecuali penderita alergi terhadap
methimazole dan tidak ada obat pilihan lainnya.
Obat lainnya
Pada hipertiroid berat/krisis tiroid akibat penyakit Graves' atau tiroiditis subakut, pemberian obat
kontras yang mengandung iodium dapat dilakukan dengan tujuan untuk menghambat konversi T4
menjadi T3 dan pelepasan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Terapi ini merupakan pilihan yang
terakhir, karena terapi ini dapat menunda pemberian terapi RAI sebagai terapi definitif selama
beberapa minggu. SSKI (potasium iodida) 10 tetes dua kali sehari atau ipodate (1 gr/hari) dapat
diberikan sebagai terapi alternatif untuk menurunkan kadar T3 dengan cepat.
Pilihan terapi ini jangan diberikan pada penyakit Plummer dan adenoma toksik, karena hanya akan
memperburuk hipertiroidnya. Penyaki otonom ini akan bertambah buruk bila diberikan iodium
dalam jumlah tinggi.
(Translate from: Hyperthyroidism Author: Author: Stephanie L Lee, MD, PhD Stephanie L Lee,
MD, PhD Chief Editor: Chief Editor: George T Griffing, MD; medscape)

Anda mungkin juga menyukai