Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MATERNITAS

KANKER CERVIKS

OLEH

RESKIANAH. S

PROGRAM KHUSUS D III KEPERAWATAN


AKPER YPPP WONOMULYO
TAHUN AKADEMIK 2011 / 2012
KANKER SERVIKS

Kanker serviks yang dikenal juga sebagai kanker leher rahim atau kanker mulut
rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita
yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang
senggama (vagina). Kanker ini adalah jenis kanker yang biasanya tumbuh lambat pada wanita
dan sifatnya tidak diturunkan melainkan dipengaruhi oleh aktivitas seksual.

Kanker serviks merupakan kanker yang paling banyak terjadi bagi kaum wanita. Setiap
satu jam, satu wanita meninggal di Indonesia karena kanker serviks atau kanker leher rahim ini.
Fakta menunjukkan bahwa jutaan wanita di dunia terinfeksi HPV, yang dianggap penyakit lewat
hubungan seks yang paling umum di dunia.

EPIDEMOLOGI
Di antara tumor ganas ginekologik, kanker serviks uterus masih menduduki peringkat
pertama di Indonesia. Selama kurun waktu 5 tahun (1975-1979) penulis menemukan di RSUGM/
RSUP Sardjito 179 di antara 263 kasus (68,1%), Soeripto dkk menemukan frekuensi relative
karinoma serviks di propinsi D.I.Y 25,7% dalam kurun 1970-1973 (3 tahun) dan 20% dalam
kurun 1980-1982 (2 tahun) di antara 5 jenis kanker terbanyak pada wanita sebagai peringkat
pertama. Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari
fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita
usia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53%
dari KIS terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang
ada, kita sepakat secara nasional melacak (mendeteksi dini) setiap wanita sekali saja setelah
melewati usia 60 tahun. Yang penting dalam pelacakan ini adalah cakupannya (coverage).
Bahkan direncanakan melatih tenaga sukarelawati (dukun, ibu-ibu PKK di dasawisma) untuk
mengenali bentuk portio yang mencurigakan untuk dapat di PAP SMEAR oleh dokter/ bidan di
puskesmas/ puskesling sebagaimana disarankan oleh WHO menurut Martin dan Dajoux dari
1000 serviks uteri ternyata hanya 48 yang betul-betul normal, 950 mengandung kelainan jinak, 2
tumor ganas.

ETIOLOGI
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya
mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting: jarang
ditemukan pada perawan, insiden lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak
kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama dialami pada usia muda (<16 tahun), insiden
meningkat dengan tingginya paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari
golongan sosial ekonomi rendah (hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering
berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat
(sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human
Papilloma Virus)-type 16 atau 18 dan akhirnya kebiasaan merokok.

FAKTOR RESIKO
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara
lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker
serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di
samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan
risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
6. Pengguna immunosuppressan, contohnya pada mereka dengan transplan ginjal

PENYEBAB KANKER SERVIKS


Hingga saat ini Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab 99,7% kanker
serviks. Virus papilloma ini berukuran kecil, diameter virus kurang lebih 55 nm. Terdapat lebih
dari 100 tipe HPV, HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 sering ditemukan pada
kanker maupun lesi pra kanker serviks. HPV tipe 16 dan 18 merupakan 70 % penyebab kanker
serviks. Yang termasuk dalam tipe rendah yakni HPV 6 dan 11 tidak menyebabkan kanker,
hanya menyebabkan kutil di sekitar kemaluan, sedangkan tipe tinggi, HPV 16 dan 18
menyebabkan kanker serviks.
Sebagian besar virus HPV akan menghilang sendiri karena ada system kekebalan tubuh
alami, tetapi ada sebagian yang tidak menghilang dan menetap. HPV yang menetap inilah yang
menyebabkan perubahan sel leher rahim menjadi kanker serviks. Perjalanan kanker serviks dari
infeksi HPV, tahap pre kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 – 20 thn.

PATOLOGI
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi endoserviks (portio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologik
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/ silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini berada di luar
ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia >35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.
Maka untuk melakukan pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus
dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya
kanker serviks tak member tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan speculum,
tampak sebagai porsio yang erosive (metaplasia skuamosa) yang fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh: 1) eksofitik mulai dari SCJ kea rah lumen vagina sebagai masa
proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis, 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh
ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus. 3) ulseratif
mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal
fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasia (erosion) akibat saling
desak mendeaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang
erosive (metaplasia kuamosa) yang semula faali/ fisiologis dapat berubah menjadi patologik
(displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III, dan KIS untuk akhirnya menjadi
karsinoma invasif. Sekali menjadi mikro invasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan
terus.
Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun). Perubahan epitel displastik
serviks secara continue yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan/ tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian concept dari Richart. Histopatologik
sebagian terbesar(95-97%) berupa epidermoid atau squamosa cell carcinoma, sisanya
adenocarsinoma, clearcell carcinoma/ mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah
sarcoma.
Tingkatan Pra-Maligna
Porsio yang erosive dengan ektropion bukanlah termasuk lesi pramaligna, selama tidak
ada bukti adanya perubahan displastik dari SCJ. Penting untuk dapat menggaet sel-sel dari SCJ
untuk pemeriksaan eksfoliatif sitologi, meskipun pada pemeriksaan ini ada kemungkinan terjadi
false negative atau false positive. Perlu ditekankan bahwa penanganan/ terapi hanya boleh
dilakukan atas dasar bukti histopatologik. Oleh sebab itu, utnuk konfirmasi hasil Pap Smear,
perlu tindak lanjut upaya diagnostic biopsi serviks.

Penyebaran
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah; a) ke
arah fornises dan dinding vagina, b). ke arah korpus uterus, dan c). ke arah parametrium dan
dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septumrektovaginal dan kandung kemih.
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran melalui
pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada
daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi imunologik tubuh penderita KIS akan berkembang
menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1 mm
dan sel tumor belu, terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >
1mm dari membrane basalis, atau < 1 mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfe
atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma serviks,
akan tetapi secara kliis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai
ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesuah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen
menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornises vagina,
korpus uterus, rektum dan kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat
menimbulkan fistula rectum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan
menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latm, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoretis dapat dilanjut melalui trunkus
limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahan-
perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di
tempat ureter masuk ke dalam kandung kemih.
Tabel 1.1. Hubungan tingkat klinik dengan kelenjar daerah yang mengandung tumor
Tingkat Persentase Mengandung Tumor
IB 10-20 %
II 30%
III 60%
IV >80%
Pembagian Tingkat Keganasan
Tabel 1.2. Tingkat keganasan klinik dibagi menurut klasifikasi FIGO, 1978 sebagai berikut:
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intraepitel; membrane basalis
masih utuh
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif, bila membrane basali sudah rusak dan sel tumor
sudah memasuki stroma tak > 3 mm, an sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh limfa atau pembuluh darah
*) Kedalaman invasi 3 mm sebaiknya diganti dengan tak > 1 mm
Ibo cc (I b occult = I b tersembunyi), secara klinis tumor belum tampak sebagai
karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histopatologik ternyata sel tumor
telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia
Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi ke dalam stroma serviks uteri
II Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian
atas vagina dan/ ke parametrium, tetapi tidak sampai ke dinding panggul
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrate
tumor
IIb Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
panggul
III Penyebaran telah sampai kw 1/3 bagian distal vagina atau ke parametrium
sampai dinding panggul
IIIa Penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium
tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic) atau
proses pada tingkat klinik I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan/atau kandung kemih (dibuktikan secara histologik), atau telah
terjadi metastase keluar panggul atau ke tempat-tempat yang jauh
IVa Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rectum dan/ kandung kemih
IVb Telah terjadi penyebaran jauh

Table 1.3. Pembagian Tingkat Keganasan menurut system TNM


Tingkat Criteria
T Tak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus
uteri)
T1a Pra-Klinik adalah karsinoma yang invasif dibuktikan dengan pemeriksaan
histologik
T1b Secara klinis jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding penggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum
sampai 1/3 bagian distal
T2a Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
T2b Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
T3 Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai
dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dan dinding panggul)
NB Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter
karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3
meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang
lebih rendah (T1 atau T2)
T4 Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rectum kandng kemih, atau
meluas sampai di luar panggul (ditemukannya edema bullosa tidak cukup
bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4)
T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rectum saja dan dibuktikan
secara histologik.
T4b Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul
NB Pembesaran uterus sajabelum ada alasan untuk memasukkannya sebagai
T4
NX Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional, tanda -/+
ditambahkan ntuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi NX +atau NX -
No Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografik
N1 Kelenjar limfa regional berbah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh
cara-cara diagnostik yang tersedia (misalnya limfografi, CT scan panggul
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah
bebas infiltrate di antara masa ini dengan tumor
Mo Tidak ada metastase berjarak jauh
M1 Terdapat metastase berjarak jauh, termasuk kelenjar limfadi atas
bifurkasio uteri iliaka komunis

PERKEMBANGAN KANKER SERVIKS


Dari infeksi virus HPV sampai menjadi kanker serviks memerlukan waktu bertahun-
tahun, bahkan lebih dari 10 tahun. Pada tahap awal infeksi virus akan menyebabkan perubahan
sel-sel epitel pada mulut rahim, sel-sel menjadi tidak terkendali perkembangannya dan bila
berlanjut akan menjadi kanker.
Pada tahan awal infeksi sebelum menjadi kanker didahului oleh adanya lesi prakanker
yang disebut Cervical Intraepthelial Neoplasia (CIN) atau Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS).
Lesi prakanker ini berlangsung cukup lama yaitu memakan waktu antara 10 - 20 tahun. Dalam
perjalanannya CIN I (NIS I) akan berkembang menjadi CIN II (NIS II) kemudian menjadi CIN
III (NIS III) yang bila penyakit berlanjut maka akan berkembang menjadi kanker serviks. (Baca
disini mengenai CIN)
Konsep regresi spontan serta lesi yang persiten menyatakan bahwa tidak semua lesi pra
kanker akan berkembang menjadi lesi invasive atau kanker serviks, sehingga diakui masih
banyak faktor yang mempengaruhi. CIN I (NIS I) hanya 12 % saja yang berkembang ke derajat
yang lebih berat, sedangkan CIN II (NIS II) dan CIN III (NIS III) mempunyai risiko berkembang
menjadi kanker invasif bila tidak mendapatkan penanganan.

KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI KANKER SERVIKS

Ada 2 bentuk kanker serviks yang paling sering dijumpai yaitu karsinoma sel skuamosa
dan adenokarsinoma. Sekitar 85% merupakan karsinoma skuamosa (epidermoid), 10%
merupakan jenis adenokarsinoma dan 5% merupakan adenoskuamosa, clear cell, small cell dan
verucous.

GEJALA KANKER SERVIKS


Karena umumnya kebanyakan wanita tidak menunjukan gejala. Maka banyak diantara
mereka yang tidak menyadari, kalau mereka telah menderita kanker. Itulah yang menjadi
penyebab mengapa penderita kanker serviks datang ke dokter sudah dalam taraf stadium lanjut.
Bahkan orang tidak menyadari bahwa dia sudah terinfeksi bahkan sudah menularkannya kepada
orang lain.
Pada tahap/stadium awal (prekanker) tidak ada gejala yang jelas, setelah berkembang
menjadi kanker timbul gejala-gejala keputihan yang tidak sembuh walaupun sudah diobati,
keputihan yang keruh dan berbau busuk, perdarahan setelah berhubungan seks, perdarahan di
luar siklus haid dan lain-lain. Pada stadium lanjut dimana sudah terjadi penyebaran ke organ-
organ sekitar mungkin terdapat keluhan nyeri daerah panggul, sulit BAK, BAK berdarah dan
lain-lain.
Tetapi, tidak semua perdarahan di vagina juga disebabkan oleh kanker leher rahim,
penyebabnya bisa juga karena infeksi, hormon yang tidak seimbang, atau gangguan haid. Namun
ada baiknya setiap perdarahan di luar masa haid harus diperiksakan ke dokter, agar kita
mengetahui dengan pasti apakah kita mengidap kanker servicks atau tidak.
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian,
pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis senggama
(disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%).
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan makin
sering terjadi, juga di luar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi
pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.
Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah
mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta
pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks
oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat
berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau
busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat
perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf,
memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat,
khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain
yang dapat timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastase jauh. Sebelum tingkat
akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal
(CRF= Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung
kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis serviks uterus yang klinis sudah
agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosa dalam tingkat
yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra-invasif, lebih baik bila dapat menangkapnya dalam
tingkatan pra-maligna (dysplasia/ diskariosis serviks).
Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endo-serviks yang positif tidak boleh
dianggap pasti. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologik dari jaringan yang
diperoleh dengan melakukan biopsi. Agar hasil pemeriksaan histologik memuaskan biopi harus
terarah (targeted biopsy). Seyogyanya dengan bimbingan kolposkop bila sarana memungkinkan,
memulas portio dengan larutan Lugol dan jaringan yang akan diambil hendaknya pada batas
antara jaringan normal (berwarna coklat tua karena menyerap iodium) dengan bagian porsio
yang pucat (jaringan abnormal yang tidak menyerap Iodium). Kemudian jaringan direndam
dalam larutan formalin 10% untuk dikirim ke Laboratorium Anatomi. Perlu disadari
mengerjakan biopsy yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik. Pada tingkat klinik
0, Ia, Ib-occ, penetuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan atas hasil pemeriksaan
histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi diagnosa yang tepat sering diperlukan tindak lanjut
seperti kuretase endoserviks (ECC= Endo-Cervical Curretage) atau konisasi serviks.

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS


Deteksi Kanker Serviks
Bagaimana cara mendeteksi bahwa seorang wanita terinfeksi HPV yang menyebabkan
kanker serviks? Gejala seseorang terinfeksi HPV memang tidak terlihat dan tidak mudah
diamati. Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan melakukan pemeriksaan sitologis leher
rahim. Pemeriksaan ini saat ini populer dengan nama Pap smear atau Papanicolaou smear yang
diambil dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini yaitu George N. Papanicolaou.
Namun, ada juga berbagai metode lainnya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV dan kanker
serviks seperti berikut:
 IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan
dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah
ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat
dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga
relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang
mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.
 Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk
mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan
dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-
sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah
mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
 Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil
sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh
bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.
 Kolposkopi
Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau
kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi
lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan
apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim. Jika ada yang
tidak normal, biopsi — pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh — dilakukan dan
pengobatan untuk kanker serviks segera dimulai.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim, test ini mendeteksi
adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
miroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang
dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan
semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang
terkumpul diperiksa dengan mikroskop.

Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika
ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi. Kolposkopi merupakan pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang
digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang
abnormal. Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan servik, kemudian
dilakukan biopsy pada lesi-lesi tersebut.
IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) tes merupakan alternatif skrining untuk kanker
serviks. Tes sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter
ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada
permukaan serviks yang tidak normal. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium
penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun
mencapai 90%.

PENANGANAN KANKER SERVIKS


Penanganan kanker leher dilakukan sesuai dengan stadiumnya (Baca disini). Pada tahap
prekanker yaitu pada tahap CIN penanganan dilakukan dengan destruksi lokal pada mulut rahim.
Sedangkan bila sudah pada tahap kanker penanganan yang dilakukan adalah pembedahan berupa
pengangkatan rahim, kemoterapi dan radioterapi. Pada tahap kanker walaupun dilakukan
penanganan yang semestinya angka kesembuhannya kecil sekali.
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik
dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi
dan pengamatan lanjutan (tim kanker/ tim onkologi).
Pada tingkat klinik (KIS) tidak benarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi,
bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli
dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi
kerucut (conbiopy) meskipun untuk diagnsotik acapkali menjadi terapeutik. Ostium uteri
internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderita telah cukup tua, atau sudah
mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu ditinggalkan, agar penyakit tidak kambuh (relaps)
dapat dilakukan histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy).
Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi aplikasi radium
dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A tanpa penambahan penyinaran luar, dapat dilakukan
pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker invasif. Bilamana
kedalaman invasi kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas serta tidak
melibatkan pembuluh limfa atau pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti KIS di atas.
Pada klinik Ib, Ib occ, dan IIa dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul. Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran tergantung ada/tidak adanya sel
tumor dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.
Pada tingkat IIb, II, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer
adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim ke pusat
penanggulangan kanker, dimana berkumpul para pakar onkologi yang berpengalaman dan
tersedianya sarana yang mutakhir. Bilamana diperlukan penyinaran pasca bedah, maka di
Yogyakarta (RSUP Dr.Sardjito) dilakukan radiasi luar Cobalt -60 dosis 5000 rads (fraksi 200
rads/hari selama 25 hari (5 minggu) karena sabtu dan minggu tidak ada penyinaran, disusul 2
minggu kemudian dengan radiasi dalam dengan aplikasi radium 2 kali (interval 1-2 minggu)
@750 R (=Roentgen dititik A (setinggi 2 cm dari OUE dan sejauh 2 cm dari sumbu uterus) dan
titik B (=setinggi titik A sejauh 3 cm ke lateral di daerah obturator), atau menggunakan metode
Fletchner dengan afterloading memakai bola-bola dari Cesium-137 (brachytherapy). Di Jakarta
dengan tersedianya pesawat Linac (Linear Accelerator) di RSCM, RSPP, dan RSPAD Gatot
Subroto tehnik penyinaran sudah lebih canggih, karena penetrasi sinar jauh lebih dalam
dibanding dengan sinar yang dikeluarkan oleh sumber Cobalt-60 apalagi Cesium-137.
Penggunaan radiosensitizer dan radio-enchancers masih dalam taraf eksperimental.
Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian
khemoterapi dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah
penanganan lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahlu adalah radiasi dan prosesnya
masih terbatas pada panggul. Bilamana proses sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakukan,
harus dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. Untuk tak tak digunakan sitotatika
tunggal, tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika
(polikhemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi, sebaiknya dilakukan penyinaran bila
prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tak
mungkin dikerjakan atau prosesnya sudah lanjut penyebarannya, maka dipilih polikemoterapi
bila syarat-syaratnya terpenuhi. Penyinaran ulang pada kasus-kasus yang sebelumnya pernah
mendapat radiasi, dengan mesin Linac dan ditangan yang ahli, hasilnya tidak selalu
mengecewakan. Penggunaan imunoterapi masih dalam taraf eksperimen.
Gambaran klinik dan penanganan adenokarsinoma serviks uterus pada umumnya tidak
berbeda dengan kista epidermoid.
Karsinoma Serviks Uterus dalam Kehamilan
Tumor ganas di serviks tidak menghalangi untuk adanya kehamilan. Terdapat kira-kira 1
di antara 3000 kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma serviks dalam dan di luar
kehamilan, mengenai perjalanan penyakitnya, dalam rasio kesembuhan pada tingkat klinik yang
sama. Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena penyinaran, mempunyai efek
samping yang merugikan penderita yang berusia muda.
Penanganan sirurgik didasarkan atas tingkat klinik penyakit dan umur kehamilan. Pada
tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai partus berlangsung spontan dan bila 3 bulan pasca
persalinan masih tetap adaa, maka ditangani seperti kondisi tidak hamil dengan memperhatikan
tingkatan klinik yang ada saat itu.
Pada tingkat klinik I, II, ke atas dengan kehamilan:
1. Trimester I dan awal trimester II, histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul
dengan janin in utero
2. Trimester II lanjut: ditunggu sampai janin viable (dapat hidup diluar rahim (kehamilan > 34
minggu). Dikerjakan seksio sesar klasik/ corporal, diteruskan dengan histerektomi radikal
dan limfadenektomi panggul.
3. Trimester III, seksio sesaria klasik/ corporal dilanjutkan dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi panggul
4. Pasca persalinan: histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul.
Pengamatan Lanjut
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama dan kemudian tiap 6 bulan, tergantung dari keadaan.
Jangan dilupakan meraba kelenjar inguinal dan supraklavikular, perabaan abdomen, perabaan
abdomino-vaginal dan abdomino-rektal, pemeriksaan sitologik puncak vagina dan foto rontgen
toraks (setiap 6 bulan). Kolposkopi sangat penting untuk meneliti puncak vagina, untuk
menemukan bentuk-bentuk pra-maligna. Rektoskopi, sistoskopi dan pemeriksaan lain seperti
renogram, IVP (Intravenous Pyeloraphy) dan CT-Scan panggul atau limfografi dilakukan
menurut indikasi. Dewasa ini MRI dapat pula digunakan.
Prognosis
Faktor-faktor yang menentukan prognosis ialah 1) umur penderita, 2) Keadaan umum, 3)
tingkat klinik keganasan, 4) cirri-ciri histologik sel tumor, 5) kemampuan ahli atau tim ahli yang
menangangi, 6) sarana pengobatan yang ada.
Table 1.4 Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai
berikut:
Tingkat AKH 5 tahun
T1S Hampir 100%
T1 70 -85%
T2 40 – 60%
T3 30 – 40 %
T4 < 30%

Sarkoma
Sarcoma serviks uterus, jarang sekali ditemukan. Yang terbanyak ialah Sarkoma
botriodes yang biasanya terdapat bersamaan dengan tumor sejenis divagina. Tumor ini biasanya
terdapat pada bayi dan anak-anak, berbentuk polipoid seperti buah anggur. Penyebarannya cepat
secara hematogen dan dari sebab itu prognosinya buruk. Penanganannya dengan operasi yang
sangat luas, diteruskan dengan pemberian sitostatika berupa kombinasi dari Bleomisin C,
Adriamisin, Vinkristin, Aktinomisin D atau Cytoxan.

PENCEGAHAN KANKER SERVIKS


Berbagai pencegahan kanker serviks, yang bisa dilakukan misalnya melakukan edukasi
mengenai kesehatan organ reproduksi pada remaja, menggunakan kondom sebelum berhubungan
atau bersikap setia pada satu pasangan, serta melakukan vaksinasi yang kini sudah tersedia di
Indonesia.
Penyakit kanker serviks ini dapat dicegah melalui screening dan vaksinasi. Vaksinasi
untuk perempuan yang belum pernah melakukan hubungan seksual, sedangkan screening atau
papsmear sebaiknya dilakukan perempuan yang sudah pernah berhubungan seksual.
Referensi:
http://www.suaradokter.com/2009/07/kanker-serviks/
http://medicastore.com/penyakit/104/Kanker_Leher_Rahim_serviks.html
http://jurug.blogspot.com/2010/03/tanda-tanda-kanker-serviks-kanker-leher.html
http://nastuti.wordpress.com/2008/05/09/kanker-leher-rahim/

Anda mungkin juga menyukai