PENDAHULUAN
Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara.
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan
wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum
wanita dan dilaporkan 519.000 wanita meninggal akibatnya pada tahun 2004
(WHO, 2004). Pada tahun 2012 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 226.870
kasus kanker payudara pada wanita dengan angka kematian 39.510, dan 2.190
pada pria dengan angka kematian 410 (American Cancer Society, 2012).
Menurut data statistik Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, kanker payudara adalah kanker
terbanyak yang diderita wanita Indonesia dengan angka kejadian 26 per 100.000
wanita, disusul kanker leher rahim dengan angka kejadian 16 per 100.000 wanita
dan kanker payudara menempati urutan pertama jumlah pasien rawat inap kanker
di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher rahim
(11,78%) (Jakarta Race, 2012).
Gejala awal kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan
jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam stadium
lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut cukup sulit dan hasilnya
seringkali tidak memuaskan. Oleh sebab itu, deteksi dini sangat penting sebagai
dasar pengendalian kasus kanker payudara, sehingga respon pengobatannya pun
akan lebih baik, dan angka harapan hidup penderita kanker payudara dapat
cenderung meningkat.
BAB II
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Eva Rina
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 35 tahun
Alamat : Gang Banding Agung no. 27 Rt 01 Rw 01 Ilir Timur 1
Palembang.
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Suku bangsa : Sumatera
MRS : 8 Agustus 2015
No. RM : 902426
Status Lokalis
Regio Mamma Dextra
Inspeksi:
Tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitarnya, retraksi
papilla mamma (-), gambaran peau d’orange (-), nodul satelit (-), nipple
discharge (-), ulkus (-), skin dimpling (-), krusta pada areola dan papilla
mamma (-).
Palpasi:
Tidak teraba massa.
Palpasi:
Teraba massa padat, keras, ukuran ± 4 x 3 x 2 cm, permukaan rata,
berbatas tegas, nyeri tekan (-).
7
c. Pemeriksaan USG Abdomen
8
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan:
Hepar : Bentuk dan ukuran normal, intensitas ekoparenkim
homogen, tak tampak nodul/kista, sistem portal dan
vaskuler tidak melebar, tak tampak asites.
Lien : Bentuk dan ukuran normal, intensitas ekoparenkim
homogen rata, tak tampak nodul-SOL/kista.
Ginjal kanan/kiri : Bentuk dan ukuran normal, batas korteks dan medula jelas,
tak tampak batu/kista/nodul, sistem pelviokaliseal tidak
melebar.
Uterus : Bentuk dan ukuran normal, intensitas ekoparenkim
homogen, tak tampak massa/kista.
Vesica Urinaria : Dinding tak menebal, tak tampak batu atau massa.
Kesan : Tidak tampak metastasis ke intraabdomen
d. Pemeriksaan Histopatologi
Pada pemeriksaan biopsi eksisi mamma sinistra:
Kesan : Invasive Ductal Carcinoma Mamma metastasis ke KGB regio
axilla sinistra.
e. Pemeriksaan Imunohistokimia
Kesan : Invasive Ductal Carcinoma Mamma grade II dengan estrogen
reseptor positif.
1.5 DIAGNOSIS
Invasive Ductal Carcinoma Mamma Sinistra T2NxM0
1.6 PENATALAKSANAAN
Pro MRM (Modified Radical Mastectomy)
Terapi hormonal (jika ER dan PR positif)
I. 7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad fungtionam : Dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
e. Paget Disease
Kanker jenis ini berasal dari duktus payudara dan menyebar ke
kulit puting lalu ke areola. Sangat jarang terjadi, terhitung hanya sekitar
1% dari semua kasus kanker payudara. Kulit puting dan areola tampak
merah dan bersisik. Penderita juga dapat merasakan gatal dan rasa
terbakar pada areolanya.
Paget disease hampir selalu dikaitkan dengan Ductal Carcinoma In
situ (DCIS) dan Invasive Ductal Carcinoma (IDC).
f. Phyllodes Tumor
Jenis tumor yang jarang ditemukan ini berkembang dalam stroma
(jaringan ikat) payudara, berbeda dengan karsinoma, yang berkembang di
duktus atau lobulus. Tumor ini biasanya jinak, namun dapat menjadi
ganas.
g. Angiosarcoma
Bentuk kanker berasal dari sel yang melapisi pembuluh darah atau
pembuluh getah bening. Jarang terjadi pada payudara. Ketika hal itu
terjadi, biasanya berkembang sebagai komplikasi dari terapi radiasi
sebelumnya. Angiosarcoma adalah komplikasi yang sangat jarang dari
terapi radiasi payudara yang dapat berkembang selama 5 sampai 10 tahun
setelah radiasi.
3.4 EPIDEMIOLOGI
Data registrasi kanker di RS Kanker Dharmais tahun 2003-2007
menunjukkan bahwa kanker payudara memiliki frekuensi tertinggi dari
seluruh kanker yang ditemukan dengan frekuensi relatif sebesar 26%. Di
antara keganasan pada wanita, frekuensi relatif kanker payudara mencapai
42% sedangkan kanker leher rahim 19%. Perkiraan angka kematian akibat
kanker payudara di Indonesia adalah 18,6/100.000. Sebagian besar penderita
kanker payudara di Indonesia berobat dalam stadium lanjut seperti yang
terlihat pada laporan angka kejadian kanker payudara di RS kanker Dharmais
menurut stadium sebagai berikut: stadium I 6%, stadium II 18%, stadium III
44%, stadium IV 32%.
b. Usia
Sama seperti kanker yang lain, insiden kanker payudara meningkat
seiring peningkatan usia. Kanker payudara hanya terjadi sekali-sekali pada
usia belasan tapi pada usia berikutnya kejadiannya meningkat. Risiko
kumulatif dari perkembangan kanker payudara pada usia 20-40 tahun
sebesar 0,5%, 50-70 tahun sebesar 5%. Angka tersebut menunjukkan fakta
bahwa mayoritas pasien mengalami ca mamme di atas usia 50 tahun.
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Resiko
terbesar ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.
e. Faktor hormonal
Faktor ini mungkin berhubungan dengan jumlah siklus menstruasi
dimana payudara terekspos. Faktor hormonal penting karena hormon
memicu pertumbuhan sel. Kadar hormon yang tinggi selama masa
reproduktif wanita, terutama jika tidak diselingi oleh perubahan hormonal
karena kehamilan, tampaknya meningkatkan peluang tumbuhnya sel-sel
yang secara genetik telah mengalami kerusakan dan menyebabkan kanker.
Hormon, khususnya hormon seks steroid estrogen, progesteron dan
testosteron, telah diketahui sebagai promotor kanker payudara,
endometrium, ovarium, dan prostat. Data meunjukkan bahwa estrogen
secara langsung berperan atau berkontribusi terhadap perkembangan
kanker payudara. Estrogen bisa berasal dari ovarium (premenstruasi),
adrenal (postmenopause), dan dari payudara itu sendiri (dengan
aromatisasi androgen menjadi estrogen). Banyak faktor yang dapat
meregulasi sintesis estradiol tapi yang paling penting adalah derajat
obesitas yang dapat meningkatkan proses aromatisasi dalam payudara.
Estrogen dapat menginisiasi proses mutasi gen dan juga meningkatkan
pembelahan sel yang sudah mengalamai mutasi gen. Intake alkohol dapat
meningkatkan risiko mungkin karena menurunkan estradiol clearence.
Dari data penelitian didapatkan bahwa risiko kanker payudara lebih besar
pada penggunaan kombinasi estrogen dan progesteron daripada estrogen
sendiri.
g. Irradiasi
Peningkatan risiko muncul setelah masa laten, 10-15 tahun. Efek
tersebut lebih tampak pada wanita yang terekspos irradiasi sebelum usia
35 tahun dan sedikit pada wanita yang terekspos setelah usia 40 tahun.
Pemaparan terhadap penyinaran (terutama penyinaran pada dada),
pada masa kanak-kanak bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker
payudara.
b. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol jelas terkait dengan peningkatan risiko
berkembangnya kanker payudara. Risiko meningkat dengan jumlah
alkohol yang dikonsumsi. Dibandingkan dengan bukan peminum, wanita
yang mengkonsumsi 1 gelas alkohol per hari memiliki risiko sangat
rendah. Wanita yang mengkonsumsi 2 sampai 5 gelas per hari memiliki
sekitar 1½ kali risiko dari wanita yang tidak minum alkohol.
c. Aktivitas fisik
Bukti yang berkembang bahwa aktivitas fisik dalam bentuk latihan
mengurangi risiko kanker payudara. Dalam suatu studi dari Perempuan
Women’s Health Initiative, sedikitnya 1,5-2,5 jam per minggu dari jalan
cepat mengurangi risiko sebesar 18%.
3.6 GEJALA
Gejala dan tanda penyakit payudara:
a. Nyeri
- Tergantung daur haid: dapat fisiologis atau kelainan fibrokistik.
- Tidak tergantung daur haid: dapat tumor jinak / ganas atau infeksi.
Nyeri ini dapat menunjukkan adanya penekanan pada syaraf,
pembuluh darah atau jaringan sekitar sehingga menyebabkan
hipoksia, akumulasi asam laktat dan mungkin kematian sel. Selain itu
sel kanker dapat juga mengeluarkan enzim proteolitik sehingga
merusak sel sekitarnya yang memicu adanya respon inflamasi.
b. Benjolan
- Keras: dapat FAM dan kista jika permukaannya licin atau kanker dan
inflamasi noninfektif jika permukaannya berbenjol.
- Kenyal: dapat kelainan fibrokistik.
- Lunak: dapat lipoma.
c. Perubahan kulit
- Bercawak: sangat mencurigakan karsinoma.
- Benjolan kelihatan:dapat kista, karsinoma, FAM besar.
- Kulit jeruk: di atas benjolan kanker (khas).
- Kemerahan: dapat infeksi (jika panas).
d. Kelainan puting atau areola
- Retraksi: fibrosis karena kanker atau nekrosis lemak.
- Eksema: unilateral penyakit paget (khas kanker).
e. Keluar cairan
- Seperti susu: kehamilan atau laktasi.
- Jernih: normal.
- Hijau: dapat perimenopause, pelebaran duktus, kelainan fibrokistiok.
- Hemorrhagik: dapat karsinoma dan papilloma intraduktus.
3.7 SKRINNING
Kanker pada stadium awal jarang menimbulkan gejala, karena itu
sangat penting untuk melakukan penyaringan. Beberapa prosedur yang
digunakan untuk penyaringan kanker payudara:
5. Tekan puting susu secara perlahan dan perhatikan apakah keluar cairan
dari puting susu. Lakukan hal ini secara bergantian pada payudara kiri
dan kanan.
c. MRI payudara
Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada
mammografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan
skrining karena biaya yang mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan
lama. Akan tetapi tambahan pemeriksaan MRI sebagai skrining dapat
dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat, pada
payudara dengan implant, dan wanita dengan risiko tinggi kanker
payudara.
3.8 DIAGNOSIS
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam diagnosis kanker
payudara yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mengidentifikasi identitas penderita,
faktor risiko, perjalanan, penyakit, tanda dan gejala kanker payudara.
Keluhan-keluhan kanker payudara pada umummnya adalah:
- Sebagian besar berupa benjolan yang padat dan keras
- Perubahan bentuk puting : retraksi puting, nipple discharge, eksem
sekitar puting
- Perubaan kulit : lesung pada kulit, retraksi kulit, peau d’orange,
ulkus, eritem, nodul satelit.
- Benjolan di regio aksila
- Keluhan tambahan, berhubungan dengan metastasisnya, meliputi
nyeri tulang (misalnya vertebra, femur), rasa penuh ulu hati, batuk,
sesak, sakit kepala hebat, dan keluhan lainnya.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dikerjakan setelah anamnesa yang baik dan
terstruktur selesai dilakukan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mendapat
tanda-tanda kelainan (keganasan) yang dikirakan melalui anamnesa atau
yang langsung didapat.
Sebaiknya dilakukan 1 minggu dari hari terakhir menstruasi karena
pada saat ini pengaruh hormonal terhadap payudara minimal. Hal-hal yang
perlu kita lakukan ialah:
- Pemeriksaan status generalis
- Pemeriksaan status lokalis, meliputi:
1. Posisi tegak (duduk)
Lengan penderita jatuh bebas di samping tubuh, pemeriksa
berdiri di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada
inspeksi dilihat simetri payudara kiri dan kanan, perubahan kulit
berupa peau d’orange, kemerahan, dimpling, edema, ulserasi dan
nodul satelit, kelainan puting susu seperti retraksi, erosi, krusta
dan adanya discharge.
2. Posisi berbaring
Penderita berbaring dan diusahakan agar payudara jatuh
tersebar rata di atas lapangan dada, jika perlu bahu atau punggung
diganjal dengan bantal kecil terutama pada penderita yang
payudaranya besar. Palpasi dilakukan dengan mempergunakan
falang distal dan falang medial jari II, III dan IV yang dikerjakan
secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga kedua sampai ke
distal setinggi iga keenam, juga dilakukan pemeriksaan daerah
sentral subareolar dan papil. Palpasi juga dapat dilakukan dari tepi
ke sentral (sentrifugal) berakhir di daerah papil. Terakhir diadakan
pemeriksaan kalau ada cairan keluar dengan menekan daerah
sekitar papil. Pemeriksaan dengan rabaan halus akan lebih teliti
daripada dengan rabaan kuat karena rabaan halus akan dapat
membedakan kepadatan massa payudara. Pada pemeriksaan ini
ditentukan lokasi tumor berdasarkan kuadran payudara (lateral
atas, lateral bawah, medial atas, medial bawah, dan daerah
sentral), ukuran tumor (diameter terbesar), konsistensi,
permukaan, bentuk dan batas-batas tumor, jumlah tumor serta
mobilitasnya terhadap jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiodiagnostik atau imaging
Dapat dibedakan menjadi dua:
- Direkomendasikan
a. USG payudara dan mammografi untuk tumor > 3 cm
b. Foto toraks
c. USG abdomen (hepar)
- Atas indikasi (optional)
a. Bone scanning atau bone survey bila sitologi atau klinis sangat
mencurigakan pada tumor > 5 cm
b. CT Scan
3.10 PENATALAKSANAAN
a. Terapi operatif
1. Breast Conserving Treatment
Yang termasuk BCS adalah :
- Lumpektomi: pengangkatan tumor dan sejumlah kecil jaringan
normal di sekitarnya
- Eksisi luas atau mastektomi parsial: pengangkatan tumor dan
jaringan normal di sekitarnya yang lebih banyak
- Kuadrantektomi: pengangkatan seperempat bagian payudara
2. Mastectomy
Yang termasuk mastektomi sebagai berikut:
- Simple mastectomy yaitu pengangkatan seluruh jaringan payudara
dimana otot dibawah payudara dibiarkan utuh dan disisakan kulit
yang cukup untuk menutup luka bekas operasi. Rekonstruksi
payudara lebih mudah dilakukan jika otot dada dan jaringan lain
dibawah payudara dibiarkan utuh. Prosedur ini biasanya digunakan
untuk mengobati kanker invasif yang telah menyebar luar ke dalam
saluran air susu, karena jika dilakukan pembedahan breast-
conserving, kanker sering kambuh.
- Modified radical mastectomy yaitu pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor, kompleks puting-areola dan fasia
pektoralis, disertai diseksi kelenjar getah bening aksilaris tipe I-II
secara satu kesatuan. Indikasi tindakan ini adalah kanker payudara
stadium I-IIIB.
- Classic Radical Mastectomy yaitu tindakan pengangkatan payudara
beserta tumor, kulit di atas tumor, kompleks puting-areola, otot
pektoralis mayor dan minor, serta kelenjar getah bening aksilaris
level I, II, III secara satu kesatuan. Indikasi tindakan ini adalah
kanker payudara stadium IIIB yang masih operable.
b. Terapi radiasi
Terapi radiasi atau radioterapi menggunakan sinar pengion untuk
membunuh sel kanker.
Indikasi :
- Kanker payudara dengan tumor besar atau lanjut lokal (d >5cm)
- Kanker payudara dengan hasil PA invasi perinodal I pada KGB aksila
- Jumlah KGB yang termetastasis lebih dari 3
- Sebagai bagian dari terapi BCT
- Sebagai terapi neoadjuvant pada kanker payudara lanjut lokal
- Sebagai terapi simptomatik dan paliatif
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan obat sitotoksik
antineoplasma. Kemoterapi mempunyai efek sistemik oleh karena itu
indikasinya adalah sebagai berikut:
- Sebagai terapi primer pada kanker payudara stadium IV dengan
hormonal reseptor negatif.
- Sebagai terapi neoadjuvan pada kanker payudara stadiu lanjut lokal,
baik resectable maupun non resectable.
- Sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara yang menjalani
pembedahan dan mempunyai kecenderungan untuk terjadinya
kekambuhan dengan mempertimbangkan faktor prediktif dan
prognostik.
d. Terapi hormon
Terapi hormon adalah terapi sistemik kanker payudara yang
ditujukan pada sel kanker yang memiliki reseptor hormon positif.
Definisi reseptor hormon positif adalah ER dan atau PR yang positif >
1% dengan pewarnaan imunohistokimia. Status menopause pasien harus
dipertimbangkan dalam memilih terapi hormon (pramenopause atau
pascamenopause).
Pemberian obat-obatan untuk terapi hormon pada kanker payudara
berdasarkan reseptor hormon positif dan dibedakan menurut status
menopause pasien. Pada pasien pasca menopause pemberian aromatase
inhibitor atau pemberian tamoxifen mempunyai angka survival yang
sama (ATAC trial). Sedangkan pada pasien premenopause stadium IV
kombinasi supresi atau ablasi ovarium dan tamoxifen telah menjadi
standar.
3.11 PROGNOSIS
Stadium TNM pada kanker payudara merupakan indikator yang paling
dapat diandalkan pada prognosis. Survival rate (%) pada pasien dengan
kanker payudar berdasarkan stadium TNM yaitu sebagai berikut:
Stadium TNM Five years Ten years
0 95 90
I 85 70
IIA 70 50
IIB 60 40
IIIA 55 30
IIIB 30 20
IV 5-10 2
3.12 FOLLOW UP
Beberapa hal yang dilakukan:
1. Jadwal kontrol :
tiap 2 bulan pada tahun I dan II, tiap 3 bulan pada tahun III V, dan tiap 6
bulan setelah tahun V
2. Pemeriksaan fisik : tiap kali control
3. Thorax foto : tiap 6 bulan
4. Laboratorium dan marker : tiap 2-3 bulan
5. Mammografi kontralateral : tiap tahun atau ada indikasi
6. USG abdomen atau hepar : tiap 6 bulan atau ada indikasi
7. Bone scanning : tiap 2 tahun atau ada indikasi
BAB IV
ANALISIS KASUS
Kasus ini membahas tentang seorang wanita, 35 tahun, ibu rumah tangga,
beralamat di Gang Banding Agung no. 27 Rt 01 Rw 01 Ilir Timur 1 Palembang,
status menikah, MRS pada 8 Agustus 2015 dengan keluhan utama benjolan di
payudara kiri yang makin membesar.
Dari identifikasi didapatkan poin penting yang berkaitan dengan faktor
risiko keganasan, yaitu jenis kelamin. Berkaitan dengan jenis kelamin diketahui
bahwa jenis kelamin wanita merupakan salah satu faktor risiko kanker payudara,
yaitu kanker payudara seratus kali lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan
pria. Hal ini diakibatkan perbedaan anatomi dan fisiologi hormon estrogen dan
hormon lainnya yang lebih banyak pada wanita mempengaruhi perkembangan
payudara.
Dari autoanamnesis didapatkan beberapa hal penting yang mengarah ke
diagnosis ca mamma antara lain kurang lebih 2 bulan SMRS pasien mengatakan
teraba benjolan sebesar telur puyuh di payudara sebelah kiri yang awalnya hanya
sebesar kelereng. Berdasarkan benjolan, pemeriksa memikirkan apakah benjolan
tergolong non-neoplasma atau neoplasma. Keadaan non-neoplasma berikut
kemungkinan besar dapat disingkirkan karena usia penderita, tidak terdapat
riwayat trauma, pasien tidak dalam masa menyusui. Mastitis dapat disingkirkan
karena tidak ada tanda-tanda inflamasi (merah atau demam). Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan sebesar kacang merah di bawah ketiak kiri.
Berkaitan dengan hal ini, pemeriksa dapat menilai adanya metastasis ke KGB
regional.
Dari autoanamnesis juga diketahui bahwa pasien menarche pada usia 11
tahun. Hal ini berhubungan dengan jumlah siklus menstruasi dimana payudara
terekspos. Faktor hormonal penting karena memicu pertumbuhan sel. Kadar
hormon estrogen dan progesteron yang tinggi selama masa reproduktif wanita,
terutama jika tidak diselingi oleh perubahan hormonal karena kehamilan,
tampaknya meningkatkan peluang tumbuhnya sel-sel yang secara genetik telah
mengalami kerusakan dan menyebabkan kanker.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal.
Pada status lokalis didapatkan tanda-tanda carcinoma mamma sinistra. Pada status
lokalis region mamma sinistra dari inspeksi tidak tampak benjolan dan terdapat
scar bekas biopsi sepanjang ±5 cm. Dari palpasi teraba satu benjolan berukuran ±
4x 3x2 cm dengan konsistensi keras, batas tegas dan tidak ada nyeri tekan. Hasil
pemeriksaan ini dapat mengarah ke tumor payudara dan menunjukkan klasifikasi
tumor primer T2. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening di regio axilla sinistra
telah diangkat, sehingga untuk nodul dapat diklasifikasikan sebagai Nx. Pasien
tidak mengeluhkan adanya tanda-tanda metastasis ke organ lain seperti sesak
nafas, batuk, mual muntah, nyeri tulang, dan sakit kepala, sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai M0.
Pada pemeriksaan penunjang pada pasien berupa laboratorium, foto rontgen
toraks, USG abdomen, patologi anatomi, dan imunohistokimia. Pada pemeriksaan
patologi anatomi didapatkan hasil berupa invasive ductal carcinoma mamma
disertai metastasis ke KGB regio axilla sinistra. Hasil pemeriksaan
imunohistokimia menunjukkan hasil estrogen receptor positive. Diagnosis pasien
ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, sehingga pasien ini didiagnosis dengan invasive ductal carcinoma
mamma sinistra T2NxM0.
Penatalaksanaan pasien ini didasarkan pada terapi stadium II yaitu
pembedahan. Prognosis pasien ini berdasarkan stadium klinik IIA memiliki 5
years survival rate 70%, maka prognosis pasien ini adalah dubia.
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2012. Breast Cancer Facts and Figures 2011-2012.
Atlanta. Hal 22.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Edisi 9.
Harris Jay R, MD (editor) et al. Breast Diasease. J. B. Lippincott Company: 2nd
Edition (1991).
Kumar, V., R.S. Cotran, dan S.L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi, edisi ke-7.
EGC: Jakarta.
Price, A.S. dan L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, edisi ke-6 vol 2. EGC: Jakarta. Hal 1303-1307.
Purwanto, I., J. Kurnianda, K.W.T. Hariadi, Harijadi, T. Ayyandono, Setiaji, M.S.
Hardianti, dan S.M. Maryana. 2011. Concentration of Serum HER-2/neu as
a Prognostic Factor in Locally Advanced Breast Cancer (LABC) and
Metastatic Breast Cancer (MBC). Acta Medica Indonesiana
(The Indonesian Journal of Internal Medicine). 43 (1): 23-28.
Ramli M, dkk. 2004. Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara. Bandung;
Peraboi.
Sjamsuhidajat R, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Edisi II.
Suyatno, Pasaribu ET. 2010. Kanker Payudara dalam Bedah Onkologi Diagnosis
dan Terapi. Jakarta; Sagung Seto. Hal 35-79.
Widodo, I., P. Ferronika, A. Harijadi, FX. Ediati, Triningsih, T. Utoro, dan
Soeripto. 2013. Clinicopathological Significance of Lymphangiogenesis and
Tumor Lymphovascular Invasion in Indonesian Breast Cancers. Asian
Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 14: 997-1001.