Anda di halaman 1dari 10

Tugas Patologi Klinik Veteriner

GLUKOSA

OLEH :

MUKHLISA RAHMAN O11116008

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
A. Pengertian
Glukosa merupakan salah satu karbohidrat penting yang digunakan sebagai sumber
tenaga. Glukosa dapat diperoleh dari makanan yang mengandung karbohidrat. Glukosa
berperan sebagai molekul utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh. Glukosa tersebut
akan diserap oleh usus halus kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan didistribusikan ke
seluruh sel tubuh. Glukosa yang disimpan dalam tubuh dapat berupa glikogen yang disimpan
pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose). Fungsi glukosa dalam tubuh
adalah sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme dan juga merupakan sumber utama bagi
otak (Subiyono et al., 2016).
Glukosa dihasilkan dari makanan yang mengandung karbohidrat yang terdiri dari
monosakarida, disakarida dan juga polisakarida. Karbohidrat akan konversikan menjadi
glukosa di dalam hati dan seterusnya berguna untuk pembentukan energi dalam tubuh.
Glukosa tersebut akan diserap oleh usus halus kemudian akan dibawa oleh aliran darah dan
didistribusikan ke seluruh sel tubuh. Glukosa yang disimpan dalam tubuh dapat berupa
glikogen yang disimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah (blood glucose).
Fungsi glukosa dalam tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme dan juga
merupakan sember utama bagi otak (Subiyono et al., 2016).
B. Kepentingan/manfaat dalam medis
- Sumber Energi
Glukosa merupakan suatu bahan bakar pada sebagian besar makhluk hidup. Penggunaan
glukosa antara lain adalah sebagai respirasi aerobik, respirasi anaerobik, atau fermentasi.
Melalui respirasi aerob, dalam satu gram glukosa mengandung sekitar 3,75 kkal (16 kilo
Joule) energi. Pemecahan karbohidrat menghasilkan monosakarida dan disakarida, dengan
hasil yang paling banyak adalah glukosa.melalui glikolisis dan siklus asam sitrat, glukosa
dioksidasi membentuk CO2 dan air, menghasilkan sumber energi dalam bentuk ATP.
Glukosa merupakan sumber energi utama untuk otak. Kadar glukosa yang rendah akan
mengakibatkan efek tertentu (Firgiansyah, 2016).
- Analit dalam tes darah
Glukosa merupakan analit yang diukur pada sampel darah. Glukosa dalam darah dapat
bertambah setelah memakan makanan berkarbohidrat, namun 2 jam setelah itu, jumlah
glukosa akan kembali pada keadaan semula. Pada penderita diabetes mellitus atau kencing
manis, jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg per 100 mL darah.
Glukosa diserap ke dalam peredaran darah melalui saluran pencernaan. Sebagian glukosa
ini kemudian langsung menjadi bahan bakar sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati
dan otot, yang menyimpannya sebagai glikogen ("pati hewan") dan sel lemak, yang
menyimpannya sebagai lemak. Glikogen merupakan sumber energi cadangan yang akan
dikonversi kembali menjadi glukosa pada saat dibutuhkan lebih banyak energi. Meskipun
lemak simpanan dapat juga menjadi sumber energi cadangan, lemak tak pernah secara
langsung dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan galaktosa, gula lain yang dihasilkan dari
pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati, yang mengkonversinya menjadi glukosa
(Firgiansyah, 2016).
C. Metabolisme dalam tubuh
Metabolisme glukosa sebagian besar menghasilkan energi bagi tubuh. Glukosa yang
berupa disakarida, dalam proses pencernaan di mukosa usus halus akan diuraikan menjadi
monosakarida oleh enzim disakaridase, enzim–enzim maltose, sukrose, laktase yang bersifat
spesifik untuk satu jenis disakarida. Dalam bentuk monosakarida, gula akan diserap oleh usus
halus (Firgiansyah, 2016).
Metabolisme glukosa menghasilkan asam piruvat, asam laktat, dan asetil-coenzim A. Jika
glukosa dioksidasi total maka akan menghasilkan karbondioksida, air, dan energi yang akan
disimpan didalam hati atau otot dalam bentuk glikogen. Hati dapat mengubah glukosa yang
tidak terpakai melalui jalur-jalur metabolik lain menjadi asam lemak yang disimpan sebagai
trigliserida atau menjadi asam amino untuk membentuk protein. Hati berperan dalam
menentukan apakah glukosa langsung dipakai untuk menghasilkan energi, disimpan atau
digunakan untuk tujuan struktural (Subiyono et al., 2016).
Glukosa dimetabolisme menjadi piruvat melalui jalur glikolisis, yang dapat terjadi secara
anaerob, dengan produk akhir yaitu laktat. Jaringan aerobic metabolisme piruvat menjadi
asetil-KoA, yang dapat memasuki siklus asam sitrat untuk oksidasi sempurna menjadi CO2
dan H2O, berhubungan dengan pembentukan ATP dalam proses fosforilasi oksidatif
(Firgiansyah, 2016).
Glukosa dan metabolitnya juga berperan dalam beberapa proses lain, seperti konversi
menjadi polimer glikogen dalam otot rangka dan hepar, jalur pentosa fosfat yang merupakan
jalur alternaltif dalam glikolisis untuk biosintesis molekul pereduksi (NADPH) dan sumber
ribosa bagi sintesis asam nukleat , triosa fosfat membentuk gugus gliserol dari triasilgliserol,
serta piruvat dan zat-zat antara dalam siklus asam sitrat yang menyediakan kerangka karbon
untuk sintesis asam amino dan asetil-KoA sebagai prekursor asam lemak dan kolesterol
(Firgiansyah, 2016).

Gambar 1. Gambaran metabolisme karbohidrat, jalur-jalur utama dan produk akhir


(Firgiansyah, 2016).

Sebagian kecil dari glukosa tersebut disimpan dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen
sebagai cadangan energi. Kapasitas pembentukan glikogen ini terbatas, sehingga sebagian
kelebihan glukosa tersebut akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan lemak
(adiposa) . Glikogen dalam hati atau otot akan dipecah menjadi glukosa apabila kebutuhan
glukosa dalam tubuh akan melebihi ketersediaan glukosa dalam darah. Metabolisme glukosa
selain dipengaruhi enzim-enzim, juga diatur oleh hormon tertentu. Hormon insulin dan
glukagon yang di produksi oleh pankreas mempunyai peranan penting dalam metabolisme
glukosa (Triana dan Salim, 2017).
Bila kadar glukosa darah meningkat, maka sel-sel β-pankreas akan melepaskan insulin.
Hormon ini akan bekerja dalam meningkatkan kecepatan masuknya glukosa ke dalam sel-sel
jaringan, meningkatkan kecepatan pemecahan glukosa melalui proses glikolisis,
meningkatkan sintesis glikogen dari glukosa di dalam hati dan otot, dan meningkatkan
sintesis lipida dan protein dari glukosa (Triana dan Salim, 2017).
Bila kadar glukosa darah menurun, maka sel-sel α-pankreas akan melepaskan glukagon.
Hormon ini akan bekerja dalam memperlambat pemasukan glukosa kedalam sel-sel jaringan,
meningkatkan laju pemecahan glikogen menjadi glukosa di dalam hati, meningkatkan laju
pemecahan lemak dan protein menjadi turunannya untuk digunakan dalam proses
glukoneogenesis, dan meningkatkan laju reaksi glukoneogenesis, yaitu pembentukan glukosa
dari asam lemak atau asam amino (Triana dan Salim, 2017).

Gambar 1. Tabel ambang batas kadar glukosa pada ginjal di beberapa hewan domestik
(Kaneko, 2008).

D. Jenis sampel
Pemeriksaan kadar glukosa biasanya menggunakan sampel serum dan sampel plasma.
Serum lebih banyak mengandung air dari pada darah lengkap, sehingga serum berisi lebih
banyak glukosa dari pada darah lengkap. Kadar glukosa darah dapat ditentukan dengan
berbagai metode berdasarkan sifat glukosa yag dapat mereduksi ion-ion logam tertentu, atau
dengan pengaruh enzim khusus untuk menghasilkan glukosa, yaitu enzim glukosa oksidase.
Enzim glukosa oksidase merupakan senyawa yang mengubah glukosa menjadi asam glukonat
(Subiyono et al., 2016).
E. Alat diagnostik dan mekanisme kerjanya
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan glukosa darah adalah spektrofotomoter maupun
glukometer. Spektrofotometer menggunakan bahan pemeriksaan darah vena, sedangkan
glukometer menggunakan bahan pemeriksaan darah kapiler (Mariady et al., 2013).
Kadar glukosa darah dapat diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer maupun
glukometer. Kedua alat tersebut menggunakan metode secara enzimatik. Metode tersebut
meliputi metode heksokinase, metode glukosa-oksidase, dan metode glukosa-dehidrogenase.
Spektrofotometer dan glukometer menggunakan enzim yang berbeda untuk memeriksa kadar
glukosa darah. Meskipun enzim yang digunakan berbeda, spektrofotometer dan glukometer
menggambarkan kadar glukosa darah yang sebanding dengan kadar glukosa darah pada
bahan pemeriksaan yang digunakan, yaitu darah vena untuk spektrofotometer dan darah
kapiler untuk glukometer (Mariady et al., 2013).
1. Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi dengan cara
melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa
yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan.
Alat ini memiliki prinsip kerja hasil penggabungan dari alat spektrometer dan fotometer.
Spektrometer adalah alat yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu. Sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
atau diabsorbsikan. Spektrometer memiliki alat pengurai seperti prisma yang dapat
menyeleksi panjang gelombang dari sinar putih. Pada fotometer terdapat filter dari berbagai
warna yang memiliki spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu
(Firgiansyah, 2016).

Gambar 2. Alat spektrofotometer (Hasibuan, 2015).

Spektrofotometer umum digunakan di laboratorium klinik karena dianggap sebagai alat


yang paling tepat untuk menggambarkan kadar glukosa darah sehingga alat ini dijadikan
sebagai baku emas atau standar pemeriksaan kadar glukosa darah. Spektrofotometer di
laboratorium klinik menggunakan metode heksokinase yang merupakan standar metode
pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah vena akan
bereaksi dengan enzim heksokinase dan dari reaksi enzimatik tersebut akan dihasilkan
NADPH. Kadar NADPH yang dihasilkan sebanding dengan kadar glukosa pada bahan
pemeriksaan tersebut (Mariady et al., 2013).
2. Glukometer
Glukometer merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui kadar glukosa di
dalam darah. Glukometri adalah teknik untuk mendapatkan nilai konsentrasi glukosa dalam
darah perifer atau sentral. Nilai pengukuran dinyatakan dalam mg/dl atau mmol memiliki
nilai klinis yang penting untuk mengetahui adanya gangguan metabolisme seperti diabetes
melitus, denutrisi, dan beberapa gangguan lain seperti koma hiperosmolar, sindrom
malabsorbsi, dan hipoglikemia yaitu suatu keadaan dimana kadar glukosa lebih rendah dari
nilai kadar normal (Fadhila, 2018).

Gambar 3. Glukometer (Fadhila, 2018).


Glukometer memiliki prinsip kerja biosensor. Biosensor pertama kali diperkenalkan oleh
Clark dan Lyson pada tahun 1962. Biosensor merupakan gabungan dari bioreseptor dan
transduser. Bioreseptor merupakan alat yang digunakan untuk menyensor kehadiran
konsentrasi elemen biologi, misalnya, enzim, antibody, sel hidup, dan jaringan lainnya.
Perangkat transduser berfungsi untuk mengubah sinyal biokimia menjadi sinyal listrik yang
kemudian akan dibaca pada layar glukometer (Fadhila, 2018).
Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah kapiler akan bereaksi dengan enzim glukosa-
oksidase yang ada pada strip test (Mariady et al., 2013). Strip test diletakkan pada alat, ketika
darah diteteskan pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan mengoksidasi glukosa
dalam darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan
konsentrasi glukosa dalam darah (Meinisasti et al., 2017).
Untuk mengukur glukosa, terdapat tiga buah transduser berbeda yang dapat digunakan
yaitu : 1) Sensor oksigen, yang mengukur konsentrasi oksigen, 2) Sensor PH, yang mengukur
asam glukonik, 3) Sensor peroksidase, yang mengukur konsentrasi glukosa. Enzim glukosa
oksidase yang digunakan pada reaksi pertama menyebabkan sifat reaksi spesifik untuk
glukosa, khususnya B-D glukosa (Fadhila, 2018).
Langkah-langkah penggunaan glukometer dalam mengukur kadar glukosa darah (Fadhila,
2018):
1. Memasukkan kode nomor glukosa yang sesuai dengan kode yang tertera pada botol tes
strip glukosa ke dalam celah kode yang berada di belakang alat glukometer.
2. Mengambil satu strip tes glukosa dari botol.
3. Memasukkan strip tes glukosa ke dalam celah strip yang ada pada alat, kemudian alat akan
menampilkan nomor kode misalnya Glu 6005. Kemudian akan muncul simbol
4. Meremas jari yang akan ditusuk dengan lanset kemudian mengusapnya dengan
menggunakan alkohol, kemudian menusukkan lanset yang telah dimasukkan ke dalam alat
penusuk (lancet device ) ke jari.
5. Mengelap tetesan darah pertama kemudian teteskan tetesan darah berikutnya ke tes strip.
6. Kemudian akan terdengar bunyi “Beep”. Alat akan segera menghitung mundur 10 detik,
kemudian akan menampilkan hasilnya di layar.
7. Mengecek nilai kadar glukosa dengan kadar normal glukosa yang ada di botol strip tes.
8. Membuang strip tes yang telah digunakan
Glukometer dapat memberikan hasil yang lebih cepat, bahan pemeriksaan yang
dibutuhkan lebih sedikit, dan prosedur kerjanya lebih mudah dibandingkan spektrofotometer
(Mariady et al., 2013).
F. Interpretasi
Kadar glukosa dalam darah selalu berubah-ubah sepanjang hari, kadang naik dan kadang
turun, tergantung makanan yang dimakan dan aktivitas yang dilakukan pada hari itu. Kadar
glukosa darah puasa yang normal pada anjng adalah (3.3 mmol/L - 6.2 mmol/L atau 60
mg/dL - 111 mg/dL) (Idowu, 2018). Glukosa darah dikatakan abnormal apabila kurang atau
melebihi nilai rujukan. Kadar gula darah yang terlalu tinggi dinamakan hiperglikemia. Kadar
glukosa kurang dari normal dinamakan hipoglikomia. Dalam tubuh manusia glukosa yang
telah diserap oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui
aliran darah (Subiyono et al., 2016).
Hiperglikemia adalah istilah medis untuk keadaan kadar glukosa yang berlebihan dalam
plasma darah yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin oleh pankreas atau
berkurangnya sensitifitas jaringan terhadap insulin. Normalnya kadar glukosa di dalam darah
berkisar antara 70-120 mg/dL pada saat puasa, < 140 mg/dL 2 jam setelah makan dan < 200
mg/ dL pada pengukuran sewaktu . Kadar glukosa akan sedikit meningkat dari nilai normal
sesaat sesudah makan, tetapi keadaan ini tidak dianggap sebagai hiperglikemia (Rahmatullah
et al., 2014).
Peningkatan kadar glukosa di dalam darah memiliki efek langsung terhadap organ ginjal.
Normalnya glukosa tidak ditemukan di dalam urin dikarenakan proses filtrasi ginjal yang
memungkinkan glukosa direabsorbsi kembali ke dalam pembuluh darah. Ambang batas
toleransi ginjal terhadap glukosa yatu 160 mg/dl - 180 mg/dl. Jika ambang batas terlampaui
maka glukosa akan diekskresikan ke dalam urin karena ginjal tidak mampu menampung
kadar glukosa yang berlebih tersebut sehingga timbul suatu keadaan yang dinamakan
glukosuria (Rahmatullah et al., 2014).
Diabetes Melitus merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektivitas insulin. Sedangkan
insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas untuk mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Gangguan metabolik ini
mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air dan elektrolit. Diabetes
berasal dari kata yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan, sedangkan diabetes
melitus merupakan kata lain untuk madu atau gula. Sehingga diabetes melitus adalah
penyakit di mana seseorang mengeluarkan atau mengalirkan sejumlah urin yang terasa manis.
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolysis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan
keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban
ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Pasien dapat mengalami hipotensi dan syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen
otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal (Wulandari dan Martini, 2013).
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah dibawah normal.
Kadar hipoglikemia pada anjing yaitu <3.3 mmol/L (<60 mg/dL). Latihan yang intens atau
aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat secara signifikan meningkatkan pemanfaatan
glukosa dan menguras glikogen dengan cepat, terutama pada anjing tanpa lemak, dengan
sekuel hipoglikemia. Pada manusia, olahraga terus menerus selama 2 hingga 3 jam maksimal
65% pengambilan oksigen menghasilkan pengembangan hipoglikemia. Karena itu,
hipoglikemia lebih dari yang bisa dibayangkan mudah terjadi pada anjing yang melakukan
latihan ekstrem ditambah dengan adanya kondisi tubuh yang buruk (Idowu, 2018).
Glukosa pada urin dapat ditemukan apabila hewan diberi asupan karbohidrat berlebih serta
kurangnya aktivitas fisik. Keadaan glukosuria juga dapat terjadi bila hewan mengalami stres
yang berkepanjangan. Kadar gula darah yang tinggi dapat dideteksi melalui beberapa faktor,
salah satunya dengan adanya glukosa pada urin (Amalia et al., 2017).
Peningkatan glukosa dalam darah akan menyebabkan tubulus ginjal bekerja secara
berlebihan untuk mengabsorbsi glukosa sehingga sebagian glukosa dikeluarkan bersama urin.
Di dalam urin yang dalam keadaan normal tidak ada atau negatif mengandung glukosa.
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan bertambahnya umur.
Hal ini disebabkan oleh komposisi tubuh yang berubah, penurunan kegiatan fisik, penurunan
sensitivitas jaringan terhadap insulin, atau kombinasinya. Hewan yang mengalami penuaan
akan mengalami perubahan pada sistem endokrin. Sistem endokrin yang mengalami
perubahan dalam kondisi ini adalah produksi dan sekresi hormon termasuk insulin sehingga
hewan tua rentan mengalami diabetes (Amalia et al., 2017).
Glukosa yang terdeteksi di dalam urin anjing kemungkinan lain disebabkan oleh adanya
gangguan fungsi ginjal serta pankreas dalam memproduksi hormon insulin. Hal ini
disebabkan karena gangguan sel beta pankreas dalam menghasilkan hormon insulin.
Ketidakseimbangan antara hormon insulin dan hormon glukagon menyebabkan
meningkatnya glukosa di dalam darah. Sehingga menyebabkan ginjal bekerja secara
berlebihan dalam mengabsorbsi. Hasil positif adanya glukosa di dalam urin kemungkinan
juga karena intensitas aktivitas berburu yang kurang. Kadar glukosa di dalam urin anjing
dipengaruhi oleh intensitas aktivitas dan pola makan. Aktivitas yang kurang akan
menurunkan sensitivitas insulin dan pemakainan glukosa akan menyebabkan penumpukan
kadar glukosa di dalam urin (Amalia et al., 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, F., Roslizawaty, Rusli, A. Sayuti, M.Hasan, Amiruddin dan Zuraida. 2017. Glucose
Levels of Canis Familiaris Urine In Lamposi Tigo Nagori Payakumbuh Using
Semiquantitative Striptest. Jurnal Medika Veterinaria, 11(1):10-14.
file:///C:/Users/VITARACOM/Downloads/3526-19553-1-PB.pdf

Fadhila, N. 2016. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Pembuluh Kapiler Antara Pekerja
Shift Pagi dan Shift Malam Pada Pekerja Mesin Maintenance Di Pt. Tunas Baru
Lampung: Lampung.
Http://Digilib.Unila.Ac.Id/24569/16/Skripsi%20tanpa%20bab%20pembahasan.Pdf

Firgiansyah, A. 2016. Perbandingan Kadar Glukosa Darah Menggunakan Spektrofotometer


dan Glukometer. (Skripsi). Universitas Muhammadiyah Semarang: Semarang.
http://repository.unimus.ac.id/111/1/FULLTEXT.pdf

Hasibuan, E. 2015. Pengenalan Spektrofotometri Pada Mahasiswa Yang Melakukan


Penelitian Di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Usu. Universitas Sumatera
Utara: Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/61183/Spektrofotometri.pdf?sequence
=1

Idowu, O dan K. Heading. 2018. Hypoglycemia in dogs: Causes, management, and diagnosis.
Can Vet J,59: 642–649. https://sci-
hub.tw/https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5949948/
Kaneko, J. J. 2008. Carbohydrate Metabolism and Its Diseases. Clinical Biochemistry of
Domestic Animals, 45–80. https://sci-
hub.tw/https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780123704917000039

Mariady, F., C. Sugiarto dan L. Sadeli. 2013. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar
Glukosa Darah Sewaktu Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer Pada
Penderita Diabetes Melitus di Klinik Nirlaba Bandung. Universitas Kristen
Maranatha: Bandung. https://repository.maranatha.edu/12267/9/1010152_Jurnal.pdf

Meinisasti, R., S. Riyadi dan Krisyanella. 2017. Analisis Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pada Darah Kapiler dan Vena Pasien DMT2 di Bengkulu Tahun 2016. Jurnal Sains
dan Teknologi Farmasi, 19(1): 20-22.
http://jstf.ffarmasi.unand.ac.id/index.php/jstf/article/view/92/75

Putri, S. D. 2016. Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan
Di Poliklinik Endokrin Metabolik Rsup.Dr.M.Djamil Padang. Universitas Andalas:
Padang. http://scholar.unand.ac.id/5050/

Rahmatullah, A., Ieva B. Akbar dan Agung F. Sumantri. 2014. Hubungan Kadar Gula
Darah dengan Glukosuria pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Al-Ihsan Periode
Januari – Desember 2014. Prosiding Pendidikan Dokter Gelombang 2, Tahun
Akademik 2014-2015. http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/dokter/article/view/1471

Subiyono., M. A. Martsiningsih dan D. Gabrela. 2016. Gambaran Kadar Glukosa Darah


Metode GOD-PAP (Glucose Oxsidase – Peroxidase Aminoantypirin) Sampel Serum
Dan Plasma EDTA (Ethylen Diamin Terta Acetat). Jurnal Teknologi Laboratorium,
(5)1: 45 ~ 48. file:///C:/Users/VITARACOM/Downloads/77-Article%20Text-315-1-10-
20170919%20(1).pdf

Triana, L Dan M. Salim. 2017. Perbedaan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial. Jurnal
Laboratorium Khatulistiwa, 1(1): 51-57. https://ejournal.poltekkes-
pontianak.ac.id/index.php/JLK/article/view/97/pdf

Wulandari, O dan S. Martini. 2013. Perbedaan Kejadian Komplikasi Penderita Diabetes


Melitus Tipe 2 Menurut Gula Darah Acak. Jurnal Berkala Epidemiologi, 1(2): 182–
191. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jbe85ac0fadd3full.pdf

Anda mungkin juga menyukai