Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara.
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan
wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum
wanita dan dilaporkan 519.000 wanita meninggal akibatnya pada tahun 2004
(WHO, 2004). Pada tahun 2012 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 226.870
kasus kanker payudara pada wanita dengan angka kematian 39.510, dan 2.190
pada pria dengan angka kematian 410 (American Cancer Society, 2012).
Menurut data statistik Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, kanker payudara adalah kanker
terbanyak yang diderita wanita Indonesia dengan angka kejadian 26 per 100.000
wanita, disusul kanker leher rahim dengan angka kejadian 16 per 100.000 wanita
dan kanker payudara menempati urutan pertama jumlah pasien rawat inap kanker
di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim
(11,78%) (Jakarta Race, 2012).
Gejala awal kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan
jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam stadium
lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut cukup sulit dan hasilnya
seringkali tidak memuaskan. Oleh sebab itu, deteksi dini sangat penting sebagai
dasar pengendalian kasus kanker payudara, sehingga respon pengobatannya pun
akan lebih baik, dan angka harapan hidup penderita kanker payudara dapat
cenderung meningkat.
BAB II
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Eva Rina
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 35 tahun
Alamat : Gang Banding Agung no. 27 Rt 01 Rw 01 Ilir Timur 1
Palembang.
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Suku bangsa : Sumatera
MRS : 8 Agustus 2015
No. RM : 902426

1.2 ANAMNESIS (Autoanamnesis pada 14 Agustus 2015)


Keluhan Utama : Benjolan di payudara kiri yang semakin besar
Keluhan Tambahan :-
Riwayat perjalanan penyakit
± 1 tahun SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan sebesar kelereng di
payudara kiri. Nyeri (-), keluar cairan atau darah dari puting susu (-), puting
tertarik kedalam (-), warna kulit sekitar benjolan sama seperti sekitar, benjolan
dapat digerakkan (-), kulit seperti kulit jeruk (-), demam (-). Timbul benjolan
di ketiak atau ditempat lain (-), nyeri tulang (-), rasa penuh di ulu hati (-), mual
muntah (-), batuk (-), sesak (-), sakit kepala (-), pasien tidak berobat.
± 2 bulan SMRS benjolan dirasakan semakin besar hingga sebesar
telur puyuh. Nyeri (+) kadang-kadang, keluar cairan atau darah dari puting
susu (-), puting tertarik kedalam (-), warna kulit sama seperti sekitar, benjolan
dapat digerakkan (-), kulit seperti kulit jeruk (-), demam (-), nyeri tulang (-),
rasa penuh di ulu hati (-), mual muntah (-), batuk (-), sesak (-), sakit kepala (-).
Timbul benjolan di bawah ketiak kiri sebesar kacang merah, nyeri(-). Pasien
berobat ke RS. Muhammadiyah Palembang dan dilakukan biopsi eksisi pada
benjolan di payudara kiri dan di bawah ketiak kiri, lalu dirujuk ke RSMH
Palembang.

Riwayat penyakit dahulu :


 Pasien mengalami menarche saat berusia 11 tahun.
 Pasien melahirkan anak pertama pada usia 25 tahun dan anak kedua pada
usia 28 tahun.
 Pasien melakukan suntik KB selama 7 tahun.
 Riwayat menderita tumor payudara jinak sebelumnya disangkal.
 Riwayat radiasi pada daerah dada disangkal.
 Riwayat trauma pada daerah dada disangkal.
 Riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol disangkal.
 Riwayat hipertensi, DM, asma dan penyakit jantung disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama dalam keluarga

1.3 PEMERIKSAAN FISIK (14 Agustus 2015)


Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/ menit
RR : 18 x/ menit
Suhu : 36,8 oC
TB : 158 cm
BB : 48 kg
BMI : 19,2 % (normoweight)
Status Spesifik
Kepala
Mata : Konjugtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, reflek cahaya (+/+).
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga: Serumen (-/-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : JVP (5-2) mmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-).
Thorax
Jantung :I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas jantung atas pada ICS II linea parasternalis
sinistra, batas jantung kanan pada ICS IV linea
sternalis dextra dan batas jantung kiri pada ICS V
linea midklavikularis sinistra.
A : HR:88 x/menit,regular, BJ I dan II (+) normal,
murmur (-), gallop (-).
Paru :I : Statis dan dinamis simetris.
P : Stem fremitus kanan = kiri
P : Sonor pada kedua paru
A : Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen :I : Datar
A : Bising usus (+) normal
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani
Ekstremitas : Edema (-), akral pucat (-), akral hangat.
Genitalia : Tidak ada kelainan

Status Lokalis
Regio Mamma Dextra
Inspeksi:
Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitarnya, retraksi
papilla mamma (-), gambaran peau d’orange (-), nodul satelit (-), nipple
discharge (-), ulkus (-), skin dimpling (-), krusta pada areola dan papilla
mamma (-).

Palpasi:
Tidak teraba massa.

Regio Mamma Sinistra


Inspeksi:
Tidak tampak benjolan, tampak scar bekas jahitan biopsi ± sepanjang
5 cm. warna kulit sama dengan sekitarnya, retraksi papilla mamma (-),
gambaran peau d’orange (-), nodul satelit (-), nipple discharge (-), ulkus (-),
skin dimpling (-), krusta pada areola dan papilla mamma (-)

Palpasi:
Teraba massa padat, keras, ukuran ± 4 x 3 x 2 cm, permukaan rata,
berbatas tegas, nyeri tekan (-).

KGB Axilla Dextra


Inspeksi : Tidak tampak benjolan
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB

KGB Axilla Sinistra


Inspeksi : Tampak scar bekas diseksi sepanjang 2 cm
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB

KGB Infraclavicula Dextra


Inspeksi : Tidak tampak benjolan
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB

KGB Infraclavicula Sinistra


Inspeksi : Tidak tampak benjolan
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB

KGB Supraclavicula Dextra


Inspeksi : Tidak tampak benjolan
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB

KGB Supraclavicula Sinistra


Inspeksi : Tidak tampak benjolan
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 14,1 gr/dL Diff. Count : 0/1/66/27/6
Eritrosit : 4.91.106/mm3 GDS : 126 mg/dL
Leukosit : 8900/mm3 Ureum : 17 mg/dL
Trombosit : 364.000/mm3 Kreatinin : 0,72 mg/dL
Ht : 41 %
Kesan: Dalam batas normal
b. Pemeriksaan Radiologis

Pada pemeriksaan foto rontgen toraks PA didapatkan:


- Tulang-tulang/jaringan lunak tak tampak kelainan
- Bentuk dan ukuran cor normal
- Trakea : posisi, batas-batas, dan diameter dalam batas normal, tak tampak
penebalan garis, paratrakeal
- Mediastinum di tengah dan tidak melebar
- Diafragma: posisi/bentuk normal
- Tidak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru
- Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam
Kesan: Tidak tampak gambaran metastasis ke paru

7
c. Pemeriksaan USG Abdomen

8
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan:
Hepar : Bentuk dan ukuran normal, intensitas ekoparenkim
homogen, tak tampak nodul/kista, sistem portal dan
vaskuler tidak melebar, tak tampak asites.
Lien : Bentuk dan ukuran normal, intensitas ekoparenkim
homogen rata, tak tampak nodul-SOL/kista.
Ginjal kanan/kiri : Bentuk dan ukuran normal, batas korteks dan medula jelas,
tak tampak batu/kista/nodul, sistem pelviokaliseal tidak
melebar.
Uterus : Bentuk dan ukuran normal, intensitas ekoparenkim
homogen, tak tampak massa/kista.
Vesica Urinaria : Dinding tak menebal, tak tampak batu atau massa.
Kesan : Tidak tampak metastasis ke intraabdomen

d. Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan biopsi eksisi mamma sinistra:
Kesan : Invasive Ductal Carcinoma Mamma metastasis ke KGB regio
axilla sinistra.
e. Pemeriksaan Imunohistokimia
Kesan : Invasive Ductal Carcinoma Mamma grade II dengan estrogen
reseptor positif.

1.5 DIAGNOSIS
Invasive Ductal Carcinoma Mamma Sinistra T2NxM0

1.6 PENATALAKSANAAN
 Pro MRM (Modified Radical Mastectomy)
 Terapi hormonal (jika ER dan PR positif)

I. 7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad fungtionam : Dubia

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI PAYUDARA


Payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adiposa yang
tertutup kulit pada dinding anterior dada, terbagi atas lima kuadran yaitu
kuadran atas bagian medial, kuadran atas bagian lateral, kuadran bawah
bagian medial, kuadran bawah bagian lateral, dan regio puting susu (nipple).
Payudara terletak di atas otot pektoralis mayor dan melekat pada otot tersebut
melalui selapis jaringan ikat. Ukuran payudara bergantung pada variasi jumlah
jaringan lemak dan jaringan ikat, bukan pada jumlah glandularnya. Struktur
payudara terdiri dari :
a. Jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus mayor, setiap lobus
dialiri
duktus laktiferusnya sendiri yang membesar menjadi sinus lakteferus
(ampula).
b. Lobus-lobus dikelilingi jaringan adipose dan dipisahkan oleh ligament
suspensorium cooper (berkas jaringan ikat fibrosa).
c. Lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap lobulus
kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang berakhir di alveoli
sekretori.
d. Puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut membentang keluar sekitar 1
cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola.

Batas anatomi payudara


- Batas superior : Costa II atau Costa III
- Batas inferior : Costa VI atau Costa VII
- Batas medial : Linea parasternalis
- Batas lateral : Linea axillaris anterior

Vaskularisasi dan aliran limfatik payudara


- Suplai darah berasal dari arteri mammaria interna, yang merupakan
cabang arteri subklavia. Suplai darah tambahan berasal dari arteri
axillaris melalui cabang arteri torakalis lateralis, arteri torako
dorsalis, dan arteri torako akromialis. Aliran darah balik melalui vena
mengikuti perjalanan arteri ke vena mammaria interna dan cabang-
cabang vena axillaris menuju vena kava superior.
- Aliran limfe pada payudara dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok aksila dan kelompok mammaria interna, 97% kelenjar
limfatik menuju kelenjar getah bening aksila, sedangkan 3% menuju
kelenjar getah bening mammaria interna.
3.2 FISIOLOGI PAYUDARA
Perkembangan dan fungsi payudara diinisiasi oleh stimulasi berbagai
hormon: estrogen, progesteron, prolaktin, hormon tiroid, kortisol, dan growth
hormone. Hormon yang utama ialah estrogen, progesteron, dan prolaktin.
Estrogen diketahui menstimulasi perkembangan duktus payudara, progesteron
menginisiasi perkembangan lobulus dan differensiasi sel, dan prolaktin
menstimulasi laktogenesis pada akhir kehamilan dan postpartum. Secara
siklus, volume payudara mengalami puncaknya pada pertengahan kedua siklus
menstruasi dimana terjadi kongesti vaskular dan proliferasi lobulus. Selama
masa kehamilan dan laktasi alveoli dan lobulus berproliferasi sama seperti
duktusnya. Puting dan areola menjadi lebih gelap dan galandula Montgomery
(kelenjar lemak pada permukaan areola) semakin menonjol. Oksitosin dan
isapan pada puting yang memacu pembentukan prolaktin berperan pada
pembentukan dan pengeluaran ASI. Pada menopause, terjadi penurunan
estrogen dan progesteron dari ovarium, sehingga kelenjar payudara
mengalami involusi dan digantikan oleh lemak.

3.3 KANKER PAYUDARA


Kanker Payudara adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan
payudara. Kanker ini bisa mulai tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu,
jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara. Terdapat beberapa jenis
kanker payudara:
a. Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)
Ductal carcinoma in situ (DCIS) dianggap kanker payudara non-
invasif atau pra-invasif. Pada kenker jenis ini sel-sel yang berjajar di
duktus terlihat seperti sel-sel kanker. Perbedaan antara in situ dan invasif
adalah bahwa sel tidak menyebar (menginvasi) melalui dinding duktus ke
sekitar jaringan payudara. Karena belum menyerang, DCIS tidak dapat
menyebar (metastasis) ke luar payudara. DCIS dianggap sebagai pra-
kanker karena pada beberapa kasus dapat menjadi kanker invasif.

b. Invasive Ductal Carcinoma (IDC)


Invasive Ductal Carcinoma (IDC) adalah jenis yang paling umum
terjadi. Kanker jenis ini berasal dari duktus payudara, menerobos dinding
duktus, dan tumbuh ke dalam jaringan lemak payudara. Pada titik ini,
mungkin dapat menyebar (metastasis) ke organ lain dalam tubuh melalui
sistem limfatik dan aliran darah. Sekitar 8 dari 10 kanker payudara invasif
adalah IDC.

c. Invasive Lobular Carcinoma (ILC)


Invasive Lobular Carcinoma (ILC) berasal dari lobus payudara.
Seperti pada Invasive Ductus Carcinoma (IDC), kanker jenis ini juga
dapat menyebar (metastasis) ke organ lain dalam tubuh. Sekitar 1 dari 10
kanker payudara invasif adalah ILC.

d. Inflammatory Breast Cancer (IBC)


Kanker jenis ini jarang ditemukan, hanya sekitar 1% hingga 3%
dari seluruh kanker payudara. Biasanya tidak ada benjolan tunggal atau
tumor. Sebaliknya, Inflammatory Breast Cancer (IBC) membuat kulit pada
payudara terlihat merah dan terasa hangat. Selain itu, juga dapat membuat
kulit payudara menebal seperti kulit jeruk. Hal ini disebabkan oleh sel-sel
kanker menghalangi kelenjar limfe di kulit.

e. Paget Disease
Kanker jenis ini berasal dari duktus payudara dan menyebar ke
kulit puting lalu ke areola. Sangat jarang terjadi, terhitung hanya sekitar
1% dari semua kasus kanker payudara. Kulit puting dan areola tampak
merah dan bersisik. Penderita juga dapat merasakan gatal dan rasa
terbakar pada areolanya.
Paget disease hampir selalu dikaitkan dengan Ductal Carcinoma In
situ (DCIS) dan Invasive Ductal Carcinoma (IDC).

f. Phyllodes Tumor
Jenis tumor yang jarang ditemukan ini berkembang dalam stroma
(jaringan ikat) payudara, berbeda dengan karsinoma, yang berkembang di
duktus atau lobulus. Tumor ini biasanya jinak, namun dapat menjadi
ganas.

g. Angiosarcoma
Bentuk kanker berasal dari sel yang melapisi pembuluh darah atau
pembuluh getah bening. Jarang terjadi pada payudara. Ketika hal itu
terjadi, biasanya berkembang sebagai komplikasi dari terapi radiasi
sebelumnya. Angiosarcoma adalah komplikasi yang sangat jarang dari
terapi radiasi payudara yang dapat berkembang selama 5 sampai 10 tahun
setelah radiasi.

3.4 EPIDEMIOLOGI
Data registrasi kanker di RS Kanker Dharmais tahun 2003-2007
menunjukkan bahwa kanker payudara memiliki frekuensi tertinggi dari
seluruh kanker yang ditemukan dengan frekuensi relatif sebesar 26%. Di
antara keganasan pada wanita, frekuensi relatif kanker payudara mencapai
42% sedangkan kanker leher rahim 19%. Perkiraan angka kematian akibat
kanker payudara di Indonesia adalah 18,6/100.000. Sebagian besar penderita
kanker payudara di Indonesia berobat dalam stadium lanjut seperti yang
terlihat pada laporan angka kejadian kanker payudara di RS kanker Dharmais
menurut stadium sebagai berikut: stadium I 6%, stadium II 18%, stadium III
44%, stadium IV 32%.

3.5 FAKTOR RISIKO


Penyebab kanker payudara secara pasti tidak diketahui, namun ada
beberapa faktor risiko yang berperan. Faktor risiko kanker payudara terbagi
menjadi faktor yang dapat dan tidak dapat diubah.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
a. Jenis kelamin
Kanker payudara seratus kali lebih banyak pada wanita
dibandingkan laki-laki.

b. Usia
Sama seperti kanker yang lain, insiden kanker payudara meningkat
seiring peningkatan usia. Kanker payudara hanya terjadi sekali-sekali pada
usia belasan tapi pada usia berikutnya kejadiannya meningkat. Risiko
kumulatif dari perkembangan kanker payudara pada usia 20-40 tahun
sebesar 0,5%, 50-70 tahun sebesar 5%. Angka tersebut menunjukkan fakta
bahwa mayoritas pasien mengalami ca mamme di atas usia 50 tahun.
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Resiko
terbesar ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.

c. Kanker payudara sebelumnya


Perkembangan kanker payudara sekunder dapat sebagai
manifestasi klinis dari ca primer multifokal atau sebagai ca yang baru.
Risiko relative perkembangan ca sekunder pada 20 tahun setelah diagnosis
awal ialah 1,2-1,5. Risiko ini terjadi paling banyak pada wanita usia muda
dengan diagnosis kanker payudara sebelum usia 40. Wanita yang pernah
menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki resiko tertinggi
untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena
diangkat, maka resiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat
meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.

d. Riwayat keluarga dan predisposisi genetik


Riwayat keluarga kanker payudara dikaitkan dengan peningkatan
risiko menderitanya. Risiko tersebut paling tinggi pada pasien dengan
hubungan tingkatan pertama (ibu atau saudara perempuan), khususnya jika
penyakit berkembang pada usia sebelum 50 tahun. Wanita yang ibu,
saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki resiko 3 kali
lebih besar untuk menderita kanker payudara.
Telah ditemukan 2 varian gen yang tampaknya berperan dalam
terjadinya kanker payudara, yaitu BRCA1 dan BRCA2. Jika seorang wanita
memiliki salah satu dari gen tersebut, maka kemungkinan menderita
kanker payudara sangat besar. Gen lainnya yang juga diduga berperan
dalam terjadinya kanker payudara adalah p53, BARD1, BRCA3 dan Noey2.
Kenyataan ini menimbulkan dugaan bahwa kanker payudara disebabkan
oleh pertumbuhan sel-sel yang secara genetik mengalami kerusakan.
Terdapat 5% dari total pasien mempunyai kaitan dengan faktor genetik.
Sekitar 20% wanita yang didiagnosis kanker payudara punya paling
sedikit satu anggota keluarga yang menderita.

e. Faktor hormonal
Faktor ini mungkin berhubungan dengan jumlah siklus menstruasi
dimana payudara terekspos. Faktor hormonal penting karena hormon
memicu pertumbuhan sel. Kadar hormon yang tinggi selama masa
reproduktif wanita, terutama jika tidak diselingi oleh perubahan hormonal
karena kehamilan, tampaknya meningkatkan peluang tumbuhnya sel-sel
yang secara genetik telah mengalami kerusakan dan menyebabkan kanker.
Hormon, khususnya hormon seks steroid estrogen, progesteron dan
testosteron, telah diketahui sebagai promotor kanker payudara,
endometrium, ovarium, dan prostat. Data meunjukkan bahwa estrogen
secara langsung berperan atau berkontribusi terhadap perkembangan
kanker payudara. Estrogen bisa berasal dari ovarium (premenstruasi),
adrenal (postmenopause), dan dari payudara itu sendiri (dengan
aromatisasi androgen menjadi estrogen). Banyak faktor yang dapat
meregulasi sintesis estradiol tapi yang paling penting adalah derajat
obesitas yang dapat meningkatkan proses aromatisasi dalam payudara.
Estrogen dapat menginisiasi proses mutasi gen dan juga meningkatkan
pembelahan sel yang sudah mengalamai mutasi gen. Intake alkohol dapat
meningkatkan risiko mungkin karena menurunkan estradiol clearence.
Dari data penelitian didapatkan bahwa risiko kanker payudara lebih besar
pada penggunaan kombinasi estrogen dan progesteron daripada estrogen
sendiri.

f. Riwayat menarche dan menopause


Wanita dengan menarche sebelum usia 12 punya risiko relatif 2,30
dibandingkan dengan setelah usia 12. Risiko menurun seiring dengan
peningkatan usia menarche. Cepatnya usia menarche, khususnya di negara
bagian barat, mungkin sebagai akibat dari peningkatan nutrisi dan
kesehatan umum, diperkirakan penting berkaitan dengan bervariasinya
insiden kanker payudara secara demografi.
Risiko relatif perkembangan kanker payudara sebesar 0,5% pada
wanita dengan menopause sebelum usia 45 tahun, dibandingkan dengan
wanita yang tetap menstruasi setelah usia 55 tahun. Menopause buatan
dengan oophorectomy juga menurunkan risiko kanker payudara.
Semakin dini menarche, semakin besar resiko menderita kanker
payudara. Semakin lambat menopause dan kehamilan pertama, semakin
besar resiko menderita kanker payudara.

g. Irradiasi
Peningkatan risiko muncul setelah masa laten, 10-15 tahun. Efek
tersebut lebih tampak pada wanita yang terekspos irradiasi sebelum usia
35 tahun dan sedikit pada wanita yang terekspos setelah usia 40 tahun.
Pemaparan terhadap penyinaran (terutama penyinaran pada dada),
pada masa kanak-kanak bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara.

Faktor risiko yang dapat diubah :


a. Kontrasepsi oral dan hormone replacement therapy
Meta-analisis telah menunjukkan risiko relatif dari perkembangan
kanker payudara dengan konsumsi kontrasepsi oral sebesar 1,24. Ketika
berhenti, angka tersebut menurun menjadi 1,01 setelah 10 tahun.
Hormone replacement therapy telah ditunjukkan dengan meta-
analisis berkaitan dengan peningkatan risiko menjadi kanker payudara,
walaupun risiko tidak lebih dari 5 dan penggunaan selama 10 tahun.
Pil KB bisa sedikit meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara, yang tergantung kepada usia, lamanya pemakaian dan faktor
lainnya. Belum diketahui berapa lama efek pil akan tetap ada setelah
pemakaian pil dihentikan.

b. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol jelas terkait dengan peningkatan risiko
berkembangnya kanker payudara. Risiko meningkat dengan jumlah
alkohol yang dikonsumsi. Dibandingkan dengan bukan peminum, wanita
yang mengkonsumsi 1 gelas alkohol per hari memiliki risiko sangat
rendah. Wanita yang mengkonsumsi 2 sampai 5 gelas per hari memiliki
sekitar 1½ kali risiko dari wanita yang tidak minum alkohol.

c. Aktivitas fisik
Bukti yang berkembang bahwa aktivitas fisik dalam bentuk latihan
mengurangi risiko kanker payudara. Dalam suatu studi dari Perempuan
Women’s Health Initiative, sedikitnya 1,5-2,5 jam per minggu dari jalan
cepat mengurangi risiko sebesar 18%.

3.6 GEJALA
Gejala dan tanda penyakit payudara:
a. Nyeri
- Tergantung daur haid: dapat fisiologis atau kelainan fibrokistik.
- Tidak tergantung daur haid: dapat tumor jinak / ganas atau infeksi.
Nyeri ini dapat menunjukkan adanya penekanan pada syaraf,
pembuluh darah atau jaringan sekitar sehingga menyebabkan
hipoksia, akumulasi asam laktat dan mungkin kematian sel. Selain itu
sel kanker dapat juga mengeluarkan enzim proteolitik sehingga
merusak sel sekitarnya yang memicu adanya respon inflamasi.
b. Benjolan
- Keras: dapat FAM dan kista jika permukaannya licin atau kanker dan
inflamasi noninfektif jika permukaannya berbenjol.
- Kenyal: dapat kelainan fibrokistik.
- Lunak: dapat lipoma.
c. Perubahan kulit
- Bercawak: sangat mencurigakan karsinoma.
- Benjolan kelihatan:dapat kista, karsinoma, FAM besar.
- Kulit jeruk: di atas benjolan kanker (khas).
- Kemerahan: dapat infeksi (jika panas).
d. Kelainan puting atau areola
- Retraksi: fibrosis karena kanker atau nekrosis lemak.
- Eksema: unilateral penyakit paget (khas kanker).
e. Keluar cairan
- Seperti susu: kehamilan atau laktasi.
- Jernih: normal.
- Hijau: dapat perimenopause, pelebaran duktus, kelainan fibrokistiok.
- Hemorrhagik: dapat karsinoma dan papilloma intraduktus.

Lebih spesifik pada kanker payudara stadium awal, keluhan bisa


tidak ada. Jika ada biasanya berupa benjolan yang dirasakan berbeda dari
jaringan payudara di sekitarnya, jika didorong oleh jari tangan benjolan
bisa digerakkan dengan mudah di bawah kulit, tidak menimbulkan nyeri
dan memiliki pinggiran yang tidak teratur. Pada stadium lanjut, benjolan
biasanya melekat pada dinding dada atau kulit di sekitarnya. Pada stadium
ini, bisa terbentuk benjolan yang membengkak atau borok di kulit
payudara. Kadang kulit diatas benjolan mengkerut dan tampak seperti kulit
jeruk. Dimpling atau cekungan (akibat infiltrasi ke ligamentum Cooper),
retraksi puting, nodul satelit, ulserasi dan kelainan kulit lainnya bisa juga
terjadi. Selain itu dapat juga ditemukan gejala lain seperti benjolan atau
massa di ketiak nyeri tulang, pembengkakan lengan, penurunan berat
badan.

3.7 SKRINNING
Kanker pada stadium awal jarang menimbulkan gejala, karena itu
sangat penting untuk melakukan penyaringan. Beberapa prosedur yang
digunakan untuk penyaringan kanker payudara:

a. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri).


Bagi wanita yang masih mengalami menstruasi, waktu yang paling
tepat untuk melakukan SADARI adalah 7-10 hari setelah hari pertama
menstruasi. Bagi wanita pasca menopause, SADARI bisa dilakukan kapan
saja, tetapi secara rutin dilakuka setiap bulan.
Cara melakukan SADARI :
1. Berdiri di depan cermin, perhatikan payudara. Dalam keadaan normal,
ukuran payudara kiri dan kanan sedikit berbeda. Perhatikan perubahan
perbedaan ukuran antara payudara kiri dan kanan dan perubahan pada
puting susu (misalnya tertarik ke dalam) atau keluarnya cairan dari
puting susu. Perhatikan apakah kulit pada puting susu berkerut.

2. Masih berdiri di depan cermin, kedua telapak tangan diletakkan di


belakang kepala dan kedua tangan ditarik ke belakang. Dengan posisi
seperti ini maka akan lebih mudah untuk menemukan perubahan kecil
akibat kanker. Perhatikan perubahan bentuk dan kontur payudara,
terutama pada payudara bagian bawah.

3. Kedua tangan di letakkan di pinggang dan badan agak condong ke arah


cermin, tekan bahu dan sikut ke arah depan. Perhatikan perubahan
ukuran dan kontur payudara.

4. Angkat lengan kiri. Dengan menggunakan 3 atau 4 jari tangan kanan,


telusuri payudara kiri. Gerakkan jari-jari tangan secara memutar
(membentuk lingkaran kecil) di sekeliling payudara, mulai dari tepi
luar payudara lalu bergerak ke arah dalam sampai ke puting susu.
Tekan secara perlahan, rasakan setiap benjolan atau massa di bawah
kulit. Lakukan hal yang sama terhadap payudara kanan dengan cara
mengangkat lengan kanan dan memeriksanya dengan tangan kiri.
Perhatikan juga daerah antara kedua payudara dan ketiak.

5. Tekan puting susu secara perlahan dan perhatikan apakah keluar cairan
dari puting susu. Lakukan hal ini secara bergantian pada payudara kiri
dan kanan.

6. Berbaring terlentang dengan bantal yang diletakkan di bawah bahu kiri


dan lengan kiri ditarik ke atas. Telusuri payudara kiri dengan
menggunakan jari-jari tangan kanan. Dengan posisi seperti ini,
payudara akan mendatar dan memudahkan pemeriksaan. Lakukan hal
yang sama terhadap payudara kanan dengan meletakkan bantal di
bawah bahu kanan dan mengangkat lengan kanan, dan penelusuran
payudara dilakukan oleh jari-jari tangan kiri.
b. Mammografi atau Ultrasonografi

Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk menentukan kelainan


payudara. Mammografi dilakukan pada wanita dengan usia diatas 40
tahun. USG dipakai untuk melengkapi mammografi. Jika mammografi
tidak tersedia, maka USG secara selektif dapat dipakai sebagai modalitas
dalam deteksi dini atau skrining kanker payudara. Pemeriksaan
mammografi dilakukan pada hari ke 7-10 hari setelah haid hari pertama.

c. MRI payudara
Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada
mammografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan
skrining karena biaya yang mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan
lama. Akan tetapi tambahan pemeriksaan MRI sebagai skrining dapat
dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat, pada
payudara dengan implant, dan wanita dengan risiko tinggi kanker
payudara.

3.8 DIAGNOSIS
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam diagnosis kanker
payudara yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mengidentifikasi identitas penderita,
faktor risiko, perjalanan, penyakit, tanda dan gejala kanker payudara.
Keluhan-keluhan kanker payudara pada umummnya adalah:
- Sebagian besar berupa benjolan yang padat dan keras
- Perubahan bentuk puting : retraksi puting, nipple discharge, eksem
sekitar puting
- Perubaan kulit : lesung pada kulit, retraksi kulit, peau d’orange,
ulkus, eritem, nodul satelit.
- Benjolan di regio aksila
- Keluhan tambahan, berhubungan dengan metastasisnya, meliputi
nyeri tulang (misalnya vertebra, femur), rasa penuh ulu hati, batuk,
sesak, sakit kepala hebat, dan keluhan lainnya.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dikerjakan setelah anamnesa yang baik dan
terstruktur selesai dilakukan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mendapat
tanda-tanda kelainan (keganasan) yang dikirakan melalui anamnesa atau
yang langsung didapat.
Sebaiknya dilakukan 1 minggu dari hari terakhir menstruasi karena
pada saat ini pengaruh hormonal terhadap payudara minimal. Hal-hal yang
perlu kita lakukan ialah:
- Pemeriksaan status generalis
- Pemeriksaan status lokalis, meliputi:
1. Posisi tegak (duduk)
Lengan penderita jatuh bebas di samping tubuh, pemeriksa
berdiri di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada
inspeksi dilihat simetri payudara kiri dan kanan, perubahan kulit
berupa peau d’orange, kemerahan, dimpling, edema, ulserasi dan
nodul satelit, kelainan puting susu seperti retraksi, erosi, krusta
dan adanya discharge.

2. Posisi berbaring
Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh
tersebar rata di atas lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung
diganjal dengan bantal kecil terutama pada penderita yang
payudaranya besar. Palpasi dilakukan dengan mempergunakan
falang distal dan falang medial jari II, III dan IV yang dikerjakan
secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga kedua sampai ke
distal setinggi iga keenam, juga dilakukan pemeriksaan daerah
sentral subareolar dan papil. Palpasi juga dapat dilakukan dari tepi
ke sentral (sentrifugal) berakhir di daerah papil. Terakhir diadakan
pemeriksaan kalau ada cairan keluar dengan menekan daerah
sekitar papil. Pemeriksaan dengan rabaan halus akan lebih teliti
daripada dengan rabaan kuat karena rabaan halus akan dapat
membedakan kepadatan massa payudara. Pada pemeriksaan ini
ditentukan lokasi tumor berdasarkan kuadran payudara (lateral
atas, lateral bawah, medial atas, medial bawah, dan daerah
sentral), ukuran tumor (diameter terbesar), konsistensi,
permukaan, bentuk dan batas-batas tumor, jumlah tumor serta
mobilitasnya terhadap jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada.

- Pemeriksaan KGB regional: ditentukan status KGB aksila,


supraklavikuler dan infraklavikuler yaitu jumlah, ukuran, konsistensi,
terfiksir satu sama lain atau dengan jaringan sekitar. Ketika
memeriksa, pasien dalam posisi duduk dan pemeriksa berada di
depan pasien. Aksila kanan diperiksa dengan menggunakan tangan
kanan pemeriksa dan sebaliknya.
- Pemeriksaan organ lain: berkaitan dengan daerah yang dicurigai
metastasis (paru, tulang, hepar, otak dan lain-lain).

c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiodiagnostik atau imaging
Dapat dibedakan menjadi dua:
- Direkomendasikan
a. USG payudara dan mammografi untuk tumor > 3 cm
b. Foto toraks
c. USG abdomen (hepar)
- Atas indikasi (optional)
a. Bone scanning atau bone survey bila sitologi atau klinis sangat
mencurigakan pada tumor > 5 cm
b. CT Scan

2. Pemeriksaan sitologi (Fine Needle Aspiration Biopsy)


Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik dicurigai
ganas.

3. Pemeriksaan histopatologi (gold standard diagnostic)


Dapat dilakukan dengan potong beku dan atau paraffin. Bahan
pemeriksaannya dapat diambil melalui:
a. Core biopsy
b. Biopsi eksisional untuk tumor ukuran < 3 cm
c. Biopsi insisional untuk tumor ukuran > 3 cm sebelum operasi
definitifatau inoperable
d. Spesimen mastektomi disertai pemeriksaan KGB
e. Spesimen immunohistokimia: ER, PR, c-erbB-2 (HER-2 neu),
cathepsin-D, p53 (situasional)
4. Laboratorium
Berupa pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia
darah sesuai dengan perkiraan metastasis.

3.9 STADIUM KLINIS


Stadium klinis dapat digunakan untuk menentukan jenis pengobatan
dan perkiraan prognosis.
Penetapan stadium kanker dapat dengan berbagai cara tetapi yang
paling umu dan mudah diaplikasikan adalah dengan sistem TNM. Stadium
kanker payudara berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC)
edisi 7 tahun 2010 dibagi menjadi:
T = ukuran tumor primer
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terdapat tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis (Paget) Penyakit paget pada puting tanpa adanya tumor
T1 Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya ≤ 2 cm
T1mic Adanya mikroinvasi ukuran ≤ 0,1 cm
T1a Tumor dengan ukuran > 0,1 - 0,5 cm
T1b Tumor dengan ukuran > 0,5 – 1 cm
T1c Tumor dengan ukuran > 1 – 2 cm
T2 Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya > 2 – 5 cm
T3 Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya > 5 cm
Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi lansung ke dinding
T4
dada atau kulit
T4a Ekstensi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis)
Edema (termasuk peau d’ orange), ulserasi, nodul satelit pada
T4b
kulit yang terbatas pada 1 payudara
T4c Mencakup kedua hal di atas
T4d Mastitis karsinomatosa
N = Kelenjar getah bening regional
Nx KGB regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya)
N0 Tidak terdapat metastasi KGB
N1 Metastasi KGB aksila ipsilateral yang mobil
N2 Metastasiske KGB aksila ipsilateral terfiksir,
berkonglomerasi, atau adanya pembesaran KGB mamaria
interna ipsilateral (terdeteksi secar klinis, dengan
pemeriksaan fisik atau imaging (di luar limfoscintigrafi))
Metastasispada KGB aksila terfiksir atau berkonglomerasi
N2a
atau melekat ke struktur lain
Metastasis hanya pada KGB mamria interna ipsilateral secara
N2b
klinis dan tidak terdapat metastasis pada KGB aksila
Metastasis pada KGB infraklavikular ipsilateral dengan atau
tanpa metastasis KGB aksila atau klinis terdapat metastasis
pada KGB mamaria interna ipsilateral klinis dan metastasis
N3
pada KGB aksila; atau metastasis pada KGB supraklavikula
ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada KGB
aksila/mamaria interna.
N3a Metastasis ke KGB infraklavikular ipsilateral
N3b Metastasis ke KGB mamaria interna dan KGB aksila
N3c Matastasis ke KGB supraklavikula
Patologi (pN)a
KGB regional tidak bias dinilai (telah diangkat sebelumnya
pNx
atau tidak diangkat)
Tidak terdapat metastasis ke KGB secara patologi, tanpa
pN0
pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (ITC)
pNO(i-) Tidak terdapat metastasisKGB secara histologis, IHC negatif.
Tidak terdapat metastasisKGB secara histologis, IHC positif.
pNO(i+)
Tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm.
Tidak terdapat metastasisKGB secara histologis, pemeriksaan
pNO(mol-)
molecular negatif (RT-PCR)b
pNO(mol+ Tidak terdapat metastasisKGB secara histologis, pemeriksaan
) molecular positif 9RT-PCR).
Metastasis pada 1-3 KGB aksila dan atau KGB mamaria
interna (klinis negatif yaitu tidak terdeteksi dengan
pN1 pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan
pemeriksaan fisik) secara mikroskopis yang terdeteksi
dengan sentinel node diseksi.
pN1mic Mikrometastasis (> 0,2 – 2,0 mm).
pN1a Metastasis pada KGB aksila 1-3 buah.
pN1b Metastasis pada KGB (klinis negatif yaitu tidak terdeteksi
dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan
pemeriksaan fisik) secara mikroskopis yang terdeteksi
dengan diseksi sentinel node.
Metastasis pada 1-3 KGB aksila dan KGB mamaria interna
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara
pN1c klinis negatif (jika terdapat > 3 buah KGB aksila yang
positif, maka KGB mamaria interna diklasifikasikan sebagai
pN3b untuk menunjukkan peningkatan besarnya tumor).
Metastasis pada 4-9 KGB aksila atau secara klinis terdapat
pN2 pembesara KGB mamaria interna tanpa metastasis KGB
aksila.
Metastasis pada 4-9 KGB aksila (paling kurang terdapat 1
pN2a
deposit tumor lebih dari 2,0 mm).
Metastasis pada KGB mamaria interna secara klinis tanpa
pN2b
metastasis KGB aksila.
Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila; atau
infraklavikula atau metastasis KGB mamria interna (klinis)
pada satu atau lebih KGB aksila yang positif; atau pada
pN3
metastasis KGB aksila yang positif lebih dari 3 dengan
metastasis mikroskopis KGB mamaria interna negatif; atau
pada KGB supraklavikula.
Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila (paling kurang
pN3a pusat deposit tumor lebih dari 2,0 mm), atau metastasis pada
KGB infraklavikula.
Metastasis KGB mamria interna ipsilateral (klinis) dan
metastasis pada KGB aksila 1 atau lebih; atau metastasis
pN3b pada KGB aksila 3 buah dengan terdapat metastasis
mikroskopis pada KGB mamaria interna yang terdeteksi
dengan diseksi sentinel node yang secara klinis negatif.
pN3c Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral
M = metastasis jauh
Mx Metastasis jauh belum dapat dinilai
M0 Tidak terdapat metastasisjauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Stadium
Stadium T N M
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
T0 N1 M0
IIA T1 N1 M0
T2 N0 M0
T2 N1 M0
IIB
T3 N0 M0
T0 N2 M0
T1 N2 M0
IIIA T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
T4 N0 M0
IIIB T4 N1 M0
T4 N2 M0
IIIC Tiap T N3 M0
IV Tiap T Tiap N M1

3.10 PENATALAKSANAAN
a. Terapi operatif
1. Breast Conserving Treatment
Yang termasuk BCS adalah :
- Lumpektomi: pengangkatan tumor dan sejumlah kecil jaringan
normal di sekitarnya
- Eksisi luas atau mastektomi parsial: pengangkatan tumor dan
jaringan normal di sekitarnya yang lebih banyak
- Kuadrantektomi: pengangkatan seperempat bagian payudara

Indikasi BCS sebagai berikut :


- T = 3 cm
- Pasien menginginkan untuk mempertahankan payudaranya

Syarat BCS yaitu:


- Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent

- Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan


- Tumor tidak terletak sentral

- Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik


untuk kosmetik pasca BCS

- Mammografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi atau tanda


keganasan lain yang difus (luas)

- Tumor tidak multiple

- Belum pernah terapi radiasi di dada

- Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen

- Terdapat sarana radioterapi yang memadai

2. Mastectomy
Yang termasuk mastektomi sebagai berikut:
- Simple mastectomy yaitu pengangkatan seluruh jaringan payudara
dimana otot dibawah payudara dibiarkan utuh dan disisakan kulit
yang cukup untuk menutup luka bekas operasi. Rekonstruksi
payudara lebih mudah dilakukan jika otot dada dan jaringan lain
dibawah payudara dibiarkan utuh. Prosedur ini biasanya digunakan
untuk mengobati kanker invasif yang telah menyebar luar ke dalam
saluran air susu, karena jika dilakukan pembedahan breast-
conserving, kanker sering kambuh.
- Modified radical mastectomy yaitu pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor, kompleks puting-areola dan fasia
pektoralis, disertai diseksi kelenjar getah bening aksilaris tipe I-II
secara satu kesatuan. Indikasi tindakan ini adalah kanker payudara
stadium I-IIIB.
- Classic Radical Mastectomy yaitu tindakan pengangkatan payudara
beserta tumor, kulit di atas tumor, kompleks puting-areola, otot
pektoralis mayor dan minor, serta kelenjar getah bening aksilaris
level I, II, III secara satu kesatuan. Indikasi tindakan ini adalah
kanker payudara stadium IIIB yang masih operable.

b. Terapi radiasi
Terapi radiasi atau radioterapi menggunakan sinar pengion untuk
membunuh sel kanker.
Indikasi :
- Kanker payudara dengan tumor besar atau lanjut lokal (d >5cm)
- Kanker payudara dengan hasil PA invasi perinodal I pada KGB aksila
- Jumlah KGB yang termetastasis lebih dari 3
- Sebagai bagian dari terapi BCT
- Sebagai terapi neoadjuvant pada kanker payudara lanjut lokal
- Sebagai terapi simptomatik dan paliatif

c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan obat sitotoksik
antineoplasma. Kemoterapi mempunyai efek sistemik oleh karena itu
indikasinya adalah sebagai berikut:
- Sebagai terapi primer pada kanker payudara stadium IV dengan
hormonal reseptor negatif.
- Sebagai terapi neoadjuvan pada kanker payudara stadiu lanjut lokal,
baik resectable maupun non resectable.
- Sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara yang menjalani
pembedahan dan mempunyai kecenderungan untuk terjadinya
kekambuhan dengan mempertimbangkan faktor prediktif dan
prognostik.

d. Terapi hormon
Terapi hormon adalah terapi sistemik kanker payudara yang
ditujukan pada sel kanker yang memiliki reseptor hormon positif.
Definisi reseptor hormon positif adalah ER dan atau PR yang positif >
1% dengan pewarnaan imunohistokimia. Status menopause pasien harus
dipertimbangkan dalam memilih terapi hormon (pramenopause atau
pascamenopause).
Pemberian obat-obatan untuk terapi hormon pada kanker payudara
berdasarkan reseptor hormon positif dan dibedakan menurut status
menopause pasien. Pada pasien pasca menopause pemberian aromatase
inhibitor atau pemberian tamoxifen mempunyai angka survival yang
sama (ATAC trial). Sedangkan pada pasien premenopause stadium IV
kombinasi supresi atau ablasi ovarium dan tamoxifen telah menjadi
standar.

3.11 PROGNOSIS
Stadium TNM pada kanker payudara merupakan indikator yang paling
dapat diandalkan pada prognosis. Survival rate (%) pada pasien dengan
kanker payudar berdasarkan stadium TNM yaitu sebagai berikut:
Stadium TNM Five years Ten years
0 95 90
I 85 70
IIA 70 50
IIB 60 40
IIIA 55 30
IIIB 30 20
IV 5-10 2

3.12 FOLLOW UP
Beberapa hal yang dilakukan:
1. Jadwal kontrol :
tiap 2 bulan pada tahun I dan II, tiap 3 bulan pada tahun III V, dan tiap 6
bulan setelah tahun V
2. Pemeriksaan fisik : tiap kali control
3. Thorax foto : tiap 6 bulan
4. Laboratorium dan marker : tiap 2-3 bulan
5. Mammografi kontralateral : tiap tahun atau ada indikasi
6. USG abdomen atau hepar : tiap 6 bulan atau ada indikasi
7. Bone scanning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

BAB IV
ANALISIS KASUS

Kasus ini membahas tentang seorang wanita, 35 tahun, ibu rumah tangga,
beralamat di Gang Banding Agung no. 27 Rt 01 Rw 01 Ilir Timur 1 Palembang,
status menikah, MRS pada 8 Agustus 2015 dengan keluhan utama benjolan di
payudara kiri yang makin membesar.
Dari identifikasi didapatkan poin penting yang berkaitan dengan faktor
risiko keganasan, yaitu jenis kelamin. Berkaitan dengan jenis kelamin diketahui
bahwa jenis kelamin wanita merupakan salah satu faktor risiko kanker payudara,
yaitu kanker payudara seratus kali lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan
pria. Hal ini diakibatkan perbedaan anatomi dan fisiologi hormon estrogen dan
hormon lainnya yang lebih banyak pada wanita mempengaruhi perkembangan
payudara.
Dari autoanamnesis didapatkan beberapa hal penting yang mengarah ke
diagnosis ca mamma antara lain kurang lebih 2 bulan SMRS pasien mengatakan
teraba benjolan sebesar telur puyuh di payudara sebelah kiri yang awalnya hanya
sebesar kelereng. Berdasarkan benjolan, pemeriksa memikirkan apakah benjolan
tergolong non-neoplasma atau neoplasma. Keadaan non-neoplasma berikut
kemungkinan besar dapat disingkirkan karena usia penderita, tidak terdapat
riwayat trauma, pasien tidak dalam masa menyusui. Mastitis dapat disingkirkan
karena tidak ada tanda-tanda inflamasi (merah atau demam). Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan sebesar kacang merah di bawah ketiak kiri.
Berkaitan dengan hal ini, pemeriksa dapat menilai adanya metastasis ke KGB
regional.
Dari autoanamnesis juga diketahui bahwa pasien menarche pada usia 11
tahun. Hal ini berhubungan dengan jumlah siklus menstruasi dimana payudara
terekspos. Faktor hormonal penting karena memicu pertumbuhan sel. Kadar
hormon estrogen dan progesteron yang tinggi selama masa reproduktif wanita,
terutama jika tidak diselingi oleh perubahan hormonal karena kehamilan,
tampaknya meningkatkan peluang tumbuhnya sel-sel yang secara genetik telah
mengalami kerusakan dan menyebabkan kanker.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal.
Pada status lokalis didapatkan tanda-tanda carcinoma mamma sinistra. Pada status
lokalis region mamma sinistra dari inspeksi tidak tampak benjolan dan terdapat
scar bekas biopsi sepanjang ±5 cm. Dari palpasi teraba satu benjolan berukuran ±
4x 3x2 cm dengan konsistensi keras, batas tegas dan tidak ada nyeri tekan. Hasil
pemeriksaan ini dapat mengarah ke tumor payudara dan menunjukkan klasifikasi
tumor primer T2. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening di regio axilla sinistra
telah diangkat, sehingga untuk nodul dapat diklasifikasikan sebagai Nx. Pasien
tidak mengeluhkan adanya tanda-tanda metastasis ke organ lain seperti sesak
nafas, batuk, mual muntah, nyeri tulang, dan sakit kepala, sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai M0.
Pada pemeriksaan penunjang pada pasien berupa laboratorium, foto rontgen
toraks, USG abdomen, patologi anatomi, dan imunohistokimia. Pada pemeriksaan
patologi anatomi didapatkan hasil berupa invasive ductal carcinoma mamma
disertai metastasis ke KGB regio axilla sinistra. Hasil pemeriksaan
imunohistokimia menunjukkan hasil estrogen receptor positive. Diagnosis pasien
ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, sehingga pasien ini didiagnosis dengan invasive ductal carcinoma
mamma sinistra T2NxM0.
Penatalaksanaan pasien ini didasarkan pada terapi stadium II yaitu
pembedahan. Prognosis pasien ini berdasarkan stadium klinik IIA memiliki 5
years survival rate 70%, maka prognosis pasien ini adalah dubia.

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2012. Breast Cancer Facts and Figures 2011-2012.
Atlanta. Hal 22.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Edisi 9.
Harris Jay R, MD (editor) et al. Breast Diasease. J. B. Lippincott Company: 2nd
Edition (1991).
Kumar, V., R.S. Cotran, dan S.L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi, edisi ke-7.
EGC: Jakarta.
Price, A.S. dan L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, edisi ke-6 vol 2. EGC: Jakarta. Hal 1303-1307.
Purwanto, I., J. Kurnianda, K.W.T. Hariadi, Harijadi, T. Ayyandono, Setiaji, M.S.
Hardianti, dan S.M. Maryana. 2011. Concentration of Serum HER-2/neu as
a Prognostic Factor in Locally Advanced Breast Cancer (LABC) and
Metastatic Breast Cancer (MBC). Acta Medica Indonesiana
(The Indonesian Journal of Internal Medicine). 43 (1): 23-28.
Ramli M, dkk. 2004. Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara. Bandung;
Peraboi.
Sjamsuhidajat R, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Edisi II.
Suyatno, Pasaribu ET. 2010. Kanker Payudara dalam Bedah Onkologi Diagnosis
dan Terapi. Jakarta; Sagung Seto. Hal 35-79.
Widodo, I., P. Ferronika, A. Harijadi, FX. Ediati, Triningsih, T. Utoro, dan
Soeripto. 2013. Clinicopathological Significance of Lymphangiogenesis and
Tumor Lymphovascular Invasion in Indonesian Breast Cancers. Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 14: 997-1001.

Anda mungkin juga menyukai