Keratitis Jamur-Lapsus
Keratitis Jamur-Lapsus
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI Tanggal
Nama : Tn.
Umur : tahun
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status :
ANAMNESA (Autoanamnesa) Tanggal
Keluhan Utama : mata kiri terasa mengganjal dan sakit sejak ± 3 hari yang lalu.
Keluhan tambahan : mata kiri merah dan penglihatan kabur.
R/ Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RS Imanuel dengan
1
tidak ada kotoran. Keluhan bengkak pada
R/ Penyakit Keluarga Riwayat sakit yang sama dalam keluarga tidak ada
STATUS OPHTHALMOLOGIS
OD OS
Visus 6/6 6/9
Kedudukan bola mata Ortoforia
ergerakan bola mata
2
PEMERIKSAAN EXTERNAL
Injeksi silier
Infiltrate
Numular
Pd jam 7 uk 2 mm,
jam 12 dan 13 uk 1 mm
Bentuk Halo
Dengan konglomerasi
Palpebra supp Edem (-), hiperemis (-), Edem (-), hiperemis (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Palpebra inf Edem (-), hiperemis (-), Edem (-), hiperemis (-),
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Cilia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Conj. Tars Supp Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (+),
hiperemis (-), hiperemis (-)
,injeksi silier (+)
Conj. Tars Inf Papil (-), folikel (-), Papil (-), folikel (-),
hiperemis (-) hiperemis (-),injeksi
silier(+)
Conj. bulbi Inj.konjungtiva (-), Inj.konjungtiva (-),
Inj.silier (-), sekret (-) Inj.silier (+), sekret (-)
Kornea Jernih , infiltrat (-) Keruh, infiltrat numular
(+) bentuk Halo pada jam
7 uk ±2 mm, jam 12 uk ±
1 mm, jam 13 uk ± 1 mm
COA Cukup Dalam Cukup Dalam
Hifema (-) Hifema (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Iris Sinekia ant & post (-), Sinekia ant & post (-),
iridodenesis (-) iridodenesis (-)
iridodialisis(-) iridodialisis(-)
3
Pupil Bulat, reguler, D = 3 mm Bulat, reguler, D = 3 mm
Lensa Jernih Jernih
Lain-lain
TIO palpasi normal normal
4
T : afebris
Edukasi : menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi dari
exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.
PROGNOSA
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad malam
5
BAB II
KERATITIS JAMUR
I. PENDAHULUAN
6
Keratomikosis bukan merupakan tipe infeksi kornea yang sering terjadi, tetapi
hanya salah satu dari kausa mayor keratitis infeksius di daerah tropis. Penting untuk
mempertimbangkan kausa jamur untuk keratitis infeksius karena kerusakan okuler
yang hebat dapat terjadi tanpa diagnosa dan penanganan yang tepat dan efektif.3
II. DEFENISI
7
Gambar 1. Keratomikosis (diambil dari kepustakaan No3)
III. INSIDEN
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh
Leber, tetapi baru mulai periode 1950-an kasus-kasus keratomikosis diperhatikan dan
dilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-
laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat immunosupresif dan lensa kontak, di
samping juga bertambah baiknya kemampuan diagnostik klinik dan laboratorik,
seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. Singapura melaporkan (selama 2,5
tahun) dari 112 kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata Cicendo
Bandung (selama 6 bulan) didapat 3 kasus dari 50 ulkus kornea, Taiwan (selama 10
tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46 dari 80
ulkus (kemungkinan keratitis virus sudah disingkirkan).2,3,5
8
mayor kebutaan. Di China, insidens keratomikosis terus meningkat sejak 8 dekade
yang lalu. Manakala di daerah bersuhu rendah seperti di Inggris dan Amerika Serikat
Utara masih jarang terjadi keratitis akibat infeksi jamur, umumnya kurang dari 5%-
10% . Keratomikosis filamentosa didapati lebih sering terjadi di daerah Amerika
Serikat yang lebih hangat dan lebih lembab dari daerah lain di negara tersebut.6,7
IV. ANATOMI
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
traktus uvea, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang
protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di
9
anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi
makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi
cahaya menjadi impuls syaraf. 1,8
10
Mata menangkap pola iluminasi dalam lingkungna sebagai gambaran optik
pada sebuah lapisan sel-sel peka cahaya yaitu retina, seperti sebuah kamera
menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat dicuci cetak untuk
menghasilkan gambar yang mirip dengan bayangan asli, demikian juga citra yang
dikode diretina disalurkan melalui serangkaian pengolahan visual yang semakin
kompleks setiap langkahnya sampai akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai
gambar yang mirip dengan gambar asli.8
11
c. Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu
penampilan optikal.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:1
1. Epitelium memberi 10% dari ketebalan kornea yang terdiri atas lapisan-
lapisan sel epitel gepeng tidak bertanduk, dan terdiri dari:
a. satu lapis sel kolumnair basalis yang terikat secara hemidesmosom ke
membran basalis.
b. dua sampai tiga lapis sel sayap
c. dua lapis sel gepeng superfisialis
d. luas permukaan sel terluar ditambah oleh adanya mikroplicae dan
mikrovili yang membantu perlengketan mucin. Setelah jangka hidup
beberapa hari, sel-sel mati dilepaskan ke dalam tear film. Karena sifat
beregenerasi dengan baik, sel-sel yang terlepas tidak menyebabkan
jaringan sikatriks pada lapisan epitelium.
e. Lapisan epitelium yang intak memberi perlindungan terhadap infeksi;
defek pada epitelium membenarkan patogen untuk masuk ke dalam.
2. Membran Bowman merupakan lapisan superfisialis yang aseluler dan
membentuk jaringan sikatriks jika dirusak.
a. Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma
12
4. Membran descemet tersusun oleh kisi-kisi halus fibril kolagen.
5. Endotelium terdiri dari satu lapis sel heksagonal yang memberi sifat
transparen kepada kornea dan memain peran penting dalam deturgensi kornea.
Endotelium berperan sebagai pompa ion untuk menjaga kestabilan air di
dalam lapisan stroma. Dengan pertambahan usia, jumlah sel berkurang secara
gradual, dan karena endotelium tidak beregenerasi, maka sel-sel yang
berhampiran bermigrasi masuk mengisi kekosongan akibat kehilangan sel
tersebut.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aquos dan dari
tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari
udara, melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer,
menerima oksigen secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior.1
13
dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk
kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang
seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1
V. FISIOLOGI
Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air
dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi
kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui stroma
yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air
sekaligus. 1,7
VI. ETIOLOGI
14
memiliki karakteristik tertentu yaitu infiltrat satelit, dan plak endotel. Jamur dapat
berpenetrasi hingga ke lapisan membran Descement.1,10 Keratitis jamur bisa terjadi
setelah trauma kornea yang disebabkan oleh tumbuh – tumbuhan atau pada mereka
dengan imunosupresi.1,6
Gambar 4. Filamen
15
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas: Candida albicans,
Cryptococcus spp, Rodotolura spp.
3) Jamur difasik
Trauma dengan bahan-bahan dari tanaman atau tumbuhan faktor resiko yang
penting dari keratitis fungal. Predisposisi utama adalah para petani yang
menggunakan alat pemotong rumput atau sejenisnya yang menggunakan peralatan
mesin dilapangan berumput, tanpa memakai pelindung mata. Trauma dihubungkan
dengan penggunaan kontak lensa yang merupakan faktor resiko umum yang lain
untuk terjadinya keratitis fungal. Kortikosteroid topikal adalah faktor resiko mayor
lainnya, Kortikosteroid topikal mengaktivasi dan meningkatkan virulensi jamur
dengan mengurangi resistensi kornea terhadap infeksi. Meningkatnya penggunaan
kortikosteroid topikal selama akhir dekade ke-empat merupakan implikasi mayor
penyebab meningkatnya insiden keratitis fungal selama periode tersebut. Selain itu,
penggunaan kortikosteroid sistemik bisa mensupresi respon sistem imun, karena itu
merupakan predisposis terjadinya keratitis fungal. Faktor resiko lainnya adalah
termasuk operasi kornea (contohnya keratoplasti dan keratotomi radial), dan keratitis
kronis (contohnya herpes simpleks, herpes zoster, atau vernal/ konjungtivitis alergi).6
16
Kebanyakan organisme fungi yang dihubungkan dengan infeksi pada mata
terdapat dimana-mana, organisme saprofit dan telah dilaporkan sebagai penyebab
infeksi pada literature ophtalmologi. Jamur yang di isolasi telah dapat diklasifikasikan
kedalam grup: Moniliaceae (jamur berfilamen tidak berpigmen, termasuk didalamnya
spesies Fusarium dan Aspergillus), Dematiaceae (Jamur berfilamen berpigmen,
termasuk didalamnya spesies Curvularia and Lasiodiplodia), dan yeasts (termasuk
didalamnya spesies Candida).3,5
Keratitis fungal juga dapat terjadi sekunder dari endophthalmitis fungal. Pada
kasus ini, organisme jamur dari segmen posterior menembus membran Descemet dan
masuk kedalam stroma kornea. 3
17
Banyak oftalmologis menemukan bahwa steroid topikal merupakan faktor
risiko yang meningkatkan pertumbuhan jamur di mata. Steroid yang
digunakan sebagai terapi inisial telah dilaporkan 1-30% pasien menderita
keratitis mikrobial.
4. Faktor lainnya
Gangguan lainnya, termasuk kerusakan permukaan kornea, mata kering,
keratopati bulosa, dan keratitis eksposur, dihubungan dengan keratitis
supuratif. Saat ini, telah dilaporkan kejadian keratitis jamur pada pasien
setelah keratektomi fotorefraktif dan Lasik.
VII. PATOGENESIS
18
merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya keratomikosis. Terutamanya, petani
yang tidak memakai alat proteksi diri, khususnya kaca mata. Trauma akibat
pemakaian lensa kontak juga adalah salah satu faktor resiko terjadinya
keratomikosis.1 Trauma kornea paling sering menyebabkan keratomikosis dan
merupakan factor resiko major tipe keratitis tersebut. 1,8,9 Seorang dokter harus
mempertimbangkan besar kemungkinan suatu keratomikosis jika pasien mempunyai
riwayat trauma kornea, terutama adanya kontak dengan tumbuhan atau tanah. Resiko
trauma akibat pemakaian lensa kontak adalah kecil, dan bukan merupakan faktor
resiko major untuk keratomikosis. 1,7
19
terhadap infeksi. Candida sp menyebabkan infeksi okuler pada hospes yang
mengalami imunodefisiensi dan pada kornea dengan ulkus kronik. Pemakaian
kortikosteroid yang semakin meningkat sejak 4 dekade yang lalu telah berimplikasi
sebagai suatu penyebab utama peningkatan insidensi keratomikosis.
Jika pada hospes normal keratomikosis acapkali didahului oleh trauma, atau
pemakaian steroid, pada penderita AIDS kelainan ini dapat timbul secara spontan
tanpa faktor predisposisi pada kornea, dan dapat terjadi pada satu mata atau dua
mata.1,7
20
7. Lesi kornea yang indolen.
Reaksi di atas timbul akibat investasi jamur pada kornea yang memproduksi
mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis kornea dan
reaksi radang yang cukup berat.1,7,8
IX. DIAGNOSIS
21
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang.3
a. Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan
oleh pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika
melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus ditanyakan ialah adanya
riwayat trauma, kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya
penyakit vaskulitis atau autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
b. Pemeriksaan fisis
1. Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi
oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi
cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.
2. Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea. Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi
konjungtiva ataupun perikornea. Tanda yang umum pada pemeriksaan
slitlamp yang tidak spesifik, termasuk didalamnya: Injeksio konjungtiva,
kerusakan epitel kornea, supurasi, infiltrasi stroma, reaksi pada bilik
depan, hipopion 3
c. Pemeriksaan penunjang
1. Tes fluoresein.
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan
kornea.Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna
hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru
menunjukkan daerah yang intak).
2. Pewarnaan gram dan KOH dan kultur.
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada
beberapa kasus. Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif
belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah
melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula
22
Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat
dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India,
dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75%
dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwarnai
dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu
biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential
interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari
kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan.
Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.2
3. Gambaran Histopatologi.
Pada pemeriksaan histopatologik dengan memeriksa apusan kornea
ditemukan adanya jamur pada 75% pasien. Hifa jamur berjalan parallel
pada permukaan kornea. Adanya komponen jamur yang mencapai stroma
menunjukkan tingkat virulensi kuman sangat tinggi dan biasanya
berhubungan dengan infeksi yang progresif.3
X. DIAGNOSIS BANDING
1. Keratitis bakterialis.
Secara klinis onset nyeri keratitis bakterialis sangat cepat disertai dengan
injeksio konjungtiva, fotofobia dan penurunan visus pada pasien dengan ulkus kornea
bakterial, inflamasi endotel, tanda reaksi bilik mata depan, dan hipopion sering ada.
Penyebab infeksi tumbuh lambat, organisme seperti mikrobakteri atau bakteri
anaerob infiltratnya tidak bersifat supuratif dan lapisan epitel utuh. Penggunaan
kortikosteroid, kontak lensa, graf kornea yang telah terinfeksi kesemuanya
merupakan predisposisi terjadinya infeksi bacterial.14,15
2. Keratitis viral
23
Dapat disebabkan oleh virus herpes simplex, varicella-herpes zoster atau
adenovirus. Pasien keratitis akibat nfeksi herpes simplex sering datang dengan
keluhan nyeri berat dan gambaran seperti infiltrat yang bercabang-cabang (keratitis
dendritik). Tes sensitivitas pula menurun, bahkan pada infeksi herpes zoster bisa
hilang sama sekali.15
3. Endoftalmitis
XI. PENATALAKSANAAN
24
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih),
Imidazole (obat terpilih).
25
ii. Natamycin (paramycin) bersifat spektrum-luas terhadap organisme
filamentosa seperti polyene lain, tetapi dilaporkan lebih efektif terhadap
Fusarium sp.
Pengobatan topikal hendaklah diberikan selama 6 minggu. 7,8
b. Azole (imidazole dan triazole) termasuk ketaconazole, miconazole, fluconazole,
itraconazole, econazole, dan klotrimazole.2 Golongan Imidazol, dan ketokonazole
dilaporkan efektif terhadap Aspergillus, Fusarium, dan Candida.1,3 Tersedia secara
komersial dalam bentuk tablet.1 Ketoconazole oral (200-600 mg/hari) dapat
dipertimbangkan sebagai terapi adjuntiva pada keratomikosis filamentosa berat,
dan fluconazole oral (200-400 mg/hari) untuk keratitis yeast berat. Itraconazole
oral (200 mg/hari) mempunyai kesan spektrum-luas terhadap semua Aspergillus
sp dan Candida tetapi kerja yang bervariasi terhadap Fusarium. Voriconazole oral
dan topical dilaporkan bermanfaat untuk keratomikosis yang tidak berespon
terhadap pengobatan yang telah disebutkan sebelumnya.8
i. Azole menghambat sintesa ergosterol pada konsentrasi rendah dan pada
konsentrasi tinggi bekerja merusak dinding sel.
ii. Fluconazole dan ketoconazole oral di absorbsi secara sistemik dan
terdapat dalam kadar yang bagus di bilik mata depan dan kornea, maka
pemberiannya harus dipertimbangkan sebagai penanganan keratomikosis
yang lebih lanjut. Karena kedua obat tersebut dapat berpenetrasi dengan
baik ke dalam jaringan okuler, ia merupakan pilihan pengobatan bagi
keratitis kausa filamentosa dan yis. Pemberian obat tersebut juga melihat
kepada kedalaman penetrasi jamur ke dalam stroma. Dosis dewasa 200-
400 mg/d, dengan dosis maksimum 800 mg/d. Antimikotik sistemik
diberikan pada kasus keratitis berat atau endoftalmitis.
26
Ada beberapa jenis operasi, yang antara lain: 11
a. Corneal Scrapping. Dilakukan pada ulkus superficial, dimana pada ulkus tersebut
dapat ditangani dengan menggunakan metode ini, dimana penyembuhannya cepat
dan tidak menimbulkan scar.
b. Keratectomy. Teknik ini dilakukan apabila ulkusnya lebih dalam atau deep injury
dimana kerusakan kornea menimbulkan terbentuknya jaringan ikat sehingga
menimbulkan kekeruhan pada kornea, dimana akan menghalangi cahaya yang
menuju ke retina. Operasi dilakukan dengan cara membelah kornea untuk
menggapai area yang mengalami scar kemudian membersihkan daerah yang opak
dan daerah yang mengalami infeksi dengan menggunakan mikroskop.
c. Cornea transpalant (penetrating keratoplasty). Apabila infeksi menyebabkan
kornea tidak dapat diperbaiki lagi, dimana telah terjadi kekeruhan maka tindakan
keratoplasty dapat dilakukan, dimana operasi dilakukan dengan mengangkat
bagian sentral dari kornea yang keruh kemudian menggantinya dengan donated
clear cornea.
XII. KOMPLIKASI
27
Dari penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa keratoplasty merupakan
terapi efektif untuk fungal keratitis yang tidak berespon pada pengobatan anti jamur
dan sebaiknya operasi ini dilakukan di awal sebelum penyakit menjadi lebih buruk.2
Keratitis fungal dapat berperan utama untuk infeksi berat yang melibatkan
setiap struktur intraokular dan dapat membuat hilangnya penglihatan atau kehilangan
mata. Perforasi kornea jarang terjadi, dan endophthalmitis sekunder telah dilaporkan.
8
BAB III
PEMBAHASAN
pandangan mata sebelah kiri terganggu sejak ± 2 hari sebelum berobat ke poli mata, ,
penglihatan pasien silau. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya mata os terasa gatal
dan berwarna merah dan berair tetapi tidak menimbulkan kotoran mata. Pasien
mengaku tidak ada riwayat trauma pada mata ataupun menggunakan lensa kontak.
Dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah mata
bagian kiri dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair dan penurunan visus
28
(kabur). Dari gejala yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis mengarah ke
diagnosis keratitis.
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea,
superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis
interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh
gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya,
pusat.2
Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang
sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflek yang disebabkan iritasi pada
ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal.
Meskipun mata berarir dan fotofobia pada umumnya menyertai penyakit kornea,
akan tetapi tidak terdapat kotoran pada kecuali pada ulkus bakteri purulen.2
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/6, VOS = 6/9, pemeriksaan
mata sebelah kiri terdapat injeksi silier pada konjungtiva .Pada kornea didapatkan
adanya infiltrat berwarna putih keruh yang menyebabkan penglihatan pasien menjadi
terganggu dan merasa silau. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini menunjukkan
bahwa infeksi pada kornea mengakibatkan penurunan visus pada mata sebelah kanan.
Terapi yang diberikan yaitu tetes mata . Obat ini memiliki kandungan
dexamethason, neomysin sulfat dan polymiksin B sulfat. penggunaannya
diindikasikan untuk Pengobatan infeksi mata yang meradang seperti: Konjungtivitis
(radang selaput ikat mata) akut atau kronis yang tak bernanah, Blefarokonjungtivitis
dan keratokonjungtivitis, Keratitis superfisial (radang pada permukaan kornea/selaput
29
bening mata) non-spesifik, radang pada kornea bagian dalam, Keratitis akne rosase,
Iridosiklitis (radang selaput pelangi dan badan siliar), Iritis (radang iris/selaput
pelangi) akut yang ringan, Blefaritis (radang kelopak mata) yang tak bernanah,
Skleritis (radang selaput mata keras), Epiekleritis (radang permukaan selaput mata
keras), Sklerokonjungtivitis, Herpes zoster pada mata, pencegahan infeksi setelah
operasi mata.
Pemberian Antiviral berupa yang efektif dan aman adalah jika mampu
menghentikan replikasi virus, tanpa merusak sel-sel sehat. Obat-obat lama sepenti
idoksuridina dan acyclovir memiliki toksisitas dan khasiat guna menghentikan
replikasi virus.
30
1. Vaughan Daniel G. Oftalmologi umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2000.
2. Wijana, N. Ilmu penyakit mata. Cetakan kelima. 1990
3. Kanski, J.Jack. Atlas bantu oftalmologi. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates, 1992
4. Ilyas, S. Ilmu penyakit mata. Edisi III. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2004
31