Anda di halaman 1dari 22

ASKEP RECTUM

Posted: 04/04/2013 in Bahan Kuliah


0
BAB I

PENDAHULUAN

1. A. LATAR BELAKANG

Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar atau rektum relatif umum.
Pada kenyataannya, kanker kolon dan rektum sekarang adalah tipe paling umum kedua dari
kanker internal di Amerika Serikat. Ini adalah penyakit budaya barat. Diperkirakan bahwa
150.000 kasus baru kanker kolorektal di diagnosis di negara ini setiap tahunnya. Kanker
kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya
meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun) dan
makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus
inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase distribusi telah terjadi pada tahun
terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area rektal telah menurun, sedangkan insidens
pada kolon asendens dan desendens meningkat.

Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut
meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan
dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah lima tahun
adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase.
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan
hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.

Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor resiko telah
teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip dalam keluarga,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak, rotein dan daging serta rendah
serat.
BAB II

PEMBAHASAN

1. 1. DEFINISI

Ca. Rectum adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum. Karsinoma Recti
merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian
Recti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel epitel yang tidak terkendali. Karsinoma
rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi yang biasanya berasal dari kelenjar
sekretorik lapisan mukosa sebagian besar kanker kolostomy berawal dari polip yang sudah
ada sebelumnya. Karsinoma Rektum merupakan tumor ganas yang berupa massa polipoid
besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai
cincin anular (Price and Wilson, 1994, hal 419).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal. Secara
fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian
sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia
coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada
insersi muskulus levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm
pada recto-sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan
longitudinal), dan lapisan serosa.

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media, dan
inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. mesenterika inferior,
arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna,
arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior
berasal dari plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v.
mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak
berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.
Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya
menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi
dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal.
Pembuluh rekrum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.

3. ETIOLOGI

Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor risiko telah
teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada keluarga, riwayat penyakit usus
inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan daging serta rendah serat.

( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1123 ).

a. Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon
atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip
bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi kanker.

b. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-
tahun memiliki risiko yang lebih besar.

c. Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat
terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di
indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi
untuk terkena kanker colorectal.
d. Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat kanker colorectal
pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika
saudara Anda terkena kanker pada usia muda.

e. Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang tinggi lemak
dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker
colorectal.

f. Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia lebih tua. Lebih
dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia 50 tahun ke atas.

4. GEJALA KLINIS

a. Perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau sembelit/konstipasi)

b. Usus besar terasa tidak kosong seluruhnya

c. Ada darah (baik merah terang atau kehitaman) di kotoran

d. Kotoran lebih sempit dari biasanya

e. Sering kembung atau keram perut, atau merasa kekenyangan

f. Kehilangan berat badan tanpa alasan

g. Selalu merasa sangat letih

h. Mual atau muntah-muntah.


Semua karsinoma kolorektal dapat menyebabkan ulserasi, perdarahan, obstruksi bila
membesar atau invasi menembus dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-
kadang bisa terjadi perforasi dan menimbulkan abses dalam peritoneum. Keluhan dan gejala
sangat tergantung dari besarnya tumor.
Tumor pada Recti dan kolon asendens dapat tumbuh sampai besar sebelum menimbulkan
tanda-tanda obstruksi karena lumennya lebih besar daripada kolon desendens dan juga karena
dindingnya lebih mudah melebar. Perdarahan biasanya sedikit atau tersamar. Bila karsinoma
Recti menembus ke daerah ileum akan terjadi obstruksi usus halus dengan pelebaran bagian
proksimal dan timbul nausea atau vomitus. Harus dibedakan dengan karsinoma pada kolon
desendens yang lebih cepat menimbulkan obstruksi sehingga terjadi obstipasi.

5. FAKTOR RESIKO

Kanker yang ditemukan pada kolon dan rektum 16 % di antaranya menyerang recti terutama
terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita. Beberapa faktor
risiko telah diidentifikasi sebagai berikut:
a. Kebiasaan diet rendah serat.

b. Mengkonsumsi diet tinggi lemak dan rendah serat.

c. Menahan tinja / defekasi yang sering.

d. Faktor genetik.

6. KLASIFIKASI

Stadium 0: Kanker ditemukan hanya pada lapisan terdalam di kolon atau rektum. Carcinoma
in situ adalah nama lain untuk kanker colorectal Stadium 0.
Stadium I: Tumor telah tumbuh ke dinding dalam kolon atau rektum. Tumor belum tumbuh
menembus dinding.

Stadium II: Tumor telah berkembang lebih dalam atau menembus dinding kolon atau
rektum. Kanker ini mungkin telah menyerang jaringan di sekitarnya, tapi sel-sel kanker
belum menyebar ke kelenjar getah bening,

Stadium III: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di sekitarnya, tapi belum
menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Stadium IV: Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang lain, misalnya hati atau paru-paru.

Kambuh: Kanker ini merupakan kanker yang sudah diobati tapi kambuh kembali setelah
periode tertentu, karena kanker itu tidak terdeteksi. Penyakit ini dapat kambuh kembali dalam
kolon atau rectum, atau di bagian tubuh yang lain.

Menurut klasifikasi duke berdasarkan atas penyebaran sel karsinoma dibagi menjadi :

Kelas A : Tumor dibatasi mukosa dan submukosa.

Kelas B : Penetrasi atau penyebaran melalui dinding usus.

Kelas C : Invasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.

Kelas D : Metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.

( Brunner & Suddarth,buku ajar keperawatan medikal bedah,hal. 1126 ).


7. PATOFISIOLOGI

Brunner dan Suddart (2002), menjelaskan patofisiologi terjadinya karsinoma rektum sebagai
berikut :

Polip jinak pada kolon atau rectum

|
menjadi ganas

|
menyusup serta merusak jaringan normal kolon

|
meluas ke dalam struktur sekitarnya

|
bermetastatis dan dapat terlepas dari tumor primer

Menyebar ke bagian tubuh yang lain dengan cara :

 Limfogen ke kelenjar parailiaka, mesenterium dan paraaorta.

 Hematogen terutama ke hati


 Perkontinuitatum (menembus ke jaringan sekitar atau organ sekitarnya)misalnya : ureter,
buli-buli, uterus, vagina, atau prostat dan dapat mengakibatkan peritonitis karsinomatosa.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a) Dengan “RECTAL – TOUCHER” biasanya diketahui :

a. Tonus sfingterani keras/lembek.

b. Mukosa kasar,kaku biasanya tidak dapat digeser.

c. Ampula rektum kolaps/kembung terisi feses atau tumor yang dapat teraba
ataupun tidak.

b) Foto sinar X Pemeriksaan radiologis dengan barium enema dianjurkan sebagai


pemeriksaan rutin sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Pada pemeriksaan ini akan tampak
filling defect biasanya sepanjang 5 – 6 cm berbentuk anular atau apple core. Dinding usus
tampak rigid dan gambaran mukosa rusak.

c) Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA)Pemeriksaan CEA dapat dilakukan,


meskipun antigen CEA mungkin bukan indikator yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa
kanker karena tidak semua lesi menyekresi CEA.

d) Tes-tes Khusus
a. Proktosigmoidoskopi Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma
usus besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di bagian
proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah rektosigmoid.

b. Sistoskopi Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang mencurigai
invasi keganasan ke kandung kencing.

e) Tes darah samar pada feses/kotoran (Fecal Occult Blood Test – FOBT):Terkadang
kanker atau polip mengeluarkan darah, dan FOBT dapat mendeteksi jumlah darah yang
sangat sedikit dalam kotoran. Karena tes ini hanya mendeteksi darah, tes-tes lain dibutuhkan
untuk menemukan sumber darah tersebut. Kondisi jinak (seperti hemoroid), juga bisa
menyebabkan darah dalam kotoran.

f) Sigmoidoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan bagian bawah kolon dengan
tabung cahaya (sigmoidoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang dapat menjadi
kanker), maka polip bisa diangkat.

g) Kolonoskopi: Dokter akan memeriksa rektum dan seluruh kolon dengan menggunakan
tabung panjang bercahaya (kolonoskop). Jika ditemukan polip (pertumbuhan jinak yang
dapat menjadi kanker), maka polip bisa diangkat.

h) Enema barium kontras ganda (Double-contrast barium enema): Prosedur ini mencakup
pengisian kolon dan rektum dengan bahan cair putih (barium) untuk meningkatkan kualitas
gambar sinar X. Dengan demikian, ketidaknormalan (seperti polip) dapat terlihat dengan
jelas.
i) Pemeriksaan rektal secara digital: Pemeriksaan rektal seringkali menjadi bagian
pemeriksaan (check-up) fisik rutin. Dokter akan memasukkan jari dengan sarung tangan yang
telah dilumasi ke dalam rektum, untuk merasakan ketidaknormalan.

9. PENATALAKSANAAN

Prinsip prosedur untuk karsinoma rektum menurut Mansjoer, et al, (2000) adalah :

a) Low anterior resection / anterior resection. Insisi lewat abdomen. kolon kiri atau
sigmoid dibuat anastomosis dengan rektum.

b) Prosedur paliatif, dibuat stoma saja.

c) Reseksi abdomino perineal / amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian Distal sigmoid,
rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end kolostomi.

d) Pull through operation. Teknik ini sulit, bila tidak cermat dapat menyebabkan
komplikasi antara lain inkontinensia alvie.

e) Fulgurasi (elektrokogulasi) untuk tumor yang keluar dari anus dan unresektabel.
Pengobatan medis untuk karsinoma kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung/terapi
ajufan yang mencakup kemoterapi, radiasi dan atau imunoterapi (Brunner & Suddart, 2002,
hal 1128).

Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.

1.Pilihan utama adalah pembedahan

2.Radiasi pasca bedah diberikan jika:

a.sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria

b.ada metastasis ke kelenjar limfe regional

c.masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi belum ada metastasis a bedah hanya
diberikan pada karsinoma rektum).

3.Obat sitostatika diberikan bila:

a.inoperabel
b.operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus tunika
muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.

Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:

a) Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut. Pemberian


berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total 6 siklus.

b) Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan


c) Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)

d) Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel hanya
lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama pemberian, harus
diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah.Padastadium lanjut obat sitostatika tidak
meberikan hasil yang memuaskan.

10. KOMPLIKASI

Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (1991) adalah:

a) obstruksi usus parsial

Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang menyebabkan
kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.

b) Perforasi atau perlobangan

c) perdarahan

d) Syok

Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat gangguan peredaran
darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan.

11. ASKEP
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER REKTUM

Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :

a) Perasaan lelah

b) Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan
dengan makan atau defekasi )

c) Pola eliminasi terdahulu dan saat ini

d) Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.

e) Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal

f) Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat

g) penurunan BB.

Pengkajian objekif meliputi :

a) Auskultasi abdomen terhadap bising usus

b) Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah
sebagai berikut :

a) Konstipasi b/d lesi obstruksi

b) Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi

c) Keletihan b/d anemia dan anoreksia

d) Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi Ansietas b/d rencana
pembedahan dan diagnosis kanker Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur
pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang

e) Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma,


dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal

f) Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.

Perencanaan & Implementasi

Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi /
penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat nutrisi optimal;
mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang
diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri setelah pulang; mempertahankan
penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan
pengungkapan perasaan dan masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;

Intervensi Keperawatan PraOperatif


1.Mempertahankan eliminasi

Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau

Laksatif dan enema diberikan sesuai resep

Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk
mejalani pembedahan.

2.Menghilangkan Nyeri

Analgesic diberikan sesuai resep

Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau
radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh pasien

Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan


teknik relaksasi.

3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas

Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien

Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam
upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Apabila transfusi darah diberikan, pedoman keamanan umum dan kebijakan institusi
mengenai tindakan pengamanan harus diikuti.

Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.

4.Memberikan Tindakan Nutrisional

Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu
diberikan pada pra op selama bberapa hari untuk memberikan nutrisi adekuat dan
meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih Diet cair penuh 24 jam pra op,
untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.

Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat
menerima nutrisi parenteral.

5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit

Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang
keseimbangan cairan

Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.

Berikan antiemetik sesuai indikasi

Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan
mencegah distensi abdomen
Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30
ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat disesuaikan.
Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi
hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan gastrointestinal.
Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.

Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta
peningkatan berat jenis urine dilaporakan.

6.Menurunkan Ansietas

Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan Upaya pemberian
dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan menginstruksikan pasien untuk
latihan relaksasi Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan
yang diajukan oleh pasien.

Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien
mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.

Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat
untuk berbicara dengan mereka.

Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan


perilaku empati.

Jawab pertanyaan pasien dengan jujur dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
Setiap informasi dari dokter harus dijelaskan, bila perlu. Kadang – kadang kecemasan
berkurang, bila pasien mengetahui persiapan fisik yang diperlukan selama periode pra op dan
mengetahui kemungkinan post op. beberapa pasien akan lebih senang jika diperbolehkan
untuk melihat hasil pemeriksaan, sementara yang lain memilih untuk tidak mengetahuinya.
7.Mencegah Infeksi

Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan


Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka persiapan
pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon
dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.

Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.

8.Pendidikan Pasien Pra Operatif

Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat
fungsi yang diinginkan pasca op.

Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan
perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan kolostomi, pembatasan diet,
control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.

Intervensi Keperawatan Pasca Operatif

1.Perawatan Luka

Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka
akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik, edema berlebihan ).
Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.

Bantu pasien untuk membebat insisi abdomen selama batuk dan napas dalam untuk
mengurangi tegangan pada tepi insisi.

Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.


Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ),
warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah sedikit adalah normal
), dan perdarahan ( tanda abnormal ).

Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan
pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.

Apabila malignansi telah diangkat dengan rute perineal, luka diobservasi dengan cermat
untuk tanda hemoragik. Luka dapat mengandung drain atau tampon yang diangkat secara
bertahap. Mungkin terdapat jaringan yang terkelupas selama beberapa minggu. Proses ini
juga dipercepat dengan irigasi mekanis luka atau rendam duduk yang dilakukan dua atau tiga
kali sehari.

Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.

2.Citra Tubuh Positif

Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang
pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).

Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk
memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.

Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan
adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi 3. Penerbit : EGC, Jakarta.

Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta,
2000.

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses–Proses
Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.

Schrock, Theodore R. MD. 1999. Ilmu Bedah ( Hand Book of Surgery ) Edisi 7. Penerbit :
EGC, Jakarta.

Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, BP FKUI, Jakarta.

https://sp1r1tgr4zy.wordpress.com/2013/04/04/askep-rectum/

Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi
penyebaran tumor dan tingkat keganasan tumor. Untuk tumor yang terbatas pada
dinding usus tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup 5 tahun adalah 80%,
yang menembus dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar
32%, dan dengan metasatasis jauh 1%. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk
maka prognosisnya buruk juga.

Anda mungkin juga menyukai