Apendisitis
Apendisitis
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Jenis kelamin : Pr
Umur : 45 tahun
Alamat : Jl balam
II. ANAMNESIS
Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan keterangan secukupnya
Status Lokalis :
IV.D.Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Perkusi : Redup
Palpasi : fremitus
Auskultasi : Bronkovesikuler, rh (+/+), wh (-/-)
VII. RENCANA
VII.A. Tindakan Terapi :
Beri posisi yang nyaman
Pantau TTV
Anjurkan untuk istirahat
Terapi dokter :
1. Infus dextron 5 % 20 tetes
2. Oksigen 2-3 L
3. Injeksi methilprednisolon 1 kali 1
4. Injeksi cefotaxime 2 kali 1
5. Salbutamol 2 kali 1
6. OBH syr 3 kali 1
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 13,2 Mg% Lk : 13-18 mg%
Pr : 12-16 mg%
Leukosit 4.700 mm3 4000-11000 mg%
< 10 th 4500-13.500
mm3
LED 32 mm/jam Lk : 0-10
Pr : 0-20 uL
3
Eritrosit 4,23 juta/mm Lk : 4,5-6,5 juta/mm3
Pr : 36-47 juta/mm3
Trombosit 188.000 µL 150000-450000 10µL
< 10 th 180000-
550000
Hematokrit 36,9 % Lk : 39-54
Obat pulang :
o Amoxixilin 3 kali 1
o Salbutamol 3 kali 1
o OBH syr 3 kal 1
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Pada rekam medic, hanya dikatakan pasien mengalami sesak sejak satu
minggu ini, timbulnya jarang, tidak ditanyakan juga sifat sesak sesaknya, tidak
dijelaskan faktor memperingan dan memperberatnya.
Pada rekam medic pasien mengeluhkan ada sakit kepala, tetapi seharusnya
ditanyakan apakah sakit kepala muncul bersamaan dengan batuknya, kapan
saja muncul sakit kepala nya, berapa lama sekali serangan, sifatnya, serta
lokasinya.
Lalu untuk demam, ditanyakan apakah demamnya tinggi, apakah muncul
bersamaan dengan sesak nya, kapan demam muncul dan apakah ada
menggigil.
Pada rekam medic dikatakan pasien pernah mengalami riwayat asma tiga
tahun yang lalu. Tetapi tidak dijelaskan apakah asmanya ini masih sering
kambuh, apakah masih diobati sampai saat ini, apakah saat ini asmanya sudah
sembuh atau belum.
Pada rekam medic dikatakan pasien mengeluhkan batuk,tetapi tidak
ditanyakan bagai mana batuknya apakah berdahak atau tidak.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak terlalu dijelaskan, hanya dilakukan pemeriksaan vital sign, dan
pemeriksaan kesadaran, dilakukan inspeksi, pekusi, palpasi, dan auskultasi,
biasanya pada inspeksi yang dapat dilihat pada kasus pneumonia ini adalah
adanya takipnea, dispne, sianosis sirkumoral (sianosis sentrall), pernapasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi
produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik napas.
Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba
mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan atau tachycardia.
Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronchial, egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek
pleura (Mansjoer,2000).
3. Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan laboratorium dimana ada peningkatan pada LED nya,
sedangkan dari yang lain nya masih dalam batas normal, pada rekam medic juga
dilakukan pemeriksaan radiologi, hanya saja datanya tidak ada di dalam rekam medic,
biasanya yang dilakukan adalah pemeriksaan X-foto dada
Terdapat bercak – bercak infiltrate yang tersebar (bronco pneumonia) atau
yang meliputi satu/sebagian besar lobus/lobule (Mansjoer,2000 )
PEMBAHASAN
DEFINISI
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan
terjadi pengisian alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan benda – benda
asing (Muttaqin, 2008).
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi 3 yaitu
pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia), Pneumonia interstisialis
(Mansjoer, 2000).
EPIDEMILOGI :
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi
diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat. Pneumonia ini merupakan bentuk infeksi
saluran napas bawah akut di parenkim paru yang serius dijumpai sekitar 15-20%.
PATOGENESIS :
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan (imunitas) inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat
ringanya penyakit ini, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari
pasien.
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet sering disebabkan streptococcu pneumonia, melalui slang infus oleh staphylococcus
aureus sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa dan Enterobacter.
Pada masa kini terlihat perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA akibat adanya
perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi
lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan
karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan patogenesis atau jenis kuman akibat adanya
berbagai mekanisme, terutama oleh Enterobacteriacae. Juga oleh berbagai bakteri enterik
gram negatif.
ETIOLOGI
Pneumonia terbilang penyakit berbahaya karena cara penularannya yang sangat
mudah. Penyakit pneumonia dapat menular melalui percikan ludah yang menyebar lewat
udara saat bersin batuk, ataupun bicara.
Pneumonia bukanlah penyakit tunggal.Penyebabnya bisa bermacam – macam dan
diketahui 30 sumber infeksi, dengan 4 sumber utama yaitu :
1. Pneumonia oleh bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Orang – orang dengan gangguan pernafasan, sedang terinfeksi virus atau menurun
kekebalan tubuhnya, adalah orang yang paling beresiko. Sebenarnya bakteri penyebab
pneumonia yang paling umum adalah Streptococcos pneumonia sudah ada di
kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun karena sakit, tua, atau
malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan.
3. Pneumonia Mikoplasma
Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda fisiknya bila dibandingkan dengan
pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus
yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal atau atypical
pneumonia.
KLASIFIKASI
berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Ditujukkan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang
berhubungan dengan faktor infeksi dengan mengevaluasi faktor predisposisi,
membedakan lokasi infeksi.
b. Pemeriksaan fisik
inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis
sirkumoral ( sianosis sentrall ), pernapasan cuping hidung, distensi
abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia
12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase
inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan
tampak jelas.
Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi
mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia
Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara
mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang
pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan
terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit,
dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura
a. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan radiologi. Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar
dengan gambaran air bronkohgram (airspace disease) misalnya oleh
Streptococcus pneumoniae, bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara
lain staphylococcus, virus atau mikroplasma; dan pneumonia interstisial
(interstitial disease) oleh virus dan nikoplasma.
Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus
atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi
bisa di mana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan klebsiella spp,
tuberkulosis atau amioloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat
staphylococcus atau bakteriemia.
Bentuk lesi berupa kavitis dengan air-fluid level sugesti untuk abses paru,
infeksi anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efusi pleura dengan pneumonia
sering ditimbulkan S. Pneumoniae. Dapat juga oleh kuman anaerob, S. Pyogenes,
E. Coli dan Staphylococcus (pada anak).
Berbentuk kista terdapat pada pneumonia nekrotikans atau supurativa,
abses dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh kuma S. Aureus,
K. Pneumonia dan kuman-kuman anaerob (streptococcus anaerob, bacteriodes,
fusobavterium). Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya infeksi sekunder atau tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau
membentuk abses.
b. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal
atau rendah dapat disebabkan infeksi virus atau mikroplasma atau pada infeksi
yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah.
Leukopenia menunjukan adanya depresi imunitas, misalnya neutropenia pada
infeksi kuman Gram negatif atau S. Aureus pada pasien dengan keganasan dan
gangguan kekebalan. Faal hati mungki terganggu.
c. Pemeriksaan bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau transtrakeal,
aspirasi jarum, aspirasi transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.
Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin,
Quellung tets dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai
PMN yang kemungkinan merupakan utama pra terapi dan bermanfaat untuk
evaluasi terapi selanjutnya.
DIAGNOSIS BANDING
o Tuberculosis paru (TB) : suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M.
Tuberculosis, tempat masuknya adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan.
Gejala klinis TB: batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada,
dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, mengigil, keringat malam, lemas,
nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.
o Atetlektasis: pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa
alveolus pada bagian yang terserang tidak megandung udara dan kolaps.
PENATALAKSANAAN
Menurut WHO (2003) penatalakasanaan pnumonia terdiri dari :
A. Pneumonia sangat berat.
Penatalaksanaannya melalui cara :
1. Rawat dirumah sakit
2. Berikan oksigen
3. Terapi antibiotik dengan cara memberikan kloramfenikol secara
intramuskular setiap 6 jam.Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya
setelah 3-5 hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral.
Berikan kloramfenikol paling selama 10 hari. Jika kloramfenikol tidak
tersedia, berikan benzilpensilin ditambah dengan golongan
aminoglikosida (contohnya, gentamisin). Kloramfenikol juga efektif
untuk meningitis bakterialis, yang dapat terjadi pada anak dengan
pneumonia. Diduga pneumonia stafilokokus jika terdapat tanda
perburukan klinis walaupun diberikan pengobatan dengan kloramfenikol,
atau hasil foto rontgen dada memperlihatkan gambaran pneumatokel atau
empiema. Pneumonia stafilokokus sebaiknya diobati dengan kloksasilin
(atau fluklosasilin, oksasilin, nafsilin, atau methisilin) ditambah
gentamisin , paling sedikit diberikan selama 3 minggu.
4. Obati demam dengan cara efektif dengan memberikan parasetamol.Beri
parasetamol jika suhu aksila lebih dari 39ºc, kecuali pada bayi muda : 10
sampai 15 mg per kg berat badan per oral, setiap 6 jam. Menyeka dengan
air suam-suam kuku atau air dingin sebaiknya tidak dilakukan karena hal
tersebut akan meningkatkan konsumsi oksigen dan meningkatkan
produksi karbon dioksida yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan
pada anak yang menderita pneumonia.
5. Obati mengi dengan memberikan bronkodilator kerja singkat (seperti
salbutamol yang diuapkan) kemudian nilai responnya setelah 15 menit
jika diperlukan, pemberiannya dapat diulang.
6. Perawatan suportif melalui :
a. Makanan, dimana anak dengan pneumonia berat dapat mengalami
kesulitan makan karena adanya pernafasan cepat atau sulit
bernafas. Anjurkan anak untuk sering makan-makanan ringan dan
tetap terus minum ASI. Membiarkan ibu tetap tinggal bersama
anaknya dirumah sakit merupakan hal yang penting dan jangan
memaksa anak untuk makan.
b. Cairan, peningkatan kehilangan cairan terjadi selama infeksi
pernafasan akut, khususnya jika terdapat pernafasan cepat atau
demam. Kehilangan cairan dari paru terutama terdiri dari air. Oleh
karena itu, untuk mengganti cairan pada anak tanpa disetai diare.
Berikan ASI, air bersih, minum susu, dan cairan lain yang
berkadar garam rendah.
c. Sekresi, karena banyak bayi yang tidak dapat bernafas dengan
normal melalui mulut, sumbatan pada hidung yang padat
menyebabkan gawat pernafasan dan kesulitan pemberian ASI.
Gunakan spuit plastik (tanpa jarum) untuk menghisap dengan hati-
hati adanya secret hidung jika diperlukan untuk menghasilkan
jalan nafas. Gunakan tetes hidung isotonis jika hidung tersumbat
oleh mukus yang kering.
d. Suhu lingkungan, tidak membuat suhu terlalu panas atau dingin
pada anak yang menderita pneumonia merupakan hal yang
penting. Tekanan panas dan dingin dapat meningkatkan produksi
karbon dioksida dan mencetuskan terjadinya kegagalan
pernafasan. Suhu lingkungan yang netral memperkecil konsumsi
oksigen.
e. Hati-hati dengan pemberian terapi cairan. Anak yang menderita
pneumonia berat dapat mensekresi hormon anti diuretik (ADH)
dalam jumlah besar secara tidak sesuai dan berisiko terjadi
kelebihan cairan serta edema paru. Oleh karena itu jika anak dalam
keadaan shock, sebaiknya hindari pemberian cairan intravena dan
sebagai gantinya dapat diberikan secara oral atau dengan selang
nasogastrik.
f. Nilai ulang setiap 2 jam oleh perawat dan setiap 2 kali sehari oleh
dokter.Apabila anak memiliki respon buruk terhadap
pengobatan :maka periksa adanya komplikasi seperti empiema
dimana terdapat demam persisten, perkusi yang pekak, adanya
cairan pleura pada pemeriksaan sinar X. Gagal jantung, jika
adanya pembesaran hati, denyut jantung > 160 x/menit,
pembeseran jantung, bunyi murmur jantung, tekanan vena yang
tinggi, pengaliran darah yang buruk ke ekstermitas, bronkospasme.
Antibiotika diganti dengan kloksasilin ditambah dengan
gentamicin jika diduga adanya pneumonia stafilokokus. Bila
pneumonia menetap lebih dari 10 hari walaupun telah diberi
therapi antibiotik, pertimbangkan penyebab pneumonia persisten.
b. Pneumonia Berat
Penatalaksanaannnya dengan cara :
1. Rawat di rumah sakit
2. Berikan oksigen jika frekuensi pernafasan > 70 x/menit,
terdapat penarikan dinding dada yang hebat atau gelisah.
3. Terapi antibiotika dengan memberikan benzilpenisillin/ampisilin
secara intra muskuler setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari.
Setelah anak membaik ganti dengan ampisilin atau amoksilin oral.
DAFTAR PUSTAKA