KHATIB :
Disampaikan di :
Pada pagi hari ini kita berkumpul bersama di tempat yang Mubarak ini untuk
melaksanakan shalat Idul Fitri, setelah sebulan lamanya berjuang menempuh perjalanan
yang cukup melelahkan namun juga membahagiakan yakni melaksanakan kewajiban
imani menunaikan panggilan Ilahi, menunaikan tugas suci ( shaum di bulan Ramadhan )
yang penuh dengan rahmat dan berkah, bulan maghfirah dan ijabah.
Shalat Ied yang dilakukan pada hari ini bukanlah suatu tradisi , akan tetapi
merupakan acara pengukuhan dari rangkaian ibadah Ramadhan. Hari ini kita
mengukuhkan kembali status “asal” (fitrah) sebagai makhluk. Setelah ternoda oleh
berbagai dosa dan terkontaminasi dengan berbagai kesalahan selama sebelas bulan. Pada
bulan Ramadhan ini kita kembali merekonstruksi status kehambaan kita sebagai hamba di
hadapan Sang Khalik. Selama sebulan penuh telah kita manfaatkan peluang untuk
memperbanyak amal ibadah, melatih diri, membina sebuah kepribadian dalam rangka
mendekatkan diri kepada sang pencipta (Taqaruf Ilallah).
2
Kita berkontemplasi, beraudiensi, bermunajat serta mengevaluasi tentang
“hakekat diri” bahwa memang telah terjadi penurunan kualitas keimanan kita. Kita
melapor bahwa kepribadian dan kualitas kemanusiaan kita telah banyak dikibuli oleh
unsur-unsur dunia. Ramadhan telah menjadi laboratorium, markas latihan, Pengendalian
diri untuk membangun kembali kredibilitas diri di hadapan-Nya. Bulan Ramadhan telah
menjadi bulan penyucian diri, bulan rekonstruksi kualitas kemanusiaan, ibadah shaum
yang diperkaya dengan berbagai pengalaman lain selama Ramadhan telah membakar
dosa-dosa kita yang menjadi sekat penghalang untuk menjalin hubungan dan komunikasi
kita dengan Allah swt serta keharmonisan terhadap manusia dan alam.
3
رجعنا من الجها االصغرالئ جهاداالكبرقلوماجهاداالكبريارسول هللا؟ قل
)جهادك في نفسك (الحديث
Artinya :
Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang sangat besar, sahabat
Nabi bertanya, yang manakah jihad yang besar itu Ya Rasululla?, Rasulullah
bersabda : jihadmu melawan hawa nafsu.
Kalau musuh-musuh Islam dari orang-orang kafir mudah dideteksi dan diatasi,
tetapi musuh pengaruh hawa nafsu sangat sulit dideteksi dan sangat licik sekali dengan
berbagai cara mempengaruhi dan menggoda seseorang melakukan pelanggaran.
Selain pengaruh hawa nafsu yang menjerumuskan seseorang ke jalan yang sesat,
diperkuat lagi adanya pengaruh iblis / syaitan yang sering menggunakan kelemahan nafsu
yang menjadi sumber segala kejahatan. Syaitan / Iblis adalah mahluk yang sudah putus
asa untuk masuk ke dalam syurga, karena kesombongannya sehingga diusir dari syurga
dan dikutuk oleh Tuhan sehingga iblis bersumpah dihadapan-Nya. (Q.S. Al-A’raf : 16-
17)
Artinya :
Iblis menjawab : karena engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-
benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,
kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka,
4
dari kanan dan dari kiri mereka. Dan engkau tidak mendapati kebanyakan
mereka bersyukur (taat).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa syaitan akan menghadang dan merayu manusia
dari 4 penjuru, yakni depan, belakang, kiri dan kanan, sehingga tinggal 2 penjuru yang
aman yaitu arah atas, lambang kehadiran Allah swt. Manusia harus berlindung kepada
Allah, sekaligus menyadari kelemahan sebagai mahluk agar dapat selamat dari godaan
dan rayuan syaitan.
Hadirin Jamaah Idul Fitri yang saama berbahagia × وهلل الحمد٣هللا اكبر
Dalam sejarah kehidupan anak manusia, sejak dari generasi Adam as hingga masa
kini, yang dominan menghantarkan manusia ke lembah kehancuran dan malapetaka
kemanusiaan tidak lain adalah akibat ketidak mampuan manusia menahan diri
memperturutkan hawa nafsunya sehingga nafsunya menjadi penentu dalam garis alur
kehidupannya.
Nafsu sangat berpotensi membawa manusia berprilaku “bejat” merebut,
merampas, membunuh : bahkan nafsu tidak hanya sekedar usaha bertahan dan menjadi
pemenang dalam persaingan hidup sebagaimana dalam filosofi “ Survival of Fittes “,
akan tetapi sudah merupakan bagian dari kepuasan diri manusia yang tidak akan pernah
berhenti untuk saling bersaing dan saling merebut sehingga ajal datang menjemput
nyawanya.
Dominannya pengaruh nafsu dalam diri manusia tergantung dari kesadaran dan
aktivitas seseorang dalam mengisi dan membersihkan jiwanya sebagaimana dalam
firman Allah SWT.
5
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu, sifat kefasikan dan sifat
ketaqwaan sungguh berbahagialah orang-orang yang senantiasa
membersihkan jiwanya dan sungguh celakalah orang-orang yang lalai
membersihkan jiwanya (Q.S. Asy Syams :8-10)
Ayat diatas mengingatkan kepada kita semua bahwa dalam diri sesorang telah
ditanamkan oleh Allah swt dua potensi , yaitu potensi “pujur” / negatif dan potensi
“taqwa” / positif yang senantiasa bertarung dan hal inilah yang mendasar perlu digaris
bawahi oleh kita semua kapan saatnya seseorang cenderung melakukan pelanggaran
berarti yang dominan dalam dirinya adalah pujurnya / nafsu amarah, dan sebaliknya.
Kalau kemauan seseorang memiliki komitmen yang kuat untuk membersihkan jiwanya
dengan nilai-nilai siraman ilahi / spiritual dengan jalan berzikir, bertafakkur, membaca al-
Qur’an, beribadah, bagaimanapun pengaruh dari luar tidak akan mampu mempengaruhi
dan menggoda kita dari jalan lurus yang kita pilih dalam kehidupan ini. Bagaikan burung
dalam sangkar, kalau burungnya yang kuat pasti burung tersebut akan senantiasa punya
kekuatan terbang dan bisa merobohkan sangkarnya.
6
fitrahnya, manusia yang pada watak alaminya memihak kepada yang baik dan benar ( al-
hanif ). Sikap memandang kepada sesama manusia pada prinsipnya tidak lain kecuali
harus dengan sikap serba optimis dan positif serta senantiasa melihat manusia
berdasarkan pada prasangka baik (husnudzan) dan tidak dengan prasangka yang buruk
(su’udzan). Sehingga dengannya terwujudlah suatu potensi kekuatan mengalahkan
potensi kelemahan yang ada pada dirinya. Karena pada diri manusia terdapat potensi
kekuatan dan kelemahan itu sekaligus.
Kekuatan manusia akan diperoleh karena hakekat kesucian asalnya berada dalam
fitrah yang senantiasa membuatnya berpotensi untuk berada pada alur yang baik dan
benar. Di satu sisi kelemahannya diakibatkan oleh kenyataan bahwa ia diciptakan Tuhan
sebagai mahluk yang lemah, tidak tahan menderita, pendek pikiran, sempit pandangan,
serta gampang mengeluh. Hal ini dipicu oleh nafsu yang tidak terkendali. Untuk itu Allah
swt memperingatkan kepada kita semua dalam firman-Nya :
7
dengannya lahirlah sikap toleran, welas asih, empatik, senasib sepenanggungan, pamaaf,
bersifat bijaksana dalam melihat perbedaan, dan dapat menerima perbedaan itu, sembari
mencari titik remunya, seraya mengabaikan perbedaan yang mengarah pada perpecahan
dalam rangka solidaritas sosial. Hal inilah yang dibentuk oleh puasa dan menjadi benang
merah taqwa yang kemudian dirajut dan kita tenun lebih dari 30 hari lamanya selama
bulan puasa yang baru saja kita lalui.
Tenunan dan rajutan itu kemudian menjadi pakaian. Yaitu pakaian ketaqwaan
yang kini tengah melekat pada diri kita dan jiwa kita masing-masing dan telah
menjadikan diri dan jiwa kita kini terbalut oleh keindahan perangai, kehalusan budi,
sehingga dengannya kitapun mampu menyingkirkan sifat-sifat kekakuan, egoisme,
eksklusif, sifat ketamakan dan sifat tidak terpuji lainnya. Kemudian menempatkan jiwa
dan diri kita semua kepada fitrah kesuciannya merajut dan membungkus nilai-nilai
kemanusiaan yang agung dengan prinsip-prinsip solidaritas dan toleran yang senantiasa
dekat kepada Allah swt. Dalam al-Qur’an Allah berfirman :
8
Dengan pakaian taqwa yang telah dikenakan dan telah menjadi pembungkus dan
penghias pada diri dan jiwa sesungguhnya senantiasa memancarkan nilai-nilai kebajikan
dengan senantiasa memancarkan iman keluar dalam bentuk tindakan kemanusiaan
kepada sesama umat manusia ditengah-tengah kehidupan kemasyarakatan yang kita
jalani sehari-hari. Demikianlah makna taqwa sesungguhnya, sesuai dengan firman Allah
swt dalam Q.S. al-Baqarah : 177
yang artinya :
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, damn menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.
9
Akhirnya marilah kita berdoa bersama,
Allahumma ya Allah, Engkau yang Maha Ghafur, ya Allah kami ini adalah
hamba yang penuh kelemahan, terlalu banyak rasanya dosa dan kesalahan yang telah
kamu perbuat. karenanya di hari yang suci ini kami memohon ampunanmu ya Allah,
sehingga jiwa raga kami dapat sadar dan bersih dari dosa dan kesalahan dan berikanlah
kepada kami semua ini kekuatan dan hidayah khassah sehingga kami dapat sadar dengan
sebenar-benarnya dapat memperbaiki kehidupan kami dengan sebaik-baiknya dan dapat
menjadikan masa lalu kami sekarang ini menjadi pelajaran berharga dalam pembinaan
diri kami.
Ya Allah ya Tuhan kami yang Maha Rahman dan Maha Rahim tidak ada daya dan
kekuatan bagi kami kecuali hanya Engkaulah yang dapat memberi kekuatan untuk dapat
menggerakkan dan membersihkan hati kami dari pengaruh nafsu syaitan sehingga
muncullah dalam diri kami hati yang bersih, penuh kesadaran, kesabaran dan husnul
khatimah yang menguatkan kesalehan kami guna memperkokoh tatanan kehidupan yang
Islami, Rahmatan lil Alamin.
10