Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI Tanggal
Nama : Tn.
Umur : tahun
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status :
ANAMNESA (Autoanamnesa) Tanggal
Keluhan Utama : mata kiri terasa mengganjal dan sakit sejak ± 3 hari yang lalu.
Keluhan tambahan : mata kiri merah dan penglihatan kabur.
R/ Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RS Imanuel dengan

keluhan mata kiri terasa mengganjal sejak ± 2

minggu yang lalu, pasien mengeluh pandangan

mata sebelah kiri juga mulai kabur dan merah.

Keluhan dirasakan saat bangun pagi. Tidak ada

gatal pada matanya.


Pasien mulai merasa sakit dan pedih pada mata

kiri seperti tertusuk-tusuk sejak ± 3 hari yang

lalu. Pasien juga mengatakan bahwa

penglihatan pada mata kiri seperti kelilipan dan

apabila ke ruangan yang terang dan terkena

sinar matahari akan sangat silau. Mata kiri

pasien juga dirasakan kering, tidak berair dan

1
tidak ada kotoran. Keluhan bengkak pada

kelopak mata tidak ada. Pasien tidak

mempunyai keluhan pada mata kanannya.


Pasien mengaku sebelum keluhan tersebut

muncul, tidak ada riwayat trauma pada mata,

kemasukan benda asing ataupun riwayat

penggunaan lensa kontak. Pasien belum

menggunakan obat apapun. Riwayat seperti ini

dirasakan pertama kali.


R/ Penyakit Dahulu Riwayat trauma pada mata tidak ada
Riwayat Hipertensi dan Diabetes tidak ada

R/ Penyakit Keluarga Riwayat sakit yang sama dalam keluarga tidak ada

STATUS OPHTHALMOLOGIS

OD OS
Visus 6/6 6/9
Kedudukan bola mata Ortoforia
ergerakan bola mata

Versi : baik Versi : baik


Duksi : baik Duksi : baik

2
PEMERIKSAAN EXTERNAL
Injeksi silier

Infiltrate
Numular
Pd jam 7 uk 2 mm,
jam 12 dan 13 uk 1 mm
Bentuk Halo
Dengan konglomerasi
Palpebra supp Edem (-), hiperemis (-), Edem (-), hiperemis (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Palpebra inf Edem (-), hiperemis (-), Edem (-), hiperemis (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Cilia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Conj. Tars Supp Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (+),
hiperemis (-), hiperemis (-)
,injeksi silier (+)
Conj. Tars Inf Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),
hiperemis (-) hiperemis (-),injeksi
silier(+)
Conj. bulbi Inj.konjungtiva (-), Inj.konjungtiva (-),
Inj.silier (-), sekret (-) Inj.silier (+), sekret (-)
Kornea Jernih , infiltrat (-) Keruh, infiltrat numular
(+) bentuk Halo pada jam
7 uk ±2 mm, jam 12 uk ±
1 mm, jam 13 uk ± 1 mm
COA Cukup Dalam Cukup Dalam
Hifema (-) Hifema (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Iris Sinekia ant & post (-), Sinekia ant & post (-),
iridodenesis (-) iridodenesis (-)
iridodialisis(-) iridodialisis(-)

3
Pupil Bulat, reguler, D = 3 mm Bulat, reguler, D = 3 mm
Lensa Jernih Jernih

Lain-lain
TIO palpasi normal normal

PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSCOPY


Cilia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Conj. Bulbi Inj.konjungtiva (-), Inj.konjungtiva (-),
Inj.silier (-), sekret (-) Inj.silier (+), sekret (-)
Kornea Jernih, infiltrat (-) Keruh, infiltrat numular
(+) bentuk Halo pada jam
7 uk ±2 mm,
jam 12 uk ± 1 mm, jam 13
uk ± 1 mm
COA Cukup Dalam Cukup Dalam
Hifema (-) Hifema (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Iris Sinekia ant & post (-), Sinekia ant & post (-),
iridodenesis (-) iridodenesis (-)
iridodialisis(-) iridodialisis(-)
Pupil Bulat, reguler, D = 3 mm Bulat, reguler, D = 3 mm
Lensa Jernih Jernih
FUNDUSKOPI Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : compos mentis
TB : 163 cm
BB : 50- Kg
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit

4
T : afebris

DIAGNOSA Keratitis Numular dengan


Konglomerasi OS
ANJURAN PEMERIKAAN
Tes Fluoresen
Funduskopi
PENGOBATAN
Acyclovir zalf 2x1 (os)
Tetes mata (dexamethason, neomysin sulfat dan polymiksin B sulfat) 3x1 (os)
Kombinasi Vitamin C dan Vit B 2 x 500 mg

Edukasi : menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi dari
exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.

PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam

5
BAB II

KERATITIS JAMUR

I. PENDAHULUAN

Radang kornea biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena,


seperti keratitis superfisialis dan interstisial atau profunda. Keratitis dapat disebabkan
oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap
yang diberi topikal dan reaksi terhadap konjuntivitis menahun, dapat juga dari
bakteri, jamur atau virus. Yang menarik perhatian adalah perbedaan presentasi dari
pasien, yang memungkinkan perkiraan diagnosis dari spesialis mata, hal ini menolong
dalam menyesuaikan pemberian terapi anti infeksi.1,2

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata


sebab kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kebutaan. Kekeruhan
kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur
dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan
mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas. Infeksi
jamur pada kornea atau keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara
oftalmologik karena sulitnya menegakkan diagnosis keratomikosis ini, padahal
keratomikosis cukup tinggi kemungkinan kejadiannya sesuai dengan lingkungan
masyarakat Indonesia yang agraris dan iklim tropis dengan kelembaban tinggi. 2
Setelah diagnosis ditegakkan, masalah pengobatan juga merupakan kendala, karena
jenis obat anti jamur yang masih sedikit tersedia secara komersial di Indonesia serta
perjalanan penyakitnya yang sering menjadi kronis.1,2,3

6
Keratomikosis bukan merupakan tipe infeksi kornea yang sering terjadi, tetapi
hanya salah satu dari kausa mayor keratitis infeksius di daerah tropis. Penting untuk
mempertimbangkan kausa jamur untuk keratitis infeksius karena kerusakan okuler
yang hebat dapat terjadi tanpa diagnosa dan penanganan yang tepat dan efektif.3

Walaupun jarang terjadi, infeksi jamur pada kornea (keratomikosis) dapat


menyebabkan jejas berat pada kornea tersebut. Jamur menyebabkan nekrose stroma
yang hebat dan masuk ke dalam bilik mata depan dengan berpenetrasi ke dalam
membran Descemet yang intak. Jika organisme sudah masuk ke dalam bilik mata
depan, infeksi sukar untuk dikontrol, karena obat antijamur tidak dapat berpenetrasi
dengan baik.4 Dari 70 jenis fungi yang dapat menyebabkan keratomikosis, terdapat 2
kelompok penting secara medis, yaitu kelompok yeast dan fungi filamentosa
(bersepta dan tidak bersepta).3 Patogen tersering adalah jamur filamentosa
(Aspergillus sp dan Fusarium sp) dan Candida albicans. Keratitis filamentosa
mempunyai prevalensi tinggi terutama di daerah agrikultural (pertanian) dan biasanya
didahului oleh trauma okuler yang melibatkan bahan organik.4

II. DEFENISI

Keratitis jamur (keratomikosis) merupakan istilah umum yang dipakai untuk


inflamasi yang disebabkan oleh infeksi jamur (dan menyebabkan peradangan) pada
kornea. Faktor predisposisi antara lainnya adalah trauma, pemakaian kontak lensa,
dan steroid topikal. Trauma pada kornea yang memicu terjadinya keratomikosis,
biasanya trauma dengan tumbuhan atau benda-benda organik.4,5 Infeksi ini pertama
kali menyerang epitel dan stroma kornea, endotelium dan bilik mata depan juga dapat
terinfeksi pada kasus yang berat.1

7
Gambar 1. Keratomikosis (diambil dari kepustakaan No3)

III. INSIDEN

Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh
Leber, tetapi baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan
dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-
laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di
samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik,
seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5
tahun) dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata Cicendo
Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan (selama 10
tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80
ulkus (kemungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).2,3,5

Menurut WHO (World Health Organization), penyakit kornea merupakan


antara penyebab utama penurunan visus dan kebutaan, dengan katarak menduduki
ranking pertama. Sedang di Asia keratomikosis khususnya, merupakan antara kausa

8
mayor kebutaan. Di China, insidens keratomikosis terus meningkat sejak 8 dekade
yang lalu. Manakala di daerah bersuhu rendah seperti di Inggris dan Amerika Serikat
Utara masih jarang terjadi keratitis akibat infeksi jamur, umumnya kurang dari 5%-
10% . Keratomikosis filamentosa didapati lebih sering terjadi di daerah Amerika
Serikat yang lebih hangat dan lebih lembab dari daerah lain di negara tersebut.6,7

Insidens keratitis jamur di Amerika Serikat bervariasi menurut lokasi geografi


dan rata – rata 2% kasus keratitis di New York, 35% di florida. Spesies Fusarium
penyebab infeksi jamur pada kornea yang paling umum di Amerika Selatan (45-76%
fungal keratitis), spesies Candida and Aspergillus lebih banyak di Amerika Utara.
Pada tahun 2006, the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerima
laporan dari oftalmologist di New Hersey didapatkan 3 pasien dengan menggunakan
lensa kontak berhubungan dengan keratitis Fusarium. Secara internasional,
Aspergillus merupakan jamur terbanyak yang terisolasi pada kasus keratitis
jamur.Tipe Aspergillus merupakan tipe jamur penyebab keratomikosis tersering
ditemukan di seluruh dunia. Dari suatu studi di India, Aspergillus ditemukan
terbanyak dengan persentase 27-64%, diikuti Fusarium (6-32%) dan spesis
Penicillium (2-29%).3 Keratomikosis lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding
wanita dan pada pasien dengan riwayat trauma okuler.6,7

IV. ANATOMI

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
traktus uvea, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang
protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di

9
anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi
makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi
cahaya menjadi impuls syaraf. 1,8

Gambar 2.Anatomi mata

Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina.


Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina
mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari
cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan
difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel
fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan
menjalarkannya ke otak.8

10
Mata menangkap pola iluminasi dalam lingkungna sebagai gambaran optik
pada sebuah lapisan sel-sel peka cahaya yaitu retina, seperti sebuah kamera
menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat dicuci cetak untuk
menghasilkan gambar yang mirip dengan bayangan asli, demikian juga citra yang
dikode diretina disalurkan melalui serangkaian pengolahan visual yang semakin
kompleks setiap langkahnya sampai akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai
gambar yang mirip dengan gambar asli.8

Gambar 3. Anatomi kornea

Kornea merupakan struktur unik, yang sangat transparan, mempunyai sifat


pelindung dan reparatif yang baik.9 Kornea adalah “jendela” optik bagi mata yang
membenarkan manusia untuk melihat. Sifat kornea yang transparan dengan 43 dioptri
menjadikan kornea media refraktor terpenting dalam struktur mata. 7 Rata-rata
diameter kornea adalah 11,5 mm (vertikal) dan 12 mm (horizontal). Kornea memiliki
tiga fungsi utama :1,10
a. Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan airmata
prekornea.
b. Transmisi cahaya dengan minimal distorsi ,penghamburan dan absorbsi.

11
c. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.

Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:1
1. Epitelium memberi 10% dari ketebalan kornea yang terdiri atas lapisan-
lapisan sel epitel gepeng tidak bertanduk, dan terdiri dari:
a. satu lapis sel kolumnair basalis yang terikat secara hemidesmosom ke
membran basalis.
b. dua sampai tiga lapis sel sayap
c. dua lapis sel gepeng superfisialis
d. luas permukaan sel terluar ditambah oleh adanya mikroplicae dan
mikrovili yang membantu perlengketan mucin. Setelah jangka hidup
beberapa hari, sel-sel mati dilepaskan ke dalam tear film. Karena sifat
beregenerasi dengan baik, sel-sel yang terlepas tidak menyebabkan
jaringan sikatriks pada lapisan epitelium.
e. Lapisan epitelium yang intak memberi perlindungan terhadap infeksi;
defek pada epitelium membenarkan patogen untuk masuk ke dalam.
2. Membran Bowman merupakan lapisan superfisialis yang aseluler dan
membentuk jaringan sikatriks jika dirusak.
a. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma

b. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

c. Kerusakan akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut

3. Stroma memberi 90% kepada ketebalan kornea. Terdiri atas lamela-lamela


yang merupakan susunan kolagen yang sejajar. Susunan tersebut dikawal oleh
sulfas kondroitin, sulfas keratan dan keratosit. Dan bila susunan ini terganggu,
ia memberi kesan terhadap sifat transparan dari kornea. Karena stroma
merupakan lapisan avaskuler, regenerasi berlangsung perlahan.

12
4. Membran descemet tersusun oleh kisi-kisi halus fibril kolagen.

a. Membran aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan


sel endotel dan merupakan membran basalnya.

b. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40


um.

5. Endotelium terdiri dari satu lapis sel heksagonal yang memberi sifat
transparen kepada kornea dan memain peran penting dalam deturgensi kornea.
Endotelium berperan sebagai pompa ion untuk menjaga kestabilan air di
dalam lapisan stroma. Dengan pertambahan usia, jumlah sel berkurang secara
gradual, dan karena endotelium tidak beregenerasi, maka sel-sel yang
berhampiran bermigrasi masuk mengisi kekosongan akibat kehilangan sel
tersebut.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aquos dan dari
tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari
udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer,
menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.1

Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem


pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang
tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat

13
dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang
seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1

V. FISIOLOGI

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui


berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang
uniform, avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif
jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi.7

Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air
dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi
kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui stroma
yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
sekaligus. 1,7

VI. ETIOLOGI

Jamur penyebab ulkus kornea biasanya oleh karena Aspergillus, Candida,


Fusarium, Penicillium yang berkaitan dengan trauma (terutama yang melibatkan
batang pohon, atau sayuran), pemakaian lensa kontak, penggunaan steroid topikal,
defek epitel yang tidak sembuh, dan keadaan penurunan daya tahan tubuh. Ulkus ini

14
memiliki karakteristik tertentu yaitu infiltrat satelit, dan plak endotel. Jamur dapat
berpenetrasi hingga ke lapisan membran Descement.1,10 Keratitis jamur bisa terjadi
setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh – tumbuhan atau pada mereka
dengan imunosupresi.1,6

Gambar 4. Filamen

Etiologi keratitis fungal secara ringkas dapat dibedakan : 2

1) Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang-cabang


hifa.

1. Jamur bersepta: Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp,


Cladosporium spp, Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp,
Curvularia spp, Altenaria spp.
2. Jamur tidak bersepta: Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.

2) Jamur ragi (yeast)

15
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
Cryptococcus spp, Rodotolura spp.

3) Jamur difasik

Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan


membentuk miselium: Blastomices spp, Coccidiodidies spp, Histoplasma spp,
Sporothrix spp.

Keratitis fungal lebih jarang dibanding keratitis bakterial, secara umum


gambarannya kurang dari 5%-10% infeksi kornea yang dilaporkan di klinik dari
amerika serikat. Keratitis fungal filamentous terdapat lebih banyak pada daerah yang
hangat, kebanyakan daerah lembab pada beberapa daerah di Amerika serikat.6

Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor resiko yang
penting dari keratitis fungal. Predisposisi utama adalah para petani yang
menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya yang menggunakan peralatan
mesin dilapangan berumput, tanpa memakai pelindung mata. Trauma dihubungkan
dengan penggunaan kontak lensa yang merupakan faktor resiko umum yang lain
untuk terjadinya keratitis fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor
lainnya, Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur
dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya penggunaan
kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan implikasi mayor
penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. Selain itu,
penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi respon sistem imun, karena itu
merupakan predisposis terjadinya keratitis fungal. Faktor resiko lainnya adalah
termasuk operasi kornea (contohnya keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis
kronis (contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).6

16
Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi pada mata
terdapat dimana-mana, organisme saprofit dan telah dilaporkan sebagai penyebab
infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di isolasi telah dapat diklasifikasikan
kedalam grup: Moniliaceae (jamur berfilamen tidak berpigmen, termasuk didalamnya
spesies Fusarium dan Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen berpigmen,
termasuk didalamnya spesies Curvularia and Lasiodiplodia), dan yeasts (termasuk
didalamnya spesies Candida).3,5

Jamur mencapai kedalam stroma kornea melalui kerusakan pada epithelium,


kemudian memperbanyak diri dan menyebabkan nekrosis pada jaringan dan
menyebabkan reaksi inflamasi. Kerusakan pada epitelium biasanya disebabkan dari
trauma (contohnya, penggunaan kontak lensa, benda asing, operasi kornea).
Organisme dapat menembus kedalam membran descment yang intak dan mencapai
bagian anterior atau segmen posterior. Mikotoksin dan enzim proteolitik menambah
kerusakan jaringan yang ada.3,5

Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis fungal. Pada
kasus ini, organisme jamur dari segmen posterior menembus membran Descemet dan
masuk kedalam stroma kornea. 3

Faktor predisposisi lokat termasuk trauma, lensa kontak dan pemakaian


steroid topikal. 5,10,11,12
1. Trauma
Luka pada kornea dapat menyebabkan keratitis mikrobial, termasuk keratitis
jamur., 55% hingga 60 % trauma kornea akibat benda hidup ataupun material
organik dideteksi sebagai keratitis jamur.
2. Lensa kontak
Beberapa kasus terbaru dilaporkan pemakaian lensa kontak merupakan faktor
risiko keratitis jamur di negara industri (29%). Pasien pengguna berbagai tipe
lensa kontak dapat terserang keratitis jamur.
3. Pemakaian steroid topikal

17
Banyak oftalmologis menemukan bahwa steroid topikal merupakan faktor
risiko yang meningkatkan pertumbuhan jamur di mata. Steroid yang
digunakan sebagai terapi inisial telah dilaporkan 1-30% pasien menderita
keratitis mikrobial.
4. Faktor lainnya
Gangguan lainnya, termasuk kerusakan permukaan kornea, mata kering,
keratopati bulosa, dan keratitis eksposur, dihubungan dengan keratitis
supuratif. Saat ini, telah dilaporkan kejadian keratitis jamur pada pasien
setelah keratektomi fotorefraktif dan Lasik.

VII. PATOGENESIS

Fungi biasanya tidak menyebabkan keratitis mikroba karena normalnya, fungi


tidak dapat berpenetrasi ke dalam lapisan epitel kornea yang intak dan tidak masuk ke
dalam kornea lewat pembuluh darah limbus episklera. Defek pada epitel sering
diakibatkan oleh trauma (mis., pemakaian lensa kontak, benda asing, riwayat operasi
kornea). Organisme dapat berpenetrasi ke dalam membran Descement yang intak dan
masuk ke dalam stroma. Ia membutuhkan cedera penetrasi atau riwayat defek epitel
untuk masuk ke dalam kornea. Setelah berada di dalam kornea, organisme dapat
berproliferasi.1,7,13

Organisme yang menginfeksi defek pada epitel sebenarnya merupakan


mikroflora normal yang terdapat pada konjungtiva dan andeksa. Fungi filamentosa
merupakan kausa tersering dari infeksi pasca trauma. Fungi filamentosa berproliferasi
di dalam stroma kornea tanpa melepaskan substansi kemotaktik, sehingga menunda
munculnya respon imun host/ respon inflamasi. Berbeda dengan fungi filamentosa,
Candida albicans memproduksi fosfolipase A dan lisofosfolipase pada permukaan
blastospora, untuk membantu ia masuk ke dalam jaringan. Fusarium solani, yang
merupakan fungus yang virulen, dapat menyebar di dalam stroma kornea dan
berpenetrasi ke dalam membrane Descemet. Trauma kornea akibat tumbuhan

18
merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya keratomikosis. Terutamanya, petani
yang tidak memakai alat proteksi diri, khususnya kaca mata. Trauma akibat
pemakaian lensa kontak juga adalah salah satu faktor resiko terjadinya
keratomikosis.1 Trauma kornea paling sering menyebabkan keratomikosis dan
merupakan factor resiko major tipe keratitis tersebut. 1,8,9 Seorang dokter harus
mempertimbangkan besar kemungkinan suatu keratomikosis jika pasien mempunyai
riwayat trauma kornea, terutama adanya kontak dengan tumbuhan atau tanah. Resiko
trauma akibat pemakaian lensa kontak adalah kecil, dan bukan merupakan faktor
resiko major untuk keratomikosis. 1,7

Gambar 4. Patofisiologi Keratitis

Selain dari itu, kortikosteroid topikal diketahui dapat mengaktivasi dan


meningkatkan virulensi organisme jamur dengan menurunkan resistensi kornea

19
terhadap infeksi. Candida sp menyebabkan infeksi okuler pada hospes yang
mengalami imunodefisiensi dan pada kornea dengan ulkus kronik. Pemakaian
kortikosteroid yang semakin meningkat sejak 4 dekade yang lalu telah berimplikasi
sebagai suatu penyebab utama peningkatan insidensi keratomikosis.

Tambahan, pemakaian kortikosteroid sistemik dapat menekan respon imun


hospes, sehingga terjadi perdisposisi kepada keratomikosis. Faktor resiko lainnya
termasuk operasi kornea (mis., PK, keratotomi radial) dan keratitis kronik (mis.,
herpes simpleks, herpes zoster, atau konjungtivitis vernal/alergi).1

Jika pada hospes normal keratomikosis acapkali didahului oleh trauma, atau
pemakaian steroid, pada penderita AIDS kelainan ini dapat timbul secara spontan
tanpa faktor predisposisi pada kornea, dan dapat terjadi pada satu mata atau dua
mata.1,7

VIII. MANIFESTASI KLINIK

Pasien biasanya datang dengan keluhan rasa mengganjal, nyeri yang


bertambah berat, penglihatan menurun secara tiba-tiba, kemerahan pada mata,
lakrimasi berlebihan, dan fotofobia. Manakala tanda klinis yang dapat ditemukan
berupa injeksi konjungtiva, defek epitel, supurasi, infiltrasi stroma dan adanya reaksi
bilik mata depan. Manifestasi klinis yang lebih spesifik berupa adanya infiltrasi yaitu
bercak-bercak putih, lesi satelit, hipopion, dan plak endotel.3

Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut : 2


1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.
2. Lesi satelit.
3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh.
4. Plak endotel.
5. Hipopion, kadang-kadang rekuren.
6. Formasi cincin sekeliling ulkus.

20
7. Lesi kornea yang indolen.

Reaksi di atas timbul akibat investasi jamur pada kornea yang memproduksi
mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis kornea dan
reaksi radang yang cukup berat.1,7,8

Pasien dengan keratomikosis cenderung mengalami gejala dan tanda inflamasi


yang minimal pada periode awal dibanding dengan penderita keratitis bakteri dan
hampir tiada injeksi konjungtiva saat presentasi klinis. Keratomikosis filamentosa
sering bermanifestasi dengan infiltrasi putih-keabuan, lesi tampak kering dengan tepi
ireguler berawan atau dikenal dengan berbatas filamentosa. Lesi superficial mungkin
muncul sebagai elevasi dari permukaan kornea berwarna putih-keabuan, dengan
permukaan kering, kasar atau rasa berpasir yang dapat dirasakan saat melakukan
kerokan kornea. Kadang terdapat lesi satelit atau lesi multifokal, tetapi sangat jarang
terjadi. Plak endotel dan/atau hipopion dapat terjadi jika infiltrasi jamur cukup dalam
atau cukup luas.1,13,14,15

IX. DIAGNOSIS

Mata merah yang ditemukan saat inspeksi (biasanya bersifat unilateral),


seperti yang terdapat pada ulkus kornea serpiginosa. Dapat juga ditemukan hipopion.
Pemeriksaan slit lamp memperlihatkan infiltrasi stroma berwarna keputihan, terutama
keratomikosis yang disebabkan oleh Candida albicans. Infiltrasi dan ulkus menyebar
secara sangat perlahan. Lesi satelit, yaitu beberapa infiltrat kecil yang berdekatan,
berkelompok disekitar pusat lesi yang lebih besar. Lesi satelit ini merupakan
karakteristik untuk keratomikosis, tetapi tidak selamanya muncul pada infeksi
tersebut.7

21
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang.3
a. Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan
oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika
melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah adanya
riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya
penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
b. Pemeriksaan fisis
1. Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi
oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi
cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.
2. Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi
konjungtiva ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan
slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya: Injeksio konjungtiva,
kerusakan epitel kornea, supurasi, infiltrasi stroma, reaksi pada bilik
depan, hipopion 3
c. Pemeriksaan penunjang
1. Tes fluoresein.
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan
kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna
hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru
menunjukkan daerah yang intak).
2. Pewarnaan gram dan KOH dan kultur.
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada
beberapa kasus. Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif
belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah
melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula

22
Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India,
dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75%
dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu
biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential
interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari
kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.2
3. Gambaran Histopatologi.
Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea
ditemukan adanya jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel
pada permukaan kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma
menunjukkan tingkat virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya
berhubungan dengan infeksi yang progresif.3

X. DIAGNOSIS BANDING

1. Keratitis bakterialis.

Secara klinis onset nyeri keratitis bakterialis sangat cepat disertai dengan
injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea
bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.
Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mikrobakteri atau bakteri
anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan
kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya
merupakan predisposisi terjadinya infeksi bacterial.14,15

2. Keratitis viral

23
Dapat disebabkan oleh virus herpes simplex, varicella-herpes zoster atau
adenovirus. Pasien keratitis akibat nfeksi herpes simplex sering datang dengan
keluhan nyeri berat dan gambaran seperti infiltrat yang bercabang-cabang (keratitis
dendritik). Tes sensitivitas pula menurun, bahkan pada infeksi herpes zoster bisa
hilang sama sekali.15

3. Endoftalmitis

Didiagnosa bila inflamasi melibatkan kedua-dua bilik mata depan dan


belakang. Tanda klasik pada endoftalmitis adalah penurunan visus, hiperemis
konjungtiva, nyeri yang memberat, edema palpebra, dan hipopion. Kemosis
konjugtiva dan edema kornea dapat ditemukan. Penyebab terjadi endoftalmitis bisa
secara eksogen (mis. pasca operasi) atau endogen (penyebaran secara hematogen ;
mis. jalur IV yang terinfeksi, atau dari organ tubuh lain yang terinfeksi).8

XI. PENATALAKSANAAN

Secara konservatif, rawat inap dianjurkan saat terapi dimulai kerana


keratomikosis memerlukan terapi yang lama dan teliti. Sebelum pemberian sebarang
terapi antimikotik, hendaklah dilakukan kerokan kornea terlebih dahulu
menggunakan silet surgikal untuk mengurangi koloni jamur di kornea dan untuk
membantu penetrasi agen anti jamur.8

Yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis


yang dihadapi, dapat dibagi : 7,8
I. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
II. Jamur berfilamen.
III. Ragi (yeast).
IV. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati

24
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih),
Imidazole (obat terpilih).

Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih),


Imidazole (obat terpilih).

Untuk golongan III : Amphotericin B, Natamycin, Imidazole.

Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis antibitotik. Steroid topikal


adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan juga obat siklopegik
(atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi uveitis anterior.

Agen anti jamur dibagi kepada beberapa kelompok: 7,8


a. Polyene termasuk Natamycin, Nystatin dan Amphotericin B. Berdaya anti fungi
dengan mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu permeabilitas membran
jamur sehingga terjadi ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul
kecil seperti Natamycin menyebabkan lisis permanen pada membran dibanding
perubahan reversibel oleh molekul besar seperti Nystatin. Amphotericin B tidak
larut dalam air dan tidak stabil pada oksigen, cahaya, air, dan panas. Golongan ini
mempunyai daya antifungi spektrum luas tapi tidak efektif terhadap Actinomyces
dan Nocardia. Golongan ini efektif terhadap infeksi jamur tipe filamentosa dan
yeast. 1,2
i. Amfoterisin B merupakan obat pilihan untuk keratomikosis akibat yis dan
Candida. Dapat juga bermanfaat pada infeksi akibat filamentosa. Dosis
pemberian setiap 30 menit untuk 24 jam pertama, 1 jam untuk 24 jam
kedua, dan di tappering off sesuai dengan respon klinis tubuh pasien
terhadap obat. Tersedia secara komersial dan bila diragukan kestabilannya,
bisa dibuat dari preparat perenteral dengan mengencerkannya dengan
akuades. Obat ini juga dianjurkan untuk keratitis filamentosa kausa jamur
tipe Aspergillus sp.

25
ii. Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas terhadap organisme
filamentosa seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif terhadap
Fusarium sp.
Pengobatan topikal hendaklah diberikan selama 6 minggu. 7,8
b. Azole (imidazole dan triazole) termasuk ketaconazole, miconazole, fluconazole,
itraconazole, econazole, dan klotrimazole.2 Golongan Imidazol, dan ketokonazole
dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, dan Candida.1,3 Tersedia secara
komersial dalam bentuk tablet.1 Ketoconazole oral (200-600 mg/hari) dapat
dipertimbangkan sebagai terapi adjuntiva pada keratomikosis filamentosa berat,
dan fluconazole oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis yeast berat. Itraconazole
oral (200 mg/hari) mempunyai kesan spektrum-luas terhadap semua Aspergillus
sp dan Candida tetapi kerja yang bervariasi terhadap Fusarium. Voriconazole oral
dan topical dilaporkan bermanfaat untuk keratomikosis yang tidak berespon
terhadap pengobatan yang telah disebutkan sebelumnya.8
i. Azole menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi rendah dan pada
konsentrasi tinggi bekerja merusak dinding sel.
ii. Fluconazole dan ketoconazole oral di absorbsi secara sistemik dan
terdapat dalam kadar yang bagus di bilik mata depan dan kornea, maka
pemberiannya harus dipertimbangkan sebagai penanganan keratomikosis
yang lebih lanjut. Karena kedua obat tersebut dapat berpenetrasi dengan
baik ke dalam jaringan okuler, ia merupakan pilihan pengobatan bagi
keratitis kausa filamentosa dan yis. Pemberian obat tersebut juga melihat
kepada kedalaman penetrasi jamur ke dalam stroma. Dosis dewasa 200-
400 mg/d, dengan dosis maksimum 800 mg/d. Antimikotik sistemik
diberikan pada kasus keratitis berat atau endoftalmitis.

Apabila terjadi perburukan atau semakin bertambahnya infeksi pada kornea


walaupun terlah mendapatkan pengobatan anti fungi yang maksimum maka perlu di
lakukan operasi. Operasi dilakukan tergantung dari keadaan saat itu, luas lesi dan
tingkat kerusakan dari kornea.

26
Ada beberapa jenis operasi, yang antara lain: 11

a. Corneal Scrapping. Dilakukan pada ulkus superficial, dimana pada ulkus tersebut
dapat ditangani dengan menggunakan metode ini, dimana penyembuhannya cepat
dan tidak menimbulkan scar.
b. Keratectomy. Teknik ini dilakukan apabila ulkusnya lebih dalam atau deep injury
dimana kerusakan kornea menimbulkan terbentuknya jaringan ikat sehingga
menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana akan menghalangi cahaya yang
menuju ke retina. Operasi dilakukan dengan cara membelah kornea untuk
menggapai area yang mengalami scar kemudian membersihkan daerah yang opak
dan daerah yang mengalami infeksi dengan menggunakan mikroskop.
c. Cornea transpalant (penetrating keratoplasty). Apabila infeksi menyebabkan
kornea tidak dapat diperbaiki lagi, dimana telah terjadi kekeruhan maka tindakan
keratoplasty dapat dilakukan, dimana operasi dilakukan dengan mengangkat
bagian sentral dari kornea yang keruh kemudian menggantinya dengan donated
clear cornea.

XII. KOMPLIKASI

Sebuah penelitian di China menunjukkan dari 108 kasus dengan severe


keratomycosis,sekitar 86 pasien (79,6%) yang mendapatkan kornea graft memiliki
kornea yang jernih setelah dilakukan follow up dalam 6 – 24 bulan, tidak terdapat
rekurensi dari fungal keratitis dan visus pasien didapatkan antara 40/200 – 20/20 dan
dari penelitian tersebut muncul beberapa komplikasi yang antara lain :
a. Rekurensi fungal keratitis 8 mata (7,4 %)
b. Cornea graft rejection pada 32 mata (29, 6%)
c. Glaukoma sekunder pada 2 mata (1,9%)
d. Katarak pada 5 mata4,6

27
Dari penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa keratoplasty merupakan
terapi efektif untuk fungal keratitis yang tidak berespon pada pengobatan anti jamur
dan sebaiknya operasi ini dilakukan di awal sebelum penyakit menjadi lebih buruk.2
Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang melibatkan
setiap struktur intraokular dan dapat membuat hilangnya penglihatan atau kehilangan
mata. Perforasi kornea jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.
8

BAB III

PEMBAHASAN

Pada penderita dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan

pandangan mata sebelah kiri terganggu sejak ± 2 hari sebelum berobat ke poli mata, ,

penglihatan pasien silau. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya mata os terasa gatal

dan berwarna merah dan berair tetapi tidak menimbulkan kotoran mata. Pasien

mengaku tidak ada riwayat trauma pada mata ataupun menggunakan lensa kontak.

Dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah mata

bagian kiri dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair dan penurunan visus

28
(kabur). Dari gejala yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis mengarah ke

diagnosis keratitis.
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea,

superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis

interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai

sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya,

lesi kornea umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di

pusat.2
Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang

sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflek yang disebabkan iritasi pada

ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal.

Meskipun mata berarir dan fotofobia pada umumnya menyertai penyakit kornea,

akan tetapi tidak terdapat kotoran pada kecuali pada ulkus bakteri purulen.2
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/6, VOS = 6/9, pemeriksaan

mata sebelah kiri terdapat injeksi silier pada konjungtiva .Pada kornea didapatkan

adanya infiltrat berwarna putih keruh yang menyebabkan penglihatan pasien menjadi

terganggu dan merasa silau. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini menunjukkan

bahwa infeksi pada kornea mengakibatkan penurunan visus pada mata sebelah kanan.

Terapi yang diberikan yaitu tetes mata . Obat ini memiliki kandungan
dexamethason, neomysin sulfat dan polymiksin B sulfat. penggunaannya
diindikasikan untuk Pengobatan infeksi mata yang meradang seperti: Konjungtivitis
(radang selaput ikat mata) akut atau kronis yang tak bernanah, Blefarokonjungtivitis
dan keratokonjungtivitis, Keratitis superfisial (radang pada permukaan kornea/selaput

29
bening mata) non-spesifik, radang pada kornea bagian dalam, Keratitis akne rosase,
Iridosiklitis (radang selaput pelangi dan badan siliar), Iritis (radang iris/selaput
pelangi) akut yang ringan, Blefaritis (radang kelopak mata) yang tak bernanah,
Skleritis (radang selaput mata keras), Epiekleritis (radang permukaan selaput mata
keras), Sklerokonjungtivitis, Herpes zoster pada mata, pencegahan infeksi setelah
operasi mata.

Kombinasi Vitamin C dan Vitamin B, vitamin B kompleks penting untuk


memelihara aktifitas dari susunan saraf, vitamin C memegang peranan penting dalam
memelihara daya tahan tubuh, memiliki manfaat sebagai suplemen untuk nutrisi bagi
mata. Indikasinya yaitu mampu menangkal radikal bebas yang merusak sel-sel mata,
mencegah terjadinya katarak ,mengurangi kelelahan mata, membantu menghilangkan
hemorage dan mengurangi eksudasi pada retinopati diabetes

Pemberian Antiviral berupa yang efektif dan aman adalah jika mampu
menghentikan replikasi virus, tanpa merusak sel-sel sehat. Obat-obat lama sepenti
idoksuridina dan acyclovir memiliki toksisitas dan khasiat guna menghentikan
replikasi virus.

30
1. Vaughan Daniel G. Oftalmologi umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000.
2. Wijana, N. Ilmu penyakit mata. Cetakan kelima. 1990
3. Kanski, J.Jack. Atlas bantu oftalmologi. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates, 1992
4. Ilyas, S. Ilmu penyakit mata. Edisi III. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2004

31

Anda mungkin juga menyukai