Anda di halaman 1dari 28

BAB I

STATUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. R

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 46 tahun

Alamat : Sumatra utara (AFD XIII PTMSSP)

II. ANAMNESIS

Jika alloanamnesis, tuliskan

Identitas sumber informasi

Nama :

Umur :

Alamat :

Hubungan dengan pasien :

Anamnesis dilakukan pada tanggal : …………………….. pukul :………

Resume anamnesis :

Keluhan utama

Mata kuning sejak 1 minggu ini

1
Riwayat penyakit sekarang

Os dibawa ke RS dengan keluhan mata kuning, keluhan ini di rasakan sejak

satu minggu yang lalu, Selain itu Os juga mengeluhakan nyeri pada perut

kanan atas, nyeri dirasakan sekitar 10 menit, nyeri akan bertambah berat ketika

os melakukan aktivitas. Keluhan disertai mual, muntah, dan demam 2 hari ini.

Riwayat penyakit dahulu

Os mengaku tidak pernnah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat yang sama dalam keluarga disangkal

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)

Dilakukan pada tanggal : 28 maret 2016 pukul : 14.00

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Suhu tubuh : 37,5 0C

Frekuensi denyut nadi : 80 x/menit

Frekuensi nafas : 22 x/menit

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :

IV. A. Keadaan Umum

Kesadaran : Composmentis

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 46 kg

2
Status gizi : 17, 9  kurus (kekurangan berat badan tingkat

ringan)

Skema manusia

Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan

keterangan secukupnya

Status Lokalis : Data tidak ada

IV.B. Pemeriksaan Kepala :

Mata : Sklera ikterik

IV.C. Pemeriksaan Leher

Inspeksi : Data tidak ada

Palpasi : Data tidak ada

Pemeriksaan trakea : Data tidak ada

Pemeriksaan kelenjar tiroid : Data tidak ada

Pemeriksaan tekanan vena sentral : Data tidak ada

3
IV.D. Pemeriksaan Thoraks

Inspeksi : Data tidak ada

Perkusi : Data tidak ada

Palpasi : Data tidak ada

Auskultasi : Data tidak ada

IV.E. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Data tidak ada

Auskultasi : Data tidak ada

Perkusi : Data tidak ada

Palpasi : Data tidak ada

Pemeriksaan ginjal : Data tidak ada

Pemeriksaan nyeri ketok ginjal : Data tidak ada

Pemeriksaaan hepar : hepatomegali

Pemeriksaan lien : Data tidak ada

Pemeriksaan asites : Data tidak ada

IV.F. Pemeriksaan ekstremitas

Lengan : Data tidak ada

Tangan : Data tidak ada

Tungkai : Data tidak ada

Kaki : Data tidak ada

4
V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :

Dari pemeriksaan tekanan darah pre hipertensi, vital sign lainnya dalam

batas normal, pada pemeriksaan kepala ditemukan sklera ikterik, pada

pemeriksaan hepar teraba hatinya membesar, pemeriksaan leher, thorak,

ginjal, lien dan ekstremitas dalam batas normal.

VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK)

VI.A. Masalah aktif :

Mata kuning sudah 1 minggu ini

Mual

Muntah

Demam sudah 2 hari.

VI.B. Masalah pasif :

Tidak ada data

VII. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis

Hepatitis B

Diagnosis banding

Tidak ada data

VIII. RENCANA

VII.A. Tindakan Terapi :

- IVFD D5% 20 tpm

- Injeksi omeprazole 2x1 IV

5
- Sistenol 3x1

- Domperidon 3x1

VII.B. Tindakan Diagnostik /Pemeriksaan Penunjang :

Di rujuk ke RSUD

Pemeriksaan Labolatorium

HASIL:

- Labolatorium

Hematologi

 Hb : 12,4 mg%

 Leukosit : 6.800 mm3

 Led : 10 mm/jam

 Trombosit : 138.000mm3

 Hematokrit : 37,7%

 Eritrosit : 4,86 juta

Urin

 pH : 6,0

 Berat jenis : 1.013

 Bilirubin (-)

 Protein (-)

 Bilirubin (+)

 Glukosa (-)

 Keton (-)

 Nitrit (-)

6
 Sedimen :

- Epitel : 3-4 / LPB

- Leukosit : 8-10/ LPB

- Eritrosit : -2/ LPB

- Silinder (-)

Serologi

 Hbs Ag (+)

Kimia darah

 Biliruin

- Total : 7,84 mg/dl

- Direk 6,57 mg/dl

7
BAB II

ANALISIS DAN PEMAHASAN

2.1 Anamnesis

 Pada riwayat penyakit sekarang tidak ditanyakan BAK nya dan warna

urinnya bagaimana.

 Tidak ditanyakan riwayat transfusi darah

 Tidak ditanyakan riwayat multiple sex partners.

 Tidak ditanyakan riwayat mengkonsumsi alkohol

 Tidak ditanyakan riwayat penggunaan obat-obatan.

 Tidak ditanyakan riwayat penggunaan jarum suntik

2.2 Pemeriksaan fisik

 Pada pemeriksaan hepar tidak di deskripsikan nyeri tekannya bagaimana,

ukurannya, tepi, permukaannya.

2.3 pemeriksaan penunjang

 Pada pemeriksaan labolatorium kimia darah tidak dilakukan seperti SGPT,

SGPT, ALT.

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus.

Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis

yang berlangsung selama kurang dari 6 bulan, dan kronis apabila hepatitis

yang tetap bertahan selama lebih dari 6 bulan.

Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus

hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan

peradangan hati akut atau menahun yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati

atau kanker hati.

Infeksi virus hepatitis B suatu infeksi sistemik yang menimbulkan

peradangan dan nekrosis sel hati yang mengakibatkan terjadinya serangkaian

kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik, dan morfologik.

3.2 Anatomi dan Fungsi Hati

 Anatomi Hati

Hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan

atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % berat

orang badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah

tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri

dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamen falsiformis. Lobus kanan

9
hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu :

lobus kanan atas, lobus kaudatus, dan lobus kuadratus.

Gambar 1. Anatomi hati

Gambar 2. Hati yang terkena hepatitis B

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : 16

a. Vena porta hepatika yang berasal dari lambung dan usus, yang

kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin

yang larut dalam air, dan mineral.

b. Arteri hepatika, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan

oksigen.

10
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatika dan arteri

hepatika mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien,

oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun

akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat

baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.

 Fungsi Hati

Hati merupakan pusat metabolisme tubuh yang mempunyai

banyak fungsi dan penting untuk mempertahankan hidup. Ada 4 (empat)

macam fungsi hati yaitu :

- Fungsi Pembentukan dan Ekskresi Empedu.

Empedu dibentuk oleh hati. Melalui saluran empedu interlobular

yang terdapat di dalam hati, empedu yang dihasilkan dialirkan ke

kantung empedu untuk disimpan. Dalam sehari sekitar 1 liter empedu

diekskresikan oleh hati. Bilirubin atau pigmen empedu yang dapat

menyebabkan warna kuning pada jaringan dan cairan tubuh sangat

penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu.

- Fungsi Pertahanan Tubuh

Hati juga berperan dalam pertahanan tubuh baik berupa detoksifikasi

maupun fungsi perlindungan. Detoksifikasi dilakukan dengan

berbagai proses yang dilakukan oleh enzim-enzim hati terhadap zat-

zat beracun, baik yang masuk dari luar maupun yang dihasilkan oleh

tubuh sendiri. Dengan proses detoksifikasi, zat berbahaya akan diubah

menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.

11
Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel kuffer yang berada pada

dinding sinusoid hati. Dengan cara vagositosis, sel kuffer dapat

membersihkan sebagian besar kuman yang masuk ke dalam hati

melalui vena porta sehingga tidak menyebar keseluruh tubuh.

- Fungsi Metabolik

Disamping menghasilkan energi dan tenaga, hati mempunyai

peran penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan

vitamin.

- Fungsi Vaskuler

Pada orang dewasa, jumlah aliran darah ke hati diperkirakan

sekitar 1.200-1.500 cc per menit. Darah tersebut berasal dari vena

porta sekitar 1.200 cc dan dari arteri hepatica sekitar 300 cc. Bila

terjadi kelemahan fungsi jantung kanan dalam memompa darah, maka

darah dari hati yang dialirkan ke jantung melalui vena hepatica dan

selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Akibatnya terjadi

pembesaran hati karena bendungan pasif oleh darah yang jumlahnya

sangat besar.

3.3 Epidemiologi

Hepatitis B adalah penyakit infeksi virus hati yang menurut

perkembangannya apabila tidak ditangani dengan baik dapat berkembang

menjadi sirosis hati, karsinoma hepatoseluler bahkan tidak jarang

menyebabkan kematian. Menurut WHO, sedikitnya 350 juta penderita carrier

hepatitis B terdapat di seluruh dunia, 75%-nya berada di Asia Pasifik.

12
Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 2 juta pasien meninggal karena

hepatitis B. Hepatitis B mencakup 1/3 kasus pada anak. Indonesia termasuk

negara endemik hepatitis B dengan jumlah yang terjangkit antara 2,5%

hingga 36,17% dari total jumlah penduduk. Ramai pembawa virus hepatitis B

tidak mengetahui implikasi penyakit ini, dan mempunyai persepsi yang

berbeda-beda. Dalam penelitian terhadap 320 penduduk Kemboja Amerika,

median skor tingkat pengetahuan mereka adalah hanya 4.8 daripada maksimal

12. Dalam penelitian yang hamper sama terhadap 147 wanita Cina Kanada,

responden hanya menjawab 6,9 dari 12 soalan yang benar.

3.4 Etiologi

Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong

dalam famili Hepadnaviridae. Nama famili Hepadnaviridae ini disebut

demikian karena virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan

genom DNA. Termasuk dalam family ini adalah virus hepatitis Woodchuck

(sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah diobservasi dapat

menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking dan bajing

tanah (ground squirrel).

Virus Hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi

alat yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan

penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus Hepatitis B yang utuh

berukuran 42 nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom

(DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian luar dan nukleokapsid

dibagian dalam. Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan mengandung genom

13
(DNA) VHB yang sebagian berantai ganda dengan bentuk sirkular. Selama

infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus yang terdapat dalam darah yaitu

virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan selubung virus

(HBsAg). Ukuran kapsul virus berukuran 22 nm, dapat berbentuk seperti bola

atau filament.

Gambar 3. Virus hepatitis B (HBV)

1.1 Faktor resiko

1. Tinggal di daerah yang ber prevalensi tinggi

2. Riwayat hepatitis B pada keluarga

3. Drug abuser. IV

4. Multiple sex partners

5. Riwayat sexual transmitted disease

6. Tinggal di daerah bersanitasi buruk

7. Terinfeksi VHC atau HIV

14
1.2 Sumber penularan

VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Penularannya dapat

melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma),

lendir kemaluan wanita (Sekret Vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah

kecil HBsAg dapat juga ditemukan pada Air Susu Ibu (ASI), air liur, air seni,

keringat, tinja, cairan amnion dan cairan lambung.

1.3 Cara penularan

Ada dua macam cara penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan

transmisi horisontal.

- Transmisi vertikal

Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal). VHB ditularkan

dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal.

Penularan cara ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit

Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B.

- Transmisi horisontal

Adalah penularan atau penyebaran VHB dalam masyarakat.

Penularan terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau

penderita Hepatitis B akut. Misalnya pada orang yang tinggal serumah

atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B.

1.4 Patogenesis

Menurut WHO (2012), model transmisi hepatitis B adalah sama

dengan model transmisi untuk Virus Human Immunodeficiency (HIV). Tetapi,

virus hepatitis B 50 sampai 100 kali lebih menular. Tidak seperti HIV, virus

hepatitis B dapat bertahan hidup di luar tubuh dan stabil pada permukaan

15
lingkungan setidaknya selama tujuh hari. Selama waktu ini, virus tetap dapat

menyebabkan infeksi jika memasuki tubuh orang yang tidak dilindungi oleh

vaksin. Inokulasi langsung virus hepatitis B dapat terjadi melalui benda mati

seperti sikat gigi, botol bayi, mainan, pisau cukur, peralatan makan, peralatan

rumah sakit dan benda - benda lain serta melalui kontak dengan selaput lendir

atau kulit yang ter luka. Masa inkubasi dari virus hepatitis B rata-rata adalah

90 hari, tetapi dapat bervariasi 30-180 hari. Virus ini dapat dideteksi 30

sampai 60 hari setelah infeksi dan berlangsung selama periode variabel waktu

tertentu.

Patogenesis dan manifestasi klinis dari hepatitis B adalah karena

interaksi antara virus dengan sistem imun sel inang. Sistem imun menyerang

virus hepatitis B dan menyebabkan terjadinya luka pada hati. Limfosit CD4+

dan limfosit CD8+ yang teraktivasi mengenali berbagai peptida virus hepatitis

B yang terletak pada permukaan hepatosit, dan reaksi imunologis pun terjadi.

Reaksi imun yang terganggu (pelepasan sitokin, produksi antibodi) atau status

imun yang relatif toleran dapat mengakibatkan terjadinya hepatitis kronik.

Keadaan akhir penyakit hepatitis B adalah sirosis. Pasien dengan sirosis hati

dan infeksi virus hepatitis B cenderung untuk mengembangkan karsinoma

hepatoseluler.

Pada saat awal infeksi hepatitis B terjadi toleransi imunologi , dimana

virus masuk ke dalam sel hati melalui aliran darah dan dapat melakukan

replikasi tanpa adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis. Pada

saat ini DNA HBV, HBsAg, HBeAg, dan anti -HBc terdeteksi dalam serum.

16
Keadaan ini berlangsung terus selama bertahun-tahun terutama pada neonatus

dan anak, yang dinamakan sebagai pengidap sehat. Pada tahap selanjutnya

terjadi reaksi imunologis sehingga terjadi kerusakan sel hati yang terinfeksi.

Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau berkembang menjadi hepatitis

kronik.

1.5 Gambaran klinis

Manif estasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung

ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa

adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis,

gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang

lebih berat.

Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu :

1. Fase Inkubasi

Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau

ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan

rata-rata 60-90 hari.

2. Fase prodromal (praikterik)

Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya

gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan

malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas

atas dan

anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen

biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum,

17
kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan

kolestitis.

3. Fase ikterik

Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul

bersamaan

dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak

terdeteksi.

Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal,

tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.

4. Fase konvalesen (penyembuhan)

Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain,

tetapi

hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul

perasaan

sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan.Sekitar 5-10% kasus

perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang

menjadi fulminan

Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut

lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan

hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :

1. Fase imunotoleransi

Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus

18
Tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang

berarti.

Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg

yang sangat tinggi.

2. Fase imunoaktif

Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya

replikasi

Virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak

dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien

sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.

3. Fase residual

Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya

sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut

akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada

kerusa kan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer

HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang

menjadi positif, sertakonsentrasi ALT normal.

1.6 Pemeriksaan fisik

Nyeri perut kanan atas ; hepatomegali ; kenyal

Splenomegaly (5 – 15%)

KGB servikal posterior > (limfadenopati)  hepatitis B

19
1.7 Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan USG abdomen

 Pemeriksaan biopsi hepar

 Pemeriksaan labolatorium

Menurut WHO (1994) untuk mendeteksi virus hepatitis

digolongkan dengan tiga (3) cara yaitu : Cara Radioimmunoassay (RIA),

Enzim Linked Imunonusorbent Assay (Elisa), imunofluorensi

mempunyai sensitifitas yang tinggi. Untuk meningkatkan spesifisitas

digunakan antibodi monoklonal dan untuk mendeteksi DNA dalam

serum digunakan probe DNA dengan teknik hibridasi.

Pemeriksaan laboratorium yang paling sering digunakan adalah

metode Elisa. Metode Elisa digunakan untuk mengetahui adanya

kerusakan pada hati melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah

protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel hidup umumnya

terdapat dalam sel. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara

pembentukan enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan

sel dan peninggian permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar

ke ruangan ekstra sel, keadaan inilah yang membantu diagnosa dalam

mengetahui kadar enzim tersebut dalam darah. Penderita hepatitis B juga

mengalami peningkatan kadar bilirubin, kadar alkaline fosfat.

Pemeriksaan enzim yang sering dilakukan untuk mengetahui kelainan

hati adalah pemeriksaan SGPT dan SGOT (Serum Glutamic Pirivuc

Transaminase dan Serum Glutamic Oksalat Transaminase). Pemeriksaan

20
SGPT lebih spesifik untuk mengetahui kelainan hati karena jumlah SGPT

dalam hati lebih banyak daripada SGOT.

Kejadian hepatitis akut ditandai dengan peningkatan SGPT dan

SGOT 10-20 kali dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT.

SGPT dan SGOT normal adalah < 42 U/L dan 41 U/L. Pada hepatitis

kronis kadar SGPT meningkat 5-10 kali dari normal.

Berikut ini adalah berbagai macam pertanda serologik infeksi

VHB yaitu:

1. HBs Ag (Hepatitis B Surface Antigen)

Yaitu suatu protein yang merupakan selubung luar partikel VHB.

HBsAg yang positif menunjukkan bahwa pada saat itu yang

bersangkutan mengidap infeksi VHB.

2. Anti HBs

Antibodi terhadap HBsAg. Antibodi ini baru muncul setelah HBsAg

menghilang. Anti HBsAg yang positif menunjukkan bahwa individu

yang bersangkutan telah kebal terhadap infeksi VHB baik yang

terjadi setelah suatu infeksi VHB alami atau setelah dilakukan

imunisasi hepatitis B.

3. Anti Hbc

Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini pertama kali muncul

pada semua kasus dengan infeksi VHB pada saat ini (current

infection) atau infeksi pada masa yang lalu (past infection). Anti HBc

dapat muncul dalam bentuk IgM anti HBc yang sering muncul pada

21
hepatitis B akut, karena itu positif IgM anti HBc pada kasus hepatitis

akut dapat memperkuat diagnosis hepatitis B akut. Namun karena

IgM anti HBc bisa kembali menjadi positif pada hepatitis kronik

dengan reaktivasi, IgM anti HBc tidak dapat dipakai untuk

membedakan hepatitis akut dengan hepatitis kronik secara mutlak.

4. HBe Ag

Semua protein non-struktural dari VHB (bukan merupakan bagian

dari VHB) yang disekresikan ke dalam darah dan merupakan produk

gen precore dan gen core. Positifnya HBeAg merupakan petunjuk

adanya aktivasi replikasi VHB yang tinggi dari seorang individu

HBsAg positif.

5. Anti Hbe

Antibodi yang timbul terhadap HBeAg pada infeksi VHB. Positifnya

anti HBe menunjukkan bahwa VHB ada dalam fase non-replikatif.

6. DNA VHB

Positifnya DNA VHB dalam serum menunjukkan adanya partikel

VHB yang utuh dalam tubuh penderita. DNA VHB adalah petanda

jumlah virus yang paling peka.

1.8 Pencegahan

Ada tig macam cara pencegahan infeksi HBV yaitu:

a. Perbaikan hygiene dan sanitasi

b. Pencegahan penularan parenteral

c. Imunisasi

22
upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara

memasukkan kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan ke dalam

tubuh yang diharapka n dapat menghasilkan zat antibodi yang pada

saatnya nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang

menyerang tubuh

1.9 Penatalaksanaan

Pada pasien yang diidentifikasi sebagai kandidat yang sesuai untuk

mendapat terapi antivirus, tujuan terapi adalah untuk menekan replikasi HBV

dan mencegah progresi penyakit hati. Respon terapi antivirus dapat

diklasifikasikan menjadi biokimia (menormalkan ALT), virologis

(pembersihan DNA HBV), serologis (menghilangkan HBeAg, serokonversi

HBeAg, menghilangkan HBsAg), atau histologis (perbaikan histologihati).

Penting untuk menilai respon virologis tidak saja selama terapi antivirus

namun juga setelah terapi dihentikan, dan menilai apakah muncul resistensi

pada pasien yang melanjutkan terapi untuk jangka panjang.

Per Agustus 2007, tujuh obat disetujui oleh FDA untuk terapi infeksi

HBV. Dua diantaranya adalah interferon (IFN-α2b) dan interferon terpegilasi

(pegylates interferon, pegIFN-α2a), dan lima analog nucleotida dan

nukleosida oral (lamivudin, adefovir, dipivoxil, entecavir, telbivudin, dan

tenofovir disoproksil fumarat).

merupakan daftar pilihan terapi saat ini. Semua obat mempunya manfaat dan

kerugian masing-masing, dan pemilihan obat antivirus dipengaruhi oleh

efektivitas, kemamanan, resiko resistensi obat, metode pemberian, biaya dan

23
factor-faktor lain sebelum terapi (misalnya petanda serologisdan virologis,

kadar ALT serum, tahap dan keparahan penyakit hati)

24
1.10 Komplikasi

Setelah umur rata-rata 30 tahun, 30% dari pasien dengan hepatitis B kronis

aktif akan berkembang menjadi sirosis . Dekompensasi hati terjadi pada

sekitar seperempat dari pasien sirosis dengan hepatitis B selama periode lima

tahun, dimana 5-10% yang lainnya akan terus berkembang menjadi kanker

hati. Tanpa

pengobatan, sekitar 15% pasien dengan sirosis akan meninggal dalam waktu 5

tahun.

Gambar 4. Perjalanan penyakit hepatitis B

Resiko untuk karsinoma hepatoseluler pada orang yang terinfeksi hepatitis B

kronik adalah sekitar 10-25%. Mereka yang mempunyai resiko lebih tinggi

untuk mengembangkan kanker hati adalah laki-laki dewasa dengan penyakit

sirosis yang pertama kali terjangkit hepatitis B pada usia dini. Sekitar 80%

dan 90% dari pasien karsinoma hepatoseluler memiliki penyakit sirosis yang

25
mendasarinya. Lebih dari 50% kasus karsinoma hepatoseluler di seluruh

dunia dan 70-80% kasus karsinoma hepatoseluler di daerah endemik hepatitis

B disebabkan oleh virus hepatitis B. Nilai median untuk kelangsungan hidup

pasien dengan karsinoma hepatoseluler adalah <5 bulan tanpa perawatan

yang tepat, yang meliputi operasi, perawatan perkutan, iradiasi hati dan

kemoterapi

1.11 Prognosis

Pasien dengan hepatitis B akut, 90 % memiliki perbaikan yang

menguntungkan dan sembuh sepenuhnya. Pasien usia lanjut dan pasien

dengan gangguan medis serius yang mendasari seperti gagal jantung

kongestif, anemia berat, dan diabetes melitus, memiliki berbaikan yang

berkepanjangan dan memungkinkan memiliki hepatitis berat.

Meskipun tingkat kematian untuk sebagian besar kasus hepatitis B

rendah, hepatitis B akut memiliki tingkat kematian 1%

Pada pasien dengan infeksi persisten 10-30% erkembang menjadi

hepatitis kronis. Penderita hepatitis kronis, 20-50% berkembang menjadi

serosis. Dan sekitar 10% dari mereka yang berlanjut menjadi serosis dapat

berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler.

Sekitar 2000-4000 orang di amerika serikat meninggal setiap tahun

karena HBV. Sebagian besar kematian dikaitkan dengan serosis dan

karsinoma hepatoseluler primer, dan sebagian kecil dari pasien meningkal

karena hepatitis fulminan. Individu yang terinfeksi HBV juga memiliki

26
resiko kematian nonliver seperti limfoma non-hodgkin dan penyakit

peredaran darah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Corey, R. B. 2011. Farmakoterapi hepatitis B dan C.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi IV 2006, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Medscape.com

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi L, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

28

Anda mungkin juga menyukai