Atresia Ani Fix
Atresia Ani Fix
ATRESIA ANI
Disusun oleh :
Pada hari ini tanggal 22 februari 2018 di Wahana RS Annisa telah dipresentasikan portofolio oleh
:
Nama : dr. Arief Kamil
Kasus : Medik (anak)
Topik : Atresia Ani
Nama Pendamping : dr. Elwin Afandi MM, dr. Cecep Awaludin
Nama Wahana : RS Annisa Kabupaten Bekasi
No Nama Peserta Tanda tangan
1 1.
2 2.
3 3.
4 4.
5 5.
6 6.
7 7.
8 8.
9 9.
10 10.
11 11.
12 12.
13 13.
14 14.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Atresia Ani
2. Penatalaksanaan Atresia Ani
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif:
Pasien lahir di RS Annisa Cikarang secara SC dari seorang ibu G5P3A1 Gravid 31-32
minggu inpartu kala 1 fase laten dengan KPD + BSC + HDK, lahir pada jam 16.46 wib.
Bayi lahir menangis tidak kuat dan kurang aktif.
Bayi lahir dengan BB : 2500 gr, PB : 47 cm, LK : 33 cm, LILA : 10 cm, Pasien kemudian
dirawat di ruang perina dan rencana menjalani operasi pembuatan saluran BAB sementara
oleh dokter bedah.
- Objektif:
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, menangis (-)
Nadi : 120 x/menit
Pernafasan : 62 x/menit
Suhu : 36,5 0C
- Kepala : Normocephal, facies mongoloid
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
- Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, sianosis (-)
- Thorax-Kardiovaskular
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (24 januari 2018)
Hematologi :
- Hb : 17,6 gr%
- Leukosit : 14,600/mm3
- Trombosit : 225.000/mm3
- Hematokrit : 50 vol%
- Golongan darah : O Rhesus +
- GDS : 46 mg/dl
- BT : 1.00
- CT : 3.00
- Natrium : 141 mmol/L
- Kalium : 5.1 mmol/L
- Klorida : 110 mmol/L
BNO : tip rectum inferior dari sacropubis line (letak rendah)
THORAX PA Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal, Tak tampak infiltrat
- Assessment:
- NKB SMK post SC hari 0
- Atresia Ani
- Susp Syndrom Dawn
- Plan:
PENATALAKSANAAN
medikamentosa
Non-medikamentosa
FOLLOW UP
LAPORAN OPERASI
LAPORAN PEMBEDAHAN
…………………………………………………….
S : muntah (-)
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
_
Extremitas : Akral hangat, CRT <2”, pitting edema
_
A : post op colostomy e.c Atresia Ani
- Diet Asi ad lib mulai dari 5cc / 2-3 jam di naikkan bertahap bila tidak ada residu.
26 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
- -
_
- -
-
Extremitas : Akral hangat, CRT <2”, pitting edema
- Cefotaxime 3 x 150mg
- Gentamicin 2 x 6 mg
- Aminopilin 4 x 1 cc
- sanmol 3 x 50 ml
- aminofusin pediactic 50 cc/ hari
- OGT ASI/PASA 5-10 cc / 2 jam
27 januari 2018
O :
95%
baik CM - 150x/i 51 x/i 36,6C
(nasal)
Status Generalis :
_
Extremitas : Akral hangat, CRT <2”, pitting edema
_
A : post op colostomy e.c atresia ani
- Cefotaxime 3 x 150 mg
- Gentamicin 2 x 6 mg
- Aminopilin 4 x 1 cc
- sanmol 3 x 50 ml
- aminofusin pediactic 50 cc/ hari
- Call dr Rahman Sp.A dan dr Yunus Sp.B : - Acc pindah ruangan
- dr Rahman Sp.A : - KAEN 1B 10 tpm mikro
- D10 % Stop
- PASI 5-10-15 cc / 2 jam
- TTV
- O2 4 lpm jika saturasi > 95%
28 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
_
Extremitas : Akral hangat, CRT <2”, pitting edema
_
A : post op colostomy e.c Atresia Ani
- Cefotaxime 3 x 150 mg
- Gentamicin 2 x 6 mg
- Aminopilin 4 x 1 cc stop
- sanmol 3 x 50 ml
- aminofusin pediactic 50 cc/ hari
29 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
_
Extremitas : Akral hangat, CRT <2”, pitting edema
_
A : post op colostomy e.c Atresia Ani
- Cefotaxime 3 x 150 mg
- Gentamicin 2 x 6 mg
- aminofusin pediactic 50 cc/ hari
- Aff OGT
- Cek bilirubin total
30 janiari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
_
Extremitas : Akral hangat, CRT <2”, pitting edema
_
A : post op colostomy e.c Atresia Ani
- Cefotaxime 3 x 150 mg
- BLT 2x24 jam
- Aff OGT
- ASI ad lib oral
31 januari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
_
Extremitas : Akral hangat, CRT <2”, pitting edema
_
A : post op colostomy e.c Atresia Ani
1 februari 2018
O :
KU Kes TD Nd Nfs T
Status Generalis :
_
A : post op colostomy e.c Atresia Ani
A. Definisi
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna,
termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Insiden 1:5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial,
B. Embriologi
sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. endodern usus belakang ini juga membentuk
lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam
kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm
permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal,
pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh kearah kaudal, karena itu
membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis primitif, dan bagian
posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal
mencapai membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran
kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di belakang, dan membran urogenitalis
Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, yang dikenal
sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran analis koyak, dan
terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari
endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri mesentrika
inferior. Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan
ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis. Pada
garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng (Sadler T.W, 1997).
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung
sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,
transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini
tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk
mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan
anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan
lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal.
Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter (Faradilla,
2009).
C. Etiologi
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan
dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya
hubungan antara atresia ani dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal
tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat
menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik (Levitt
M, 2007).
D. Patofisilogi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 90% dengan fistula ke vagina
vesika urinaria atau ke prostat (rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak
E. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Wingspread (1984) yang dikutip Hamami, atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki – laki golongan I dibagi
menjadi 5 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel tidak ada
dan pada invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada laki – laki dibagi 5
kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. dan
kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rektum, fistel tidak ada dan pada
invertogram: udara > 1 cm dari kulit. Golongan II pada perempuan dibagi 4 kelainan yaitu
kelainan fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada. dan pada invertogram: udara < 1 cm
F. Manifestasi Klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala
1. Perut kembung.
2. Muntah.
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai
Atresia ani sangat bervariasi, mulai dari atresia ani letak rendah dimana rectum
berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat
melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan
malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada (Departement of
Sebagian besar bayi dengan atresia ani memiliki satu atau lebih abnormalitas yang
mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak
abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan
itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa
anorektal adalah
1. Kelainan kardiovaskuler.
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan atresia ani. Jenis kelainan yang paling
banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh
duodenum (1%-2%).
teratoma intraspinal.
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada atresia ani.
Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan atresia ani letak
tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan atresia ani letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER
( Oldham K, 2005).
G. Diagnosa
3. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan kelainan adalah
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia
letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa
kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi terlebih
dari kulit maka disebut letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Bila
fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan
postero sagital anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostom
terlebih dahulu.
Leape (1987) yang dikutip oleh Faradilla menyatakan bila mekonium didadapatkan
pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah . Bila
Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis\ udara, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah)
atau knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling
saluran cerna. Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera
setelah lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan termometer
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama beberapa jam
pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal
atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi tersebut
dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum tetap kolaps dan kosong.
Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang
mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk
menentukan jenis atresia ani pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai dengan
tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-
otot perineum yang sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan atresia ani letak tinggi
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan atresia ani letak rendah
meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada
anal dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya mekonium) (Levitt M,
2007).
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi
harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani
menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries
pada tahun 1982 yang dikutip oleh Faradillah memperkenalkan metode operasi dengan
pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter
eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma
psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang
dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan
USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan
pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi
yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak
a. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
b. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah
4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital
2009).
vetibulum atau vagina (80-90%). Golongan I Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar
dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar
selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan
makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila
terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan
jalan cerna.
Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit
perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II. Lubang fistel perineum biasanya terdapat
diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada di
posteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang
Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit. Dapat segera dilakukan
pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu segera dilakukan
Yang harus diperhatikan ialah adanya fitel atau kenormalan bentuk perineum dan
tidak adanya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pada anak laki dapat dibuat
kelompok dengan atau tanpa fistel urin dan fistel perineum. Golongan I. Jika ada fistel urin,
tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra
Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter.
Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rektum
tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara >
1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II.
Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus
normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila
evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis
anus, sama dengan wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan
udara < 1cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah
kelainan kongenital mayor yang menyertai. Komplikasi mayor membutuhkan reoprasi dan
kasus yang paling sering adalah repair kloaka. Komplikasi minor yang sering terjadi adalah
infeksi perineal, dehisensi luka operasi, trauma uretra atau vagina, dan trauma pada saraf
daerah pelvis. Komplikasi lanjut yang sering terjadi adalah stenosis ani, prolaps mukosa
hari. 10 hari post operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan tiap
minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran
ynag sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.
Dilatasi anus bisa dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula dengan jari kelingking
kemudian dengan jari telunjuk selama 2–3 bulan berikutnya. Penutupan kolostomi dapat
Ukura
Umur Frekuensi Dilatasi
n
1-4 bulan 12 Tiap 1 hari 1 x dalam 1 bulan
4-12 bulan 13 Tiap 3 hari 1 x dalam 1 bulan
8 – 12 bulan 14 Tiap 1 minggu 2 x dalam 1 bulan
1-3 tahun 15 Tiap 1 minggu 1 x dalam 1 bulan
3-12 tahun 16 Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan
Sko
Variabel Kondisi
r
3-5 x sehari 2
3 hari sekali 2
Kadang – kadang 2
Terus menerus 3
3. Konsistensi Normal 1
Lembek 2
Encer 3
Tidak terasa 3
Terus menerus 3
Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3
Nilai skoring 7 – 21
7 = Sangat baik
8-10 = Baik
11-13 = Cukup
>14 = Kurang
perawatan luka secara baik dan benar sehingga mengurangi resiko infeksi, melalukan
dilatasi rutin pada anus dengan cara colok dubur, konsumsi makanan bergizi dan